Anda di halaman 1dari 12

DIABETES INSIPIDUS

1. Definisi
Diabetes insipidus adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan
polidipsi dan poliuri. Due mekanisme yang mendasari adalah
gangguan pelepasan ADH oleh hiotalamus atau hipofisis (sentral)
dan gangguan respon terhadap ADH oleh ginjal (Nefrogenic).
Diagnosis memerlukan pemahaman tata cara dan interpretasi
pemeriksaan. ( Lindholm.J, 2004 )
2. Epidemiologi

Saat ini banyak ditemukan penyakit yang sifatnya degeneratif.


Karena banyaknya komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat
kepada masyarakat luar negeri dan adanya ketertarikan masyarakat
terhadap gaya hidup masyarakat luar negeri sehingga banyak
bermunculan penyakit – penyakit degeneratif seperti penyakit
kardiovaskuler dan diabetes insipidus akibat gaya hidup yang tidak
sehat. Penyakit diabetes insipidus ini kemungkinan besar akan
megalami peningkatan jumlah penderitanya di masa datang akibat
adanya gaya hidup yang tidak sehat yang dilakukan oleh
masyarakat saat ini.

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh


penurunan produksi, sekresi, dan fungsi dari Anti Diuretic
Hormone (ADH) serta kelainan ginjal yang tidak berespon terhadap
kerja ADH fisiologis, yang ditandai dengan rasa haus yang
berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih
yang sangat encer (poliuri). Polidipsia dan poliuria dengan urin
encer, hipernatremia, dan dehidrasi adalah keunggulan dari
diabetes insipidus. Pasien yang memiliki diabetes insipidus tidak
dapat menghemat air dan dapat menjadi sangat dehidrasi bila
kekurangan air. Poliuria melebihi 5 mL / kg per jam, urin encer.
Kondisi ini menimbulkan polidipsia dan poliuria.

Jumlah pasien diabetes insipidus dalam kurun waktu 20 – 30 tahun


kedepan akan mengalami kenaikan jumlah penderita yang sangat
signifikan. Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah penderita
diabetes insipidus, maka upaya yang paling tepat adalah melakukan
pencegahan salah satunya dengan mengatur pola makan dan gaya
hidup dengan yang lebih baik. Dalam hal ini peran profesi dokter,
perawat, dan ahli gizi sangat ditantang untuk menekan jumlah
penderita diabetes melitus baik yang sudah terdiagnosis maupun
yang belum. Selain itu dalam hal ini peran perawat sangat penting
yaitu harus selalu mengkaji setiap respon klinis yang ditimbulkan
oleh penderita diabetes insipidus untuk menentukan Asuhan
Keperawatan yang tepat untuk penderita Diabetes Insipidus

3. Faktor resiko

Diabetes insipidus nefrogenik yang hadir pada atau segera setelah


lahir biasanya memiliki penyebab genetik yang secara permanen
mengubah kemampuan ginjal untuk berkonsentrasi urin. Diabetes
insipidus nefrogenik biasanya menyerang pria, meskipun wanita
dapat meneruskan gen ke anak-anak mereka, (Mayoclinic.org,
2017). Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah ke diabetes
insipidus antara lain:

a. Riwayat keluarga Diabetes Insipidus, dengan riwayat keluarga


diabetes maka akan cenderung untuk mengembangkan
kondisi diabetes. Sebuah penelitian telah membuktikan bahwa
sebuah kelompok diabetes resesif yang memiliki keturunan
genetik langka genetik dapat bermutasi gen fungsional.
Hasilnya mungkin muncul dalam sindrom diabetes langka
yang menyimpan representasi keturunan resesif

b. Hipernatremia, yaitu kondisi dimana kadar natrium dalam


plasma lebih dari 145 mEq/l. Karena meningkatnya tekanan
osmotik carian ekstraselular, maka mengakibatkan cairan
akan berpindah dari sel menuju ke cairan ekstraselular.
Akibatnya, sel akan dehidrasi. Konsentrasi normal dari natrium
ini diatur oleh mekanisme hormon ADH (antidiuretik) dan
aldosteron. Sebagian besar ion natrium berdampak dalam
kontrol regulasi cairan tubuh, yaitu natrium akan
mempertahankan kadar elektrolit dalam cairan intraselular
dan ekstraselular bersama dengan kalium

c. Penyakit atau kerusakan otak, hipotalamus mengalami fungsi


dan menghasilkan terlalu sedikit hormon anti diuretik ( ADH)
ke dalam aliran darah, sehingga retensi urin menurun yang
menyebabkan urin banyak yang keluar

d. Penyakit ginjal polikistik atau penyakit ginjal lain yang dapat


mempenagruhi proses filtrasi.

e. Tingginya kalsium dalam darah

f. Rendahnya kalium dalam darah

4. Etiologi

Diabetes insipidus terjadi ketika tubuh tidak dapat mengatur cairan.


Normalnya, ginjal membuang kelebihan cairan tubuh dari aliran
darah. Limbah cair ini disimpan sementara di kandung kemih
sebagai urin, sebelum buang air kecil. Ketika sistem pengaturan
cairan berfungsi dengan baik, ginjal menghemat cairan dan
membuat lebih sedikit urin ketika kebutuhan air menurun, seperti
melalui keringat. Volume dan komposisi cairan tubuh tetap
seimbang melalui kombinasi asupan oral dan ekskresi oleh ginjal.
Tingkat asupan cairan sebagian besar diatur oleh rasa haus,
meskipun kebiasaan dapat meningkatkan asupan jauh di atas
jumlah yang diperlukan. Laju cairan yang dikeluarkan oleh ginjal
sangat dipengaruhi oleh produksi hormon anti-diuretik (ADH), juga
dikenal sebagai vasopresin.

Tubuh membuat ADH di hipotalamus dan menyimpan hormon di


kelenjar pituitari, kelenjar kecil yang terletak di dasar otak. ADH
dilepaskan ke aliran darah ketika tubuh mulai mengalami dehidrasi.
ADH kemudian berkonsentrasi urin dengan memicu tubulus ginjal
untuk melepaskan air kembali ke aliran darah daripada buang air
sebanyak mungkin ke dalam urin. Hal-hal yang menunjukkan terjadi
gangguan pada sistem tubuh yang dapat membentuk diabetes
insipidus adalah, (Mayoclinic.org, 2017) :
a. Diabetes insipidus sentral. Penyebab diabetes insipidus
sentral pada orang dewasa biasanya merusak kelenjar
pituitari atau hipotalamus. Kerusakan ini mengganggu
produksi normal, penyimpanan dan pelepasan ADH.
b. Kerusakan biasanya karena operasi, tumor, penyakit (seperti
meningitis), peradangan atau cedera kepala. Untuk anak-
anak, penyebabnya mungkin merupakan kelainan genetik
yang diturunkan. Dalam beberapa kasus penyebabnya tidak
diketahui.
c. Diabetes insipidus nefrogenik. Diabetes insipidus nefrogenik
terjadi ketika ada defek di tubulus ginjal - struktur di ginjal
yang menyebabkan air diekskresikan atau diserap kembali.
Cacat ini membuat ginjal tidak dapat merespon ADH dengan
benar.
d. Cacat ini mungkin disebabkan oleh kelainan bawaan (genetik)
atau kelainan ginjal kronis. Obat-obatan tertentu, seperti
litium atau obat antiviral cidofovir dan foscarnet (Foscavir),
juga dapat menyebabkan diabetes insipidus nefrogenik.
e. Gestational diabetes insipidus. Gestational diabetes insipidus
jarang terjadi dan hanya terjadi selama kehamilan dan ketika
enzim yang dibuat oleh plasenta - sistem pembuluh darah dan
jaringan lain yang memungkinkan pertukaran nutrisi dan
produk limbah antara ibu dan bayinya menghancurkan ADH
pada ibu.
f. Polidipsia primer. Kondisi ini juga dikenal sebagai diabetes
dipsogenic insipidus atau polydipsia psikogenik yang dapat
menyebabkan ekskresi urin encer dalam volume besar.
Daripada masalah dengan produksi ADH atau kerusakan
penyebab utamanya adalah asupan cairan yang berlebihan.
g. Asupan air berlebih yang berlebihan dengan sendirinya dapat
merusak ginjal dan menekan ADH, membuat tubuh tidak
dapat berkonsentrasi urin. Polidipsia primer dapat disebabkan
oleh haus yang abnormal yang disebabkan oleh kerusakan
pada mekanisme yang mengatur haus, terletak di
hipotalamus. Polidipsia primer juga dikaitkan dengan penyakit
mental
5. Patofisiologi
Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus
ginjal dan mengontrol tekanan osmotik cairan extra selular. Ketika
produksi ADH menurun secara berlebihan, tubulus ginjal tidak
mereabsorbsi air, sehingga air banyak diekskresikan menjadi urine,
urinenya menjadi sangat encer dan banyak ( poliuria ) sehingga
menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmalaitas serum.
Peningkatan osmolalitas serum akan merangsang chemoreseptor
dan sensasi haus kortek cerebral. Sehingga akan meningkatkan
intake cairan peroral ( polidipsi ). Akan tetapi bila mekanisme ini
tidak adekuat atau tidak ada, dehidrasi akan semakin memburuk.
Pada diabitus militus urine banyak mengandung glukosa sedangkan
pada diabitus insipidus urinenya sangat tidak mengandung glukosa
dan sangat encer.
Diabetes insipidus sentralis disebabkan oleh kegagalan pelepasan
ADH yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis
atau penyimpanan secara anatomis, keadaan ini terjadi akibat
kerusakan nukleus supra optik, paraventrikular dan filiformis
hypotalamus yang mensintesis ADH. Selain itu diabetes insipidus
sentral juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH polifisealis
dan akson hipofisis posterior dimana ADH disimpan untuk sewaktu-
waktu dilepaskan kedalam sirkulasi jika dibutuhkan. Secara
biokimia, diabetes insipidus sentral terjadi karena tidak adanya
sintesis ADH dan sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi
kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi merupakan ADH yang tidak
dapat berfungsi sebagaimana ADH yang normal. Sintesis neorufisin
suatu binding protein yang abnormal, juga menggangu pelepasan
ADH. Selain itu diduga terdapat pula diabetes insipidus sentral
akibat adanya antibody terhadap ADH. Karena pada pengukuran
kadar ADH dalam serum secara radio immunoassay, yang menjadi
marker bagi ADH adalah neurofisisn yang secara fisiologis tidak
berfungsi, maka kadar ADH yang normal atau meningkat belum
dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu adalah normal atau
meningkat. Dengan demikian pengukuran kadar ADH sering kurang
bermakna dalam menjelaskan patofisiologi diabetes insipidus
sentral. Termasuk dalam klasifikasi CDI adalah diabetes insipidus
yang diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada
hypotalamus anterior dan disebut Verney’s osmareseptor cells yang
berada di luar sawar daerah otak
6. Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah manifestasi klinis yang muncul pada pasien
dengan diabetes insipidus (Baradero, M, et al : 2009):
a. Poliuria, urin yang diproduksi dan dikeluarkan setiap harinya
sangat banyak. Dalam satu hari dapat mencapai lebih dari 20
liter, dengan konistensi urin yang encer dan berat jenis 1,005.
b. Polidipsia, rasa haus yang berlebihan, dalam satu hari intake
cairan dapat mencapai 4-40 liter, terutama sangat membutuhkan
air yang dingin.
c. Adanya gangguan tidur karena poliuria dan nokturia
d. Subtitusi air yang tidak memadai dapat mengakibatkan:
 Hiperosmolaritas dan gangguan system saraf pusat (mudah
marah, disorientasi, koma, dan hipertermia)
 Hipovolemia, hipotensi, takikardi, mukosa kering, dan turgor kulit
buruk
7. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada diabetes insipidus yaitu : (Supriyanto,
2009) :
a. Laboratorium : darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4 – 10 liter dan berat
jenis bervariasi dari 1,001 – 1,005 (normal=1,003-1,03) dengan
urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas plasma
kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urine 300-450 mOsml/l.
urin pucat atau jernih.Kadar natrium urine rendah. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam
darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
Test deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes
insipidus dengan defisiensi ADH parsial dan juga untuk
membedakan diabetes insipidus dengan polydipsia primer pada
anak. Pemeriksaan harus dilekukan pagi hari. Hitung BB anak dan
periksa kadar osmolalitas plasma maupum urin tiap 2 jam. Pada
individu normal, osmolalitas akan naik(<300) namun output urin
akan berkurang dengan berat jenis yang naik (800-1200).
b. Radioimunnoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang dari 0,5 pg/mL menunjukkan
diabetes insipidus neurogenic berat. Kadar AVP yang subnormal
pada hiperosmolalitas yang menyertai menunujukkan diabetes
insipidus neurogenic parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam
membedakan diabetes insipidus parsial dengan polydipsia
primer.
c. Rontgen Cranium

Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor


intrakranium seperti kalsifikasi, pembesaran sella tursika, erosi
prosesus klinoid, atau makin melebarnya sutura.
d. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes
insipidus.Gambaran dengan T1 dapat membedakan kelenjar
pituitary anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau
yang disebut titik terang/ isyarat terang.Titik terang muncul pada
MRI kebanyakan penderita normal namun tidak tampak pada
penderita dengan lesi jaras hipotalamik-neurohipofise.Penderita
dengan diabetes insipidus autosom dominan, titik terang
biasanya muncul, mungkin disebabkan oleh akumulasi mutan
kompleks AVP-NP II. Menebalnya tangkai kelenjar pituitary dapat
terlihat dengan MRI penderita dengan diabetes insipidus dan
histiositosis Langerhans(LCH)/ infiltrasi limfosit. Pada beberapa
abnormalitas MRI dapat dideteksi bahkan sebelum bukti klinis
LCH lain ada.
8. Komplikasi
Diabetes insipidus nefrogenik primer disertai dengan retardasi
mental. Retardasi tersebut lebih mungkin merupakan akibat dari
episode dehidrasi hipertonik berulang daripada akibat penyakitnya
sendiri. Retardasi pertumbuhan secara seragam terdapat pada laki-
laki dengan gangguan primer dan biasanya tidak ada wanita.
Biasanya, kegagalan pertumbuhan diduga diakibatkan oleh
masukkan kalori yang tidak cukup karena masukan cairan yang
berlebihan, tetapi sekarang tampaknya kegagalan pertumbuhan
tersebut bersifat intrinsic karena keadaan homozigot. Dilatasi sistem
pengumpul urin dapat diakibatkan dari produksi yang berlebihan.
Karenanya, anatomi saluran urin harus diperiksa untuk
membuktikan adanya hidronefrosis setiap beberapa tahun dengan
scan ginjal (pielografi intravena mungkin tidak memvisulisasikan
sistem pengumpulnya bila ada aliran cepat urin encer dalam volume
yang besar).
9. Tatalaksana Medis
Faktor penyebab patut mendapatkan pertimbangan utama pada
pengobatan. Pengobatan diabetes insipidus harus sesuai dengan
gejala yang ditimbulkannya. Pada diabetes insipidus komplit
biasanya diperlukan terapi hormon pengganti yaitu desmopressin
atau DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan
pilihan utama. Aktivitas antidiuretik DDAVP adalah 2000-3000 kali
lebih besar daripada aktivitas pressornya, dan 1 mikrogram
menghasilkan dieresis yang berakhir dalam waktu 8-10 jam,
dibandingkan dengan hanya 2-3 jam untuk AVP alami.
DDAVP diberikan melalui system pemasukan pipa hidung yang
mengalirkan sejumlah tepat pada mukosa hidung. Dosis berkisar
antara 5-15 mikrogram yang diberikan sebagai dosis tunggal atau
terbagi emnjadi 2 dosis. Anak umur >2 tahun memerlukan dosis
yang lebih kecil (0,15-0,5 mikrogram/kg/24 jam). Dosisnya harus
secara individu dan penting disesuaikan jadwal dosisnya sehingga
memungkinkan penderita dalam keadaan poliuria ringan sebelum
dosis berikutnya diberikan. Untuk penderita yang memerlukan >10
mikrogram dosis preparat semprot hidung juga tersedia. Preparat
parenteral DDAVP (0,03-0,15 mikrogran/kg) tersedia dan bermanfaat
paska bedah transfenoidalis, bial penymbatan hidung menghalangi
peniupan hidung.
Desmopresin seperti halnya ADH menfasilitasi reabsorbsi air di
tubulus kolektivus dengan cAMP-mediated insersion. Hasinya
volume urin berkurang dan berat jenis urine meningkat. Efek
samping desmopresin yaitu hiponatremia dan pada dosis tinggi
dapat menimbulkan hipertensi. Pada penderita diabetes insipidus
yang koma, sedang menjalani pembedahan, atau mendapatkan
cairan intravena harus diperhatikan pengobatannya.
DDAVP juga berpengaruh pada reseptor eksternal seperti V2 yang
mengakibatkan keluarnya faktor VIII dan faktor Von Willebrand.
Penderita dengan hemophilia A ringan atau sedang atau penyakit
Von Wilebrand terpilih dapat disembuhkan secara berhasil dengan
dosis DDAVP 15 kali lebih tinggi daripada dosis yang dipergunakan
untuk antidiuresis. Desmopresin semakin banyak digunakan pada
penatalaksanaan anak dengan enuresis. Dosis yang diperlukan
adalah 20-40 mikrogram, diberikan sebagai semprot hidung
sebelum tidur.
Selain terapi hormon pengganti, bisa juga digunakan terapi adjuvant
yang mengatur keseimbangan air, seperti:
a. Diuretik Tiazid
b. Klorpropamid
c. Klofibrat
d. Karbamazepin

Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan


dalam jumlah yang cukup ketika merasa haus. Penderita bayi dan
anak-anak harus sering diberi minum. Terutama pada bayi
DAFTAR PUSTAKA :
1. Lindholm J.Diabetes insipidus: Historical aspects.
Pituitary. 2004
2. Mayoclinic. 2018. Diabetes Insipidus. Online.
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetes-
insipidus/symptoms-causes/syc-20351269. Diakses pada tanggal
1 September 2018
3. Zain, faisal. 2015. Diabetes Insipidus. [Online]
https://edoc.site>diabetesinsipiduspdf. Diakses pada 2 September
2018

4. Bilotta, Kimberly A. J, Dwi Widiarti [et al.]. 2011. Kapita Selekta


Penyakit dengan Implikasi Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: EGC.
5. Kowalak-welesll-mayor. 2003. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
6. Smeltzer, Susan C. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 12. Jakarta: EGC.
7. Syaifuddin. 2014. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis
Kompetensi untuk Keperawatan dan Kebidanan Ed. 4. Jakarta:
EGC.
8. Made, m fkp11. 2014. Diabetes insipidius. http://made-m-p-
fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-92524-Keperawatan
%20Endokrin-Diabetes%20Insipidus.html diakses pada 1
September 15.26

9. Baradero, Mary (2009) Klien dengan gangguan endokrin.2009

Anda mungkin juga menyukai