Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah dimana terjadinya peningkatan sistolik lebih besar atau sama

dengan 160 mmHg dan tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg. Hipertensi

merupakan suatu kondisi dimana aliran darah secara konsisten memiliki tekanan yang

tinggi pada dinding arteri. Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung

koroner, stroke, infark miokardia, gagal jantung, dan penyakit ginjal (WHO 2011 dalam

Pujol TJ dkk, 2011 ).

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan tekanan darah adalah keturunan,

usia, jenis kelamin, etnis, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, stress, merokok, dan asupan.

Beberapa faktor risiko hipertensi berkaitan dengan gaya hidup masyarakat modern seperti

stres, kurang beraktivitas, merokok, makanan tinggi kadar lemak, asupan natrium yang

tinggi, kurangnya asupan kalium dan serat, serta konsumsi alkohol yang

berlebih.Pengendalian hipertensi harus didasari partisipasi dan pemberdayaan masyarakat,

dengan mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat dengan banyak

mengonsumsi buah dan sayuran yang mengandung unsur mineral penting pencegah

terjadinya hipertensi diantaranya kalium, kalsium, dan magnesium.(Ayurastiadaniati,

Martha Irene katasurya, 2014)

Menurut American Heart Association(AHA), penduduk Amerika yang berusia

diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun

hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi merupakan silent
killer dimana gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama

dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di

tengkuk, mumet (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga

berdenging (tinnitus), dan mimisan. (AHA 2015)

Hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi

merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan.Hal

itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar

34,1%,sedang provinsi Kalimantan Tengah 34,2% dan provinsi tertinggi dengan Hipertensi

provinsi Kalimantan Selatan 44,1% sesuai dengan data Riskesdas 2018.(Riskesdes 2018)

Hipertensi merupakan kondisi umum dimana cairan darah dalam tubuh menekan

dinding arteri dengan cukup kuat hingga akhirnya menyebabkan masalah kesehatan.

Hipertensi apabila tidak ditangani secara dini dapat menyebabkan timbulnya penyakit-

penyakit lain. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang harus di

waspadai. (Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur, 2018)

Penyakit hipertensi di Kabupaten Kotawaringin Timur cenderung mengalami

peningkatan. Pada tahun 2015-2017 kasus hipertensi dapat dilihat pada gambar sebagai

berikut :

Diagram batang. 3.14 kasus hipertensi padausia>18 tahun di kabupaten

kotawaringin timur tahun 2015-2017


4

3.5

2.9
3
2.7

2.5
2.1 2.01
2 1.8
1.7

1.5

1
2015 2016 2017
Laki-laki perempuan

Sumber: Bidang P2P Dinkes Kotim Tahun 2017

Gambar 3.14 menunjukan persentase penyakit hipertensi terhadap penduduk yang

berusia lebih dari 18 tahun tahun 2015-2017 menurut jenis kelamin cenderung mengalami

fluktuasi. Namun apabila dibandingkan dengan target nasional bahwa prevalensi tidak

lebih dari 23,4% maka secara kumulatif di Kabupaten Kotawaringin Timur masih dibawah

target.

Hipertensi yang tidak mendapat penanganan yang baik menyebabkan komplikasi

seperti Stroke, Penyakit Jantung Koroner, Diabetes, Gagal Ginjal dan Kebutaan. Stroke

(51%) dan Penyakit Jantung Koroner (45%) merupakan penyebab kematian tertinggi.

Kerusakan organ target akibat komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya

peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan

tidak diobati. Organ-organ tubuh yang menjadi target antara lain otak, mata, jantung, ginjal,

dan dapat juga berakibat kepada pembuluh darah arteri perifer itu sendiri. (Kemenkes RI

2017).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan

darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah ari jantung dan memompa
keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus–menerus lebih dari suatu periode

(Irianto, 2014).

Penanganan hipertensi berdasarkan sifat terapi terbagi menjadi tiga bagian yaitu,

secara non farmakologi, terapi farmakologi dan terapi herbal.Terapi non farmakologi

merupakan pengobatan tanpa obat-obatan yang di terapkan pada hipertensi. Dengan cara

ini, perubahan tekanan darah diupayakan melalui pencegahan dengan menjalani perilaku

hidup sehat seperti: pembatasan asupan garam dan natrium, menurunkan berat badan

sampai ideal, olah raga secara teratur, mengurangi atau tidak mengonsumsi alkohol, tidak

mengonsumsi rokok, menghindari stress, dan mengindari obesitas. Terapi farmakologi atau

terapi dengan obat menjadi hal yang utama. Obat-obatan anti hipertensi yang sering

digunakan dalam pengobatan, antara lain obat-obatan golongan diuretik, beta bloker,

antagonis kalsium, dan penghambat konfersien zimangiotensi. (Junaedi, dkk. 2013)

Daun seledri ( apium graveolens L ) merupakan salah satu dari jenis terapi herbal

untuk menangani penyakit hipertensi. Masyarakat cina tradisional sudah lama

menggunakan seledri untuk menurunkan tekanan darah. Seledri memiliki kandungan yang

lebih banyak untuk menurunkan tekanan darah dari pada tumbuhan lain yang dapat juga

digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi seperti daun salam yang hanya

memiliki kandungan minyak asiri dan flavonoid untuk menurunkan tekanan darah mahoni

yang hanya memiliki kandungan flavonoid untuk menurunkan tekanan darah sedangkan

seledri memiliki kandungan apigenin yang sangat bermanfaat untuk mencegah

penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi. Selain itu, seledri juga
mengandung flavonoid, vitamin C, apiin kalsium, dan magnesium yang dapat membantu

menurunkan tekanan darah tinggi. (http:/health.kompas.com, diperoleh 20 maret 2013 )

Tanaman obat atau herbal yang berpotensi dimanfaatkan sebagai obat hipertensi

seperti daun alpukat. Daun alpukat secara empiris dipercayai sebagai diuretic yaitu

menambah volume urin yang di hasilkan saat urinasi untuk mengurangi tekanan darah.

Kandungan kimia daun alpukat diantaranya saponin, tanin, phlobatanin, flavonoid,

alkaloid, danpalisakarida. Flavonoid pada daun alpukat memiliki fungsi menurunkan

tekanan darah. (Anna M, 2011).

Menurut Iin fitah Camalia dkk 2017, dalam jurnal yang berjudul “Pengaruh

pemberian air rusan daun alpukat terhadap penurunan tekanan darah pada lansia”

mengatakan bahwa air rebusan daun alpukat memiliki manfaat menurunkan tekanan darah

karena daun alpukat berperan sebagai diuretik karena daun alpukat dipercaya menambah

volume urine yang dihasilkan saat urinas. Diuretik diakui sebagai cara ampuh menangani

hipertensi dan batu ginjal yang di sarankan oleh (WHO) pada tahun 2003 dan japan

Nuclear cycle development institute (JNC) VII. (Iin fitah Camaliadkk, 2017)

Dari hasil jurnal Virgianti Nur Faridah“rebusan daun alpukat(persea americana

mill) dapat menurunkan tekanan darah sistole dan diastole pada penderita hipertensi”

bahwa hasil tabulasi didapatkan pre dan post sistole hampir seluruhnya mengalami

penurunan yaitu sejumlah 85,7% dan di dapatkan pre dan post diastole hampir seluruhnya

mengalami penurunan yaitu sejumlah 86,7%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rebusan

daun alpukat (persea americana mill) hipertensi usia 45-59 tahun, memberikan efek yang

bermakna terhadap penurunan tekanan darah, yang diberikan satu kali sehari sebanyak 200

cc memberikan efek yang baik bagi tekanan darah. ( Virgin Nur Faridah, 2014)
Dari hasil jurnal Annas Tamsuri, dkk. Dalam jurnal yang berjudul “pengaruh

pemberian air rebusan daun alpukat (Persea americana Mill.) terhadap penurunan tekanan

darah” bahwa setelah diberikan rebusan daun alpukat berdasarkan pengujian hipotesis

yang dilakukan dengan uji deskriptif ditemukan hasil penurunan rata-rata atau mean sistol

antara sebelum dan sesudah diberikan terapi yaitu dari 162,5% mmhg menjadi 141,25%

mmhg dan penurunan rata-rata atau mean diastole sesudah diberikan terapi daun a lpukat

yaitu 98,125% mmhg menjadi 93,125% mmhg. (Annas Tamsuri, 2012)

Daun alpukatberperan sebagai diuretik karena daun alpukat dipercayai menambah

volume urine yang dihasilkan saat urinas untuk menurunkan takanan darah, kandungan

bahan kimia dalam daun alpukat diantarannya, saponin, tanin, phbolatanin, flavonoid,

alkaloid, dan polisakarida. Flavonoid pada daun alpukat memiliki fungsi menurunkan

tekanan darah. (Anna, 2011)

Berdasarkan uraian diatas penulis mengangkat judul “Pengaruh pemberian air

rebusan daun seledri terhadap penurunan tekanan darah pada pasien dengan

hipertensi”

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengaruh pemberian air rebusan daun seledri terhadap penurunan tekanan darah

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum :
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektifitas pemberian air rebusan daun alpukat untuk menurunkan tekanan darah pada

penderita hipertensi.

2. Tujuan khusus

a) Mengidetifikasi konsep hipertensi dengan pemberian air rebusan seledri

b) Mengidentifikasi pelaksaan pemberian air rebusan seledri terhadap pasien

penderita hipertensi

c) Mengevaluasi pemberian air rebusan seledri pada pasien dengan penderita

hipertensi

D. Manfaat penelitian

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Karya Tulis Ilmiah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengidentifikasi

peranperawat dalam pelayanan pasien untuk menetapkan intervensi-intervensi

keperawatan pada kasus hipertensi.

2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Sebagai tambahan sumber referensi untuk memanfaatkan standar asuhan

keperawatan secara sistematis dan komprehensif baik biopsikososial dan spiritual


sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan sehingga masalah kesehatan

dapat teratasi dan mencegah terjadinya komplikasi serta meminimalkan terjadinya

kecacatan atau kematian yang seharusnya tidak terjadi.

3. Bagi keluarga dan masyarakat

Menambah pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit dan untuk

mengetahui tindakan apa saja yang harus dilakuakan pada penyakit hipertensi terutama

tentang cara pencegahan dan penanganannya.

4. Bagi peneliti

Karya Tulis Ilmiah ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dalam melakukan

intervensi – intervensi keperawatan dimasyarakat dan juga dapat sebagai acuan bagi

peneliti dalam melaksanakan asuhan keperawatan dalam penurunan tekanan darah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah meningkat yang abnormal dan diukur paling tidak pada

tiga kesempatan yang berbeda, tekanan darah normal bervariasi sesuai usia sehingga setiap

diagnosis hipertensi harus spesifik sesuai usia (Corwin, 2009).

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara

kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk

memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat

mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal.

Didefinisikan sebagai hipertensi jika pernah didiagnosis menderita hipertensi/ penyakit

tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan (dokter/ perawat/ bidan) atau belum pernah

didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk

tekanan darah tinggi (minum obat sendiri). Kriteria hipertensi yang digunakan pada

penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII 2003, yaitu hasil pengukuran

tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg (Riskesdas,

2013).

2. Klasifikasi Hipertensi

American Health Association (2014) menggolongkan hasil pengukuran tekanan darah

menjadi
Tabel 2.1

Kategori Tekanan Darah Berdasarkan American Health Association Tahun 2014

Kategori tekanan darah Sistolik Diastolik

Normal <120 mmHg <80 mmHg

Prehipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg

Hipertensi stage 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Hipertensi stage 2 ≥160 mmHg ≥100 mmHg

Hipertensi stage 3 ≥180 mmHg ≥110 mmHg

(Keadaan gawat)

Sumber: American Health Association (2014)

Berdasarkan The Joint National Commite VIII (2014) tekanan darah dapat diklasifikasikan

berdasarkan usia dan penyakit tertentu. Diantaranya adalah:

Tabel 2.2

Batasan Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite VIII Tahun 2014

Batasan tekanan darah Kategori

(mmHg)

≥ 150/90 mmHg Usia ≥60 tahun tanpa penyakit diabetes dan

cronic kidney disease

≥ 140/90 mmHg Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta

≥ 140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal

≥ 140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit diabetes


Sumber: The Joint National Commite VIII (2014)

3. Etiologi Hipertensi

a. Hipertensi essensial (Hipertensi primer)

Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologis yang

jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab hipertensi

meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan

terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap

vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor

lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-lain

(Nafrialdi, 2009).

Sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang berlebihan dan gaya hidup tampaknya

memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien

hipertensi memiliki berat badan yang berlebih dan penelitian pada berbagai populasi

menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko

65-70 % untuk terkena hipertensi primer (Guyton, 2008).

b. Hipertensi sekunder

Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit komorbid

atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus,

disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab

sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan 11 hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan

tekanan darah (Oparil, 2003).

Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, sering berhubungan dengan beberapa

penyakit misalnya ginjal, jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat

(Sunardi, 2000).

c. Patofisiologi Hipertensi

Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih dipenuhi ketidak

pastian.Sejumlah kecil pasien (antara 2% dan 5%) memiliki penyakit dasar ginjal atau

adrenal yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.Namun, masih belum ada penyebab

tunggal yang dapat diidentifikasi dan kondisi inilah yang disebut sebagai “hipertensi

essensial”.Sejumlah mekanisme fisiologis terlibat dalam pengaturan tekanan darah normal,

yang kemudian dapat turut berperan dalam terjadinya hipertensi essensial. (Brunner &

Suddarth, 2005)

Beberapa faktor yang saling berhubungan mungkin juga turut serta menyebabkan

peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif, dan peran mereka berbeda pada setiap

individu.Di antara faktor-faktor yang telah dipelajari secara intensif adalah asupan garam,

obesitas dan resistensi insulin, sistem renin-angiotensin dan sistem saraf simpatis.Pada

beberapa tahun belakangan, faktor lainnya telah dievaluasi, termasuk genetik, disfungsi

endotel yang tampak pada perubahan endotelin dan nitrat oksida.

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat

vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,

yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk

impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada

titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf

pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.

Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui

dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

(Brunner & Suddarth, 2005)

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,

yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,

suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh

korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi.

Perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer

bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan

tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan

distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar

berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh

jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2005).

Hipertensi ditandai dengan vasokontriksi yang menyebabkan gangguan sirkulasi

dan mempengaruhi organ otak sehingga terjadi resistensi pembuluh darah otak yang

mengakibatkan gangguan pola tidur dan nyeri kepala, serta terjadi penurunan suply oksigen

di otak sehingga terjadi penurunan kesadaran yang mengakibatkan gangguan perfusi

jaringan.Pada organ ginjal juga menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal yang

mengakibatkan penurunan aliran renal dan respon Renin-Angiotensin-Aldosteron yang

merangsang aldosteron, menyebabkan terjadinya retensi natrium di tubulus ginjal

menimbulkan edema sehingga muncul masalah kelebihan volume cairan.

Terjadinya nyeri akut yang berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral dan iskemia karena disebabkan oleh aliran oksigen didalam darah mengalami

penyempitan sehingga terjadinya nyeri akut pada bagian kepala. 1. Nyeri kepala karena

hipertensi ini dikatagorikan sebagai nyeri kepala intrakranial yaitu jenis nyeri kepala

migren dimana nyeri kepala tipe ini sering diduga akibat dari venomena vascular abnormal.

Walaupun mekanisme yang sebenarnya belum diketahui, nyeri kepala ini sering ditandai

dengan sensasi prodromal misal nausea, pengelihatan kabur, auravisual, atau tipe sensorik

halusinasi. Biasanya gejala timbul 30 menit sampai 1 jam sebelum nyeri kepala. Salah satu

teori penyebab nyeri kepala migraine ini akibat dari emosi atau ketegangan yang

berlangsung lama yang akan menimbulkan reflek vasospasme beberapa pembuluh arteri
kepala termasuk pembuluh arteri yang memasok ke otak. Secara teoritis, vasospasme yang

terjadi akan menimbulkan iskemik pada sebagian otak sehingga terjadi nyeri kepala (Hall,

2012).

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap

objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan

sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata)

(Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa

dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang

berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang

suatu objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek ini yang

akan menentukan sikap seseorang semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui,

maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (Dewi & Wawan,

2010).
Bagan 2.2
Pathway Hipertensi

Faktor genetik, kegemukan, merokok, pecandu alkohol

Tekanan darah meningkat

Arteriosklerosis

Pembuluh darah menyempit

Peningkatan Kontraksi Peningkatan tekanan Suplai O2


Myocardium Vaskuler serebral Kejaringan menurun

Hipertopi Ventrikel Nyeri Kepala Kelemahan Umum


Kiri

Penurunan curah Nyeri Akut Gangguan pola


jantung tidur

Kurang informasi

Defisien
pengetahuan

Sumber : Brunner & Suddarth (2002), Soeparman (2001) & Isselbacher (2013)
d. Manifestasi Klinis Hipertensi

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,

tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus

optikus).

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-

tahun.Gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang

khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.Perubahan

patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam

hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin).Keterlibatan

pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang

bermanifestasi sebagai paralysis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam

penglihatan (Brunner & Suddarth, 2005).

Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami

hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan

muntah yang disebabkan peningkatan tekanan darah intracranial (Corwin, 2005).

Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk,

sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan

pusing (Price, 2005).

Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi pada penderita hipertensi maupun pada

seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah, jantung

berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga berdenging, tekuk

terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi

yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan

gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak

yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).
e. Penatalaksanaan Hipertensi

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi

Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan gaya modifikasi sangat penting dalan

mencegah tekanan darah tinggi dan tidak dapat mengatasi tekanan darah

tinggi(Ridwanamiruddin, 2007).

1) Olahraga yang cukup

Selain dapat memperlancar peredaran darah, olahraga dapat pula membakar lemak

sehingga tidak kelebihan berat badan.Latihan olahraga yang dianjurkan meliputi

tahap-tahap pernafasan, peregangan, latihan inti, pendinginan, peregangan.Olahraga

yang baik yaitu yang dapat membakar energi 10 sampai 20 kalori/kg berat

badan.Denyut nadi optimal setelah latihan berkisar 65 sampai 80%.

2) Istirahat yang cukup

Istirahat dapat mengurangi ketegangan dan kelelahan otot bekerja sehingga

mengembalikan kesegaran tubuh dan pikiran. Istirahat dengan posisi badan berbaring

dapat mengembalikan aliran darah ke otak.Berusahalah untuk beristirahat setelah

beberapa saat melakukan kesibukan rutinitas. Cara lain untuk mengurangi stress

adalah dengan hipnoterapi, pijat, refleksi. Kunjungi psikolog untuk membantu

memecahkan masalah, jika stress terjadi karena adanya masalah yang rumit.

3) Mempertahankan berat badan ideal

Memertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index (BMI) dengan rentang

berat 18,5-24,9 kg/m2 (Kaplan, 2006). BMI dapat diketahul dengan membagi badan
Anda dengan badan tinggi yang telah dikuadratkan dalam satuan meter, Mengatasi

obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol,

kaya dengan serat dan protein dan digunakan juga badan tinggi 2,5-5 kg maka tekanan

darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg (Radmarssy, 2007)

4) Kurangi asupan natrium

Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah garam yaitu tidak

lebih dari 100 mmol / hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr garam / hari) (Kaplan, 2006).

Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam hingga kurang dari 2300 mg (1

sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam menjadi 1 (1 sendok teh) setiap

hari. menjadi 1/2 sendok teh / hari, dapat menurunkan tekanan sistolik sebesar 5 mmHg

dan tekanan diastolik sekitar 2,5 mmHg (Radmarssy, 2007)

5) Tidak mengonsumsi alkohol

Radmarssy (2007) mengatakan konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi

alkohol berlebih dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat memiliki

hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak minum minuman

beralkohol.

b. Pengobatan Farmakologi

1) Diuretik (Hidroklorotiazid)

Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang

mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.

2) Penghambat Simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)


Menghambat aktivitas saraf simpatis.

3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)

a) Menurunkan daya pompa jantung.

b) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan

pernapasan seperti asma bronkial.

c) Pada penderita diabete mellitus: dapat menutupi gejala hipoglikemia.

4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah.

5) ACE Inhibitor (Captopril)

a) Menghambat pembentukan zat Angiotensin II.

b) Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

6) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan

daya pompa jantung.

7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

8) Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).

f. Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka

panjang akan menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat

suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ

sebagai berikut:

a. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung

koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung

akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya,

jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun

jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak napas atau edema. Kondisi ini disebut

gagal jantung.

b. Otak

Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan risiko stroke, apabila tidak diobati risiko

terkena stroke 7 kali lebih besar.

c. Ginjal

Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi dapat

menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal akibatnya lambat laun ginjal

tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran

darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.

d. Mata

Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat

menimbulkan kebutaan (Yahya, 2005).

B. Tinjauan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data biografi: Nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnosa medis, penanggung jawab

catatan kedatangan.

b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan kepala terasa pusing

dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.

2) Riwayat kesehatan sekarang: biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien masih

mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan berkunang-kunang, tidak bisa

tidur.

3) Riwayat kesehatan dahulu: biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit yang

menahun yang sudah lama dialami oleh pasien, dan biasanya pasien mengkonsumsi

obat rutin seperti Captopril.

4) Riwayat kesehatan keluarga: biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit

keturunan.

c. Data dasar pengkajian

1) Aktivitas/ Istirahat

Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.

2) Sirkulasi

Gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung coroner, penyakit

serebrovaskuler.

Tanda: kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu

dingin.

3) Integritas Ego

Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor stress

multiple.
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan yang

meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.

4) Eliminasi

Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.

5) Makanan/ Cairan

Gejala: makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak

dan kolesterol.

Tanda: BB normal atau obesitas, adanya edema.

6) Neurosensori

Gejala: keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, gangguan

penglihatan, episode epitaksis.

Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik.

7) Nyeri/ Ketidaknyamanan

Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri

abdomen.

8) Pernapasan

Gejala: dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal

proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok.

Tanda: distress repirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan,

sianosis.

9) Keamanan

Gejala: gangguan koordinasi, cara jalan.


Tanda: episode parastesia unilateral transien, hipotensi postural.

10) Pembelajaran/ Penyuluhan

Gejala: faktor risiko keluarga; aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit ginjal, faktor

risiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone (Andra Saferi Wijaya& Yessie Mariza

Putri, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan

Berikut diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien hipertensi berdasarkan buku

NANDA-I Diagnosis Keperawatan 2018-2020 Edisi 11, yaitu:

a. Nyeri Akut (Domain 12, Kelas 1, Kode Diagnosis 00132)

1) Definisi

Nyeri akut yaitu pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan

berkaitan dengan kerusakan jaringan actual dan potensial, atau yang digambarkan

sebagai kerusakan (International Association for the Study of Pain), awitan yang tiba-

tiba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat

diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan.

2) Batasan karakteristik:

a) Perubahan selera makan

b) Perubahan pada parameter fisiologis

c) Perilaku distraksi
d) Eskpresi wajah nyeri

e) Sikap tubuh melindungi

f) Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan aktivitas

g) Dilatasi pupil

h) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri

i) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrumen nyeri

3) Faktor yang berhubungan:

a) Agens cedera biologis

b) Agens cedera kimiawi

c) Agens cedera fisik

b. Defisien Pengetahuan (Domain 5, Kelas 4, Kode Diagnosis 00222)

1) Definisi

Defisien pengetahuan yaitu ketiadaan atau defisien informasi kognitif yang berkaitan

dengan topik tertentu, atau kemahiran.

2) Batasan karakteristik:

a) Ketidakarutan mengikuti perintah

b) Ketidakarutan melakukan tes

c) Perilaku tidak tepat

d) Kurang pengetahuan

3) Faktor yang berhubungan:

a) Kurang informasi
b) Kurang minat untuk belajar

c) Kurang sumber pengetahuan

d) Keterangan yang salah dari orang lain

c. Kelebihan Volume Cairan (Domain 2, Kelas 5, Diagnosis 00026)

1) Definisi

Kelebihan volume cairan yaitu peningkatan asupan dan/atau retensi cairan.

2) Batasan karakteristik

a) Bunyi napas tambahan

b) Gangguan tekanan darah

c) Gangguan pola napas

d) Ansietas

e) Dispnea

f) Penambahan berat badan dalam waktu yang sangat singkat

g) Edema

3) Faktor yang berhubungan:

a) Kelebihan asupan cairan

b) Kelebihan asupan natrium

d. Penurunan Curah Jantung (Domain 4, Kelas 4, Kode Diagnosis 00029)

1) Definisi

Penurunan curah jantung yaitu ketidakadekuatan volume darah yang dipompa oleh

jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.


2) Batasan karakteristik:

a) Perubahan warna kulit abnormal

b) Perubahan tekanan darah

c) Kulit lembab

d) Penurunan nadi perifer

e) Penurunan resistensi vaskuler paru

f) Penurunan resistensi vaskuler sistemik

g) Dispnea

h) Peningkatan PVR

i) Peningkatan SVR

j) Oliguria

3) Faktor yang berhubungan:

a) Akan dikembangkan

e. Gangguan pola tidur

1) Definisi

Interupsi jumlah waktu dan kualitas tidur akibat faktor eksternal.

2) Batasan karakteristik

a) Kesulitan memulai tidur

b) Kesulitan mempertahankan tetap tidur

c) Ketidakpuasan tidur

d) Tidak merasa cukup istirahat


e) Terjaga tanpa jelas penyebabnya

3) Faktor yang berhubungan

a) Gangguan karena cara pasangan tidur

b) Kendala lingkungan

c) Kurang privasi

d) Pola tidur tidak menyehatkan

3. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri Akut

NIC:

1) Monitor Tanda-Tanda Vital.

2) Manajemen Lingkungan: Kenyamanan.

3) Peningkatan Tidur

4) Terapi Nonfarmakologis (Pemberian Jus Belimbing Manis)


5) Manajemen Nyeri (Tarik nafas dalam)

NOC:

1) Kontrol Nyeri

2) Tingkat Nyeri

b. Defisien Pengetahuan

NIC:

1) Pendidikan Kesehatan (Hipertensi)

2) Pengajaran: Manajemen Nyeri

3) Pengajaran: Peresepan Diet

4) Pengajaran: Terapi Nonfarmakologis (Jus Belimbing Manis)

NOC:

1) Pengetahuan: Manajemen Hipertensi

2) Pengetahuan: Manajemen Nyeri

3) Pengetahuan: Diet Sehat

4) Pengetahuan: Terapi Nonfarmakologis (Jus Belimbing Manis)

c. Kelebihan Volume Cairan

NIC:

1) Monitor Tanda-Tanda Vital

2) Monitor Cairan

3) Manajemen Elektrolit/ Cairan

4) Terapi Intravena (IV)


NOC:

1) Keseimbangan Cairan

d. Penurunan Curah Jantung

NIC:

1) Monitor Tanda-Tanda Vital

2) Terapi Intravena (IV)

3) Terapi Oksigen

4) Manajemen Syok

NOC:

1) Keefektifan Pompa Jantung

2) Status Sirkulasi

e. Gangguan pola tidur

NIC:

1) Manajemen lingkungan

2) Pengaturan posisi

3) Terapi relaksasi

4) Manajemen nutrisi

NOC:

1) Tidur
C. Tinjauan rebusan daun seledri

1. Klasifikasi Daun alpukat

2. Morfologi Tanaman Alpukat

Tanaman alpukat termasuk jenis pohon kecil dengan tingggi 3 sampai 10 meter,

berakar tanggung, batang berkayu , bulat, warnanya cokat kotor, banyak bercabang, dan

ranting berambut halus. Daun pada tanaman alpukat ini berbentuk tunggalndengan tangkai

yang panjang 1,5-5 cm, kotor letak nya berdasarkan di ujung ranting, bentuknya jorong

sampai bundar telur memanjang tebal seperti kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata

kadang-kadang agak menggelembung ke atas, bertulang menyirip, panjang 10-20 cm, lebar

3-10 cm. Daun muda pada tanaman alpukat mempunyai warna kemerahan dan berambut

rapat, sedangkan daun tua warnanya hijau dan gundul. (Angelina, 2007)

3. Kandungan Kimia Daun alpukat

Bahan kimia yang ada pada daun alpukat diantaranya, saponin, tanin, phbolatanin,

flavonoid, dan polisakarida. Flavonoid pada daun alpukat memiliki fungsi menurunkan

tekanan darah (Anna, 2011).

Manfaat Flavonoid antara lain adalah untuk melindungi struktur sel, meningkatkan

efektivitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah kropos tulang, dan sebagai antibiotik.
Flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi

dari mikroorganisme seperti bakteri dan virus. (Dwi Ana Anggorowati, dkk. 2016)

4. Kegunaan dan Manfaat Daun Alpukat

Daun alpukat mempunyai rasa yang pahit dan berkhasiat sebagai diuretik dan

mengambat pertumbuhan beberapa bakteri seperti Staphylococcus sp, Pseudomonas sp,

Proteus sp, Escherichea sp, dan Bacillus sp. Selain itu berkhasiat untuk menyembuhkan

kencing batu, darah tinggi, dan sakit kepala. Daun alpukat dimanfaatkan sebagai obat

tradisional untuk pengobatan seperti sariawan, kencing batu, darah tinggi, kulit muka kering

sakit gigi, bengkak karena peradangan dan kencing manis.(Dwi Ana Anggorowati, dkk.

2016)

5. Cara Pengolahan Rebusan Daun Alpukat

Siapkan 4-5 lembar daun alpukat, kemudian cuci hingga bersih, siapkan 1-2 gelas air

putih, setelah itu, rebus sampai mendidih sekitar 5-10 menit, hingga berkurang setengahnya

setelah berkurang, diamkan hingga hangat lalu ditiriskan, konsumsi rebusan daun alpukat 1

kali sehari selama 1 minggu sebanyak 200 cc. lakukan pemeriksaan tekanan darah 2 x 24

jam selama 7 hari. Sebelum pemberian dan 30 menit sesudah pemberian rebusan daun

alpukat. Efek samping dari duan alpukat, memperparah penyakit batu ginjal, memperparah

bengkak, bisa memunculkan racun, dan mual muntah. (Argomedian Pustaka, 2008)

Khasiat pada daun alpukat dapat diberikan pada pasien penderita sakit kepala,

kandungan antioksidan kaya yang tersedia didaun alpukat memiliki kemampuan untuk

memperbaiki aliran oksigen ke daerah kepala, sehingga dapat mengurangi sakit kepala.
Meredakan sembelit, mengurangi stres, mengurangi sakit gigi, dan memperbaiki

pencernaan. (Dwi Ana Anggorowati, dkk. 2016)


BAB III
METODOLOGI

A. Ektraksi riset jurnal terkait

Dalam upaya mengatasi tekanan darah tinggi pada lansia yang mengalami tekanan
darah tinggi (hipertensi) peneliti menggunakan pemanfaatan penggunaan daun seledri
sebagai usaha menurunkan tekanan darah tinggi pada lansia. Dan pada bab ini penulis
mengambil tiga buah penelitian yang berhubungan dengan pengaruh pemberian rebusan
daun seledri terhadap penurunan tekanan darah tinggi .

Tabel 1.1
Ektraksi Jurnal
Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Alpukat terhadap Hipertensi
NO. Nama peneliti,tahu, judul Tujuan penelitian Metodelogi penelitian Hasil penelitia

1. Ni nengah mini arie, ummu Tujuan ini adalah untuk Desain Penelitian ini Sampel men
muntamah, trimawati (2014) mengetahui pengaruh pemberian menggunakan desain Pre systematic random
pengaruh pemberian air air rebusan daun alpukat terhadap Experimen dengan One dengan jumlah sampel
rebusan seledri pada lansia penurunan tekanan darah pada group Pretest Posttest 15 orang. Hasil
penderita hipertensi di dusu lansia. dimana dipilih kelompok statistik Wilcoxon S
intervensi kemudian Test dengan tingkat ke
dilakukan pre (sebelum) dan 95% (a=0,05) dan di
post (sesudah). value 0,04 < 0,05.

2. Sigit Priyanto, Robiul Fitri Tujuan ini Untuk mengetahui Desain penelitian ini Dari hasil pember
Masithoh. (2018) Efektivitas efektivitas adalah Pre and post-test pengaruh pemberian
Rebusan Daun Alpukat rebusan daun alpukat terhadap group with kontrol group daun alpukat
Terhadap Tekanan Darah pada penurunan tekanan darah pada design dengan pendekatan terhadap penurunan
Lansia Hipertensi lansia hipertensi kuantitatif, darah dengan p=
penentuan jumlah sampel (p<0,05). Selisih
menggunakan purposive penurunan tekanan
sampling. Jumlah sampel 68 darah kel ompok
responden meliputi sebesar 29,9% dan
34 responden kelompok int kontrol 22,6%
ervensi dan 34% responden
kelompok kontrol.
3. Anak Agung Ari Novia Agar peneliti tertarik untuk Penelitian ini merupakan Dari penelitian ini
Sulistiawati, Ni Ketut Guru melakukan penelitian mengenai penelitian kuantitatif yang hasil bahwa terdapat p
Prapti, Made Pande Lilik pengaruh menggunakan rancangan yang signifikan antara
Lestari. (2015) Pengaruh pemberian air rebusan daun penelitian quasi tekanan darah respon
Pemberian Air Rebusan Daun alpukat (Persea americana Mill.) eksperimental design, kelompok kontrol dan
Alpukat (Persea Americana terhadap tekanan darah pasien yaitu pretest-posttest with perlakuan. Sehingg
Mill.) Terhadap Tekanan control group disimpulkan bahw
Darah Pasien Hipertensi. yang bertujuan untuk pengaruh pemberian a
mengetahui pengaruh daun alpukat(Persea a
pemberian air rebusan daun Mill.) terhadaptekanan
alpukat (Persea americana
Mill.)terhadap tekanan darah
pasien hipertensi

Anda mungkin juga menyukai