Anda di halaman 1dari 25

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998).
Fraktur dikenal dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang (Sylvia A. Price, 1999).
Pada beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan
dislokasi terjadi bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan
hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara lengkap
(Jeffrey M.Spivak et al., 1999).

B. Etiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan dan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan membengkok,
memutar dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998).
Trauma muskulo yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut.
1) Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasa nya bersifat kominutif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2) Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak
langsung. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan

3
4

fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh.
Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang
dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupatekanan berputar
yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik; tekanan membengkok
yang menyebabkan fraktur transversal; tekanan sepanjang aksis tulang yang
dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi;
kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu
akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z; fraktur karena remuk;
trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian
tulang.

C. Klasifikasi Fraktur
Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa
keadaan berikut.
1. Klasifikasi etiologis
a. Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai
tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu
menahan trauma tersebut sehingga menjadi patah.
b. Fraktur patologis. Terjadi karena adanya kelainan/penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan
bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
c. Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus
pada suatu tempat tertentu.
5

Gambar 2.1 gambaran skematis secara klinis dari fraktur

2. Klasifikasi klinis
a. Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur
yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur
yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam),
atau from without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R. Gustino), yaitu:
Derajat I :
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat II :
- Leserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
6

Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
c. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya
mal-union, de-layed union,non-union, dan infeksi tulang.

Gambar 2.2 gambaran skematis secara klinis dari fraktur


tertutup dan terbuka

3. Klasifikasi radiologis
a. Lokalisasi/letak fraktur: diafisis, metafisis, intra-artikular, dan
fraktur dengan dislokasi
b. Konfigurasi/sudut patah dari fraktur
1) Fraktur transfersal: fraktur yang garis patahannya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur akan stabil biasanya
dikontrol dengan bidai gips.
2) Fraktur oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut
terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
3) Fraktur spiral: fraktur ini khas pada cidera main ski ketika ujung
ski terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang
patah. Fraktu ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi
luar.
4) Fraktur kominutif: terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya
lebih dari dua fragmen tulang.
7

5) Fraktur segmental: dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang


menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
Keadaan ini mungkin memerlukan pengobatan melalui
pembedahan.
6) Fraktur impaksi atau fraktur kompresi: ketika dua tulang
menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu
vertebra dengan dua vertebra lainnya.
(a) Ekstensi
Fraktur total, fraktur tidak total (fracture crack), fraktur
burcle atau torus, fraktur garis rambut, fraktur greenstick
(fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak)
(b) Fraktur avulsi. Memisahkan suatu fragmen tulang pada
tempat insersi tendot ataupun ligamen.
(c) Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang
melibatkan sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu
secara bermakna.

Gambar 2.3 konfigurasi/sudut patah dari fraktur


8

D. Patofisiologi
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang
mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur
yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan
fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot,
tendon, ligamen, dan pembuluh darah.

Tekanan yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur


terbuka karena dapat menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit
sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan peradangan
dan memungkinkan untuk terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka
terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen
tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur
menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang
kaku.
9

E. Manifestasi klinis
1. Tidak dapt menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh
di kamar mandi pada orangtua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan kerja, trauma olahraga)
4. Gangguan fungsio anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
Lokalisasi Waktu penyembuhan
Falang/metacarpal/metatarsal/costa 3-6 Minggu
Distal radius 6 Minggu
Diafisis ulna dan radius 12 Minggu
Humerus 10-12 Minggu
Klavikula 6 Minggu
Panggul 10-12 Minggu
Femur 12-16 Minggu
Kondilus femur/tibia 8-10 Minggu
Tibia/fibula 12-16 Minggu
Vertebra 12 Minggu
Sumber: pengantar ilmu bedah ortopedi hal:371

F. Pemeriksaan penunjang
1. X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Scan tulang: memperlihatkan faraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
10

4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun


pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap
peradangan
5. Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal

G. Penatalaksanaan
1. Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untik mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-
fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau
fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang
belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur yang
sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologis.
2. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis.
a. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang
lainnya.
b. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi
internal/ORIF (Open Reducion Internal Fixation) atau fiksasi
eksternal/OREF (Open Reducion eksternal Fixation).
3. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, grakan, perkiraan
waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
11

H. Faktor penyembuhan fraktur


Menurut Chairudin Rasjad (1999) fakto-faktor yang menentukan lamanya
penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut.
1. Usia penderita. Waktu penyembuhan anak-anak lebih cepat daripada
orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis
pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada
bayi sangat aktiv. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin
berkurang.
2. Lokasi dan konfigurasi fraktur
3. Pergeseran awal fraktur
4. Vaskularisasi pada kedua fragmen
5. Reduksi dan imobilisasi
6. Waktu imobilisasi
7. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
8. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal
9. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan
dalam penyembuhan fraktur.
10. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak

I. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT (Capillary refill Time) menurun,
sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada
ekstremitas disebabkan darurat splinting, perubahan posisi pada
yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b. Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah pada
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
12

c. Fat embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serus pada kasus


fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal
tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardia,
hipertensi, takipnea dan demam.
d. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada
kasus frakur terbuka, tetapi dapat juga karena menggunakan bahan
lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.
e. Nekrosis avaskular terjadi karena aliran darah rusak atau terganggu
sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
f. Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun.
2. Komplikasi Lama
a. Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah
fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
b. Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-5 bulan dan
tidak dapat konsolidasi sehingga terdapat pseudoartosis (sendi
palsu). Pseudoartosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga
terjadi bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoartosis.
1) Beberapa jenis non-union terjadi menurut keadaan ujung-ujung
fragmen tulang sebagai berikut.
2) hipert
c. Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
pemendekan, atau union secara menyilang misal nya pada fraktur
13

tibia-fibula. Etiologi Mal-uniona dalah fraktur tanpa pengobatan,


pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak
baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal
pengobatan, osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya
trauma.

J. Pengkajian
1. Biodata
Nama :
Umur : kebanyakan terjadi pada usia muda akibat
kecelakaan dan usia tua akibat jatuh ( misalnya di
kamar mandi)
Jenis kelamin : bisa untuk semua jenis kelamin
Status mariental :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan : pekerjaan yang membawa beban berat. Dengan
resiko kecelakaan tinggi.
Suku bangsa :
Alamat :
No. Medrec :
No. Rawat :
Dx. Medis : fraktur
Tgl. Masuk :
Tgl. Pengkajian :

Penanggung jawab
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Hubungan dengan pt :
14

2. Keluhan utama :
Nyeri pada daerah yang terjadi trauma akibat kecelakaan.
3. Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien datang dengan keluhan akibat kecelakaan atau trauma
lain.
4. Riwayat kesehatan masa lalu :
Pengkajian yang perlu di tanyakan, meliputi riwayat hipertensi, diabetes
melitus, dan penyakit jantung, apakah pernah mengalami fraktur
sebelumnya, pengobatan pada saat sakit.
5. Riwayat kesehatan keluarga :
Faktor genetik tidak termasuk pada timbulnya penyakit fraktur kecuali
klien yang menderita diabetes pada keluarga akan menyebabkan
komplikasi.
6. Pemeriksaan fisik :
a. Tanda-tanda vital
1) Keadaan umum : compos mentis
2) Kesadaran : *kualitatif : CM s/d Coma, *kuantitatif:
GCS
3) Tekanan darah : normalnya tekanan darah 120/80
4) Nadi : nadi normalnya 60-100x/mnt (biasanya nadi meningkat)
5) Suhu : suhu normalnya 36 − 37,5𝑜 𝐶
6) RR : pernafasan normalnya 16-24x/mnt (tergantung jenis
frakturnya apabila klien trauma panggul terjadi sesak nafas,
karena adanya perubahan pada sistem pernafasan di sertai
banyaknya perdarahan dan syok, klien trauma panggul berat
biasanya akan mengalami ARDS atau gagal nafas akut)
b. Antropometri
BB= kg
TB= cm
15

c. Sistem pernafasan
Pada pemeriksaan sistem pernapasan, di dapatkan bahwa klien
fraktur tidak mengalami kelainan pernafasan kecuali jika klien
trauma panggul terjadi sesak nafas, karena adanya perubahan pada
sistem pernafasan di sertai banyaknya perdarahan dan syok, klien
trauma panggul berat biasanya akan mengalami ARDS atau gagal
nafas akut.
d. Sistem kardiovaskuler
- Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak terdapat kelenjar getah
bening, tidak terdapat distensi vena jugularis, tidak terdapat
clubbing finger.
- Palpasi : CRT<2 detik, biasanya nadi meningkat
- Perkusi : bunyi ICS 1-6 sebelah kiri pekak
- Auskultasi : S1 dan S2 tidak terdapat suara tambahan
- Apabila pada klien fraktur cidera panggul sedang dan berat hasil
pemeriksaan
e. Sistem pencernaan
- Inspeksi : mukosa bibir ananemis, tidak terdapat stomatitis, turgor
kulit abdomen elastis, bentuk abdomen simetris
- Auskultasi: bunyi bising usus normal 8-12x/menit
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen, tidak
terdapat asites
- Perkusi: Bunyi perkusi abdomen timpani
f. Sistem persyarafan
Nervus I (olfaktorius) : klien dapat mencium bau-bauan
Nervus II (optikus) : klien dapat melihat pada jarak 2m
Nervus III (okula motorius) : klien dapat menggerakan bola mata
kesamping atas
Nervus IV (traklearis) : klien dapat menggerakkan bola mata
ke atas dan kebawah normal
16

Nervus V (trigeminus) : pada kornea mata mengkibatkan


kurang/ hilangnya reflek kedip
Nervus VI (abdusen) : klien dapat menggerakkan bola mata
ke samping
Nervus VII (facialis) : klien dapat membedakan rasa manis
dan asin
Nervus VIII (akustikus) : pendengaran klien baik saat ditanya
oleh pengkaji
Nervus IX (glosofaringeus) : klien dapat menelan dengan baik
Nervus X (vagus) : klien dapat membuka mulutnya
dengan baik
Nervus XI (spinal accesory) : klien lemah mengangkat bahu kanan
dan kiri (jika terjadi pada fraktur
klavikula)
Nervus XII (hipoglesal) : pergerakan klien lemah dan tidak
bebas
g. Sistem penglihatan
Bentuk mata simetris,warna sklera putih, tidak adanya kelainan pada
mata, kurangnya reflek mengedipkan mata, tidak dapat merapatkan
mata (lagophthalmos).
h. Sistem pendengaran
Bentuk telinga simetris, tidak adanya nyeri tekan, tidak terdapat
serumen, fungsi pendengaran baik
i. Sistem perkemihan
Tidak adanya nyeri tekan
j. Sistem muskuloskeletal
Kerusakan fungsi motorik kekuatan otot yang terjadi trauma dapat
menjadi lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi)
jika tidak langsung di tangani dengan baik.
17

k. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran getah bening, dan tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
l. Sistem integumen
Biasanya pada fraktur terbuka terdapat luka, perdarahan

7. Pola kebiasaan sehari-hari


No Pola Sebelum sakit Saat sakit
1. Makan dan minum
Frekuensi 3x/hari 3x/hari
Alergi Tidak ada Tidak ada
Makanan yang tidak disukai Tidak ada Tidak ada
Alat bantu makan Tidak ada Tidak ada
2. Istirahat dan tidur
Siang  2 jam  2-3 jam
Malam  7 jam  7-8 jam
3. Personal higiene
 Mandi
frekuensi 2x/hari 1x/hari
 Oral higiene
frekuaensi 2x/hari Tidak pernah
 Cuci rambut
Frekuensi 3x/minggu Tidak pernah
4. Eliminasi
 BAK
Frekuensi  3-5x/hari  3-5x/hari
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Penggunaan alat bantu Tidak menggunakan Menggunakan kateter
 BAB
Frekuensi  1-2x/hari Tidak tentu
18

Warna kuning Kuning


Konsistensi padat Padat
5. Pola aktivitas Terbaring

8. Data Psikologis
a. Status emosi
Klien mampu mengontrol emosinya, jika marah klien memilih untuk
diam.
b. Kecemasan klien
Tingkat kecemasan klien sedang.
c. Konsep diri
a. Citra tubuh : klien menyukai bagian bentuk tubuhnya yaitu mata
b. Identitas diri : klien merasa senang menjalani profesinya
c. Peran : peran klien di dalam keluarganya ( mis: ayah , ibu, anak)
d. Ideal diri : klien berharap penyakit di deritanya bisa cepat sembuh
e. Harga diri:
d. Data Sosial
1) Pola komunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan jelas.
2) Pola interaksi
Pasien berinteraksi dengan keluarga dan perawat dengan baik dan
jelas.
e. Data Psikospiritual
Kaji apakah ada dampak yang timbul pada klien, seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan melakukan
aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
f. Data penunjang
1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
a) Tomografi
b) Mielografi
c) Artrografi
19

2) Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi


kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon
terhadap peradangan
5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens
ginjal
6) Elektromiograf: terdapat kerusakan kondusif saraf akibat fraktur
7) Atroskopi: di dapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan
8) Indium imaging: pada pemeriksaan ini adanya di dapatkan infeksi
pada tulang
9) MRI: Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur

9. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


keperawatan
1. DS: Fraktur Nyeri
pasien mengatakan nyeri
DO: Diskontinuitas tulang
Pasien terlihat meringis
dengan skala nyeri 0 – 10 Pergeseran fragmen tulang

Nyeri akut
2. DS: Kerusakan fragmen tulang Ketidakefektifan
Pasien mengatakan
perfusi jaringan
pusing. Tekanan sumsum tulang lebih
DO: tinggi dari kapiler perifer
Tekanan darah pasien
rendah <100 mmHg Melepaskan ketekolamin

Metabolisme asam lemak

Bergabung dengan trombosit


emboli
20

Menyumbat pembuluh darah

Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

3. DS: Diskontinuitas tulang Kerusakan


Pasien mengatakan
integritas kulit
cemas karna terdapat Perubahan jaringan sekitar
luka pada kulitnya yang Laserasi kulit
tidak normal.
DO:
Terdapat luka di kulit Kerusakan integritas kulit
yang di akibatkan oleh Resiko infeksi
fraktur terbuka.

DS: Fraktur Hambatan


Pasien mengatakan kaku
mobilisasi fisik
atau sulit menggerakan
tubuhnya. Hambatan mobilisasi fisik neuromuscular,
DO:
nyeri, terapi
Pasien tidak dapat
melakukan aktivitas restriktif
sehari – hari
(imobilisasi)
21

K. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen Nyeri akut


tulang

Perub jaringan sekitar Kerusakan fragmen


tulang
Tek sumsum tulang
Pergeseran fragmen Spame otot
lebih tinggi dari kapiler
tulang
Deformitas Peningkatan tek Melepaskan
kapiler ketekolamin
Ggn fungsi ekstremitas Pelepasan histamin Metabolisme asam
lemak
Hambatan mobilitas Protein plasma hilang Bergabung dengan
fisik
trombosit
Laserasi kulit Edema emboli

Penekanan pembuluh Menyumbat


darah pembuluh darah

Putus vena/arteri Kerusakan integritas Ketidakefektifan


kulit
perfusi jaringan perifer
Resiko infeksi
pendarahan Kehilangan volume Resiko syok
cairan (hipovolemik)
22

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa pre op
a. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang edema, cedera jaringan lunak pemasangan traksi.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan
2. Diagnosa post op
a. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
b. Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)

M. Rencana Keperawatan
1. Rencana keperawatan pre
NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut b.d agen injuri  Pain level - Lakukan pengkajian nyeri
fisik, spasme otot,  Pain control secara komprehensif
gerakan fragmen tulang  Comfort level termasuk lokasi,
edema, cedera jaringan Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
lunak pemasangan traksi. - Pasien mampu frekuensi, kualitas dan
mengontrol nyeri faktor presipitasi

- Melaporkan bahwa - Observasi reaksi


nyeri berkurang nonverbal dari
dengan menggunakan ketidaknyamanan
manajemen nyeri - Gunakan komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui pengalaman
nyeri pasien
- Ajarkan tekhnik relaksasi
kepada pasien
- Kolaborasi pemberian
23

analgetik untuk
mengurangi nyeri
2. Ketidakefektifan perfusi  Circulation status - Monitor adanya daerah
jaringan perifer b.d  Tissue perfucion: tertentu yang hanya peka
suplai darah jaringan cerebral terhadap
Kriteria hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang - Batasi gerakan pada
di tandai dengan : kepala, leher dan
 Tekanan systole dan punggung
diastole dalam
rentang yang di
harapkan
 Tidak ada ortostatik
hipertensi
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang di tandai dengan
:
 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukan
perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi.
- Menunjukan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
24

kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter

2. Rencana keperawatan post


NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Kerusakan integritas  Tissue integrity : - Jaga kebersihan kulit agar
kulit b.d fraktur terbuka, skin and mucous tetap kering dan bersih
pemasangan traksi (pen,  Membranes
kawat, sekrup)  Hemodyalis akses - Anjurkan pasien
Kriteria hasil : menggunakan pakaian
- Integritas kulit yang yang longgar
baik bisa
dipertahankan - Monitor aktivitas dan
(sensasi, elastisitas, mobilisasi pasien
temperatur, hidrasi,
pigmentasi) tidak - Ganti balutan, bersihkan
ada luka/lesi area sekitar jahitan atau
- Menunjukan staples , menggunakan lidi
pemahaman dalam kecil
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya cidera
ulang
2. Hambatan mobilisasi  Joint movement: - Monitoring vital sign
fisik b.d kerusakan active sebelum/sesudah latihan
rangka neuromuscular,  Mobility Level dan lihat respon pasien
nyeri, terapi restriktif  Self care: ADL saat latihan
(imobilisasi)  Transfer performance - Kaji kemampuan pasien
25

Kriteria hasil: dalam mobilisasi


- Pasien meningkat - Dampingi dan bantu
dalam aktivitas fisik pasien saat mobilisasi dan
- Mengerti tujuan dari bantu penuhi kebutuhan
peningkatan - Berikan alat bantu jika
mobilisasi klien memerlukan
- Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dalam
kemampuaan
berpindah

N. Implementasi
No. Tanggal/waktu Implementasi Paraf
1. - melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
- mengobservasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
- menggunakan komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
- mengajarkan Ajarkan tekhnik relaksasi kepada
pasien
- memberian analgetik untuk mengurangi nyeri sesuai
resep dokter
2. - memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
- membatasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
3. - menjaga kebersihan kulit agar tetap kering dan
26

bersih
- menganjurkan pasien menggunakan pakaian yang
longgar
- memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- mengganti balutan, bersihkan area sekitar jahitan
atau staples , menggunakan lidi kecil
- memonitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan
lihat respon pasien saat latihan
- mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
- memberikan alat bantu jika klien memerlukan

O. EVALUASI
No. Tanggal/waktu Evaluasi Paraf
1. S : pasien mengatakan nyeri berkurang
O: skala nyeri 0-10
A: nyeri akut belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
- Kolaborasi pemberian analgetik
2. S: pasien mengatakan masih pusing
O: tekatan darah <100 mmHg
A: ketidakefektifan perfusi jaringan belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
3. S: Pasien mengatakan cemas karna terdapat luka pada
kulitnya yang tidak normal.
O: luka fraktur terbuka
A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
- Mengganti balutan setiap hari
27

4. S: Pasien mengatakan kaku atau sulit menggerakan


tubuhnya.
O: klien sulit melakukan aktivitas
A: Hambatan mobilisasi fisik
P: intervensi dilanjutkan
- mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu

Anda mungkin juga menyukai