Anda di halaman 1dari 15

i

MAKALAH ADMIISTRASI KEPEGAWAIAN NEGARA


“ETIKA BIROKRASI”

OLEH:
NAMA : CRISANTA PALENDENG
NIM : 17603051
SEM/KELAS : V/B

UNIVERSITAS NEGERI MANADO


FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena
berkat karunia-nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi
mengenai “ETIKA BIROKRASI ”. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada
dosen mata kuliah Administrasi kepegawaian Negara yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk menyusun makalah ini.

Saya sadar makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat saya harapkan untuk kesempurnaan penyusunan
makalah selanjutnya.

Tondano, Desember 2019

Crisanta Palendeng

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1 ETIKA BIROKRASI.............................................................................................. 3
2.2 PENYELENGARAAN ETIKA BIROKRASI DI INDONESIA .................... 6
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 9
3.1 KESIMPULAN ............................................................................................... 9
SUMBER RUJUKAN........................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika merupakan kesediaan jiwa akan kesusilaan atau kumpulan dari peraturan
kesusilaan. Etika merupakan norma dan aturan yang turut mengatur perilaku seseorang
dalam bertindak dan memainkan perannya sesuai dengan aturan main yang ada dalam
masyarakat agar dapat dikatakan tindakan bermoral. Sesuai dengan moralitas dan perilaku
masyarakat setempat.
Etika sendiri dibagi lagi ke dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum
mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi segenap tindakan manusia,
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungan dengan kewajiban
manusia dalam pelbagai lingkup kehidupannya. Dibedakan antara etika individual yang
mempertanyakan kewajiban manusia sebagai individu, terutama terhadap dirinya sendiri
dan, melalui suara hati, terhadap Illahi, dan etika sosial. Etika sosial jauh lebih luas dari
etika individual karena hampir semua kewajiban manusia bergandengan dengan kenyataan
bahwa ia merupakan makhluk sosial. Dengan bertolak dari martabat manusia sebagai
pribadi yang sosial, etika sosial membahas norma-norma moral yang seharusnya
menentukan sikap dan tindakan antarmanusia. Etika sosial memuat banyak etika yang
khusus mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu. Di sini termasuk misalnya
kewajiban-kewajiban di sekitar permulaan kehidupan, masalah pengguguran isi kandungan
dan etika seksual, tetapi juga norma-norma moral yang berlaku dalam hubungan dengan
satuan-satuan kemasyarakatan yang berlembaga seperti etika keluarga, etika pelbagai
profesi, dan etika pendidikan. Dan di sini termasuk juga etika politik atau filsafat moral
mengenai dimensi politis kehidupan manusia.
Dimensi politis manusia adalah dimensi masyarakat sebagai keseluruhan. Ciri
khasnya adalah bahwa pendekatan itu terjadi dalam kerangka acuan yang berorientasi pada
masyarakat sebagai keseluruhan. Dimensi di mana manusia menyadari diri sebagai anggota
masyarakat sebagai keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan ditentukan
kembali oleh tindak-tanduknya. Ada dua cara untuk menata masyarakat yaitu penataan
masyarakat yang normatif dan yang efektif. Lembaga penata normatif masyarakat adalah
hukum. Hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat bagaimana
mereka bertindak. Hukum terdiri dari norma-norma bagi kelakuan yang betul dan salah
dalam masyarakat. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak efektif. Artinya, hukum
sendiri tidak dapat menjamin agar orang memang taat kepada normanya.

1
Yang dapat secara efektif menentukan kelakuan masyarakat hanyalah lembaga yang
mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya. Lembaga itu adalah negara.
Penataan efektif masayarakat adalah penataan yang de facto, dalam kenyataan, menentukan
kelakuan masyarakat.
Dengan demikian hukum dan kekuasaan adalah bahasan dari etika politik. Dalam
hal ini lebih difokuskan pada etika birokrasi sebagai bagian dari etika politik. Etika
birokrasi berkaitan erat dengan moralitas dan mentalitas aparat birokrasi dalam
melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri yang tercermin dalam fungsi pokok
pemerintahan: fungsi pelayanan, pengaturan/regulasi dan fungsi pemberdayaan
masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1 Apa itu etika birokrasi ?
2 Bagaimana penyelengaraan etika birokrasi di Indonesia?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etika Birokrasi

Etika birokrasi digambarkan sebagai suatu panduan norma bagi aparat birokrasi
dalam menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan
kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasinya. Etika harus
diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan
masyarakat luas (Dwiyanto, 2002). Oleh karena itu, etika pelayanan publik harus
menunjukkan cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang
mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma-norma yang mengatur tingkah laku
manusia yang dianggap baik (Kumorotomo, 2006).
Etika birokrasi adalah perbuatan baik birokrat sejauh yang dapat dipahami oleh
pikiran manusia. etika birokrasi adalah untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai
penilaian baik dan buruk bagi semua birokrat dalam ruang dan waktu tertentu. keberadaan
birokrasi bagi masyarakat merupakan suatu keniscayaan sekaligus sebagai solusi atas
berbagai permasalahan yang menyertai kehidupan masyarakat sehari-hari serta pada saat
yang sama, pelayanan birokrasi yang berkualitas merupakan suatu kebutuhan, kerinduan
dan harapan masyarakat. birokrasi modern pada hakikatnya adalah pelayanan kepada
masyarakat, pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk
melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap masyarakat
mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama.
Di negara-negara berkembang, tugas utama birokrasi lebih dititikberatkan untuk
memperlancar proses pembangunan. Itulah sebabnya banyak penulis yang menganalisis
administrasi negara-negara berkembang menggunakan istilah birokrasi pembangunan atau
administrasi pembangunan. Definisi yang sederhana mengatakan bahwa pembangunan
adalah proses perubahan dari suatu keadaan tertentu kearah keadaan lain yang lebih baik.
Katz (1965). Dalam tugas-tugas pembangunan, aparat administrasi diharapkan memiliki
komitmen terhadap tujuan-tujuan pembangunan, baik dalam perumusan kebijakan maupun
dalam pelaksanaannya secara efektif dan efisien.

A. Fungsi Etika Birokrasi


Fungsi Etika Birokrasi Etika sangat erat fungsinya dan menyatu dengan kegiatan
pembangunan. Apa saja yang dilakukan demi mencapai taraf hidup yang lebih baik,
peranan etika sangat berfungsi. Sistem dan prosedur yang berlaku dalam pembangunan,

3
sarat dengan nilai-nilai moral yang harus dipegang teguh oleh mereka yang terlibat dalam
pembangunan. Apa yang kita laksanakan dalam pembangunan pada hakekatnya adalah
dari, oleh, dan untuk manusia atau 'people centered deuelopment'. Dalam rumusan Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada jamannya disebut pembangunan manusia se-
utuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan hal tersebut diatas, terdapat
tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita :
a. Utititarian Approach, setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensi nya. Oleh
karena itu dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat
memberi manfaat sebesarbesarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak
membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya
b. Indiuiduat Rights Approach, setiap orang dalam tindakan dan kelakuan nya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku
tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan
dengan hak orang lain.
c. Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama,
dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepadapelanggan baik Secara
perseorangan ataupun Secara kelompok.
Dengan demikian maka fungsi etika adalah untuk membina kehidupan yang baik
berdasarkan nilai - nilai moral tertentu. Kehidupan manusia bersifat multi dimensi meliputi
berbagai bidang sosial, ekonomi, politik, kebudayaan yang semuanya memerlukan etika,
termasuk didalamnya kehidupan birokrasi di lingkungan pemerintahan diperlukan adanya
kesadaran etika antara bawahan terhadap atasan, maupun sebaliknya antara atasan terhadap
bawahan. agar prosedur yang ada bisa berjalan dengan baik. Di Indonesia tampaknya
masalah penerapan fungsi etika birokrasi yang lebih intensif masih belum dilakukan dan
digerakan secara nyata

B. Pentingnya Etika Birokrasi


Etika penting dalam birokrasi. Pertama, masalah yang ada dalam birokrasi semakin
lama semakin komplek. Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan
dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Birokrasi melakukan
adjusment (penyesuaian) yang menuntut discretionary power (kekuatan
pertimbangan/kebijaksanaan) yang besar.
Pemerintah memiliki pola prilaku yang wajib dijadikan sebagai pedoman atau kode
etik berlaku bagi setiap aparaturnya. Etika dalam birokrasi harus ditimbulkan dengan
berlandaskan pada paham dasar yang mencerminkan sistem yang hidup dalam masyarakat

4
harus dipedomani serta diwujudkan oleh setiap aparat dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Secara umum nilai-nilai suatu etika yang perlu dijadikan
pedoman dan perlu dipraktekkan secara operasional antara lain:
1. Aparat wajib mengabdi kepada kepentingan umum
2. Aparat adalah motor penggerak “head“ dan “heart“ bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
3. Aparat harus berdiri di tengah-tengah, bersikap terbuka dan tidak memihak
(mediator)
4. Aparat harus jujur, bersih dan berwibawa
5. Aparat harus bersifat diskresif, bisa membedakan mana yang rahasia dan tidak
rahasia, mana yang penting dan tidak penting
6. Aparat harus selalu bijaksana dan sebagai pengayom.
Etika terbentuk dari aturan pertimbangan yang tinggi. Yaitu benar vs tidak benar
dan pantas vs tidak pantas. Prilaku dan tindakan aparat birokrasi dalam melaksanakan
fungsi dan kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak, untuk itu
perlu aturan yang tegas dan nyata, sebab berbicara tentang etika biasanya tidak tertulis dan
sanksinya berupa sanksi sosial yang situasional dan kondisional tergantung tradisi dan
kebiasaan masyarakat tersebut. Maka dituntut adanya payung hukum.
Peraturan kepegawaian sebagai bagian dari penerapan etika birokrasi. Peraturan ini
tertuang dalam Kode Etik Pegawai Negeri. Akan tetapi kode etik ini belum kentara hasil
dan fungsinya. Namun, dengan kode etik ini mengupayakan aparat birokrasi yang lebih
jujur, bertanggung jawab, disiplin, rajin, memiliki moral yang baik, tidak melakukan
perbuatan tercela seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karena itu, perlu usaha dan
latihan serta penegakan sanksi yang tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode
etik atau aturan yang ditetapkan.
Ada beberapa hal yang perlu dihindari oleh birokrasi, antara lain :
1. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk keuntungan
pribadi dengan mengatasnamakan jabatan kedinasan,
2. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat ia melakukan
transaksi untuk kepentingan dinas,
3. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat ia berada dalam
tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah,
4. Membocorkan informasi komersial/ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak-
pihak yang tidak berhak,

5
5. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah yang dalam
menjalankan bisnis pokoknya tergantung izin pemerintah.
Selain itu, ada beberapa upaya untuk membenahi praktek-praktek birokrasi yang
kurang menyenangkan, antara lain:
1. Pembenahan suatu institusi yang telah berpraktek dalam jangka waktu lama
tidaklah gampang. Waktu yang cukup lama mutlak diperlukan. Yang cukup
penting dimiliki adalah perilaku adaptif dari birokrasi terhadap perkembangan
yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, sehingga mampu membaca tuntutan
dan harapan yang dibebankan ke pundaknya. Suatu komuniti yang semakin
kompleks dan rumit memerlukan bentuk-bentuk praktek birokrasi yang luwes dan
praktis. Pemotongan jalur-jalur hirarkis, merupakan salah satu keinginan dari
konsumen birokrasi.
2. Selaras dengan pemikiran Weber yang menempatkan birokrasi dan birokrasi dapat
bergandengan tangan. Menuntut birokrasi sebagai institusi yang terbuka dan
mampu untuk dipahami sesuai fungsinya. Kebijaksanaan dan suasana
demokratisasi sangat diperlukan, yakni memberi hak yang lebih luas bagi
masyarakat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan.
3. Selaras dengan akumulasi keinginan pemotongan jalur-jalur hirarkis.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan menyangkut desentralisasi juga diperlukan.
4. Faktor mental personal dari aparatur birokrasi dan perilaku dari birokrat itu sendiri.
Dituntut adanya keberanian moral untuk menyingkirkan pandangan bahwa
birokrasi adalah bureaucratic polity, serta menempatkan prinsip-prinsip de-
etatisme dan de-kontrolisasi pada proposisinya.
Birokrasi sebagai bagian law enforcement perlu direformasi dengan dimensi
keadilan. Hal yang diperlukan adalah: menuntaskan “national building“, memaksimalkan
fungsi lembaga-lembaga, membangun aturan hukum secara komprehensif serta
membangun moralitas aparat penegak hukum.

2.2 Penyelenggaraan Etika Birokrasi Di Indonesia


Di Indonesia, etika birokrasi merupakan bagian dari aturan main dalam organisasi
birokrasi atau pegawai negeri yang secara struktural telah diatur aturan mainnya, dan
dikenal sebagai “Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS)”. Adapun dasar hukum
ditetapkannya etika PNS adalah (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-
pokok kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun
1999, (2) Undangundang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang

6
Bersih dan bebas KKN, (3) Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil. (4) Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan
Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia sering dikaitkan dengan Etika Pegawai
Negeri yang telah diformalkan lewat ketentuan dan peraturan Kepegawaian di negara kita,
sehingga terkadang tidak menyentuh permasalahan Etika dalam masyarakat yang lebih
jauh lagi disebut moral. Disini tidak akan dipermasalahkan Etika Birokrasi itu diformalkan
atau tidak tetapi yang terpenting adalah bagaimana penerapannya serta sangsi yang jelas
dan tegas, ini semua mambutuhkan kemauan baik dari Aparat Birokrasi itu sendiri untuk
mentaatinya.
Pelaksanaan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia,
sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal sangsi yang menyertainya,
karena Etika pada umumnya tidak ada sangsi fisik atau hukuman tetapi berupa sangsi sosial
dalam masyarakt, seperti dikucilkan, dihujat dan yang paling keras disingkirkan dari
lingkungan masyarakat tersebut, sementara bagi Aparat Birokrasi sangat sulit, karena
masyarakat enggan dan sungkan (budaya Patron yang melekat). Begitu rumit dan
kompleksnya permasalahan pemerintahan dewasa ini membuat para aparat birokrasi
mudah tergelincir atau terjerumus kedalam perilaku yang menyimpang belum lagi karenan
tuntutan atau kebutuhan hidupnya sendiri, untuk itu perlu adanya penegasan payung hukum
atau norma aturan yang perlu disepakati bersama untuk dilakukan dan diayomi dengan
aturan hukum yang jelas dan sangsi yang tegas bagi siapa saja pelanggarnya tanpa pandang
bulu di dalam jajaran Birokrasi di Indonesia, seiring dengan itu oleh Paul H. Douglas dalam
bukunya “Ethics in Government” yang dikutip oleh Drs. Haryanto, MA, tentang tindakan-
tindakan yang hendaknya dihindari oleh seorang pejabat pemerintah yang juga merupakan
aparat Birokrasi, yaitu :
a. Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan swasta untuk meraih
keuntungan pribadi, tetapi mengatasnamakan jabatan kedinasan.
b. Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swsta pada saat ia melaksanakan transaksi
untuk kepentingan pribadi.
c. Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada saat ia berada dalam
tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah.
d. Membocorkan informasi komersial atau ekonomis yang bersifat rahasia kepada pihak-
pihak yang tidak berhak.
e. Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi pemerintah yang dalam
melaksanakan bisnis pokoknya tergantung dari izin pemerintah.

7
Dengan demikian jelas bahwa Etika Birokrasi sangat terkait dengan perilaku dan
tindakan oleh aparat birokrasi tersebut dalam melaksanakan fungsi dan kerjanya, apakah ia
menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak, untuk itu perlu aturan yang tegas dan
nyata, sebab berbicara tentang etika biasanya tidak tertulis dan sangsinya berupa sanksi
social yang situasional dan kondisional tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat
tersebut.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika birokrasi digambarkan sebagai suatu panduan norma bagi aparat birokrasi
dalam menjalankan tugas pelayanan pada masyarakat. Etika birokrasi harus menempatkan
kepentingan publik di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan organisasinya. Etika harus
diarahkan pada pilihan-pilihan kebijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan
masyarakat luas (Dwiyanto, 2002). Fungsi Etika Birokrasi Etika sangat erat fungsinya dan
menyatu dengan kegiatan pembangunan. Apa saja yang dilakukan demi mencapai taraf
hidup yang lebih baik, peranan etika sangat berfungsi. Sistem dan prosedur yang berlaku
dalam pembangunan, sarat dengan nilai-nilai moral yang harus dipegang teguh oleh mereka
yang terlibat dalam pembangunan.
Etika penting dalam birokrasi. Pertama, masalah yang ada dalam birokrasi semakin
lama semakin komplek. Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan
dinamika dan kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Birokrasi melakukan
adjusment (penyesuaian) yang menuntut discretionary power (kekuatan
pertimbangan/kebijaksanaan) yang besar.
Pemerintah memiliki pola prilaku yang wajib dijadikan sebagai pedoman atau kode
etik berlaku bagi setiap aparaturnya. Etika dalam birokrasi harus ditimbulkan dengan
berlandaskan pada paham dasar yang mencerminkan sistem yang hidup dalam masyarakat
harus dipedomani serta diwujudkan oleh setiap aparat dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Di Indonesia, etika birokrasi merupakan bagian dari aturan main dalam organisasi
birokrasi atau pegawai negeri yang secara struktural telah diatur aturan mainnya, dan
dikenal sebagai “Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS)”. Adapun dasar hukum
ditetapkannya etika PNS adalah (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-
pokok kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun
1999, (2) Undangundang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan bebas KKN, (3) Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil. (4) Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan
Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia sering dikaitkan dengan Etika Pegawai
Negeri yang telah diformalkan lewat ketentuan dan peraturan Kepegawaian di negara kita,
sehingga terkadang tidak menyentuh permasalahan Etika dalam masyarakat yang lebih

9
jauh lagi disebut moral. Disini tidak akan dipermasalahkan Etika Birokrasi itu diformalkan
atau tidak tetapi yang terpenting adalah bagaimana penerapannya serta sangsi yang jelas
dan tegas, ini semua mambutuhkan kemauan baik dari Aparat Birokrasi itu sendiri untuk
mentaatinya.
Pelaksanaan Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di
Indonesia, sebagaimana telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal sangsi yang
menyertainya, karena Etika pada umumnya tidak ada sangsi fisik atau hukuman tetapi
berupa sangsi sosial dalam masyarakt, seperti dikucilkan, dihujat dan yang paling keras
disingkirkan dari lingkungan masyarakat tersebut, sementara bagi Aparat Birokrasi sangat
sulit, karena masyarakat enggan dan sungkan (budaya Patron yang melekat).

10
SUMBER RUJUKAN

Etika Birokrat. Prof. Dr. Andi Rasyid Pananrangi, S.H., M.Pd. Dr. Murlinah,
M.Pd.Sah Media,Makasar,2017

Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Frans


Magnis Suseno, Gramedia, Jakarta, 1987

Etika Pemerintahan. Drs. A. W. Widjaja. Bumi Aksara, Jakarta, 1991

Birokrasi dalam Polemik. Moeljarto Tjokrowinoto, dkk, Saiful Arif (Edt).


Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001

11

Anda mungkin juga menyukai