Anda di halaman 1dari 3

1.

Kemacetan
Inilah yang menjadi permasalahan utama para wisatawan yang sedang melancong di Bandung. Apalagi saat
musim liburan atau saat akhir pekan. Wisatawan mengeluhkan banyak waktu, tenaga, dan biaya terbuang
akibat kemacetan yang mendera di beberapa ruas jalan di Bandung. Walaupun hal ini tak dapat dipungkiri
"biangnya" dari para wisatawan itu sendiri yang membawa kendaraan pribadi.

Maka, kemacetan terutama di jalur Kota Bandung dan Kab. Bandung Barat yakni jalur Bandung Utara
(Pasteur, Jln. Setia Budhi/Ledeng, hingga Lembang) dan pusat kota kerap terjadi terutama saat akhir pekan
dan liburan. Lokasi lainnya yakni akses ke jalur wisata Ciwidey. Selain kemacetan, akses jalan ke Ciwidey
pun dianggap sangat tidak nyaman oleh para wisatawan. Jalur ke Ciwidey selain menanjak juga terbilang
sempit. Sebagian wisatawan pun kini tak sedikit yang mencari alternatif dengan menyewa mobil rental
(konvensional maupun online) juga yang sedang ngetren yakni ojek wisata. Pilihan kendaraan roda dua
dianggap lebih memberi solusi untuk sampai ke tempat wisata.

2. Kurangnya Informasi Jalur dan Lokasi Wisata


Jalur jalan di Bandung bagi sebagian wisatawan dianggap memusingkan. Hal ini karena jalan-jalan di
Bandung pendek-pendek dan rutenya muter-muter. Ditambah kurangnya informasi jalur dan tempat
wisata dengan kurang maksimlanya plang atau penanda di jalan-jalan utama bikin bingung para pelancong.
Ini bisa dibandingkan dengan Yogyakarta yang lebih ramah untuk urusan penanda dan jalur tempat-tempat
wisata. Maka, menggunakan GPS di smartphone pun menjadi solusi para wisatawan saat berkeliling di
Bandung.

Uniknya lagi, nama bagi sebagian besar wisatawan nama BANDUNG identik dengan Kota Bandung. Maka,
kadang para wisatawan yang menanyakan kepada kami tentang tempat wisata yang sebetulnya bukan
bagian dari wilayah Kota Bandung. Misalnya, Curug Pelangi yang ada di Kab. Bandung Barat dianggap
berada di Kota Bandung. Inilah yang harus diketahui para wisatawan bahwa Bandung itu terdiri dari
wilayah: Kota Bandung (Wali Kota Ridwan Kamil), Kab. Bandung (Bupati Dadang Naser), dan Kab. Bandung
Barat (Bupati Abubakar). Jadi masing-masing tempat wisata dan akses jalan pun tidak semua ada di wilayah
pemerintahan Ridwan Kamil (Kota Bandung).

3. Banjir
Inilah yang menjadi penyebab para wisatawan kadang waswas untuk melancong ke Bandung. Seperti
berita banjir dadakan yang terjadi di kawasan Pasteur dan Pagarsih baru-baru ini. Banyak wisatawan yang
mengontak kami menanyakan aman-tidaknya untuk pergi ke Bandung pascabanjir tersebut. Padahal itu
banjir sesaat yang beberapa jam saja sudah surut. Ya, efek berita dan penyebaran foto dan info secara viral
memang bikin merinding dan dianggapnya banjir di kedua tempat tersebut masih berlangsung.

Ridwan Kamil sendiri memastikan bahwa di kedua kawasan tersebut langsung dibenahi agar tidak banjir
lagi. Yang perlu diketahui, banjir di kedua kawasan tersebut memang kerap terjadi di era pemerintahan
sebelum Ridwan Kamil pun. Dan kebetulan saat era Ridwan Kamil memang termasuk banjir sesaat yang
dahsyat dan masyarakat berharap sang Wali Kota langsung memberi solusi. Maklum, gebrakan menata
Bandung memang sanga terlihat di era Ridwan Kamil.

Namun, beda halnya dengan banjir yang terjadi di Kabupaten Bandung, seperti di kawasan Dayeuhkolot,
Banjaran, atau Bojongsoang. Menurut pengamatan kami, rasanya belum ada solusi konkret untuk
mengatasi banjir di kawasan ini. Banjir berulang dan terus berulang saat di musim penghujan.

4. Kuliner Halal
Ini kadang yang tak sedikit wisatawan yang menanyakan: "Makanan di rumah makan/cafe X halal nggak?"
ini yang kadang bikin kami bingung. Karena kebanyakan tempat usaha kuliner di Bandung adalah kuliner
umum yang Insya Allah sebagian besar adalah halal, namun belum tersertifikasi halal dari MUI. Ada
baiknya para wisatawan menanyakan kepada pihak pengelola, baik secara langsung di lokasi atau via
kontak telepon/komen di akun medsos.
5. Kurangnya Sentra Informasi
Inilah peran pungsi pihak pemerintahan daerah yang kurang memaksimalkan dinas yang mengurus wisata.
Kadang kami pun jadi corong untuk tempat bertanya para wisatawan yang berkunjung ke Bandung.
Mereka kerap menanyakan: akses jalan, alamat dan kontak tempat wisata, tempat hotel dan penginapan,
dan data lainnya. Padahal, pihak Disparbud Kota Bandung, Kab. Bandung, dan Kab. Bandung Barat bisa
lebih memaksimalkan jalur media informasi, baik media konvensional maupun media online.

Permasalahan lainnya untuk sentra informasi. Ketika wisatawan menghadapi masalah, harus mengadu
kepada siapa? Di kawasan Bandung belum ada pos pengaduan khusus yang benar-benar bisa membuat
wisatawan nyaman dan aman saat memberikan laporan. Tak aneh bila menghadapi masalah saat
berwisata, misal saat karcis atau tarif parkir melonjak, dari biasanya, ujung-ujungnya curhat di media sosial.
Padahal pihak terkait bisa memaksimalkan keberadaan pos pengaduan wisata di beberapa titik objek
wisata.

Beruntunglah, di Bandung banyak pegiat wisata (netizen dan pengelola tempat wisata) yang membagikan
informasinya di blog, website, atau media sosial. Ini sebetulnya potensi bagi pihak pemerintah daerah
sendiri untuk merangkul mereka. Dengan demikian, ada juru pemberi informasi yang tidak terlalu
mengandalkan dari pihak pemerintah. Apalagi di zaman serba internet sekarang, kesempatan untuk
membuka informasi dengan konsep netizen, blogger, atau vlogger sangat terbuka.

6. Pungutan Liar
Kejadian wisatawan yang bayar retribusi selangit di tempat wisata Geopark Pasir Pawon (Stone Garden)
Cipatat, Padalarang, bisa menjadi cermin. Bukan tak mungkin di tempat wisata lainnya pun terjadi seperti
demikian, namun kurang terekspose. Inilah yang harus dibenahi karena hadirnya pihak lain yang
memanfaatkan ramainya tempat wisata. Bukan hanya retribusi masuk, juga urusan biaya bayar parkir yang
kadang tidak sesuai alias jadi melambung. Karena hal ini kadang bikin kapok para wisatawan dan image
tempat wisata jadi ikut tercoreng.
Beberapa permasalah lain yang kerap menjadi keluh kesah wisatawan adalah: fasilitas di tempat wisata
yang kurang representatif seperti sarana area parkir, musala terlalu kecil, tempat kurang ramah anak,
lokasi tidak mendukung bagi wisatawan difabel, hingga kurang terawatnya fasilitas di tempat wisata (kotor,
lapuk, dll).

Kota Bandung Masih Jadi Barometer Wisata


Adapun berdasar survei di lapangan, tingkat pembenahan dan inovasi tempat wisata masih dikuasai Kota
Bandung. Untuk Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, wisatawan masih menganggap
tempat wisata di kedua wilayah tersebut masih autopilot. Walaupun ada penataan atau inovasi, baru
terlihat oleh inisiatif pengelola wisata alias peran pemerintah daerah masih kurang.

Tak dapat dipungkiri, sosok Ridwan Kamil untuk perkembangan wisata Kota Bandung memberi peran
penting. Apalagi tingkat interaksi dan komunikasi Ridwan Kamil didukung pula dengan aktivitasnya di
media sosial (Instagram, Twitter, Facebook). Bahkan, Ridwan Kamil pun kadang ikut serta secara langsung
mempromosikan wisata di wilayahnya. Beda halnya dengan kedua wilayah tetangga Kota Bandung,
jangankan wisatawan luar, warganya sendiri masih bingung bagaimana untuk bisa berinteraksi dan
berkomunikasi langsung via medsos.

Itulah secara tidak langsung harapan warga dan wisatawan, bahwa pemimpin dan jajarannya sudah
semestinya "show" di media internet. Sudah bukan zamannya berpromosi atau koar-koar tentang program
hanya mengandalkan media konvensional (surat kabar cetak, baliho/spanduk, atau selebaran). Media
internet sekarang bisa menjadi solusi alternatif bagi unjuk giginya potensi wisata juga informasi
perkembangan suatu daerah.

Bandung Kota Selfie


Apalagi khususnya di media sosial, terangkatnya pamor suatu tempat wisata tak dapat dilepaskan dari
budaya para pengguna internet/netizen berswa foto (selfie) dengan latar tempat wisata. Dan inilah yang
menyebar secara viral hingga kemudian memancing pengguna internet lain penasaran untuk berkunjung
ke tempat wisata yang lagi tren di medsos tersebut.

Inilah sebenarnya peluang yang seyogianya cepat ditangkap oleh pihak terkait. Bukannya kurung batokeun
(stagnan), gaptek, atau malah antipati terhadap media intenet. Informasi sekarang ini ada dalam
genggaman berupa smartphone dimana arus informasi terus update setiap jam bahkan setiap menit.

Anda mungkin juga menyukai