Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN

TUTORIAL IN CLINIC (TIC)


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners
Keperawatan Medikal Bedah di Ruang Rawat Inap Fresia 2
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung

Disusun oleh:
Kelompok 1
Profesi Ners B

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DHARMA HUSADA BANDUNG
2019
KELOMPOK 1 PROFESI NERS B

Aam Amelia 4006190047


Alfi Nurkholida 4006190036
Annisa Oktaviani 4006190041
Ayu Novianti 4006190098
Asri Wiwi Marwati 4006190040
Devi Permatasari 4006190096
Dimas Mahmudah 4006190030
Fahmi Dwi Novian 4006190082
Ryan Driyana 4006190069
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan
Nabi kita Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Profesi Ners Praktek Keperawatan
Medikal Bedah di mana makalah ini berisi tentang ’’Tutorial In Clinic (TIC)
pada pasien Ny.T dengan diagnosa SLE”.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak lain maka kami tidak akan
dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami
menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.

Bandung, Desember 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam istilah kedokteran secara lengkap nama dari penyakit
“Lupus” ini adalah “Systemik Lupus Erythematosus (SLE)”. Istilah lupus
berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala.
Sedangkan kata Erythematosus dalam bahasa yunani berarti kemerah-
merahan. Pada saat itu diperkirakan, penyakit kelainan kulit kemerahan di
sekitar hidung dan pipi itu disebabkan oleh gigitan anjing hutan. Karena
itulah penyakit itu diberi nama “Lupus”.
Penyakit lupus adalah penyakit baru yang mematikan setara
dengan kanker. Tidak sedikit pengidap penyakit ini tidak tertolong lagi, di
dunia terdeteksi penyandang penyakit lupus mencapai 5 juta orang, dan
lebih dari 100 ribu kasus baru terjadi setiap tahunnya. Tubuh memiliki
kekebalan untuk menyerang penyakit dan menjaga tetap sehat. Namun,
apa jadinya jika kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang
sehat. Penyakit lupus diduga berkaitan dengan system imunologi yang
berlebih. Penyakit ini tergolong misterius, lebih dari 5 juta orang dalam
usia produktif di seluruh dunia telah terdiagnosis menyandang lupus atau
SLE ( Systemic Lupus Erythematosus ), yaitu penyakit auto imun kronis
yang menimbulkan bermacam-macam manifestasi sesuai dengan target
organ atau system yang terkena. Itu sebabnya lupus disebut juga penyakit
1000 wajah.
Menurut data pustaka, di Amerika Serikat ditemukan 14,6 sampai
50,8 per 100.000 di Indonesia bisa dijumpai sekitar 50.000 penderitanya.
Saat ini, ada sekitar 5 juta pasien lupus di seluruh dunia dan setiap
tahunnya ditemukan lebih dari 100.000 pasien baru, baik usia anak,
dewasa, laki-laki dan perempuan. 90% kasus SLE menyerang wanita
muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa
reproduktif dengan rasio wanita dan laki-laki 5:1.
Penyakit lupus masih sangat awam bagi masyarakat. Penyakit
lupus biasanya menyerang wanita produktif . Meski kulit wajah penderita
lupus dan sebagian tubuh lainnya muncul bercak-bercak merah, tetapi
penyakit ini tidak menular. Terkadang kita meremehkan rasa nyeri pada
persendian, seluruh organ tubuh terasa sakit atau terjadi kelainan pada
kulit, atau tubuh merasa kelelahan berkepanjangan, serta sensitive
terhadap sinar matahari. Faktor yang diduga sangat berperan terserang
penyakit lupus adalah factor lingkungan, seperti paparan sinar matahari,
stress, beberapa jenis jenis obat dan virus. Oleh karena itu, penyakit lupus
merupakan penyakit autoimun sistemik dimana pengaruh utamanya lebih
dari satu organ yang ditimbulkan.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui secara umum tentang lupus eritematosus.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengertian systemic lupus erythematosus
b. Mengetahui etiologi systemic lupus erythematosus
c. Mengetahui patofisiologi systemic lupus erythematosus
d. Mengetahui manifestasi systemic lupus erythematosus
e. Mengetahui pathway systemic lupus erythematosus
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang systemic lupus erythematosus
g. Mengetahui penatalaksanaan systemic lupus erythematosus
h. Mengetahui konsep asuhan keperawatan systemic lupus
erythematosus
i. Mengetahui asuhan keperawatan pada Ny. T dengan SLE di ruang
rawat inap Fresia II RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
C. Manfaat
1. Untuk memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai penyakit SLE
(Systemic Lupus Erythematous)
2. Untuk memberikan pengetahuan Asuhan Keperawatan pada pasien
SLE (Systemic Lupus Erythematous)
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar SLE (Systemisc Lupus erythematosus)


1. Pengertian
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan gangguan
multisistem autoimun kronis yang berhubungan dengan beberapa
kelainan imunologi dan berbagai manifestasi klinis Krishnamurthy
(2011).
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus
sistemik (LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem
yang penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun
(Albar, 2003).
Systemic lupus erytematosus (SLE) adalah suatu penyakit
autoimun pada jaringan ikat. Autoimun berarti bahwa system imun
menyerang jaringan tubuh sendiri. Pada SLE ini, system imun
terutama menyerang inti sel ( Matt,2003).
2. Etiologi
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga ada
beberapa factor yang terlibat seperti factor genetic,obat-
obatan,hormonal dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi
SLE. System imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan
antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi
imunologi ini dapat menghasilkan antibody secara terus menerus.
Antibody ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga
mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan
multiorgan dalam fatogenesis melibatkan gangguan mendasar dalam
pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel B, hal ini dapat
terjadi sekunder terhadap beberapa factor :
a. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
b. Hiperaktivitas sel T helper
c. Kerusakan pada fungsi sel T supresor

Factor penyebab yang terlibat dalam timbulnya penyakit SLE

a. Factor genetic
Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal
sehingga timbul produk autoantibodi yang berlebihan.
Kecenderungan genetik untuk menderita SLE telah ditunjukkan
oleh studi yang dilakukan pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak
kembar dizigot berisiko menderita SLE, sementara pada kembar
monozigot, risiko terjadinya SLE adalah 58%. Risiko terjadinya
SLE pada individu yang memiliki saudara dengan penyakit ini
adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum.
Studi mengenai genome telah mengidentifikasi beberapa
kelompok gen yang memiliki korelasi dengan SLE. MHC (Major
Histocompatibility Complex) kelas II khususnya HLA- DR2
(Human Leukosit Antigen-DR2), telah dikaitkan dengan
timbulnya SLE. Selain itu, kekurangan pada struktur komponen
komplemen merupakan salah satu faktor risiko tertinggi yang
dapat menimbulkan SLE. Sebanyak 90% orang dengan defisiensi
C1q homozigot akan berisiko menderita SLE. Di Kaukasia telah
dilaporkan bahwa defisiensi varian S dari struktur komplemen
reseptor 1, akan berisiko lebih tinggi menderita SLE. Diketahui
peneliti dari Australian National University (ANU) di Canberra
berhasil mengidentifikasikan untuk pertama kalinya penyebab
genetik dari penyakit lupus. Dengan pendekatan yang digunakan
melalui pemeriksaan DNA, tim peneliti berhasil mengidentifikasi
penyebab khusus penyakit lupus yang diderita pasien yang diteliti.
Penyebabnya adalah adanya peningkatan jumlah molekul tertentu
yang disebut interferon-alpha.
b. Faktor Imunologi
1) Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen
Presenting Cell) akan memperkenalkan antigen kepada sel T.
Pada penderita lupus, beberapa reseptor yang berada di
permukaan sel T mengalami perubahan pada struktur maupun
fungsinya sehingga pengalihan informasi normal tidak dapat
dikenali. Hal ini menyebabkan reseptor yang telah berubah di
permukaan sel T akan salah mengenali perintah dari sel T.
2) Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T
dan sel B akan teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit
yang memiliki reseptor untuk autoantigen dan memberikan
respon autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit mengalami
apoptosis sehingga menyebabkan produksi imunoglobulin dan
autoantibodi menjadi tidak normal.
3) Kelainan antibody
Terdapat beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada
SLE, seperti substrat antibodi yang terlalu banyak, idiotipe
dikenali sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk
memproduksi autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya
peningkatan produksi autoantibodi, dan kompleks imun lebih
mudah mengendap di jaringan.
c. Factor lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang
bereaksi dalam tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor
lingkungan tersebut terdiri dari:
1) Infeksi virus dan bakteri
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam
timbulnya SLE. Agen infeksius tersebut terdiri dari Epstein
Barr Virus (EBV), bakteri Streptococcus dan Clebsiella.
2) Paparan sinar ultra violet
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun,
sehingga terapi menjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat
kambuh atau bertambah berat. Hal ini menyebabkan sel pada
kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi
inflamasi di tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran
pembuluh darah.
3) Stres
Stres berat dapat memicu terjadinya SLE pada pasien yang
sudah memiliki kecenderungan akan penyakit ini. Hal ini
dikarenakan respon imun tubuh akan terganggu ketika
seseorang dalam keadaan stres. Stres sendiri tidak akan
mencetuskan SLE pada seseorang yang sistem autoantibodinya
tidak ada gangguan sejak awal.
d. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE.
Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko
lupus dan tingkat estrogen yang tinggi. Studi lain juga
menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang abnormal dapat
dipertimbangkan sebagai faktor resiko terjadinya SLE.
e. Factor farmakologi
Obat pada pasien SLE dan diminum dalam jangka waktu tertentu
dapat menyebabkan Drug Induced Lupus Erythematosus (DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan DILE diantaranya
kloropromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.
3. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor
genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang
biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya
matahari, stress, infeksi ). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,
prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat
antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut
terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi
akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul
penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan
menstimulasi antigen yang selanjutnya serangan antibodi tambahan
dan siklus tersebut berulang kembali.
Kerusakan organ pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi
ini menimbulkan abnormalitas respons imun didalam tubuh, yaitu :
a. Sel T dan sel B menjadi otoreaktif
b. Pembentukan sitokin yang berlebihan
c. Hilangnya regulasi control pada system imun yaitu :
1) Hilangnya kemampuan membersihkan antigen dikompleks
imun maupun sitokin dalam tubuh
2) Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
3) Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh
sebagai antigen karena adanya mimikri molekuler

Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibody


di dalam tubuh yang disebut sebagai autoantibody. Selanjutnya
antibody-antibodi yang tersebut membentuk kompleks imun.
Kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan atau organ yang
akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.
4. Manifestasi klinik
Perjalanan penyakit SLE sangat berfariasi. Penyakit dapat
timbul mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai
system tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu system
yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanya system imun.
Pada tipe menahun terdapat remisi dan eksaserbsi. Remisinya
mungkin berlangsunhg=langsung bertahun-tahun. Onset penyakit
dapat spontan atau didahului oleh factor presipitasi seperti kontak
dengan sinar matahari, infeksi virus atau bakteri dan obat. Setiap
serangana biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam,
nafsu makan berkurang, kelemahan, berat badan menurun, dan
iritabilitasi. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang
disertai menggigil.
a. Gejala Muskuloskeletal
Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala
musculoskeletal berupa arthritis (93%). Yang paling sering terkena
ialah sendi interfalangeal proksimal, peradangan tangan,
metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki, selain
pembengkakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi.
Arthritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas,
konfraktur atau ankilosis. Adakala terdapat nodul rheumatoid.
Nekrosis vaskuler dapat terjadi pada berbagai tempat, dan
ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan
steroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput
femoris.
b. Gejala integument
Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada
85% kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE
ialah lesi kulit akut, subakut, discoid dan livido retikulkaris. Ruam
kulit yang dianggap khas dan banyak menolong dalam
mengarahkan diagnosis SLE ilah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (
butterfly rash ) berupa eritema yang sedikit edematus pada hidung
dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat
sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yabg terkena sinar
matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena
hipersensitivitas . lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi kulit
subakut yang khas berbentuk anular .

Lesi discoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema,


hyperkeratosis, dan atrofil. Biasanya tampak sebagai bercak
eritematosa yang meninggi, tertutup sisik keratin disertai adanya
penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan
berbentuk sikatriks.

Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang


berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan
dan eritema periungual. Livido retikularis, suatu bentuk vaskutitis
ringan , sangat sering ditemui pada SLE. Kelainan kulit yang jarang
ditemukan ialah bulla ( dapat menjadi mehoragik), ekimosis,
petekie dan purpura. Kadang-kadang terdapat urtikaria yang tidak
berperan terhadap kortikosteroid dan antihistamin. Biasanya
menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah penyakit tenang
secara klinis dan serologis. Alopesia dapat pulih kembali jika
penyakit mengalami remisi. Ulserasi selaput lendir paling sering
pada palatum durum dan biasanya tidak nyeri. Terjadi perbaikan
spontan kalau penyakit mengalami remisi. Fenomen raynaud pada
sebagian pasien tidak mempunyai korelasi dengan aktivitas
penyakit, sedangkan pada sebagian lagi akan membaik jika
penyakit mereda.

c. Kardiovaskuler

Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (


efusi kerikard), iskemia miokard dan endokarditis verukosa (
libman sacks)

d. Paru
Efusi pleura unilateral ringan lebih sering terjadi dari pada
yang bilateral. Mungkin ditemukan sel LE ( lamp dalam cairan
pleura ) biasanya efusi menghilang dengan pemberian terapi yang
adekuat. Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat
ditegakkan jika factor-faktor lain seperti infeksi virus, jamur,
tuberculosis dan sebagainya telah disingkirkan.
e. Sistem vaskuler

Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi


papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku
serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan
dan berlanjut nekrosis.

f. Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus.
Bisa terbentuk bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang
bisa menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlah trombosit
berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan faktor
pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang
berarti. Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.
5. Pathway
Genetic Lingkungan ( cahaya matahari,infeksi stress) Hormonal Obat-obatan

System regulasi kekebalan terganggu

Mengaktivasi sel T dan B

Fungsi sel T supresor abnormal

Peningkatan produksi auto antibodi

Penumpukan kompleks imun Kerusakan jaringan

Muskuloskeletal Integumen Kardiovaskuler Respirasi Vaskuler Darah

Pembengkakan sendi Lesi akut pd Perikarditis Penumpukan Inflamasi Pembekuan


kulit cairan pd pd arterior darah dalam
pleura terminalis vena
Penumpukan
Nyeri tekan, rasa
Pasien merasa cairan efusi
nyeri ketika bergerak Resiko
malu dg pada Efusi Lesi Stroke dan
infeksi
kondisinyaa perikardium pleura popular emboli paru
diujung
Nyeri akut
kaki,tumit
Gangguan Penebalan Ekspansi dan siku Jumlah
citra tubuh perikardium dada tidak trombosit
adekuat berkurang
Kerusakan
integritas
Kontraksi
Pola kulit
jantung
nafas Perdarahan
tidak
efektif
Penurunan
Anemia
curah
jantung

Ketidakefektif
an perfusi
jaringan
perifer
6. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap
dan hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam,
keletihan secara penurunan berat badan dan kemungkinan pula
arthritis, pleuritis dan perikarditis. Tidak ada 1 terlaboratorium
megungkapkan anemia yang sedang hingga berat, trombositopenia,
leukositosis atau leucopenia dan antibody antinukleus yang positif. Tes
imunologi diagnostik lainnya mungkin tetapi tidak memastikan
diagnostic
a. Pemeriksaan Darah Rutin dan Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus
Eritematosus Sistemik ( SLE ) adalah pemeriksaan darah rutin dan
pemeriksaan urin. Hasil pemeriksaan darah pada penderita SLE
menunjukkan adanya anemia hemolitik, trombositopenia,
limfopenia, atau leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR)
meningkat selama penyakit aktif, Coombs test mungkin positif,
level IgG mungkin tinggi, ratio albumin-globulin terbalik, dan
serum globulin meningkat. Selain itu, hasil pemeriksaan urin pada
penderita SLE menunjukkan adanya proteinuria, hematuria,
peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast, heme granular atau
sel darah merah pada urin
b. Anti ds DNA
Batas normal : 70 – 200 iu/mL
Negatif : < 70 iu/mL
Positif : > 200 iu/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65-80% penderita denga SLE
aktif dan jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumblah yang
tinggi merupakan spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah
sampai sedang dapat ditemukan pada penderita dengan penyakit
reumatik dan lain-lain, hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan
sirosis bilier. Jumlah antibodi ini dapat turun dengan pengobatan
yang tepat dan dapat meningkat pada penyebaran penyakit
terutama Lupus glomerulonetritis. Jumlahnya mendekati negativ
pada penyakit SLE yang tenang.
Antibodi anti-DNA merupakan subtype dari antibody
antinukleus (ANA). Ada dua tipe dari antibody anti DNA yaitu
yang menyerang double stranded DNA ( anti ds-DNA ) dan yang
menyerang single stranded DNA ( anti ss-DNA ). Anti ss-DNA
kurang sensitive dan spesifik untuk SLE tapi positif untuk penyakit
autoimun yang lain. Kompleks antibody-antigen pada penyakit
autoimun tidak hanya untuk diagnosis saja tetapi merupakan
konstributor yang besar dalam perjalanan penyakit tersebut.
Kompleks tersebut akan menginduksi system komplemen yang
dapat menyebabkan terjadinya inflamasi baik local maupun
sistemik ( Pagana and Pagana,2002 )
c. Antinuklear antibodies ( ANA )
Harga normal : nol
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang
lain. ANA adalah sekelompok antibody protein yang beraksi
menyerang inti dari suatu sel. Ana cukup sensitif untuk mendektisi
adanya SLE , hasil yang positif terjadi pada 95% penderita SLE
tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga
berkaitan dengan kemunculan penyakit dan keaktifan penyakit
tersebut. Setelah pemberian terapi maka penyakit tidak lagi aktif
sehingga jumblah ANA diperkirakan menurun. Jika hasil test
negativ, maka pasien belum tentu negativ terhadap SLE karena
harus dipertimbangkan juga data klinis dan test laboratorium yang
lain, jika hasil test positif maka sebaiknya dilakukan test serologi
yang lain untuk menunjang diagnose bahwa pasien tersebut
menderita SLE. ANA dapat meliputi anti-Smith ( anti-Sm ), anti-
RNP (anti-ribonukleoprotein), dan anti –SSA (Ro) atau anti-SSB
(La) ( Pagana and Pagana,2002 )
7. Penatalaksanaan
Berikut adalah pilar terapi gen SLE menurut Perhimpunan
Reumatologi Indonesia (2011 : 10-11) :
a. Edukasi dan Konseling
Informasi yang benar dan dukungan dari orang sekitar sangat
dibutuhkan oleh pasien SLE dengan tujuan agar para pasien dapat
hidup mandiri. Beberapa hal perlu diketahui oleh pasien SLE, antara
lain perubahan fisik yang akan dialami, perjalanan penyakit, cara
mencegah dan mengurangi kekambuhan seperti melindungi kulit
dari paparan sinar matahari secara langsung, memperhatikan jika
terjadi infeksi, dan perlunya pengaturan diet agar tidak kelebihan
berat badan, displidemia atau terjadinya osteoporosis.
b. Program Rehabilitasi
Secara garis besar pelaksanaan program rehabilitasi yang dilakukan
oleh pasien SLE, antara lain: istirahat yang cukup, sering
melakukan terapi fisik, terapi dengan modalitas, kemudian
melakukan latihan ortotik, dan lain-lain. (Perhimpunan Reumatologi
Indonesia, 2011 : 10-11)
c. Terapi Medikasi
Ada kemajuan besar dalam terapi SLE pada dekade terakhir ini.
Terapi gen adalah cara yang efisien dan menguntungkan dengan
memberikan imunomodulator dan mediator anti-inflamasi, yang
meliputi alami atau rekayasa genetika inhibitor sitokin inflamasi
(anticytokines), atau sitokin anti-inflamasi kuat seperti TGF β. Oleh
karena itu adanya kebutuhan besar untuk menemukan lebih banyak
perawatan effective, jika memungkinkan dengan efek samping yang
rendah. Dengan perkembangan yang sedang berlangsung, berikut
adalah beberapa macam terapi gen yang dilakukan pada penyakit
lupus erythematosus :
1) NSAID (Non Steroid Anti-Inflamasi Drugs)
NSAIDs (obat anti inflamasi non steroid) merupakan
pengobatan yang efektif untuk mengendalikan gejala pada
tingkatan ringan, tapi harus digunakan secara hati-hati karena
sering menimbulkan efek samping peningkatan tekanan darah dan
merusak fungsi ginjal. Bahkan beberapa jenis NSAID dapat
meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke. Obat tersebut
dapat juga mengganggu ovulasi dan jika digunakan dalam
kehamilan (setelah 20 minggu), dapat mengganggu fungsi ginjal
janin. (Syamsi dhuha, 2012 : 5-6)
2) Kortikosteroid
Syamsi dhuha (2012 : 6) menyatakan bahwa penggunaan dosis
steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam pengendalian
lupus. Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah untuk
pengendalian penyakit, namun kesalahan yang sering terjadi
adalah pemberian dosis terlalu tinggi dalam waktu terlalu lama.
Osteoporosis yang disebabkan oleh steroid adalah masalah yang
umumnya terjadi pada Odapus. Sehingga dibutuhkan
penatalaksanaan osteoprotektif seperti pemeriksaan serial
kepadatan tulang dan obat-obat osteoprotektif yang efektif seperti
kalsium dan bifosfonat. Terapi hormon tidak lagi digunakan
untuk pencegahan atau pengobatan osteoporosis karena
meningkatkan risiko kanker payudara dan penyakit jantung.
Bifosfonat tidak baik digunakan selama kehamilan dan dianjurkan
bahwa kehamilan harus ditunda selama enam bulan setelah
penghentian bifosfonat. Peningkatan risiko terserang infeksi
merupakan perhatian utama dalam terapi steroid, terutama pada
mereka yang juga mengkonsumsi obat imunosupresan. Steroid
juga dapat memperburuk hipertensi, memprovokasi diabetes dan
memiliki efek buruk pada profil lipid yang mungkin berkontribusi
pada meningkatnya kematian akibat penyakit jantung. Steroid
dosis tinggi meningkatkan risiko pendarahan gastrointestinal dan
terjadi pada pada dosis yang lebih rendah jika digunakan bersama
NSAID. Osteonekrosis (nekrosis avaskular) juga cukup umum
pada lupus dan tampaknya terkait terutama dengan penggunaan
steroid oral dosis tinggi atau metilprednisolon intravena.
Meskipun memiliki banyak efek samping, obat kortikisteroid
tetap merupakan obat yang berperan penting dalam pengendalian
aktifitas penyakit. Karena itu, obat ini tetap digunakan dalam
terapi lupus. Pengaturan dosis yang tepat merupakan kunci
pengobatan yang baik.
3) Antimalaria
Hydroxychloroquine (Plaquenil) lebih sering digunakan
dibanding kloroquin karena risiko efek samping pada mata
diyakini lebih rendah. Toksisitas pada mata berhubungan baik
dengan dosis harian dan kumulatif, Selama dosis tidak melebihi,
resiko tersebut sangat kecil. Pasien dianjurkan untuk memeriksa
ketajaman visual setiap 6 bulan untuk identifikasi dini kelainan
mata selama pengobatan. Dewasa ini pemberian terapi
hydroxychloroquine diajurkan untuk semua kasus lupus dan
diberikan untuk jangka panjang. Obat ini memiliki manfaat untuk
mengurangi kadar kolesterol, efek anti-platelet sederhana dan
dapat mengurangi risiko cedera jaringan yang menetap serta
cukup aman pada kehamilan.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
a) Nyeri
b) Gatal-gatal
2) Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat terekspos sinar radiasi UV yang parah
b) Riwayat pemakaian obat-obatan hidralazin,
prokainamid,isoniazid, kontrasepsi oral dll
c) Riwayat terinfeksi virus
d) Terekspos bahan kimia
3) Riwayat kesehatan keluarga
a) Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
b) Riwayat keluarga dengan infeksi berulang
4) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan:
a) nyeri sendi karena gerakan
b) kekakuan pada sendi
c) kesemutan pada tangan dan kaki
d) sakit kepala
e) Demam
f) merasa letih, lemah
g) limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup,
waktu senggang,pekerjaan
h) keputusasaan dan ketidakberdayaan
i) kesulitan untuk makan
j) nausea, vomitus
k) sesak nafas
l) nyeri dada
m) ancaman pada konsep diri, citra diri
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan latihan
a) Keterbatasan rentang gerak
b) Deformitas
c) Kontraktur
2) Nyeri dan kenyamanan
a) Pembengkakan sendi
b) Nyeri tekan
c) Perubahan gaya berjalan/pincang
d) Gerak otot melindungi yang sakit
3) Kardiovaskuler
a) Fenomena raynoud
b) Hipertensi
c) Edeme
d) Pericardial friction rub
e) Aritmia
f) Murmur
g) Nutrisi dan metabolic
h) Lesi pada mulut
i) Penurunan berat badan
4) Pola eliminasi
a) Peningkatan pengeluaran urin
b) Konstipasi /diare
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan
otot pernapasan
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubngan dengan
gangguan aliran arteri atau vena
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas
jantung
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan
jaringan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
f. Kerusakkan integritas kulit berhubungan dengan
imunodefisiensi
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit
3. Perencanaan Keperawatan
a. Ketidakefektifan Pola nafas berhubungan dengan keletihan
otot pernafasan
1) Tujuan : pola nafas kembali efektif
2) KH : Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan dalam
batas normal, Tidak menggunakan otot-otot bantu
pernapasan, Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan) (TD 120-90/90-60 mmHg,
nadi 80-100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5
C)
3) Intervensi
Intervensi rasional
Monitor kecepatan, ritme, Untuk mengetahui
kedalaman,dan usaha keadekuatan pernapasan
pasien saat bernafas
Monitor suara nafas seperti Mengetahui adanya
snoring sumbatan pada jalan nafas
Posisikan pasien semi Untuk memaksimalkan
fowler potensial ventilasi
Berikan HE tentang Informasi ini dapat
pengobatan : indikasi , membantu pasien dalam
dosis, frekuensi , dan mengonsumsi obat dengan
kemungkinan efek aman dan benar
samping.
Kolaborasi dalam Meningkatkan ventilasi dan
pemberian terapi oksigen asupan oksigen
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran arteri atau vena
1) Tujuan : perfusi jaringan perifer efektif
2) KH : Waktu pengisian kapiler < 3 detik, Tekanan sistol
dan diastol dalam rentang yang diharapkan, Tingkat
kesadaran membaik
3) Intervensi
Intervensi rasional
Kaji secara komprehensif Sirkulasi perifer dapat
sirkulasi perifer menunjukkan tingkat
keparahan penyakit
Monitor laboratorium ( Hb, Milai laboratorium dapat
hmt ) menunjukkan komposisi
darah
evaluasi nadi perifer dan Pulsasi yang lemah
edema menimbulkan penurunan
kardiak output
Ubah posisi pasien setiap 2 Mencegah komplikasi
jam dekubitus
Dorong latihan ROM Menggerakkan otot dan
sebelum bedrest sendi agar tidak kaku
Kolaborasi pemberian anti Meminimalkan adanya
platelet atau anti bekuan dalam darah
perdarahan

c. Penurunan curah jantung berhubungan kontraktilitas jantung


1) Tujuan : curah jantung mengalami peningkatan
2) KH : Menunjukkan curah jantung yang
memuaskan dibuktikan oleh efektifitas pompa jantung,
status sirkulasi, perfusi jaringan, dan status TTV, Tidak
ada edema paru, perifer, dan asites.
3) Intervensi
Intervensi Rasional
Kaji suara nafas dan suara Data dasar dalam
jantung menentukan intervensi lebih
lanjut
Ukur CVP pasien Mengetahui kelebihan atau
kekurangan cairan tubuh
Monitor aktivitas pasien Mengurangi kebutuhan
oksigen
Monitor saturasi oksigen Mengetahui manifestasi
penurunan curah jantung
Kolaborasi pemberian Mengejan dapat
laksatif memperparah penurunan
curah jantung

d. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.


1) Tujuan : Nyeri dapat berkurang
2) KH : Ekspresi wajah klien tidak menunjukkan
ketegangan, klien tidak gelisah,klien dapat beristirahat,
klien tidak mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi.
3) Intervensi
Intervensi Rasional
Lakukan pengkajian nyeri Untuk mengetahui
komprehensif yang meliputi tingkat nyeri pasien
lokasi,karakteristik,onset atau
durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
atau beratnya nyeri dan factor
pencetus.
Observasi reaksi ketidaknyamanan Untuk mengetahui
secara nonverbal tingkat ketidak
nyamanan yang
diirasakan oleh
pasien
Ajarkan cara penggunaan terapi Agar klien mampu
non farmakologi ( distraksi, menggunakan
relaksasi) teknik
nonfarmakologi
dalam
memanajemen nyeri
yang dirasakan
Berikan informasi tentang nyeri Pemberian HE
termasuk penyebab nyeri,berapa dapat mengurangi
lama nyeri akan hilang, antisipasi tingkat kecemasan
terhadap ketidaknyamanan dari dan membantu klien
prosedur dalam membentuk
mekanisme koping
terhadap rasa nyeri
Kolaborasi pemberian analgetik Pemberian
analgetik dapat
mengurangi rasa
nyeri pasien

e. Resiko infeksi berhubungan dengan integritas kulit


1) Tujuan : pasien dapat terhindar dari resiko infeksi
2) KH : integritas kulit klien normal, temperature
kulit klien normal, tidak ada lesi pada kulit
3) Intervensi
Intervensi Rasional
Monitor karakteristik, Untuk mengetahui keadaan
warna, ukuran, cairan, dan luka dan perkembangannya
bau luka
Bersihkan luka dengan Normal salin merupakan
normal salin cairan isotonis yang sesuai
dengan cairan dalam tubuh
Ajarkan klien dan Memandirikan keluarga dan
keluarga untuk melakukan pasien
perawatan luka
Rawat luka dengan Agar tidak terjadi infeksi dan
konssep steril terpapar oleh kuman atau
bakteri
Gunakan sabun anti Mengurangi mikroba bakteri
mikroba untuk cuci tangan yang dapat menyebabkan
infeksi
Berikan penjelasan Agar keluarga pasien
kepada klien dan keluarga mengetahui tanda dan gejala
mengenai tanda dan gejala dari infeksi
dari infeksi
Kolaborasi pemberian Pemberian antibiotic untuk
antibiotic mencegah timbulnya infeksi
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imunodefisiensi
1) Tujuan : Mencegah terjadinya kerusakan pada kulit dan
jaringan didalamnya
2) KH : Tidak terdapat tekanan, tidak menunjukkan adanya
kelainan pada kulit
3) Intervensi
Intervensi rasional
Monitor kulit yang Dengan memonitoring area
memerah dan terjadi kulit yang merah dan
kerusakan terjadi kerusakan untuk
mengurangi resiko
dekubitus
Mobilisasi klien setiap 2 Dengan memobilisasi klien
jam dapat mengurangi
penekanan
Lakukan perawatan kulit Untuk meningkatkan
secara aseptic 2 kali sehari proses penyembuhan lesi
kulit serta mencegah
terjadinys infeksi sekunder
Berikan pendidikan Meningkatkan pengetahuan
kesehatan kepada klien dan pasien dan keluarganya
keluarganya tentang mengenai pentingnya
pentingnya menjaga menjaga kebersihan kulit
kebersihan kulit sekitar serta supaya pasien lebih
luka guna mempercepat kooperatif
penyembuhan dan ajarkan
teknik perawatannya
Kolaborasi pemberian Mempercepat
NSAID dan kortikosteroid.
penyembuhan

g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi


tubuh ( kehamilan ),perubahan persepsi diri
1) Tujuan : gangguan citra tubuh klien teratasi
2) KH : Citra tubuh positif, Mendeskripisikan
secara faktual perubahan fungsi tubuh. Mempertahankan
interaksi sosial
3) Intervensi
Intervensi Rasional
Monitor frekuensi kalimat Untuk mengetahui
yang mengkritik diri sendiri seberapa besar klien
mampu menerima keadaan
dirinya
Bantu klien untuk Untuk meningkatkan
mengenali tindakan yang percaya diri klien
akan meningkatkan
penampilannya
Anjurkan kontak mata Agar klien lebih percaya
dalam berkomunikasi diri
dengan orang lain
Gunakan gambaran Mekanisme evaluasi dari
mengenai gambaran diri persepsi citra diri
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal Pengkajian : 28 November 2019

A. Pengkajian
I. Identitas
A. Identitas Pasien
1. Nama inisial : Ny. T
2. No RM : 0001680228
3. Usia : 25 Tahun
4. Status Perkawinan : Menikah
5. Pekerjaan : IRT (Ibu Rumah Tangga)
6. Agama : Islam
7. Pendidikan : SMA
8. Suku : Sunda
9. Alamat Rumah : Kp. Rawa Pojok Rt/Rw 01/06 Ngamprah Tani
Mulya, Kabupaten Bandung Barat.
10. Sumber Biaya : BPJS
11. Tanggal masuk RS : 23 November 2019
12. Diagnose Medis : SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)

B. Identitas Penaggungjawab
1. Nama : Tn. S
2. Usia : 43 tahuh
3. Hubungan dengan Pasien : Suami
4. Pendidikan : SMA
5. Alamat : Kp. Rawa Pojok Rt/Rw 01/06 Ngamprah
Tani Mulya, Kabupaten Bandung Barat.
II. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluarga mengatakan klien sesak nafas.
b. Riwayat kesehatan saat pengkajian atau riwayat kesehatan sekarang
(PQRST):
Pada saaat dilakukan pengkajian pada hari Kamis, tanggal 28
November 2019 pukul 15.20 WIB, klien mengakatan sesak nafas yang
dirasakan setiap kali terlalu banyak melakukan aktivitas dan berkurang
setiap kali diberikan oksigenasi. Klien mengatakan sesak disertai dengan
mual, muntah sebanyak 3 kali, kehilangan nafsu makan dan badan terasa
lemas serta kaki bengkak.
c. Riwayat kesehatan lalu
Klien mengatakan pada tahun 2018 pernah dirawat di RS TNI AD
Dustira dengan keluhan yang sama seperti sekarang dan sempat diberikan
obat kortikosteroid dan aspirin.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan ibu klien memiliki riwayat penyakit jantung.

Genogram :

P
e. Riwayat psikososial dan spiritual
1. Support system terdiri dari dukungan keluarga lingkungan, fasilitas
kesehatan terhadap penyakitnya :
Klien mengatakan suami dan keluarganya terkadang merawat
secara bergantian serta menjenguk klien selama klien berada di rumah
sakit.
2. Komunikasi terdiri dari pola interaksi sosial ebelum dan saat sakit
Klien mengatakan sebelum sakit, klien selalu berinteraksi dengan
keluarga dan tetangga di rumah. Pada saat sakit, klien mengatakan
bahwa keluarga yang belum sempat menjenguk selalu menanyakan
kondisi klien melalui social media atau jika ada waktu luang
menjenguk ke rumah sakit.
3. System nilai kepercayaan sebelum dan saat sakit
Klien mengatakan sebelum sakit masih bisa melakukan sholat
fardhu 5 waktu, tetapi pada saat di rumah sakit klien hanya bisa
berdoa kepada Alloh SWT untuk kesembuhannya.
f. Lingkungan
1. Rumah
 Kebersihan : klien mengatakan kebersihan lingkungan rumahnya
selalu dijaga dengan baik.
 Polusi : klien mengatakan polusi disekitar rumahnya, hanya polusi
kendaraan
2. Pekerjaan
 Kebersihan : klien mengatakan tidak bekerja
 Polusi : tidak ada
 Bahaya : tidak ada
g. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum dan saat sakit

Kebiasaan Sebelum masuk RS Di RS


1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
 Persepsi pasien mengenai Klien mengatakan ketika Klien mengatakan saat di
kesehatan secara dirumah merasa sehat rumah sakit badannya
umum(baik,sedang,jelek) terasa lemas

 Bagaimana kondisi kesehatan Klien mengatakan ketika Klien mengatakan


di rumah terkadang dada setelah dirawat kondisi
terasa sesak dan kaki nya semakin membaik
membengkak

 Hal yang dianggap penting dalam klien mengatakan Keluarga mengatakan


perawatan kesehatan? seberapa perawatan kesehatan dan perawatan kesehatan
besar itu dapat membantu pencegahan penyakit sangat membantu
sangat membantu
 Apa yang diketahui tentang Keluarga belum Keluarga mengatakan
penyakitnya mengetahui tentang apabila penyakitnya tidak
penyakitnya di tangani segera klien
akan mengalami kondisi
yang menurun
 Tindakan yang dilakukan untuk Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
mengurangi tanda dan gejala . untuk mengurangi tanda untuk mengurangi tanda
hasilnya bagaimana? dan gejala keluarga dan gejala keluarga
membawanya ke RS memberikan pengobatan
terbaik untuk klien
 Promosi kesehatan : Klien mengatakan bahwa Klien mengatakan
Mengatur pola makanan dan makanan yang dimakan makanan yang diberikan
minuman, latihan dan olahraga seadanya dan tidak pernah teratur
teratur, gaya hidup yang dijalani . melakukan olehraga

 Riwayat penyakit sebelumnya Klien mengatakan klien Klien mengatakan klien


(penyakit,pembedahan,penyakit pernah mengalami sesak pernah mengalami sesak
kronis) nafas dan kaki bengkak nafas dan kaki bengkak
 Hal yang dilakukan untuk menjaga Klien tidak banyak Klien istirahat di tempat
kesehatan melakukan aktivitas tidur dan minum obat
yang di instruksikan

 Perilaku untuk mengatasi masalah Tidak ada Minum obat

kesehtaan :
Diet, latihan dan
olahraga,pengobatan.
 Berpartisipasi dalam perawatan Tidak Iya, menjaga agar tidak

kesehatan terjadi penyebaran


infeksi di rumah sakit

 Sedang dalam masa pengobatan Tidak Ya

penyakit
Klien mengatakan tidak Tidak pernah mengalami
 Kecelakaan
pernah mengalami kecelakaan di RS
kecelakaan
2. Pola Nutrisi
Asupan Oral Enteral dan TPN
Frekuensi makan 3x/ hari 1 porsi 3x/hari ½ porsi
Nafsu makan Baik Kurang
Makanan tambahan Tidak ada Tidak ada
Makanan alergi Tidak ada Tidak ada
Perubahan BB dalam 3 bulan terakhir Berkurang 12 Kg Berkurang 12 Kg
Asupan cairan Oral Parenteral
Jenis Air mineral Nacl
Frekuensi 6 gelas/ hari 3 labu
Volume 1500cc/hari 1500 cc/hari
Insensible Water Loss (IWL)
3. Pola eliminasi
BAK
Frekuensi
Jumlah output
Warna Warna normal urine Warna normal urine
Bau Bau normal urine Bau normal urine
Keluhan Tidak ada Tidak ada
BAB
Frekuensi 3x/ mgg 2x/mgg
Warna Feses normal Feses normal
Bau Feses normal Feses normal
Konsistensi Sedikit padat Sedikit padat
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Penggunaan obat pencahar Tidak ada Tidak ada

4. Pola Personal Hygine


Mandi 2x/ hari Di waslap
Orang hygine
 Frekuensi 2x/hari Jarang
 Waktu Pagi dan sore
Cuci rambut 3x/mgg Tidak
5. Pola Aktivitas dan Latihan
Kegiatan dalam pekerjaan Menyapu, mengepel, Tidak ada
mencuci pakaian dan piring
Waktu bekerja Pagi – sore Tidak ada
Kegiatan waktu luang Menonton TV Tidak ada
Keluhan dalam beraktivitas Tidak ada Tidak bisa beraktifitas
Olahraga Tidak pernah Tidak pernah
 Jenis
 Frekuensi

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √

Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Alat Bantu
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : ketergantungan total
6. Pola istirahat dan tidur
Lama tidur 10 jam 6 jam
Waktu
 Siang 2 jam 2 jam
 Malam 8 jam 4 jam
Kebiasaan sebelum tidur
 Penggunaan obat tidur Tidak pernah Tidak pernah

 Kegiatan lain Tidak pernah Tidak pernah

Kesulitan dalam tidur


 Menjelang tidur Tidak ada Klien mengatakan
Sering terbangun

 Sering terbangun Untuk pipis


Tidak pernah
 Merasa tidak nyaman setelah
Tidak pernah
bangun tidur
7. Pola Kognitif dan Persepsi
 Menggambarkan penginderaan Klien mengatakan tidak Klien mengatakan
khusus: penglihatan, pendengaran, mnggunakan alat bantu tidak menggunakan
rasa, sentuh, bau alat bantu
 Penggunaan alat bantu: kacamata, Klien mengatakan tidak Klien mengatakan
alat bantu dengar menggunakan alat bantu tidak menggunakan
alat bantu

 Perubahan dalam penglihatan, Tidak ada Tidak ada


pendengaran, perasa, pembau
 Tingkat kesadaran Compos mentis Compos mentis
 Perubahan atau penurunan fungsi Tidak ada Tidak ada
dalam peginderaan
 Tingkat orientasi: orang, waktu, Baik Baik
tempat
 Persepsi dan manajemen Baik Baik

nyeri(tingkat, lokasi, waktu/durasi,


karakteristik)
 Fungsi kognisi dalam memori Baik Baik

istilah, ingatan jangka pendek,


ingatan jangka panjang
 Komunikasi: bahasa utama, bahasa Bahasa sunda Bahasa sunda

lain, tingkat pendidikan,


kemampuan membaca dan menulis
Klien mampu mengambil Klien mampu
 Kemampuan memecahkan masalah
keputusan sendiri mengambil keputusan
dan mengambil keputusan
sendiri

 Mengidentifikasi kehilangan atau


Tidak terkaji Tidak terkaji
perubahan yang besar dalam hidup
8. Persepsi diri dan konsep diri
Penampilan dan keadaan
 Tingkat kecemasan (subjective-skala Tidak ada Klien mengatakan
1-10), (objective- perubahan raut tidak ada rasa cemas
muka, perubahan suara)
 Identitas personal, menjelaskan Klien mengatakan bahwa Klien mengatakan
tentang diri sendiri dirinya adalah seorang bahwa dirinya adalah
perempuan yang sudah seorang perempuan
bersuami yang sudah bersuami
 Perubahan dalam tubuh yang tidak Tidak ada Tidak ada
dapat diterima. Masalah pada pasien
 Perubahan yang dirasakan pada diri Tidak ada Kaki bengkak

sendiri semenjak sakit


 Perasaan yang membuat marah, Tidak ada Tidak ada

takut, bingung
 Pernakah merasa kehilangan harapan Tidak pernah Tidak pernah
Baik Baik
 Harga diri: penilaian diri sendiri
Tidak ada Peran klien di rumah
 Ancaman terhadap konsep diri:
sakit adalah seorang
sakit, perubahan peran
pasien
9. Peran dan hubungan
 tinggal bersama keluargat/sendiri Klien mengatakan tinggal Klien mengatakan
bersama keluarga selama di rs di temani
oleh suami

 Status pekerjaan Klien mengatakan sebagai Klien mengatakan


ibu rumah tangga hanya ibu rumah
tangga
 Gambaran mengenai peran yang Tidak ada Tidak ada
berkaitan dengan keluarga, teman,
dan rekan
 Kepuasan/ketidakpuasan Klien mengatakan merasa Klien mengatakan

menjalankan peran bangga menjadi seorang istri walau saat ini tidak
yang bisa berbakti bisa menjalankan tugas
semestinya sebagai istri dan ibu
tetap akan menjaga
agar bisa cepat sembuh
kembali

 Efek terhadap status kesehatan Klien mengatakan Klien mengatakan

 Pentingnya keluarga pentingnya menjaga pentingnya menjaga


keharmonisan rumah tangga keharmonisan rumah
tangga

Klien mengatakan klien Klien mengatakan


 Interaksi bersama keluarga
berinteraksi baik dengan klien ada keterbatasan
keluarga dalam berinteraksi

 Struktur dan dukungan keluarga

Klie mengatakan Klien mengatakan


 Proses pengambilan keputusan
pengambilan keputusan oleh pengambilan
dalam keluarga
suami keputusan oleh suami
 Berpartisipasi dalam kegiatan Klien mengatakan klien Klien mengatakan
social sering mengikuti kegiatan semenjak sakit klien
sosial di masyarakat sudah tidak mengikuti
kegiatan sosial di
masyarakat

 Apakah penyakit dapat Ya Ya


menyebabkan perubahan yang
sangat besar terhadap pola peran
dan hubungan
 Masalah dan/keprihatinan dalam Tidak ada Tidak ada
keluarga
 Pola membesarkan anak Klien mengatakan Klien mengatakan
membesarkan anak berdua semenjak klien sakit
tidak bisa merawat
anak

 Hubungan dengan orang lain Klien mengatakan klien Klien mengatakan


berhubungan baik dengan sudah lama klien tidak
orang lain berhubungan dengan
orang lain

 Merasa kecukupan akan kondisi Klien mengatakan kondisi Klien mengatakan

sosial ekonomi (keuangan) social ekonomi nya sudah kondisi social ekonomi
mencukupi nya sudah mencukupi

 Merasa terisolasi oleh tetangga Klien mengatakan tidak Klien mengatakan


merasa diasingkan oleh para tetangga ikut
sekitar
tetangga sekitar rumah mendoakan
kesembuhan klien
10. Koping dan Manajemen Stress
 Perubahan besar dalam hidup Klien mengatakan tidak Klien mengatakan
dalam 1-2 tahun ini adanya perubahan selama 1- tidak adanya
2 tahun ini perubahan selama 1-2
 Penyebab stress belakangan ini Klien mengatakan mengenali tahun ini
penyakitnya Klien mengatakan
takut jika klien tidak
 Gambaran umum dan spesifik bisa sembuh
respon
 Perubahan, masalah saat ini, Klien mengatakan takut jika
kejadian yang menyebabkan klien tidak bisa sembuh Klien mengatakan
stress atau perhatian takut jika klien tidak
 Krisis saat ini missal ; sakit atau bisa sembuh
hospitalisasi
 Tingkat stress saat ini
 Metode/straegi koping yang Klien mengatakan hanya bisa
biasa digunakan terhadap stress berserah diri kepada Allah Klien mengatakan
selain alcohol atau obat SWT hanya bisa berserah
 Pengetahuan dan penggunaan diri kepada Allah SWT
tehnik managemen stress
terhadap dinamika keluarga
 Derajat kesuksesan dari strategi
koping saat ini
 Persepsi dari tingkat toleransi
stress
 Ketika mendapatkan masalah
yang besar dalam hidup, apakah
dapat menanganinya:
 Persepsi tentang status keamanan
di rumah
11. Nilai dan Kepercayaan
 Agama Klien mengatakan beragama Klien mengatakan
islam beragama islam
 Latar belakang budaya/etnik Klien mengatakan berbudaya Klien mengatakan
sunda berbudaya sunda
 Tujuan kehidupan, apa yang di Klien mengatakan hidup itu Klien mengatakan
anggap penting bagi klien dan pilihan dan pemberian dari hidup itu pilihan dan
keluarga. Allah SWT jadi kita harus pemberian dari Allah
mensyukurinya SWT jadi kita harus
mensyukurinya
 Kepercayaan spiritual
yang Klien mengatakan Klien mengatakan
berpengaruh terhadap kepercayaan spiriual dengan kepercayaan spiriual
pengambilan keputusan dan menyerahkan semuanya dengan menyerahkan
praktek kesehatan kepada Allah SWT kembali semuanya kepada
Allah SWT kembali
 Derajat dari tujuan pencapaian Klien mengatakan harus bisa Klien mengatakan
hidup bersyukur harus bisa bersyukur
 Persepsi tentang keputusan
dengan hidup, dan jalan hidup
 Pentingnya agama/spiritualitas Klien mengatakan agama itu Klien mengatakan
 Kepercayaan cultural yang penting untuk pegangan agama itu penting
berpengaruh dengan kesehatan hidup untuk pegangan hidup
dan niali
 Spiritualitas/agama yang
berpengaruh terhadap status
kesehatan
 Kepercayaan cultural yang
merefleksikan pilihan pada
promosi kesehatan.

III. Pengkajian Fisik :


Kesadaran : E4 M6 V5
Tekanan darah: 140/90 mmHg
Nadi : 88x/mnt
Respirasi rate : 28x/mnt
Suhu : 37,3°C
TB/BB sebelum masuk RS dan saat di rawat di RS : 169cm / 80kg dan 169cm /
68kg.

Pemeriksaan fisik Persistem :

Pemeriksaan Fisik

1. Sistem penglihatan
Inspeksi : Saat dilihat bentuk mata simetris, terdapat exophtalmos
pada kedua bola mata, pergerakan bola mata simetris,
lapang pandang normal, tidak ada hematoma, skelera tidak
ikterik, dan konjungtiva tidak anemis.
Palpasi : Saat dipalpasi tidak ada nyeri tekan
2. Sistem pendengaran
Inspeksi : Saat dilihat bentuk telinga simetris, tidak ada serumen
yang keluar, tidak menggunakan alat bantu dengar,
telingan terlihat bersih.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan saat dipalpasi
3. Sistem Wicara
Tidak ada kesulitan dalam bicara
4. Sistem Pernafasan
Inspeksi : Saat dilihat bentuk hidung simetris, tidak ada
pengeluaran mukus, hidung terpasang nasal kanul, tidak
ada cuping hidung.
Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada,
pengembangan dada simetris.
Auskultasi : Suara paru saat diauskultasi vesikuler
Perkusi : Saat diperkusi suara paru resonan
Palpasi : Saat dipalpasi dibagian paru-paru tidak ada nyeri tekan,
vokal premitus normal (terdapat getaran saat klien
mengatakan tujuh puluh tujuh).
5. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : Saat dilihat bentuk dada simetris, warna kulit pucat, tidak
ada flebitis, terdapat edema dibagian perut sampai
ekstremitas bawah, nadi 85x/menit, JVP 1 cm, tidak ada
sianosis.
Auskultasi : Suara jantung saat di auskultasi S1 S2 (Lup dup), tidak ada
suara jantung tambahan.
Perkusi : Saat di perkusi suara jantung dullnes
Palpasi : Saat di palsasi tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya
kardiomegali.
6. Sistem pencernaam
Inspeksi : Saat dilihat mulut klien lembab, tidak ada kesulitan
menelan, terdapat asites dibagian perut.
Auskultasi : saat diauskultasi bising usus 8x/menit.
Perkusi : Saat diperkusi suara lambung tympani
Palpasi : Saat dipalpasi ada nyeri tekan dibagian ulu hati.
7. Sistem imunologi
Inspeksi : Saat dilihat tidak ada pembengkaakan kelenjar getah
bening.
Palpasi : Saat dipalpasi tidak ada pembengkakan kelenjar getah
bening.
8. Sistem endokrin
Inspeksi : Saat dilihat klien tidak ada tremor, tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid, dan nafas tidak berbau keton.
Palpasi : Saat dipalpasi tidak adaa pembengkakan kelenjar tiroid
9. Sistem Integumen
Inspeksi :Saat dilihat warna kulit klien pucat, kuku terlihat bersih,
terlihat ada lembab di kulit tangan kiri dan kanan bekas
pengambilan darah.
Palpasi : Turgor kulit tidak normal, kembali dalam 3 detik, terdapat
fitting edema.
10. Sistem urogenital
Inspeksi : Saat dilihat tidak ada distensi kandung kemih, klien
terpasang kateter.
Palpasi : Saat dipalpasi tidak ada nyeri tekan pada bagian kandung
kemih.
11. Sistem Neurologi
GCS : 15 Compos Metis (E: 4, M:6, V:5)
Kaku kuduk (-)
Tidak ada peningkatan TIK
12 Syaraf Kranial
a. Olfaktorius : Pada saat dikaji penciuman klien normal (contoh:
kayu putih)
b. Optikus : Klien mengatakan tidak ada gangguan pada
penglihatannya, klien dapat membaca dan menulis.
c. Okulomotorus : Saat dirangsang cahaya pupil nmengecil dan
isokor
d. Troklearis : Gerakan bola mata klie normal, dapat
menggerakan ke segala arah
e. Trigeminus : Saat di rangsang pada sisi matanya menggunakan
kaps, klien langsung mengedip, dan rahang klien tidak ada masalah.
f. Abdusen : Bentuk mata klien simteris, lapan pandang normal
(dapat membaca nametag)
g. Vasialis :Klien dapat mengikuti instruksi (dapat tersenyum,
mengangkat dahi, mengngkat kedua alis dengan simteri, dan dapat
mengembangkan pipi.
h. Acoustic : Klien tidak ada masalah dengan pendengaran.
i. Glosofaringeal : Keadaan mulut klien tampak bersih, gigi terlihat
utuh namun ada kariesnya, keadaan lidah bersih, tidak ada lesi, dan
pengecapan normal
j. Vagus : Refleks menelan klien baik
k. Aksesorius : Klien dapat menggerakan bahunya
l. Hipoglosus : Pergekan lidah klien baik
Pemeriksaan refleks :Bisep (+), trisep (+), radialis (+), patella (+)
12. Sistem muskuloskeletal
Inspeksi : Saat dilihat pada ektremitas atas klien, terpasang infus
hepcap dibagian tangan kanan, tidak ada pembenggkanan
pada ekstremitas atas. Pada ekstremitas bawah terlihat ada
edema.
Palpasi : Saat dipalpasi tidak ada nyeri tekan pada ekstremitas atas
maupun bawah.
Kekuatan otot 5 5

1 1

B. PEMERIKSAAN DAN PENATALAKSANAAN


I. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium (29 November 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 7.8 g/dL 12.3-15.3
Hematocrit 21.7 % 36.0-45.0
Eritrosit 2.70 Juta/uL 4.2-5.5
Leukosit 4.60 4.5-11.0
Trombosit 274 Ribu/Ul 150-450
Basophil 0 % 0-1
Eusonosofil 2 % 0-4
Neutrofi batang 0 % 3-5
Neutrophil segmen 71 % 45-73
Limfosit 17 % 18-44
Monosit 10 g/Dl 3-8
Albumin 1.50 mg/Dl 3.4-5.0
Ureum 10.5 mg/Dl 15.0-39
Kreatinin 1.81 0.6-10
Kalium 3.0 meq/L 3.5-5.1
PH 7.348 7.35-7.45
PCO2 25.4 mmHg 35.0-45.0
PO2 88.9 mmHg 80-105
HCO3 14.1 mmol/L 22-26
tCO2 14.9 mmol/L 23.05-27.5
Standar BE-b -9.7 mmol/L (-2) – (+2)
Saturasi oksigen 95.3 % 95-100

II. Penatalaksanaan medis


1) Tindakan medis yang sudah dilakukan
 IV line Nacl 1500cc/hari dan manitol
 Folt kateter
 Oksigen nasal kanul

2) Pemberian obat
Nama Dosis Rute Tujuan
Omeprazole 2x40 mg IV Omeprazole adalah
obat untuk mengatasi gangguan
lambung, seperti penyakit asam
lambung dan tukak lambung.
Obat ini dapat mengurangi
produksi asam di dalam lambung.
Ceterolax 2x30 mg IV Ketorolac adalah golongan obat
nonsteroidal anti-inflammatory
drug (NSAID) yang bekerja
dengan memblok produksi
substansi alami tubuh yang
menyebabkan inflamasi. Efek ini
membantu mengurangi bengkak,
nyeri, atau demam.
Manitol 20% 4x125cc IV Manitol adalah obat diuretik yang
digunakan untuk mengurangi
tekanan dalam kepala
(intrakranial) akibat
pembengkakan otak serta
menurunkan tekanan bola mata
akibat glaukoma.
Cefotaxine 2x1 gr IV Cefotaxime adalah obat antibiotik
yang digunakan untuk mengobati
sejumlah infeksi bakteri.
Paracetamol 3x500 mg NGT Paracetamol adalah obat yang
biasanya digunakan untuk
mengobati rasa sakit ringan
hingga sedang. Paracetamol juga
bisa digunakan untuk meredakan
demam.
C. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Genetik, lingkungan, Kelebihan Volume
DO: - terdapat oedema obat-obatan Cairan
di kaki kanan dan kiri
Terdapat oedema di
perut System regulasi
kekebalan tubuh
terganggu

Mengaktivasi sel T dan B

Fungsi sel T supresor


abnormal

Peningkatan produksi
autoantibody

Sindroma Lupus Eritema

Adanya virus yang


menyerang ginjal

Kerusakan penyaringan
glomerolus

Retensi natrium

Tekanan kapiler
meningkat

Volume intersisial
meningkat

Oedema
Kelebihan volume cairan
2. DS: pasien Genetik, lingkungan, Ketidakefektifan
mengatakan sesak jika obat-obatan pola nafas
terlalu banyak
aktivitas
DO: - Pasien Auto imun yang
terpasang nasal canul berlebihan
- TTV:
TD: 140/90
HR: 88 Auto imun menyerang
RR: 28x/menit organ-organ tubuh (sel
S: 37,3 dan jaringan)

Penyakit lupus

Produksi antibodi secara


terus menerus

Mencetus inflamasi kulit


organ

Paru-paru

Efusi Pleura

Ketidakefektifan pola
nafas
3. DS: pasien Genetik, lingkungan, Resiko
mengatakan mual obat-obatan ketidakseimbangan
muntah dan nutrisi kurang dari
kehilangan nafsu kebutuhan tubuh
makan System regulasi
DO: klien hanya kekebalan tubuh
menghabiskan makan terganggu
½ porsi

Mengaktivasi sel T dan B


Fungsi sel T supresor
abnormal

Peningkatan produksi
autoantibody

Sindroma Lupus Eritema

Adanya virus yang


menyerang ginjal

Kerusakan penyaringan
glomerolus

Peningkatan toksik
(ureum kreatinin) pada
tubuh

Mengiritasi lambung

Mual muntah

Resiko
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

4 DS: Pasien Genetik, lingkungan, Gangguan Mobilitas


mengatakan sulit obat-obatan Fisik
beraktivitas karena
kakinya oedema
DO: 5 5 System regulasi
kekebalan tubuh
4 4 terganggu

Mengaktivasi sel T dan B


Fungsi sel T supresor
abnormal

Peningkatan produksi
autoantibody

Sindroma Lupus Eritema

Adanya virus yang


menyerang ginjal

Kerusakan penyaringan
glomerolus

Retensi natrium

Tekanan kapiler
meningkat

Volume intersisial
meningkat

Oedema

Klien mengalami oedema


di kaki dan perut

Klien sulit beraktifitas

Hambatan mobilitas fisik


D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan berlebih
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot
pernafasan
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang
gerak

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Inisial Klien : Ny. T
No RM :
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 Kelebihan volume Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Intake
perawatan 2x24 intake dan output
cairan
jam kelebihan output menunjukk
berhubungan volume cairan pasien an status
dapat teratasi volume
dengan asupan
dengan kriteria 2. Monitor sirkulasi
cairan berlebih hasil: lokasi dan 2. Untuk
1. Tidak luas oedema mencegah
terjadi pada pasien adanya
perluasan penyebaran
oedema oedema
yang lebih
3. Monitor luas
urine kateter
pada pasien 3. Untuk
4. Kolaburasi mencegah
dokter adanya
pemberian ISK
diuretik
4. Untuk
mengeluar
kan cairan
tubuh
pasien

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. pantau 1. Untuk


perawatan 2x24 kedalaman memantau
pola nafas
jam pernafasan. adanya
berhubungan ketidakefektifan Catat dispnea
pola nafas dapat ketidakterat
dengan kelelahan
teratasi dengan uran
otot pernafasan kriteria hasil: pernafasan
1. Tidak 2. Monitor
terjadi TTV pasien 2. Untuk
dispnea mengetahu
i
3. Auskultasi perkemban
bunyi nafas gan pasien
klien 3. Untuk
mengetahu
4. Kolaburasi i
dokter: penyebaran
pemberian oedema
oksigen pasien
4. Untuk
memenuhi
kebutuhan
pasien
3 Resiko Setelah dilakukan 1. Kaji adanya 1. Penyakit
perawatan 2x24 alergi SLE terjadi
ketidakseimbangan
jam resiko makanan karena
nutrisi kurang dari ketidakseimbangan penurunan
nutrisi dapat system
kebutuhan tubuh
teratasi dengan imun
berhubungan kriteria hasil: 2. Monitor sehingga
mual muntah perlu dikaji
dengan anorexia
pada pasien adanya
alergi
3. Anjurkan 2. Adanya
klien makan mual
sedikit tapi muntah
sering akan
menurunka
4. Kolaburasi n intake
dokter: nutrisi
pemberian pada
obat pasien
3. Untuk
mencegah
5. Kolaburasi adanya
ahli gizi penurunan
untuk nutrisi intake
pasien nutrisi
4. Untuk
menurunka
n mual
muntah
pada
pasien
5. Agar
nutrisi
pasien
tetap
terpenuhi
4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Untuk
perawatan 2x24 kemampuan mengetahu
mobilitas fisik
jam gangguan otot klien i aktivitas
berhubungan mobilitas fisik yang masih
dapat teratasi bisa
dengan penurunan
dengan kriteria 2. Bantu pasien dilakukan
rentang gerak hasil: dalam oleh pasien
1. Pasien melakukan 2. Untuk
aman tidak aktivitas membantu
terjatuh aktivitas
yang
3. Lakukan terhambat
modifikasi pada
lingkungan pasien
agar lebih 3. Untuk
aman menurunka
(pemasanga n resiko
n bed plang jatuh pada
dan pasien
mengunci
bed)

F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Inisial Klien : Ny. T
No RM :

No Dx. Keperawatan Hari/tgl Implementasi Evaluasi paraf


1. Kelebihan volume Kamis 11.30 WIB 14.00 WIB
cairan berhubungan 28-11-19 - Memonitor intake S:
dengan asupan dan output pasien Klien mengatakan
cairan berlebih Rasional : intake kedua kaki nya
klien 750 cc, masih bengkak
output klien 1500 O:
cc. - Kedua kaki tambak
11.35 WIB bengkak
- Memonitor lokasi - Fitting edema 5
dan luas oedema detik
pada pasien A:
Raespon : Masalah kelebihan
terdapat edema volume cairan belum
pada kedua kaki teratasi
klien P:
11.30 WIB Lanjutkan intervensi
- Memonitor urine
kateter pada
pasien
Respon : kateter
masih terpasang
13.00 WIB
- Melakukan
kolaburasi dokter
pemberian
diuretik
Respon : klien
diberikan
diuretik.

2. Ketidakefektifan Kamis 15.00 WIB 21.00 WIB


28-11-19 - Memantau S:
pola nafas
kedalaman Klien mengatakan
berhubungan pernafasan sesak berkurang
Respon : RR O:
dengan kelelahan
klien 28x /menit - Terpasang selang
otot pernafasan 15.05 WIB oksigen nasal
- Mencatat kanul 3 liter
ketidakteraturan - Nafas teratur
pernafasan - RR : 28x /menit
Respon : klien A:
nafas dengan Masalah
teratur ketidakefektifan pola
17.00 WIB nafas belum teratasi
- Memonitor TTV P:
pasien Lanjutkan intervensi
Respon : hasil
ttv : TD 140/90
mmHg, HR 88x
/menit, S 37,3
dan RR 28x
/menit
17.10
- Mengauskultasi
bunyi nafas klien
Respon : tidak
ada bunyi nafas
tambahan
18.15 WIB
- Melakukan
kolaburasi
dokter:
pemberian
oksigen
Respon : klien
terpasang nasal
kanul 3 liter.

3. Resiko Kamis 21.15 WIB Jum’at, 29-11-19


ketidakseimbangan 28-11-19 - Mengkaji adanya 07.00 WIB
nutrisi kurang dari alergi makanan S:
kebutuhan tubuh Respon : klien - Klien mengatakan
berhubangan mengatakan tidak tidak memiliki
dengan anorexia ada alergi alergi makanan
makanan. - Klien mengatakan
00.0 WIB masih ada rasa
Memonitor mual dan tidak
Jum’at mual muntah nafsu makan
29-11-19 pada pasien O:
Respon : klien - Klien hanya
mengatakan mual menghabiskan ½
setiap selesai porsi makan
makan. A : Masalah
keperawatan resiko
05.10 WIB ketidakseimbangan
- Menganjurkan nutrisi belum teratasi
klien makan P :
sedikit tapi sering Lanjutkan intervensi
Respon : klien
mau makan
sedikit tapi
sering.
06.00 WIB
- Melakukan
kolaburasi ahli
gizi untuk nutrisi
pasien
Respon : klien
makan sesuai
dengan anjuran
ahli gizi.
4. Gangguan Kamis - 21.00 WIB Jum’at29-11-19
28-11-19 Mengkaji 07.15 WIB
mobilitas fisik
kemampuan otot S:
berhubungan klien Klien mengatakan
Respon : dalam aktivitas
dengan penurunan
kekuatan otot rumah dibantu oleh
rentang gerak kaki rendah keluarga
karena ada O:
pembengkakan. - terpasang bed
plang dan bed
21.05 WIB terkunci
- Membantu pasien - Kekuatan otot
dalam melakukan tangan 3
aktivitas - Kekuatan otot kaki
Respon : klien 1
Jum’at dibantu saat A:
29-11-19 minum obat Masalah gangguan
malam. mobilitas fisik
06.45 WIB teratasi sebagian
- Melakukan P:
modifikasi Lanjutkan Intervensi
lingkungan agar
lebih aman
(pemasangan bed
plang dan
mengunci bed)
Respon : bed
plang terpasang
dengan baik
Shift Pagi
1. Kelebihan volume Jum’at 08.30 WIB 14.00 WIB
cairan berhubungan 29-11-19 - Memonitor intake S:
dengan asupan dan output pasien Klien mengatakan
cairan berlebih Rasional : intake bengkak pada kedua
klien 500 cc, kaki nya sedikit
output klien 1500 berkurang
cc. O:
08.35 WIB - Edema pada kaki
- Memonitor lokasi tampak berkurang
dan luas oedema - Fitting edema 3
pada pasien detik
Raespon : edema A:
pada kaki sedikit Masalah kelebihan
berkurang volume cairan
09.15 WIB teratasi sebagian
- Memonitor urine P:
kateter pada Lanjutkan intervensi
pasien
Respon : kateter
masih terpasang
13.00 WIB
- Melakukan
kolaburasi dokter
pemberian
diuretik
(Furosemide)
Respon : edema
pada kaki tampak
keluar melalui
urine

2. Ketidakefektifan Jum’at 08.00 WIB 14.00 WIB


29-11-19 - Memantau S:
pola nafas
kedalaman Klien mengatakan
berhubungan pernafasan sesak berkurang
Respon : RR O:
dengan kelelahan
klien 24x /menit - Klien tidak
otot pernafasan 08.02 WIB terpasang oksigen
- Mencatat - Nafas teratur
ketidakteraturan - RR : 22x /menit
pernafasan A:
Respon : klien Masalah
nafas dengan ketidakefektifan pola
teratur nafas teratasi
11.00 WIB P:
- Memonitor TTV Hentikan intervensi
pasien
Respon : hasil
ttv : TD 130/80
mmHg, HR 78x
/menit, S 36,6
dan RR 22x
/menit
11.10
- Mengauskultasi
bunyi nafas klien
Respon : tidak
ada bunyi nafas
tambahan
11.10 WIB
- Melakukan
kolaburasi
dokter:
pemberian
oksigen
Respon : klien
sudah tidak
terpasang nasal
kanul
3. Gangguan Jum’at 14.45 WIB 21.00 WIB
mobilitas fisik 29-11-19 - Mengkaji S:
berhubungan kemampuan otot Klien mengatakan
dengan penurunan klien mulai dapat
rentang gerak Respon : klien melakukan aktivitas
mulai dapat namun masih harus
mengangkat dibantu
kedua kaki nya. O:
17.00 WIB - terpasang bed
- Membantu pasien plang dan bed
dalam melakukan terkunci
aktivitas - Kekuatan otot
Respon : klien tangan 4
mulai dapat ke - Kekuatan otot kaki
toilet dengan 3
bantuan. A:
20.00 WIB Masalah gangguan
- Melakukan mobilitas fisik
modifikasi teratasi sebagian
lingkungan agar P:
lebih aman Lanjutkan Intervensi
(pemasangan bed
plang dan
mengunci bed)
Respon : bed
plang terpasang
dengan baik
4. Resiko Jum’at 14.05 WIB 21.00 WIB
ketidakseimbangan 29-11-19 - Memonitor mual S:
nutrisi kurang dari muntah pada - Klien mengatakan
pasien masih ada rasa
kebutuhan tubuh
Respon : klien mual berkurang
berhubangan mengatakan mual - Klien mengatakan
dengan anorexia berkurang nafsu makan mulai
18.15 WIB meningkat.
- Menganjurkan O:
klien makan - Klien masih
sedikit tapi sering menghabiskan ½
Respon : klien porsi makan
mau makan A : Masalah
sedikit tapi keperawatan resiko
sering. ketidakseimbangan
18.15 WIB nutrisi teratasi
- Melakukan sebagian
kolaburasi ahli P:
gizi untuk nutrisi Lanjutkan intervensi
pasien
Respon : klien
makan sesuai
dengan anjuran
ahli gizi.
Shift Siang
1. Kelebihan volume Sabtu 14.30 WIB 21.00 WIB
cairan berhubungan 30-11-19 - Memonitor intake S:
dengan asupan dan output pasien Klien mengatakan
cairan berlebih Rasional : intake kaki nya sudah tidak
klien 1000 cc, bengkak
output klien 800 O:
cc. - Tidak tampak
14.35 WIB edema pada kaki
- Memonitor lokasi - Fitting edema 1
dan luas oedema detik
pada pasien A:
Raespon : tidak Masalah kelebihan
tampak edema volume cairan
pada kaki teratasi
15.15 WIB P:
- Memonitor urine Hentikan intervensi
kateter pada (pasien pulang)
pasien
Respon : kateter
sudah dilepas

2. Gangguan Sabtu 15.45 WIB 21.00 WIB


mobilitas fisik 30-11-19 - Mengkaji S:
berhubungan kemampuan otot Klien mengatakan
dengan penurunan klien mulai dapat berjalan
rentang gerak Respon : klien dengan bantuan
mulai dapat orang lain
berjalan secaraO:
perlahan. - Kekuatan otot
16.00 WIB tangan 4
- Membantu pasien- Kekuatan otot kaki
dalam melakukan 4
aktivitas A:
Respon : klien Masalah gangguan
dapat melakukanmobilitas fisik
aktivitas diluar
teratasi
tempat tidur P:
Hentikan Intervensi
(pasien pulang)
3. Resiko Sabtu 16.05 WIB 21.00 WIB
ketidakseimbangan 30-11-19 - Memonitor mual S :
nutrisi kurang dari muntah pada - Klien mengatakan
kebutuhan tubuh pasien masih ada rasa
berhubangan Respon : klien mual hilang
dengan anorexia mengatakan tidak - Klien mengatakan
merasa mual saat nafsu makan mulai
makan meningkat.
17.15 WIB O:
- Melakukan - Klien masih
kolaburasi ahli menghabiskan1
gizi untuk nutrisi porsi makan
pasien A : Masalah
- Respon : klien keperawatan resiko
menghabiskan 1 ketidakseimbangan
porsi makan nutrisi teratasi
sesua instruksi P:
ahli gizi. Hentikan intervensi
(pasien pulang).

G. EVALUASI KEPERAWATAN
Inisial Klien : Ny.T
No RM :

No Dx. Keperawatan Hari/tanggal/jam Evaluasi Keperawatan Paraf


1. Ketidakefektifan Jum’at S:
pola nafas 29-11-19 Klien mengatakan sesak berkurang
berhubungan 14.00 WIB O:
dengan kelelahan - Klien tidak terpasang oksigen
otot pernafasan - Nafas teratur
- RR : 22x /menit
A:
Masalah ketidakefektifan pola nafas
teratasi
P:
Hentikan intervensi
2. Kelebihan volume Sabtu S:
cairan berhubungan 30-11-19 Klien mengatakan kaki nya sudah
dengan asupan 14.00 WIB tidak bengkak
cairan berlebih O:
- Tidak tampak edema pada kaki
- Fitting edema 1 detik
A:
Masalah kelebihan volume cairan
teratasi
P:
Hentikan intervensi (pasien
pulang)
3. Gangguan Sabtu S:
mobilitas fisik 30-11-19 Klien mengatakan mulai dapat
berhubungan 14.00 WIB berjalan dengan bantuan orang lain
dengan penurunan O:
rentang gerak - Kekuatan otot tangan 4
- Kekuatan otot kaki 4
A:
Masalah gangguan mobilitas fisik
teratasi
P:
Hentikan Intervensi (pasien pulang)
4. Resiko Sabtu S:
ketidakseimbangan 30-11-19 - Klien mengatakan masih ada rasa
nutrisi kurang dari 14.00 WIB mual hilang
kebutuhan tubuh - Klien mengatakan nafsu makan
berhubangan mulai meningkat.
dengan anorexia O:
- Klien masih menghabiskan1 porsi
makan
A:
Masalah keperawatan resiko
ketidakseimbangan nutrisi teratasi
P:
Hentikan intervensi (pasien
pulang).
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai Systemic Lupus
Erythematosus (SLE) dapat disimpulkan bahwa (Systemic Lupus
Erythematosus atau SLE) merupakan penyakit autoimun kronis yang
berhubungan dengan beberapa kelainan imunologi dengan ditandai dengan
adanya autoantibodi terhadap autoantigen, pembentukan kompleks imun,
dan disregulasi sistem imun, sehingga terjadi kerusakan pada beberapa
organ tubuh yang belum jelas penyebabnya, memiliki sebaran gambaran
klinis yang luas serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam. Faktor
predisposisi yang berperan dalam timbulnya penyakit SLE adalah faktor
genetik, imunologi, hormonal dan lingkungan. Selain dapat menimbulkan
kerusakan beberapa organ dalam, gejala dari penyakit ini juga terlihat
sangat bervariasi dan tidak sama pada setiap penderita. Dan pada kasus
Ny. T di ruang Fresia II RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung didapatkan
tanda gejala nya berupa pasien mengalami penurunan BB dan mengalami
mual muntah, selain itu klien juga mengalami pembengkakan dibagian
perut dan kaki nya karena adanya penumpukan cairan.

B. Saran
Penyakit lupus merupakan penyakit yang belum ada obatnya, dengan
kata lain hingga kini penyakit lupus belum dapat disembuhkan. Oleh
karena itu pihak keluarga hendaknya terus memberikan dukungan serta
kesediaan untuk memberi kesempatan pada penderita lupus untuk
mengembangkan dirinya dan potensi yang dimiliki. Bagi para penderita
lupus, teruslah mempunyai pandangan yang positif diri sehingga mampu
meneruskan hidupnya dengan sebaik-baiknya dan memaksimalkan
kemampuan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, N. (2016). Systemic Lupus Erythematosus.J Medula Unila, Vol.4,No.

4, 124.Albar, Z. (1996).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 Ed

2.Jakarta: BalaiPenerbitan FKUI.

Citra, L, R, A,& Eriany, P. (2015). Penerimaan Diri Pada Remaja Puteri Penderita

Lupus. Psikodimensia, Vol. 14, No. 1, 67-86

Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, et al. (2009) Lupus Eritematosus Sistemik.

Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al, editor. Ilmu Penyakit

Dalam Jilid III. Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing

Komalig, F. M., Hananto, M., Sukana, B., & Pardosi, J. F. (2008). Faktor

Lingkungan Yang Dapat Meningkatkan Risiko Penyakit Lupus

Eritematosus Sistemik. Jurnal Ekologi Kesehatan, 7(2 Agt).

Paramita, R., & Margaretha, M. (2013). Pengaruh penerimaan diri terhadap

penyesuaian diri penderita lupus. Jurnal Psikologi, 12(1), 1-8.

Anda mungkin juga menyukai

  • Ebp Hcu
    Ebp Hcu
    Dokumen12 halaman
    Ebp Hcu
    Ryandriyana
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan
    Penyuluhan
    Dokumen10 halaman
    Penyuluhan
    Ryandriyana
    Belum ada peringkat
  • Penkes Peb
    Penkes Peb
    Dokumen8 halaman
    Penkes Peb
    Ryandriyana
    Belum ada peringkat
  • LP BP
    LP BP
    Dokumen25 halaman
    LP BP
    Ryandriyana
    Belum ada peringkat