Disusun Oleh :
Arista Sthavira
030.08.042
Pembimbing :
dr. Supiyanti, Sp.M
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmatnya
saya dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul “Trauma Tajam Pada
Mata” penyusunan referat ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas di kepaniteraan
klinik ilmu penyakit mata di Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih ditemui banyak
kekurangan,baik isi maupun format penyusunan, maka dari itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dimasa mendatang. Dan semoga
referat ini dapat berguna bagi teman-teman sejawat sekalian.
Arista Sthavira
030.08.042
2
DAFTAR ISI
1. Definisi ………………………………………………………………….. 5
2. Epidemiologi ……………………………………………………………. 5
3. Etiologi ………………………………………………………………….. 6
4. Klasifikasi ……………………………………………………………….. 6
5. Patofisiologi ……………………………………………….……………... 8
7. Diagnosis …………………………………………………………………. 12
8. Tatalaksana ……………………………………………………………….. 13
9. Komplikasi ………………………………………………………………... 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan
dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah.
Dewasa muda – terutama pria – merupakan kelompok yang memiliki kemungkinan
besar mengalami cedera tembus pada mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan
aki, cedera akibat olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan
yang paling sering menyebabkan trauma.
Perforasi bola mata merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena
pada keadaan ini kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat menyebabkan
kerusakan susunan anatomi dan fungsional jaringan intraokuler. Trauma tembus dapat
berbentuk perforasi sklera, prolaps badan kaca maupun prolaps badan siliar.
Trauma yang terjadi pada mata dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata
dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan memberikan penyulit
sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan perawatan
yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan
mengakibatkan kebutaan.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Trauma tajam mata didefinisikan sebagai suatu trauma akibat benda tajam
yang merusak sebagian atau seluruh ketebalan dinding luar bola mata dapat berupa titik
sampai laserasi dan juga menembus isi atau bagian-bagian dari mata. Trauma tajam
mata dapat di klasifikasikan atas luka tajam tanpa perforasi dan luka tajam dengan
perforasi yang meliputi perforasi tanpa benda asing intra okuler dan perforasi benda
asing intra okuler.
Trauma tembus mata (luka akibat benda tajam), dimana struktur okular
mangalami kerusakan akibat benda asing yang menembus lapisan okular dan juga
dapat tertahan atau menetap dalam mata. Baik trauma tajam yang penetratif atau
trauma tumpul yang mengakibatkan tekanan kontusif dapat menyebabkan ruptur bola
mata. Benda tajam atau benda dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan perforasi
langsung. Benda asing dapat mempenetrasi mata dan tetap berada di bola mata.
2. Epidemiologi
United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi
epidemiologi yang digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR, rata-rata
umur orang yang terkena trauma tajam okuli adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih sering
terkena dibanding dengan perempuan. Menurut studi epidemiologi internasional,
kebanyakan orang yang terkena trauma tajam okuli adalah laki-laki umur 25 sampai 30
tahun, sering mengkonsumsi alkohol dan trauma terjadi di rumah.
3. Etiologi
Penyebab tersering adalah karena kecelakaan saat bekerja, bermain dan
berolahraga. Luas cedera ditentukan oleh ukuran benda yang mempenetrasi, kecepatan
5
saat impaksi, dan komposisi benda tersebut, benda tajam seperti pisau akan
menyebabkan laserasi berbatas tegas pada bola mata.
Luas cedera yang disebabkan oleh benda asing yang terbang ditentukan oleh
energi kinetiknya. Benda tajam seperti pisau akan menimbulkan luka laserasi yang
jelas pada bola mata. Berbeda dengan kerusakan akibat benda asing yang terbang,
beratnya kerusakan ditentukan oleh energi kinetik yang dimilikinya. Contohnya pada
peluru pistol angin yang besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar
memiliki energi kinetik yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup
parah. Kontras dengan pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil dengan
kecepatan tinggi akan menimbulkan laserasi dengan batas tegas dan beratnya
kerusakan lebih ringan dibandingkan kerusakan akibat peluru pistol angin.
4. Klasifikasi
The Ocular Trauma Classification Group telah membuat suatu sistem
klasifikasi berdasarkan BETT dan gambaran luka pada bola mata pada saat
pemeriksaan awal. Trauma mekanis pada mata dibagi menjadi dua yaitu luka tertutup
bola mata dan luka terbuka bola mata. Karena kedua hal ini memiliki patofisiologi dan
penanganan yang berbeda. Sistem ini membagi trauma berdasarkan 4 parameter :
Parameter Klasifikasi
Tipe A. Ruptur
B. Penetrasi
6
C. IOFB (Intra Ocular Foreign Bodies)
D. Perforasi
E. Campuran
Grade (Visus) A. ≥20/40
B. 20/50 sampai 20/100
C. 19/100 sampai 5/200
D. 4/200 sampai Light Perception
E. No Light Perception
Pupil A. Positif, APD relatif pada mata yang terluka
B. Negatif, APD relatif pada mata yang terluka
Zona I. Kornea dan Limbus
II. Limbus sampai 5 mm posterior dari sklera
III. Posterior sampai 5 mm dari limbus
Parameter Klasifikasi
Tipe A. Kontusio
B. Laserasi lamelar
C. Benda asing superfisial
D. Campuran
Grade (Visus) A. ≥20/40
B. 20/50 sampai 20/100
C. 19/100 sampai 5/200
D. 4/200 sampai Light Perception
E. No Light Perception
Pupil A. Positif, APD relatif pada mata yang terluka
B. Negatif, APD relatif pada mata yang terluka
Zona I. Eksternal (terbatas pada konjungtiva bulbi,
sklera, kornea)
II. Segmen anterior (termasuk struktur dari segmen
anterior dan pars plikata)
III. Segmen posterior (semua struktur posterior
internal sampai kapsul lensa posterior)
7
5. Patofisiologi
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan sklera
atau kornea serta jaringan lain dalam bulbus okuli sampai ke segmen posterior
kemudian bersarang didalamnya bahkan dapat mengenai os orbita. Dalam hal ini akan
ditemukan suatu luka terbuka dan biasanya terjadi prolaps (lepasnya) iris, lensa,
ataupun corpus vitreus. Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma mengenai
jaringan uvea, berupa hifema atau henophthalmia.
8
Gambar. 4 Trauma tembus orbita
9
Gambar 6. Laserasi kornea
Trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata,
maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti tajam penglihatan yang
menurun, laserasi kornea, tekanan bola mata rendah, bilik mata dangkal, bentuk dan
letak pupil yang berubah, terlihat ruptur pada kornea atau sklera, terdapat jaringan yang
prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau retina, katarak traumatik, dan
konjungtiva kemosis.
10
menunjukkan bahwa traumanya kuat, sehingga harus dilakukan pemeriksaan dari
bagian-bagian yang lebih dalam dari mata, juga perlu dibuat foto rontgen kepala.
Perdarahan yang timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya fraktur dari dasar
tengkorak.
11
konjungtiva, kamera anterior yang dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil yang
eksentrik, hifema, atau perdarahan korpus vitreus. Tekanan intraokuler mungkin
rendah, normal, atau yang jarang sedikit meninggi.
7. Diagnosis
Diagnosis trauma tajam okuli dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa, informasi yang
diperoleh dapat berupa mekanisme dan onset terjadinya trauma, bahan/benda penyebab
trauma dan pekerjaan untuk mengetahui penyebabnya.
Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di
segmen anterior bola mata. Tes fluoresein dapat digunakan untuk mewarnai kornea,
sehingga cedera kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk
mnegetahui tekanan bola mata. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan
oftalmoskop indirek penting untuk dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing
intraokuler. Bila benda asing yang masuk cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel
untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan cara
memberi anestesi pada mata yang akan di periksa, kemudian diuji pada strip
fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga
akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan
mata.
12
Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan digunakan untuk mengetahui posisi
benda asing. MRI kontraindikasi untuk kecurigaan trauma akibat benda logam.
Electroretinography (ERG) berguna untuk mengetahui ada tidaknya degenarasi pada
retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak berkomunikasi dengan pemeriksa.
Bila dalam inspeksi terlihat ruptur bola mata, atau adanya kecenderungan ruptur bola
mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata dilindungi dengan pelindung tanpa
bebat, kemudian dirujuk ke spesialis mata.
Pada setiap tindakan harus dilakukan usaha untuk mempertahankan bola mata
bila masih terdapat kemampuan melihat sinar atau ada proyeksi penglihatan. Bila
terdapat benda asing, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan banda
asing tersebut. Sebaiknya dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam
mata dengan membuat foto. Benda asing yang bersifat magnetic dapat dikeluarkan
dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang tidak magnetic dikeluarkan dengan
vitrektomi.
Bila terlihat atau dicurigai adanya perforasi bola mata, maka secepatnya
dilakukan pemberian antibiotik topical, mata ditutup, dan segera dikirim kepada dokter
mata untuk dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan luka tembus bola mata
selamanya diberikan antibiotik sistemik berspektrum luas atau intravena dan pasien
dipuasakan untuk rencana pembedahan. Pasien juga dapat diberikan analgetika,
sedative dan profilaksis anti tetanus.
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah terjadinya trauma tembus adalah
endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, perdarahan intraokular dan oftalmia
simpatika.
13
Endoftalmitis dapat terjadi dalam beberapa jam hingga dalam beberapa
minggu tergantung pada jenis mikroorganisme yang terlibat. Endoftalmitis dapat
berlanjut menjadi panoftalmitis.
Oftalmia simpatika adalah inflamasi yang terjadi pada mata yang tidak cedera
dalam jangka waktu 5 hari sampai 60 tahun dan biasanya 90% terjadi dalam 1 tahun. 8
Diduga akibat respon autoimun akibat terekposnya uvea karena cedera, keadaan ini
menimbulkan nyeri, penurunan ketajaman penglihatan mendadak, dan fotofobia yang
dapat membaik dengan enukleasi mata yang cedera.
10. Prognosis
Prognosis berhubungan dengan sejumlah faktor seperti visus awal, tipe dan
luasnya luka, adanya atau tidak adanya ablasio retina, atau benda asing. Secara umum,
semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi atau ruptur, prognosis semakin
buruk. Trauma yang disebabkan oleh objek besar yang menyebabkan laserasi kornea
tapi menyisakan badan vitreus, sklera dan retina yang tidak luka mempunyai prognosis
penglihatan yang baik dibandingkan laserasi kecil yang melibatkan bagian posteror.
Trauma tembus akibat benda asing yg bersifat inert pun mempunyai prognosis yang
baik. Trauma tembus akibat benda asing yang sifatnya reaktif magnetik lebih mudah
dikeluarkan dan prognosisnya lebih baik. Pada luka penetrasi, 50-75% mata akan
mencapai visus akhir 5/200 atau lebih baik.
11. Pencegahan
Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada masyarakat
untuk menghindari terjadinya trauma mata, seperti :
- Trauma tajam akibat kecelakaan lalu lintas tidak dapat dicegah, kecuali trauma
tajam perkelahian.
- Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindari terjadinya trauma tajam.
- Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya bagi matanya.
Seseorang yang menggunakan lensa dari kaca atau plastik yang sedang bekerja
dalam industri atau melakukan aktivitas atletik memiliki resiko terkena pecahan
fragmen lensa. Kaca mata yang paling efektif untuk mencegah cedera terdiri dari lensa
polikarbonat dalam rangka poliamida dengan tepi penahan di posterior. Sebaiknya
14
digunakan bingkai pada wraparound (bukan bingkai berengsel) karena lebih dapat
menahan pukulan dari samping. Pada atletik atau aktivitas rekreasi beresiko tinggi
(misalnya perang-perangan dengan peluru hampa atau cat), pelindung mata tanpa lensa
tidak selalu melindungi mata secara adekuat. Perlindungan mata yang sesuai terutama
diindikasikan bagi mereka yang bermain bola raket, bola tangan, dan squash. Banyak
kebutaan yang terjadi akibat olah raga ini, terutama akibat trauma kontusio pada mata
yang tidak terlindung dengan baik.
BAB III
PEMBAHASAN
Keadaan trauma tembus pada mata merupakan hal yang gawat darurat dan
harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat menimbulkan bahaya seperti :
Infeksi
Siderosis, kalkosis dan oftalmika simpatika
15
2. Penatalaksanaan di rumah sakit:
- Pemberian antibiotik spektrum luas.
- Pemberian obat sedasi,antiemetik, dan analgetik sesuai indikasi.
- Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
- Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata
intak).
- Tindakan pembedahan /penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
Apabila jelas tampak ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus
dihindari sampai pasien mendapat anestesia umum. Sebelum pembedahan jangan
diberi obat siklopegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas pada
jaringan intraokular yang terpajan. Berikan antibiotik parenteral spektrum luas dan
pakaikan pelindung FOX pada mata. Analgetik, antimiemetik, dan antitoksin tetanus
diberikan sesuai kebutuhan, serta gizi atau nutrisi yang baik. Sebelum dirujuk mata
tidak boleh diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak boleh
diberikan steroid lokal, dan bebat yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.
Luka sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interupted yang tidak dapat
diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar
16
tindakan lebih mudah dilakukan. Luka keluar di bagian posterior sklera pada cedera
tembus ganda dapat sembuh sendiri, dan biasanya tidak dilakukan usaha penutupan.
Bedah vitreoretinal, bila ada luka kornea yang besar, dapat dilakukan melalui
keratoprostesis Landers Foulks temporer sebelum melakukan penanaman kornea.
Enukleasi dan eviserasi primer hanya boleh dipikirkan bila bola mata mengalami
kerusakan total. Mata sebelah rentan terhadap oftalmika simpatetik bila terjadi trauma
tembus mata terutama bila ada kerusakan di jaringan uvea. Untungnya, komplikasi ini
jarang terjadi.
Apabila benda asing tersebut inert ,maka haruslah dilihat apakah benda tersebut
menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu fungsi mata atau tidak. Bila tidak
menimbulkan reaksi mekanik yang mengganggu maka sebaiknya dibiarkan saja dan
perhatian ditujukan pada perawatan luka perdorasi yang diakibatkannya. Bila benda
tersebut adalah benda reaktif, maka harus dikeluarkan.
17
Tindakan pengobatan rudapaksa dengan benda asing yang reaktif didalam bola
mata adalah:
Perawatan terhadap luka perforasi
18
depan. Benda asing di segmen posterior yang disertai kerusakan
lensa dan luka perforasi kornea yang besar, dikeluarkan melalui
luka perforasi kornea.
Jalan anterior merupakan kontraindikasi apabila lensa masih utuh.
- Jalan Posterior
Pemilihan jalan posterior dilakukan bila benda asing berada di
segmen posterior tanpai disertai kerusakan lensa. Pengeluaran
melalui jalan posterior dapat ditempuh melalui 2 jalan yaitu :
Melalui pars plana (4-7 mm dari limbus). Keuntungan
melalui jalan ini ialah retina melekat kuat pada tempat ini
sehingga bahaya ablasi kecil. Daerah ini mengandung
sedikit pembuluh darah sehingga bahaya perdarahan kecil.
19
flap konjungtiva. Kalau luka telah berlangsung beberapa jam, sebaiknya bilik
mata depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan penisilin 10.000 U/cc, sebelum
kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika dengan spektrum
luas dan sistemik, juga subkonjungtiva.
20
BAB IV
KESIMPULAN
Trauma tajam mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata, dimana mata ditembus oleh benda tajam atau benda berukuran kecil
dengan kecepatan tinggi yang menembus kornea atau sklera.2 Benda asing dengan
kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan sklera atau kornea serta jaringan lain
dalam bulbus okuli sampai ke segmen posterior kemudian bersarang didalamnya
bahkan dapat mengenai os orbita.
Penyebab tersering adalah karena kecelakaan saat bekerja, bermain dan
berolahraga. Luas cedera ditentukan oleh ukuran benda yang mempenetrasi, kecepatan
saat impaksi, dan komposisi benda tersebut.
Manifestasi klinis berupa visus turun, tekanan intra okular rendah, angulus
iridokornealis dangkal, bentuk dan letak pupil berubah, terlihatnya ada ruptur pada
kornea atau sklera, terdapat jaringan yang prolaps (lepas), seperti: iris, lensa, retina,
kemosis konjungtiva. Komplikasi dari trauma tajam okuli adalah endoftalmitis,
panoftalmitis, oftalmia simpatika, hemoragik intraokular.
Penatalaksanaan diberikan antibiotik topikal, mata ditutup, dan segera dikirim
pada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Diberikan antibiotik sistemik secara
oral atau intravena, anti tetanus profilaktik, analgesik dan sedatif bila perlu. Steroid
lokal dan bebat tidak boleh diberikan. Pengeluaran benda asing sebaiknya dilakukan di
rumah sakit dengan fasilitas yang memadai.
Secara umum, semakin posterior penetrasi dan semakin besar laserasi atau
ruptur, prognosis semakin buruk. Trauma yang disebabkan oleh objek besar yang
menyebabkan laserasi kornea tapi menyisakan badan vitreus, sklera dan retina yang
tidak luka mempunyai prognosis penglihatan yang baik dibandingkan laserasi kecil
yang melibatkan bagian posterior. Trauma tembus akibat benda asing yg bersifat inert
pun mempunyai prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. Dalam : Vaughn DG, Asbury T, Riordan-Eva P
(eds). Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Widya Medika; 2000
2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. FKUI, Jakarta: 2004; 192-8.
3. Kuhn F, Morris R, Witherspoon CD. BETT: The Terminology of Ocular
Trauma. In : Kuhn F, Pieramici DJ (eds). Ocular Trauma. New York: Thieme
Medical Publisher,Inc; 2002
4. Raja SC, Pieramici DJ. Classification of Ocular Trauma. In : Kuhn F, Pieramici
DJ (eds). Ocular Trauma. New York: Thieme Medical Publisher,Inc; 2002
5. Lindsey JL, Hamill MB. Scleral and Corneoscleral Injuries. In : Kuhn F,
Pieramici DJ (eds). Ocular Trauma. New York: Thieme Medical Publisher,Inc;
2002
6. Arunagiri G. Lacerations, Corneoscleral. eMedicine [serial online] October 19,
2004. Available from : http://www.emedicine.com/oph/topic108.htm. Accessed
November 22, 2005
7. Asbury, Taylor. Trauma Mata. Dalam: Vaughan. Oftalmologi Umum Edisi
XVII. Jakarta: Widya Medika. 2008; 373-80.
8. Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC. 1993; 312-26.
9. Peate, W. F, Work Related Eye Injuries And Illness. Available at: www.aafp.org.
January 15, 2011.
10. Soeroso, A. Perdarahan Bilik Depan Bola Mata Akibat Ruda Paksa.
www.portalkalbe.com. Diunduh pada 12 februari 2011.
11. Chew, Chris. Trauma. Dalam : James. Lecture Notes : Oftalmologi. Jakarta:
Erlangga. 2006; 176 – 85.
12. Indiana University. Traumatic Cataract. Available at:
http://www.opt.indiana.edu/NewHorizons/Graphics/Tray2/Slide07.February 13,
2011.
13. Edward SH Eye Institute. Digital Reference of Ophthalmology-Traumatic
Cataract. Available at: http://dro.hs.columbia.edu/lc2/soemmeringb. February
18, 2011.
14. Webmaster. Traumatic Cataract. Available at :
http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/ophthalmology. February 18, 2011.
22
15. Berson, FG. Ocular and Orbital Injuries. In : Basic Ophtalmology. 6 th ed.
American Academy of Ophtalmology. 1993; 82-87.
16. Khun Frenc, Piramici J Dante. In : Emergensi Management Of Trauma Ocular,.
Department of OphthalmologyUniversity of Pécs. Hungary. 2002; 71-86.
17. Rodriguez, Jorge. Prevention And Treatment Of Common Eye Injuries In Sport.
Available at: www.aafp.org. June 10, 2010.
18. Rappon, Joseph M. Primary Care Ocular Trauma Management. Available at:
www.pacificu.edu/optometry. June 16, 2010.
23