PEMBAHASAN
A. Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998).
Fraktur dikenal dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang (Sylvia A. Price, 1999).
Pada beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan
dislokasi terjadi bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan
hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara lengkap
(Jeffrey M.Spivak et al., 1999).
B. Etiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan dan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan membengkok,
memutar dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998).
Trauma muskulo yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut.
1) Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasa nya bersifat kominutif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2) Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak
langsung. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
3
4
fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh.
Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang
dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupatekanan berputar
yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik; tekanan membengkok
yang menyebabkan fraktur transversal; tekanan sepanjang aksis tulang yang
dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi;
kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu
akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z; fraktur karena remuk;
trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian
tulang.
C. Klasifikasi Fraktur
Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa
keadaan berikut.
1. Klasifikasi etiologis
a. Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai
tulang dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu
menahan trauma tersebut sehingga menjadi patah.
b. Fraktur patologis. Terjadi karena adanya kelainan/penyakit yang
menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan
bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
c. Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus
pada suatu tempat tertentu.
5
2. Klasifikasi klinis
a. Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur
yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat
fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur
yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam),
atau from without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R. Gustino), yaitu:
Derajat I :
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat II :
- Leserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
6
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
c. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan
komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya
mal-union, de-layed union,non-union, dan infeksi tulang.
3. Klasifikasi radiologis
a. Lokalisasi/letak fraktur: diafisis, metafisis, intra-artikular, dan
fraktur dengan dislokasi
b. Konfigurasi/sudut patah dari fraktur
1) Fraktur transfersal: fraktur yang garis patahannya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur akan stabil biasanya
dikontrol dengan bidai gips.
2) Fraktur oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut
terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
3) Fraktur spiral: fraktur ini khas pada cidera main ski ketika ujung
ski terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang
patah. Fraktu ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi
luar.
4) Fraktur kominutif: terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya
lebih dari dua fragmen tulang.
7
D. Patofisiologi
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang
mempunyai keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur
yang terjadi dapat berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan
fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jarigan lunak seperti otot,
tendon, ligamen, dan pembuluh darah.
E. Manifestasi klinis
1. Tidak dapt menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh
di kamar mandi pada orangtua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan kerja, trauma olahraga)
4. Gangguan fungsio anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain
Lokalisasi Waktu penyembuhan
Falang/metacarpal/metatarsal/costa 3-6 Minggu
Distal radius 6 Minggu
Diafisis ulna dan radius 12 Minggu
Humerus 10-12 Minggu
Klavikula 6 Minggu
Panggul 10-12 Minggu
Femur 12-16 Minggu
Kondilus femur/tibia 8-10 Minggu
Tibia/fibula 12-16 Minggu
Vertebra 12 Minggu
Sumber: pengantar ilmu bedah ortopedi hal:371
F. Pemeriksaan penunjang
1. X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Scan tulang: memperlihatkan faraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
10
G. Penatalaksanaan
1. Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untik mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan pada fraktur-
fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau
fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang
belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur yang
sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologis.
2. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis.
a. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang
lainnya.
b. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi
internal/ORIF (Open Reducion Internal Fixation) atau fiksasi
eksternal/OREF (Open Reducion eksternal Fixation).
3. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, grakan, perkiraan
waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
11
I. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT (Capillary refill Time) menurun,
sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada
ekstremitas disebabkan darurat splinting, perubahan posisi pada
yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b. Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah pada
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
12
J. Pengkajian
1. Biodata
Nama :
Umur : kebanyakan terjadi pada usia muda akibat
kecelakaan dan usia tua akibat jatuh ( misalnya di
kamar mandi)
Jenis kelamin : bisa untuk semua jenis kelamin
Status mariental :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan : pekerjaan yang membawa beban berat. Dengan
resiko kecelakaan tinggi.
Suku bangsa :
Alamat :
No. Medrec :
No. Rawat :
Dx. Medis : fraktur
Tgl. Masuk :
Tgl. Pengkajian :
Penanggung jawab
Nama :
Umur :
Pekerjaan :
Hubungan dengan pt :
14
2. Keluhan utama :
Nyeri pada daerah yang terjadi trauma akibat kecelakaan.
3. Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien datang dengan keluhan akibat kecelakaan atau trauma
lain.
4. Riwayat kesehatan masa lalu :
Pengkajian yang perlu di tanyakan, meliputi riwayat hipertensi, diabetes
melitus, dan penyakit jantung, apakah pernah mengalami fraktur
sebelumnya, pengobatan pada saat sakit.
5. Riwayat kesehatan keluarga :
Faktor genetik tidak termasuk pada timbulnya penyakit fraktur kecuali
klien yang menderita diabetes pada keluarga akan menyebabkan
komplikasi.
6. Pemeriksaan fisik :
a. Tanda-tanda vital
1) Keadaan umum : compos mentis
2) Kesadaran : *kualitatif : CM s/d Coma, *kuantitatif:
GCS
3) Tekanan darah : normalnya tekanan darah 120/80
4) Nadi : nadi normalnya 60-100x/mnt (biasanya nadi meningkat)
5) Suhu : suhu normalnya 36 − 37,5𝑜 𝐶
6) RR : pernafasan normalnya 16-24x/mnt (tergantung jenis
frakturnya apabila klien trauma panggul terjadi sesak nafas,
karena adanya perubahan pada sistem pernafasan di sertai
banyaknya perdarahan dan syok, klien trauma panggul berat
biasanya akan mengalami ARDS atau gagal nafas akut)
b. Antropometri
BB= kg
TB= cm
15
c. Sistem pernafasan
Pada pemeriksaan sistem pernapasan, di dapatkan bahwa klien
fraktur tidak mengalami kelainan pernafasan kecuali jika klien
trauma panggul terjadi sesak nafas, karena adanya perubahan pada
sistem pernafasan di sertai banyaknya perdarahan dan syok, klien
trauma panggul berat biasanya akan mengalami ARDS atau gagal
nafas akut.
d. Sistem kardiovaskuler
- Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak terdapat kelenjar getah
bening, tidak terdapat distensi vena jugularis, tidak terdapat
clubbing finger.
- Palpasi : CRT<2 detik, biasanya nadi meningkat
- Perkusi : bunyi ICS 1-6 sebelah kiri pekak
- Auskultasi : S1 dan S2 tidak terdapat suara tambahan
- Apabila pada klien fraktur cidera panggul sedang dan berat hasil
pemeriksaan
e. Sistem pencernaan
- Inspeksi : mukosa bibir ananemis, tidak terdapat stomatitis, turgor
kulit abdomen elastis, bentuk abdomen simetris
- Auskultasi: bunyi bising usus normal 8-12x/menit
- Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen, tidak
terdapat asites
- Perkusi: Bunyi perkusi abdomen timpani
f. Sistem persyarafan
Nervus I (olfaktorius) : klien dapat mencium bau-bauan
Nervus II (optikus) : klien dapat melihat pada jarak 2m
Nervus III (okula motorius) : klien dapat menggerakan bola mata
kesamping atas
Nervus IV (traklearis) : klien dapat menggerakkan bola mata
ke atas dan kebawah normal
16
k. Sistem endokrin
Tidak ada pembesaran getah bening, dan tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
l. Sistem integumen
Biasanya pada fraktur terbuka terdapat luka, perdarahan
8. Data Psikologis
a. Status emosi
Klien mampu mengontrol emosinya, jika marah klien memilih untuk
diam.
b. Kecemasan klien
Tingkat kecemasan klien sedang.
c. Konsep diri
a. Citra tubuh : klien menyukai bagian bentuk tubuhnya yaitu mata
b. Identitas diri : klien merasa senang menjalani profesinya
c. Peran : peran klien di dalam keluarganya ( mis: ayah , ibu, anak)
d. Ideal diri : klien berharap penyakit di deritanya bisa cepat sembuh
e. Harga diri:
d. Data Sosial
1) Pola komunikasi
Pasien dapat berkomunikasi dengan jelas.
2) Pola interaksi
Pasien berinteraksi dengan keluarga dan perawat dengan baik dan
jelas.
e. Data Psikospiritual
Kaji apakah ada dampak yang timbul pada klien, seperti ketakutan
akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan melakukan
aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
f. Data penunjang
1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
a) Tomografi
b) Mielografi
c) Artrografi
19
9. Analisa Data
Nyeri akut
2. DS: Kerusakan fragmen tulang Ketidakefektifan
Pasien mengatakan
perfusi jaringan
pusing. Tekanan sumsum tulang lebih
DO: tinggi dari kapiler perifer
Tekanan darah pasien
rendah <100 mmHg Melepaskan ketekolamin
Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer
K. Pathway
Fraktur
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa pre op
a. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen
tulang edema, cedera jaringan lunak pemasangan traksi.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d suplai darah jaringan
2. Diagnosa post op
a. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup)
b. Hambatan mobilisasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
M. Rencana Keperawatan
1. Rencana keperawatan pre
NO Dx Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut b.d agen injuri Pain level - Lakukan pengkajian nyeri
fisik, spasme otot, Pain control secara komprehensif
gerakan fragmen tulang Comfort level termasuk lokasi,
edema, cedera jaringan Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
lunak pemasangan traksi. - Pasien mampu frekuensi, kualitas dan
mengontrol nyeri faktor presipitasi
analgetik untuk
mengurangi nyeri
2. Ketidakefektifan perfusi Circulation status - Monitor adanya daerah
jaringan perifer b.d Tissue perfucion: tertentu yang hanya peka
suplai darah jaringan cerebral terhadap
Kriteria hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang - Batasi gerakan pada
di tandai dengan : kepala, leher dan
Tekanan systole dan punggung
diastole dalam
rentang yang di
harapkan
Tidak ada ortostatik
hipertensi
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang di tandai dengan
:
Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
Menunjukan
perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi.
- Menunjukan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
24
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
N. Implementasi
No. Tanggal/waktu Implementasi Paraf
1. - melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
- mengobservasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
- menggunakan komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
- mengajarkan Ajarkan tekhnik relaksasi kepada
pasien
- memberian analgetik untuk mengurangi nyeri sesuai
resep dokter
2. - memonitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
- membatasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
3. - menjaga kebersihan kulit agar tetap kering dan
26
bersih
- menganjurkan pasien menggunakan pakaian yang
longgar
- memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- mengganti balutan, bersihkan area sekitar jahitan
atau staples , menggunakan lidi kecil
- memonitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan
lihat respon pasien saat latihan
- mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- mendampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
- memberikan alat bantu jika klien memerlukan
O. EVALUASI
No. Tanggal/waktu Evaluasi Paraf
1. S : pasien mengatakan nyeri berkurang
O: skala nyeri 0-10
A: nyeri akut belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
- Kolaborasi pemberian analgetik
2. S: pasien mengatakan masih pusing
O: tekatan darah <100 mmHg
A: ketidakefektifan perfusi jaringan belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
3. S: Pasien mengatakan cemas karna terdapat luka pada
kulitnya yang tidak normal.
O: luka fraktur terbuka
A: Kerusakan integritas kulit belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
- Mengganti balutan setiap hari
27