Disusun Oleh:
Pada masa rasulullah masih hidup, zaman khulafaur rasyidin dan sebagian besar
zaman umayyah sehingga akhir abad pertama hijrah, hadis-hadis nabi tersebar melalui
mulut kemulut. Ketika itu umat islam belum memiliki inisiatif untuk menghimpun
hadis-hadis nabi yang bertebaran. Mereka merasa cukup dengan menyimpan dalam
hafalan yang terkenal kuat. Dan memang diakui oleh sejarah bahwa kekuatan hafalan
para sahabat dan tabi’in benar-benar sulit tandingannya. Hadis nabi tersebar ke berbagai
wilayah yang luas dibawa oleh para sahabat dan tabi’in ke seluruh penjuru dunia. Para
sahabatpun mulai berkurang jumlahnya karena meninggal dunia. Sementara itu usaha
pemalsuan terhadap hadis-hadis nabi makin bertambah banyak, baik yang dibuat oleh
orang-orang zindik dan musush-musuh islam maupun yang datang dari orang islam
sendiri.
Yang dimaksud dengan pemalsuan hadis ialah menyandarkan sesuatu yang
bukan dari nabi saw kemudian dikatakan dari nabi saw. Berbagai motifasi yang
dilakukan mereka dalam hal ini, ada kalanya kepentingan politik seperti yang dilakukan
sekte-sekte tertentu setelah adanya konflik fisik (fitnah) antara pro ali dan pro
muawiyyah karena fanatisme golongan, madzhab, ekonoi, perdagangan dan lain
sebagainya pada masa berikutnya atau unsur kejujuran dan daya ingat para perawi hadis
yang berbeda. Oleh karena itu para ulama bangkit mengadakan riset hadis-hadis yang
beredar dan meletakkan dasar kaidah-kaidah yang ketat bagi seorang yang
meriwayatkan hadis yang nantinya ilmu itu disebut ilmu hadis.
Ulumul Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadis. Ulumul
hadis terdiri adas dua kata, yaitu ‘ulum dan Al-hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa arab
merupakan jamak dari kata ‘ilm yang berarti “ilmu-ilmu” sedangkan al-hadist di
kalangan Ulama Hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW
dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” Dengan demikian, gabungan dari dua
kata tersebut mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan
dengan hadis nabi SAW.”
Sedangkan menurut Prof. Dr. T.M Hasbi Ash-Shiddiqy menyatakan, bahwa
yang dimaksud dengan “Ilmu Hadits” itu ialah: “ilmu yang berpautan dengan
hadits.” Definisi ini beeliau kemukakan, mengingat ilmu yang bersangkut paut
dengan hadits itu banyak macamnya.1
Pada mulanya, ilmu-ilmu hadis memenag merupakan beberapa ilmu yang
masing-masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang Hadist nabi Saw dan para
perawinya, seperti ilmu al-Hadist al-Shahih, ilmu al-mursal, ilmu al-asma wa al-
kuna, dan lain-lain. Penulisan ilmu-limu hadist secara parsial dilakukan, khusunya,
oleh para ulama abad ke-3 H.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan ulumul
hadist, karena masing-masing membicarakan tentang hadist dan perawinya. Akan
tetapi, pada masa berikutnya, ilmu-ilmuyang terpisah itu mulai digabungkan dan
dijadikan satu, serta selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang berdiri
sendiri. Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan tersebut
tetap dipergunakan nama ulumul hadist, sebagaimana halnya sebelum disatukan.
Jadi, penggunaan lafaz jamak ulumul hadist, setelah mengandung makna mufrad
atau tunggal, yaitu ilmu hadist, karena telah terjadi makna perubahan makna lafaz
tersebut dari maknanya yang pertama “beberapa ilmu yang terpisah” menjadi nama
dari suatu disiplin ilmu yang khusus, yang nama lainnya adalah Mushthalah al-
Hadist.
1
Drs. M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Angkasa, 1991) h.61
Dari penjelasan diatas dapat, maka dapat disimpulkan, bahwa yang
menjadi objek pembahasan ilmu hadist Dirayah ini ialah keadaan matan,
sanad dan rawi hadist.
Sedangkan tujuan utama mempelajari Ilmu Hadist Dirayah ini
ialah: untuk mengetahui dan menetapkan tentang maqbul (dapat diterima)
dan mardudnya (tertolaknya) suatu hadist Nabi saw.
Dengan demikian, ilmu Hadist Dirayah merupakan mizan (neraca)
yang harus dipergunakan untuk menghadapi ilmu hadist Riwayah.2
Menurut Prof. Hasbi, bahwa ilmu hadist Dirayah ini, pada zaman
Muaqaddimin dinamai dengan “Ulumul Hadits” dan pada masa yang
akhir ini dimasyhurkan dengan nama ‘Ilmu Musthalah”3
2
Drs. M. Syuhudi Ismail,Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Angkasa, 1991) h.63
3
Prof. Dr. T. M. Hasbi As-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976) h.15
4
Drs. M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: Angkasa, 1991) h.62
bakalnya hingga hadits bisa menjadi sebuah disiplin ilmu yang berdiri sendiri,
sitematis, luas dan lengkap bahasannya.
ilmu hadis secara garis besar dibagi menjadi dua disiplin limu yaitu ilmu hadis
riwayah dan ilmu hadis diroyah5
Pembedaan di sini perlu dilakukan karena bahwasanya munculnya disiplin ilmu
hadis dirayah tidaklah sama waktu dan pencetusnya. Ilmu Hadis Riwayah, yang
selanjutnya disingkat IHR, dipelopori oleh Muhammad bin Syihab Az Zuhry (51 –
124 H). Ia adalah orang pertama yang menghimpun hadits Nabi SAW atas perintah
Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II, memerintah tahun 99 – 102 H/717 – 720
M )6
Sedangkan Ilmu Hadist Diroyah(IHD)/Ilmu Mustholah Hadits/Ilmu Ushul
Hadits/Ushul al-Riwayah dipelopori oleh Al Qadli Abu Muhammad Al Hasan bin
Abdurrahman bin Khalad Ar Ramahurzuri (w.360 H).
5
Abdul Majid Khon, Op, Cit., h.69., TM. Hasby As Siddiqieqy, sejarah dan pengantar Ilmu Hadits,h. 128
6
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, lihat juga: Abdul Majid Khon, Op, Cit., h.70
7
Abdul Majid Khon,Ulum Hadis, (Jakarta:Amzah,2009) h. 78-83.
4. Masa Tabi` Tabi`in Ilmu hadis telah timbul secara Telah muncul kitab-
terpisah dari ilmu-ilmu lain tetapi kitab ilmu hadis
belum menyatu. seperti at-tarikh dan
al-i`lal karya
Muslim, kitabal-
asma` wa al kuna dan
kitab at-tawarikh
karya At-Tirmidzi
5. Masa setelah Tabi` Berdiri sendiri sebagai ilmu hadis. Ilmu hadis pertama
Tabi`in (abad ke 4 H) al-muhaddits al-
fashilbaynaar -
rawiwa al-
wa`IkaryaAr-
Ramahurmuzi.
8
Prof. Dr. Tengku Muhammad Hasbi ash-shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Semarang: Pusaka Rizki
Putra, 2009), cet. 3, hlm.113
a) Naqd khariji yaitu kritik eksternal, yakni tentang cara dan sahnya riwayat
dan tentang kepastian rawi.
b) Naqd dakhili yaitu kritik internal, yakni tentang makna hadis dan syarat
keshahihannya.
Adapun syarat-syarat pentajrih dan penta’dil adalah berilmu, taqwa, wara’, jujur,
menjauhi fanatik golongan, mengetahui sebab-sebab ta’dil dan tajrih (mufassar).
2. Ilmu dan kaidah tentang matan.
a. Ilmu Gharib al-hadist.
Adalah ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan
hadist yang sukar di ketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
Yang dibahas oleh ilmu ini adalah lafadz yang musykil dan susunan kalimat
sukar dipahami, tujuannya untuk menghindarkan penafsiran menduga-duga.
Pada masa tabi’in dan abad pertama hijriyah bahasa arab yang tinggi mulai tidak
dipahami oleh umum hanya diketahui secara terbatas. Maka orang yang ahli
mengumpulkan kata-kata yang tidak dapat dipahami oleh umum tersebut dan
kata-kata yang kurang terpakai dalam pergaulan sehari-hari. Adapun beberapa
upaya para ulama muhaditsin untuk menafsirkan keghariban matan hadis, antara
lain:
1) Mencari dan menelaah hadist yang sanadnya berlainan dengan yang
bermatan gharib.
2) Memperhatikan penjelasan dari sahabat yang meriwayatkan hadist atau
sahabat lain yang tidak meriwayatkannya.
3) Memperhatikan penjelasan dari rawi selain sahabat.
b. Ilmu asbab wurud al-hadist dan tawarikh al-mutun.
Asbab adalah jama’ dari kata masdar sabab yang dalam bahada berarti
sama dengan kata an-nabl artinya tali atau berarti saluran, maksudnya ialah
segala sesuatu yang menghubungkan dengan benda lain sedang dalam istilah
ialah segala sesuatu yang mengantarka pada tujuan. Atau dapat di definisikan
sebagai suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum itu sendiri. Sedangkan
kata “wurud” artinya sampai, muncul atau mengalir seperti ucapan yang berarti
”air yang memancar atau air yang mengalir”. Jadi asbabul wurud al-hadist ialah
sesuatu yang membatasi arti dari suatu hadist baik yang berkaitan dengan arti
umum atau khusus, muqayyad, atau muthlaq, dinasakh atau seterusnya. Dengan
demikian ilmu asbabul wurud al-hadist menurut istilah adalah suatu ilmu yang
membahas masalah sebab-sebab nabi saw menyampaikan sabdanya pada saat
beliau menuturkannya. Sedang tata cara untuk mengetahui sebab-sebab lahirnya
hadist hanya bisa diketahui dengan periwayatan.
c. Ilmu nasikh wa al-mansukh.
Ta’rif ilmu nasikh wa al-mansukh adalah ilmu-ilmu yang membahas hadis-hadis
yang bertentangan dan tidak mungkin diambil jalan tengah. Hukum hadis yang
satu menghapus (menasikh) dan hukum hadis yang lain (mansukh). Yang datang
dahulu disebut mansukh dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh.
Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.
3. Ilmu dan kaidah tentang sanad dan matan.9
a. Ilmu ‘ilal al-hadist
Adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata yang
dapat merusakkan hadits. Jadi Ilmu Ilal Al-Hadist adalah ilmu yang membahas
tentang suatu illat yang dapat mencacatkan kesahihan hadist.
Ilmu Fan al-Mubhamat
Adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam
atan atau di dalam sanad.
b. Ilmu At-Tashif Wa At-Tahrif
Ilmu Tashhif wa al-Tahrif adalah: “Ilmu yang menerangkan Hadis-hadis yang
sudah diubah titiknya (musahhaf) dan bentuknya (muharraf)”. Diantara kitab
ilmu ini adalah kitab: al-Tashhif wa al-Tahrif, susunan al-Daruquthni (358 H)
dan Abu Ahmad al-Askari (283 H).
9
ibid, hlm.118- 119.
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu Hadits adalah ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Nabi SAW. Perintis
pertama Ilmu Hadits adalah Al Qadi Abu Muhammad Ar-Ramahurmuzy. Pada mulanya, Ilmu
Hadits merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, ilmu-ilmu yang terpisah
dan bersifat parsial tersebut disebut dengan Ulumul Hadits, karena masing-masing
membicarakan tentang hadits dan para perawinya. Akan tetapi pada masa berikutnya ilmu-ilmu
itu digabungkan dan dijadikan satu serta tetap menggunakan nama Ulumul Hadits.
Bismillaahirrahmaanirrohiim, Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas
petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah Ulumul Hadits
yang berjudul “Pengertian Sejarah Perkembangan Dan Cabang-Cabang Ulumul Hadist”
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW, pemimpin para Nabi dan panutan bagi umat Islam di dunia yang beriman dan bertaqwa,
begitu juga dengan para keluarga dan sahabat yang telah membawa kita dari zaman kegelapan
menuju zaman terang-benderang “Ila Dzulumati Ilannur” serta kepada pengemban risalah
mulia yang selalu mengikuti metode serta langkah beliau yang menjadikan “Al-Qur‟an”
sebagai pedoman sekaligus sumber hukum. Penyusun sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan, demi
kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga amal kebaikan dan aktivitas yang kita lakukan selalu
ada dalam rahmat dan ampunannya, Aamiin.