Anda di halaman 1dari 22

Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No.

1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

PROGRAM INSPEKSI K3 DALAM PENCAPAIAN BUDAYA K3 DI


INDUSTRI MIE PT. ABC SEMARANG

Seviana Rinawati1, Rizky Aristana Maharani1, Reni Wijayanti1


Universitas Negeri Sebelas Maret
sev1ana_er@staff.uns.ac.id

Abstrak
Industri mie dalam kegiatan proses produksi terdapat faktor risiko bahaya yang dapat menyebabkan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja akibat unsafe action dan unsafe condition. Upaya pencegahan yang
dilakukan pihak perusahaan melalui program inspeksi K3 untuk mewujudkan budaya K3 sehingga dapat
menekan terjadinya unsafe behaviour. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui program inspeksi K3
dalam pencapaian budaya K3 di industri mie. Metode penelitian ini berupa observasional/survey deskriptif, yaitu
metode penelitian yang mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data,
wawancara dan observasi langsung kemudian dianalisis dengan regulasi terkait. Hasil penelitian di industri mie
PT. ABC Semarang telah menerapkan program inspeksi K3 yang terdiri dari inspeksi informal dan inspeksi
terencana seperti safety patrol dan inspeksi khusus. Berdasarkan hasil analisis penyebab kecelakaan, observasi
dan wawancara dapat diketahui bahwa budaya K3 di perusahaan belum terbentuk dengan baik. Hal ini terlihat
dari rata-rata kecelakaan kerja disebabkan oleh unsafe action dan perilaku tenaga kerja dalam menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD) yang masih belum sesuai dengan ketentuan. Perusahaan telah menerapkan program
inspeksi K3 sesuai dengan regulasi, namun program inspeksi K3 tersebut belum bisa membentuk budaya K3 di
lingkungan perusahaan. Sehingga perusahaan perlu melakukan kajian ulang terhadap program inspeksi K3 dan
meningkatkan kesadaran tenaga kerja dalam bidang K3.

Kata Kunci : Inspeksi K3, Budaya K3

OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH INSPECTION PROGRAM


ACHIEVEMENT OF SAFETY CULTURE IN NOODLES INDUSTRY
PT ABC SEMARANG

Abstract
Noodle industry in production process activity there were hazard risk factors caused work accident and
work-related diseases due to unsafe action and unsafe condition. Prevention efforts the company through by the
OHS inspection program to realize the safety culture so as to suppress the occurrence of unsafe behavior. The
purpose of this study was to know the OHS inspection program in the achievement of safety culture in the
noodle industry. This research employed a descriptive method to describe the implementation of occupational
safety and health inspection program as the attempt of creating safety culture observed through data, interview
and direct observation then analyzed with related regulation. Results of research in the noodle industry PT. ABC
Semarang has implemented OHS inspection program consisting of informal inspection and planned inspection
such as safety patrol and special inspection. Based on the analysis of accidents caused, observations and
interviews can be seen that safety culture has not been formed properly. It can be seen from the average of work
accident caused by unsafe action and labor behavior in using Personal Protective Equipment (PPE) which still
not in accordance the regulations. The Company has applied occupational safety and health inspections program
corresponding to Government Regulation, however occupational safety and health inspection program has been
able create safety culture in company environment. Thus, the company should restudy the occupational safety
and health inspections program and improve the effectiveness of occupational safety and health inspection
program implementation.

75
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

Keywords : Occupational Safety and Health Inspection program, Safety Culture

PENDAHULUAN perusahaan dapat menekan angka kecelakaan

Kegiatan proses produksi yang kerja yang terjadi baik di dalam maupun di

dilakukan oleh perusahaan tidak lepas dari luar lingkungan kerja (Reason, 1997).

adanya faktor-faktor berisiko baik Industri mie PT. ABC Semarang

kecelakaan kerja maupun penyakit akibat merupakan salah satu perusahaan yang

kerja (Suardi, 2005). Sehingga perusahaan memproduksi mi instan dan kemasan foam

perlu melakukan upaya untuk mencegah dan cup yang dalam proses produksinya

mengurangi terjadinya kecelakaan kerja menggunakan mesin-mesin berteknologi

secara maksimal. Salah satunya adalah tinggi sehingga terdapat faktor-faktor risiko

program inspeksi K3 untuk mendeteksi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

adanya kondisi tidak aman dan tindakan Maka, perusahaan perlu melakukan upaya

tidak aman dan segera memperbaikinya pencegahan melalui program inspeksi K3

sebelum menyebabkan suatu kecelakaan dan, penulis ingin melakukan kajian

(Sucofindo, 1998). Selain itu, inspeksi K3 mengenai “Program Inspeksi K3 dalam

juga merupakan salah satu upaya promotif Pencapaian Budaya K3 di Industri mie PT.

untuk membentuk perilaku K3 pada pekerja ABC Semarang”.

(Tista, 2011) dan mewujudkan budaya K3 di


lingkungan kerja (Presetyo dan Budiati, TINJAUAN TEORITIS

2016). Hal ini dikarenakan inspeksi K3 yang Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan

dilakukan akan mengidentifikasi pekerja Kerja (K3)

yang berperilaku tidak aman kemudian Inspeksi merupakan upaya deteksi

mengarahkan pekerja untuk berperilaku dini dan mengoreksi adanya potensi

aman saat berkerja dan hal tersebut dapat bahaya di tempat kerja yang dapat

mendorong pekerja menerapkan budaya K3 menimbulkan kecelakaan kerja (Sahab,

di lingkungan kerja. Karena faktor penyebab 1997). Selain itu, inspeksi K3 juga

kecelakaan kerja 85% disebabkan oleh merupakan salah satu upaya promotif

unsafe action dan 15% disebabkan oleh untuk membentuk perilaku K3 pada

unsafe condition (Suma’mur, 1996). Dengan pekerja (Tista, 2011) dan mewujudkan

terbentuknya budaya K3 yang baik di

76
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

budaya K3 di lingkungan kerja (Presetyo e. Sebagai sarana evaluasi standar


dan Budiati, 2016). keselamatan kerja sehingga dapat
Program penyelenggaraan inspeksi di diketahui tingkat efektivitas dan
tempat kerja mempunyai beberapa tujuan efisiensi standar sebelumnya
(Sahab, 1997), antara lain: Inspeksi diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Memperlihatkan kelemahan yang a. Inspeksi Informal merupakan
berpotensi menimbulkan bahaya, inspeksi yang tidak terencana
kerugian, kerusakan dan kecelakaan. sebelumnya dan sikapnya sederhana
b. Mengidentifikasi kekurangan sarana yang dilakukan atas kesadaran orang-
kerja orang yang menemukan atau melihat
c. Mengidentifikasi perilaku kerja masalah K3 di dalam pekerjaannya
seseorang agar memiliki sikap kerja sehari-hari. Namun, inspeksi informal
selamat (safety performance) ini mempunyai keterbatasan karena
d. Mengidentifikasi apakah tindakan memang tidak dilakukan secara
perbaikan memadai sistematik (Tarwaka, 2008).
e. Mendemonstrasikan pekerja akan b. Inspeksi Terencana
kesungguhan dan tekad manajemen 1) Inspeksi Umum/Rutin merupakan
terhadap K3 inspeksi yang direncanakan
f. Menciptakan suasana lingkungan dengan cara walk-through survey
kerja yang aman dan bebas dari ke seluruh area kerja dan bersifat
bahaya komprehensif. Biasanya dilakukan
Manfaat dari Inspeksi K3 menurut untuk memeriksa sumber bahaya
Yusuf (2012) sebagai berikut: atau kegiatan identifikasi terhadap
a. Sebagai sarana feedback, yaitu: bahaya, tugas-tugas, proses
komunikasi dan interaksi pekerja operasional, peralatan, mesin-
dengan manajemen mengenai K3 mesin yang memiliki risiko tinggi
b. Sebagai sarana motivasi pekerja, (Tarwaka, 2008).
tentang kesadaran pekerja akan K3 2) Inspeksi Khusus merupakan
c. Penilaian tingkat kesadaran kegiatan untuk mengidentifikasi
keselamatan kerja di lingkungan kerja dan mengevaluasi pontesial
d. Sebagai sarana pengumpulan data hazard terhadap objek kerja yang

78
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

berisiko tinggi yang hasilnya sistematik, Metoda pelaporan, evaluasi


sebagai dasar pencegahan dan dan penggunaan data.
pengendalian risiko. Objek-objek Pelaksana inspeksi terbagi menjadi dua,
khusus yang dimaksud mencakup (Alkon, 1998) yaitu :
mesin dan komponennya, 1) Ekstern Perusahaan yaitu inspeksi
peralatan kerja, B3, serta lokasi keselamatan kerja yang dilaksanakan
tempat kerja tertentu yang oleh pegawai pengawas dari
membahayakan keselamatan dan pemerintah atau oleh perusahaan
kesehatan kerja termasuk pihak ketiga.
peledakan, kebakaran, dan 2) Intern Perusahaan yang dilakukan
pencemaran lingkungan (Tarwaka, oleh orang yang berkepentingan
2008). seperti supervisor dan manajer lini
Aspek yang harus di inspeksi K3 ada dan juga yang memiliki keahlian di
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, bidang seperti teknisi.
antara lain: Bahaya yang berpotensi Meskipun diketahui banyak jenis
menimbulkan cedera atau penyakit akibat inspeksi, namun secara umum prosedur
kerja, Peraturan perundang-undangan di hampir sama, langkahnya meliputi:
bidang K3 dan standar yang berkaitan dan a. Tahap Persiapan
Permasalahan K3 yang terjadi Keberhasilan suatu pemeriksaan di
sebelumnya meskipun risikonya kecil. tempat kerja bergantung pada sejauh
Tim inspeksi K3 adalah mereka yang mana persiapan yang telah dilakukan
sudah familier dengan area kerja, tugas, sebelum melakukan inspeksi K3. Ada
pekerjaan atau mereka yang telah beberapa hal yang harus dipersiapkan,
menerima pelatihan atau sertifikasi. antara lain: jadwal inspeksi dan tim
Menurut Sahab (1997), untuk dapat inspeksi, peta inspeksi berdasarkan
melaksanakan inspeksi dengan baik, denah area kerja, jalur-jalur inspeksi
seorang pelaksana inspeksi memerlukan: K3, potensi bahaya yang terkait dengan
Pengetahuan yang menyeluruh tentang mesin, peralatan, material dan proses
tempat kerja, Pengetahuan tentang kerja, standar dan peraturan atau
standart dan peraturan perundang- prosedur kerja yang berlaku, laporan
undangan, Langkah pemeriksaan yang inspeksi sebelumya, data kecelakaan,

79
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

laporan pemeliharaan, daftar atau hal- yang direkomendasikan dari hasil


hal apa saja yang akan diinspeksi inspeksi harus segera ditindak lanjuti
(checklist inspeksi), APD yang dan orang yang bertanggung jawab
diperlukan selama inspeksi. dalam kegiatan inspeksi juga harus ikut
b. Pelaksanaan Inspeksi menjadi lebih dalam upaya tindak lanjut yang telah
efektif dengan berpedoman pada peta direncanakan (Tarwaka, 2014).
pabrik, mencari sesuatu sesuai poin- e. Laporan Inspeksi dapat dibuat sesuai
poin dalam checklist, mengambil dengan kebutuhan perusahaan dan
tindakan perbaikan sementara, jelaskan jenis inspeksi yang dilakukan, secara
dan tempatkan setiap hal dengan jelas, umum kriteria laporan inspeksi harus
klasifikasikan hazard, serta tentukan dapat menjelaskan hal-hal berikut:
faktor penyebab utama adanya 1) Identifikasi objek-objek atau lokasi
tindakan dan kondisi tidak aman tempat kerja yang diinspeksi.
(Tarwaka, 2014). 2) Menjelaskan seluruh kegiatan yang
c. Pengembangan Upaya Perbaikan mencakup: observasi kondisi
dalam menemukan tindakan dan lingkungan kerja yang tidak sesuai,
kondisi yang tidak sesuai dengan klasifikasi tingkat bahaya, upaya
standar/prosedur tidaklah cukup, perbaikan sementara, rekomendasi,
namun perlu melakukan sesuatu untuk penugasan pada yang bertanggung
mencegah terjadi kerugian nyata. Pada jawab untuk melakukan tindakan
saat inspeksi dapat langsung korektif, memantau upaya perbaikan
melakukan tindakan seperti; yang telah dilakukan, penyelesaian
membersihkan ceceran atau tumpahan dan verifikasi upaya perbaikan.
cairan di lantai, memasang pengaman f. Review
mesin yang dilepas dan lain sebagainya Meninjau ulang tindakan perbaikan
(Tarwaka, 2014). yang telah dilakukan berdasarkan
d. Tindakan Korektif yang dilakukan rekomendasi yang diperoleh dari
menjadi kurang bermanfaat jika tidak inspeksi sebelumnya. Peraturan
dapat berfungsi dengan baik atau tidak Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang
sesuai dengan apa yang direncanakan. Penerapan Sistem Manajemen
Untuk alasan tersebut, maka setiap apa Keselamatan dan Kesehatan Kerja

80
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

dalam lampiran I bagian D huruf (f) dalam maupun di luar lingkungan kerja.
yaitu “Hasil temuan harus dianalisis Budaya K3 yang baik di sebuah
dan ditinjau ulang” dan dalam perusahaan dapat dinilai dari apa yang
lampiran II elemen 7 mengenai Standar tenaga kerja lakukan daripada apa yang
Pemantauan kriteria 7.1.7 yang mereka katakan (Tarwaka, 2015).
menyatakan bahwa “Tindakan a. Aspek-Aspek Budaya K3
perbaikan dari hasil temuan laporan Terdapat tiga aspek budaya
pemeriksaan/inspeksi dipantau untuk keselamatan yang dapat diukur baik
menentukan efektifitasnya”. dengan pendekatan kualitatif maupun
Budaya Keselamatan dan Kesehatan kuantitatif (Cooper, 2000), yaitu:
Kerja 1) Aspek psikologis pekerja terhadap
Menurut Yusri Heni (2011) dalam K3, aspek berkaitan dengan apa
Tarwaka (2015), budaya K3 dapat yang dirasakan seseorang terkait
diartikan sebagai susunan karakteristik dengan aspek pribadi (person).
dan sikap yang terbentuk dalam organisasi 2) Aspek perilaku K3 pekerja, aspek
dan individu yang menekankan yang berkaitan erat dengan
pentingnya K3 sebagai prioritas utama. perilaku sehari-hari (behaviour).
Cooper (2001) menyatakan bahwa budaya 3) Aspek situasi atau organisasi
K3 merupakan interelasi dari tiga elemen terkait K3, aspek yang berkaitan
yaitu organisasi, pekerja dan pekerjaan. erat dengan situasi lingkungan
Hal ini menunjukkan bahwa budaya K3 kerja (environment).
harus dilaksanakan oleh seluruh sumber b. Faktor-Faktor Pembentuk Budaya K3
daya yang ada mulai dari manajemen dapat terbentuk dari beberapa faktor
hingga tenaga kerja. dominan, yaitu sebagai berikut:
Reason (1997) mengungkapkan 1) Komitmen Top Management
bahwa budaya K3 yang baik dapat diwujudkan dalam bentuk kebijakan
membentuk perilaku pekerja terhadap tertulis, jelas, mudah dimengerti dan
keselamatan kerja yang diwujudkan diketahui oleh semua pekerja.
melalui perilaku aman dalam melakukan Upaya tersebut dapat ditunjukkan
pekerjaan. Sehingga dapat menekan angka dengan sikap dan segala tindakan
kecelakaan kerja yang terjadi baik di yang berhubungan dengan

81
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

keselamatan kerja (Ramli, 2010). terdapat keterlibatan langsung dari


Komitmen manajemen terlihat dari pekerja dalam keselamatan kerja
sudut pandang pekerja, salah satu (Ramli, 2010).
cara yang digunakan dengan melihat 5) Lingkungan Sosial Pekerja dalam
persepsi pekerja dari komitmen pernyataan Reason (1997) bahwa
manajemen (O’Toole, 2002). terjadinya tindakan tidak aman
2) Peraturan dan Prosedur K3 dikarenakan faktor organisasi yang
merupakan suatu hal yang mengikat akan mempengaruhi faktor
dan telah disepakati. Tujuan dari lingkungan sosial pekerja.
dibentuknya peraturan dan prosedur Mohammed (2002) mengemukakan
keselamatan kerja yaitu untuk pada perusahaan sedapat mungkin
mengendalikan bahaya yang ada di dibentuk suatu lingkungan kerja
tempat kerja, untuk melindungi kondusif salah satunya budaya tidak
pekerja dari kemungkinan terjadi saling menyalahkan bila terjadi
kecelakaan, dan untuk mengatur kecelakaan pada pekerja.
perilaku pekerja, sehingga nantinya c. Tolok Ukur Budaya K3
tercipta budaya keselamatan yang Menurut pernyataan Dupont dalam
baik (Ramli, 2010). Tarwaka (2015), untuk memahami
3) Komunikasi untuk menyampaikan pergeseran dalam pola pikir dan
informasi dalam organisasi. tindakan yang diperlukan dari waktu
Komunikasi dapat berlangsung ke waktu untuk mengembangkan
secara satu arah, dua arah, antara budaya K3 dapat diketahui dari
manajer - pekerja, pekerja - pekerja, tahapan berikut ini:
manajer - manajer, atau departemen 1) Tahap Reaktif (Reactive Stage),
- departemen dengan bahasa yang tahap ini menangani isu K3 hanya
mudah dipahami oleh kedua belah bermodalkan naluri secara alamiah
pihak (Cooper,2001). (natural instinct) saja. Hanya
4) Keterlibatan Pekerja dalam K3 berfokus kepada kepatuhan bukan
diperlukan dalam Budaya K3 yang karena budaya K3 yang kuat.
efektif jika komitmen manajemen 2) Tahap Tergantung (Dependent
dilaksanakan secara nyata dan Stage), tahap ini sudah ada

82
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

komitmen manajemen perusahaan Perusahaan perlu melakukan upaya


dan supervisor umumnya untuk mencegah terjadinya kecelakaan
bertanggung jawab mengontrol kerja, salah satu upaya yang dapat
keselamatan dan tujuan. dilakukan oleh perusahaan dengan
3) Tahap Independen (Independent program inspeksi K3. Inspeksi K3
Stage), tahap ini perusahaan sudah bertujuan untuk mengendalikan dan
menekankan pengetahuan individu mengawasi sumber bahaya-bahaya K3,
terkait dengan isu K3, metode K3, permasalahan K3 dapat dideteksi lebih
komitmen K3 dan standar K3. awal, resolusi sebelum kecelakaan terjadi
Perusahaan juga akan terlibat aktif dan menjamin agar setiap tempat kerja
dalam penerapan, pembiasaan, berjalan sesuai dengan standar yang ada
pengakuan terhadap K3 dari (Tarwaka, 2008).
masing-masing individu. Adanya pengawasan yang dilakukan
4) Tahap Saling Ketergantungan oleh pihak manajemen dapat lebih
(Interdependent Stage), tahap ini mengontrol apakah pekerja mengikuti
perusahaan terlibat aktif membantu seluruh hal sesuai dengan prosedur yang
orang lain melaksanakan K3. ada atau tidak dan memberi kesempatan
Dengan kata lain, menjadi “Penjaga untuk lebih dapat menekankan aspek
Orang Lain” (others keepers) karena keselamatan kerja, membangun kesadaran
telah bisa menjaga diri sendiri. atau budaya keselamatan kerja,
Selanjutnya tolok ukur budaya K3 meningkatkan hubungan di antara
pada tahap reaktif dikategorikan manajemen dengan pekerja (Pratiwi,
sebagai budaya K3 yang kurang baik, 2009). Apabila sebuah perusahaan
tahap tergantung dikategorikan sebagai memiliki budaya K3 yang baik maka akan
budaya K3 yang cukup baik, tahap dapat mengurangi tingkat cedera atau
independen dikategorikan sebagai kecelakaan kerja. Hal ini sejalan dengan
budaya K3 yang baik serta tahap pernyataan yang dinyatakan oleh Dupont
interdependen dikategorikan sebagai (2009) dalam Tarwaka (2015) bahwa
budaya K3 yang sangat baik. dengan memperkuat budaya K3, secara
Inspeksi K3 dalam Pencapaian Budaya pasti organisasi perusahaan akan dapat
K3 mengurangi tingkat cedera, bahkan dapat

83
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

meningkatkan produktivitas, kualitas dan kualitas kesehatan tenaga kerja, dan


keuntungan sebagai hasil pencapaian. mengurangi kerugian perusahaan.
Semakin rutin inspeksi K3 dilakukan oleh Inspeksi K3
perusahaan maka budaya K3 di Penerapan program inspeksi K3 dalam
perusahaan akan semakin baik. pemeriksaan dan pengawasan semua area
kerja, peralatan kerja yang digunakan dan
METODE PENELITIAN cara kerja yang dilakukan oleh pekerja.
Jenis penelitian yang digunakan Bertujuan untuk menjamin proses produksi
observasional/survey deskriptif, yaitu metode berjalan lancar dan mengevaluasi hasil
penelitian yang mendeskripsikan atau pemeriksaan lalu. Adapun program inspeksi
memberi gambaran terhadap obyek yang K3 yang telah diterapkan, yaitu:
diteliti melalui data, wawancara dan 1. Inspeksi Informal
observasi langsung sebagaimana adanya a. Pelaksana Inspeksi Informal atau
dengan melakukan analisis dan membuat sering disebut dengan inspeksi dadakan
kesimpulan secara umum (Sugiyono, 2001). di perusahaan dilakukan oleh manajer
Penilaian dengan kuesioner mengenai atau SHE Officer yang telah memiliki
implementasi program inspeksi K3 sebagai sertifikat ahli K3 Umum.
upaya membentuk budaya K3 di perusahaan. b. Proses Pelaksanaan Inspeksi Informal
dilakukan berkeliling perusahaan untuk
HASIL PENELITIAN hanya mengamati kondisi seluruh area
Kegiatan proses produksi yang kerja, peralatan kerja yang digunakan
dilakukan meliputi penuangan tepung, dan cara kerja yang dilakukan oleh
mixing, pressing, steaming, cutting, frying, pekerja telah sesuai dengan prosedur
cooling, packaging dan delivery untuk atau belum. Waktu pelaksanaan
produksi mi instan serta buka segel, hopper, inspeksi ini tidak terjadwal, tergantung
feeding, barrel, drying, aging, moulding, waktu yang dimiliki petugas inspeksi.
leakage, mandrel, stacker, printing dan Selain itu, inspeksi ini juga belum
delivery untuk produksi kemasan foam cup. menggunakan alat bantu checklist
Perusahaan telah menerapkan SMK3 sebagai melainkan hanya observasional saja.
upaya untuk pencapaian zero acident, Apabila dalam inspeksi ditemukan
mencegah kecelakaan kerja, peningkatan ketidaksesuaian pada kondisi area kerja

84
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

dan/atau peralatan kerja yang dengan area yang akan


digunakan maka akan dilaporkan pada diinspeksi.
petugas yang bertanggung jawab atas b) Tahap Pelaksanaan dilakukan
permasalahan tersebut. Namun, jika dengan berkeliling area kerja
ditemukan ketidaksesuaian pada cara sesuai bagian setiap tim safety
kerja yang dilakukan oleh pekerja patrol berpedoman pada
maka pekerja tersebut akan langsung checklist. Lalu menilai sudah
diberi teguran dan dihimbau untuk sesuai dengan kriteria dalam
melakukan pekerjaannya sesuai dengan checklist atau belum seperti
prosedur yang ada. kondisi house keeping,
2. Inspeksi Terencana ketersediaan APD dan
a. Inspeksi Umum/Rutin di perusahaan warning sign dan lain
disebut dengan safety patrol. Safety sebagainya. Jika kondisinya
patrol dilakukan rutin setiap satu bulan belum sesuai dengan kriteria
sekali pada minggu ketiga. dalam checklist, maka harus
1) Pelaksana Safety Patrol dilakukan memberikan saran perbaikan
oleh tim safety patrol yang telah pada kolom kosong checklist.
dibentuk oleh SHE berdasar Pelaksanaan melibatkan
persetujuan pihak manajemen dan partisipasi seluruh tenaga
pekerja. Tim safety partol tersebut kerja, dikarenakan tenaga
berjumlah 4 tim dimana setiap tim kerja lebih mengetahui
telah ditentukan area yang harus kondisi yang sebenarnya bila
diinspeksi. Tim safety patrol telah dibandingakan dengan tim
mendapatkan training secara safety patrol.
internal oleh perusahaan mengenai c) Tahap Pelaporan hasil safety
potensi bahaya di perusahaan dan patrol dari keempat tim
cara pengisian checklist. dilaporkan kepada SHE. Jika
2) Proses Pelaksanaan Safety Patrol terdapat ketidaksesuaian,
a) Tahap Persiapan dengan maka hasil tersebut dirangkum
menyiapkan pena dan dalam satu laporan dan
checklist safety patrol sesuai disosialisasikan pada pihak

85
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

yang bertanggung jawab yaitu werehouse, teknik, PDQC dan


supervisor setiap area agar human resource) lalu menilai
segera melakukan perbaikan kondisi objek kerja tertentu yang
sesuai dengan rekomendasi berisiko bahaya tinggi mencakup
sebelum batas waktu yang mesin yang digunakan dalam
telah ditentukan. Hasil safety proses produksi & komponennya
patrol juga akan menjadi (seperti conveyor, mesin packing
bahan evaluasi penerapan K3 dan lain sebagainya), peralatan
di sidang P2K3 rutin setiap kerja serta B3 yang digunakan
akhir bulan. untuk uji kualitas mie, proses
d) Tindakan Perbaikan harus pengolahan limbah cair dan
selesai sebelum batas waktu limbah B3 yang dihasilkan.
yang ditentukan dan selalu Selain itu, inspeksi ini juga
dipantau hingga perbaikan menilai kondisi tempat kerja
selesai dilakukan. Lalu seperti house keeping, warning
diverifikasi oleh SHE untuk sign dan lain sebagainya.
memastikan keefektifannya. c) Tahap Pelaporan jika terdapat
b. Inspeksi Khusus ketidaksesuaian, kondisi tersebut
1) Pelaksana Inspeksi Khusus didokumentasikan & dilampirkan
dilaksanakan oleh SHE staff yang di laporan inspeksi khusus
telah bersertifikat ahli K3 Umum. sebagai bukti. Selain itu, laporan
2) Proses Pelaksanaan Inspeksi Khusus inspeksi khusus juga memuat
a) Tahap Persiapan dengan penjelasan kondisi yang tidak
menyiapkan kamera dan alat tulis sesuai, saran perbaikan serta
sebagai alat untuk dokumentasi penanggung jawab dan batas
dan mencatat apabila terdapat waktu pelaksanaan tindakan
ketidaksesuaian pada saat perbaikan. Laporan disampaikan
inspeksi sedang berlangsung. kepihak yang bertanggungjawab.
b) Tahap Pelaksanaan inspeksi Hasil inspeksi khusus juga
khusus dilakukan dengan cara menjadi bahan evaluasi
berkeliling area kerja (produksi,

86
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

penerapan K3 pada sidang P2K3 sesuai dengan ketentuan, dan sebagian


rutin setiap akhir bulan. lagi tidak memakai APD padahal
d) Tindakan Perbaikan harus selesai perusahaan telah menyediakan APD
sebelum batas waktu yang telah tersebut secara cuma-cuma.
ditentukan. Pelaksanaan tindakan
perbaikan tersebut juga akan Penerapan Program Inspeksi K3 dalam
terus dipantau sampai perbaikan Pencapaian Budaya K3
selesai. Kemudian dilakukan Program inspeksi K3 yang telah
verifikasi/cek lapangan oleh SHE dilaksanakan oleh perusahaan telah
untuk memastikan keefektifan membawa dampak positif terhadap
tindakan perbaikan. budaya K3 di perusahaan ditandai
dengan adanya penurunan angka
Budaya K3 di Perusahaan kecelakaan kerja yang terjadi di
Budaya K3 di perusahaan termasuk lingkungan perusahaan. Berdasarkan
dalam kategori budaya K3 yang baik nilai FR dan SR dari tahun 2012 sampai
dimana perusahaan telah berupaya dengan tahun 2016 angka kecelakaan
menekankan pengetahuan tenaga kerja kerja di Perusahaan mengalami
terkait dengan isu K3, metode K3, penurunan dan telah beberapa kali
kebijakan K3 dan standar K3 melalui mendapatkan predikat zero accident.
sosialisasi K3 secara langsung kepada Namun pada tahun 2017 kembali
tenaga kerja, pemasangan kebijakan K3 mengalami kenaikan angka kecelakaan
di setiap ruangan atau area kerja, safety kerja seperti bagan berikut :
talk, safety induction, safety sign dan
poster-poster yang bertemakan K3.
Hasil wawancara dan pengamatan
menunjukkan perilaku tenaga kerja
Gambar 1. Bagan nilai FR dan SR
terhadap keselamatan kerja masih
Berdasarkan hasil wawancara,
kurang, terlihat bahwa sebagian tenaga
kecelakaan kerja yang terjadi di
kerja telah menggunakan APD sesuai
perusahaan rata-rata disebabkan oleh
dengan ketentuannya, sebagian tenaga
tindakan tidak aman atau tindakan yang
kerja menggunakan APD namun belum

87
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

tidak sesuai dengan prosedur yang a. Pelaksana Inspeksi Informal


dilakukan oleh tenaga kerja seperti yang dilakukan oleh manajer
terjepit mesin produksi, terkena cutter atau SHE Officer yang telah
pada saat melakukan perbaikan tetapi bersertifikat ahli K3 Umum. Hal
mesin masih dalam keadaan menyala ini telah sesuai dengan Peraturan
dan lain sebagainya. Pemerintah Nomor 50 Tahun
2012 lampiran I bagian 5
PEMBAHASAN mengenai Pemantauan dan
Inspeksi K3 Evaluasi Kinerja yang
Penerapan inspeksi K3 di menyebutkan bahwa “Personil
perusahaan yang telah berjalan di yang terlibat harus mempunyai
industri mie PT. ABC Semarang pengalaman dan keahlian yang
merupakan salah satu upaya yang telah cukup” dan lampiran II elemen 7
dilakukan, maka hal tersebut telah sesuai mengenai Standar Pemantauan
dengan Undang-Undang Nomor 01 pada kriteria 7.1.2 yang berbunyi
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja “Pemeriksaan/inspeksi
pasal 5 ayat 1 yang menyatakan bahwa dilaksanakan oleh petugas yang
“Direktur melakukan pelaksanaan umum berkompeten dan berwenang
terhadap Undang-undang ini, sedangkan yang telah memperoleh pelatihan
para pengawai pengawas dan ahli mengenai identifikasi bahaya”.
keselamatan kerja ditugaskan Hal ini juga telah sesuai dengan
menjalankan pengawasan langsung Peraturan Menteri Tenaga Kerja,
terhadap ditaatinya Undang-undang ini Transmigrasi dan Koperasi RI
dan membantu pelaksanaanya” dan Nomor PER.03/MEN/1978
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun tentang Persyaratan Penunjukan
2012 tentang Penerapan Sistem dan Wewenang serta Kewajiban
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Pengawai Pengawas
Kerja pasal 14 ayat 1 yang menyatakan Keselamatan Kerja dan Ahli
bahwa “Pengusaha wajib melakukan Keselamatan Kerja pasal 5 ayat 2
pemantauan dan evaluasi kinerja K3”. huruf (a) yang menyatakan
1. Inspeksi Informal bahwa “Ahli Keselamatan Kerja

88
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

berkewajiban mengadakan perbaikan dari hasil laporan


pemeriksaan di tempat kerja pemeriksaan/inspeksi”.
yang ditentukan dalam surat 2. Inspeksi Terencana
pengangkatannya dan tempat a. Inspeksi Umum/Rutin dengan
kerja lain yang diminta oleh safety patrol dilakukan rutin
Direktur”. setiap satu bulan sekali pada
b. Proses Pelaksanaan Inspeksi minggu ketiga. Hal ini telah
Informal dilakukan dengan sesuai dengan Peraturan
observasional dan waktu Pemerintah Nomor 50 Tahun
pelaksanaan terjadwal maupun 2012 lampiran II elemen 7
tidak terjadwal. Hal ini telah mengenai Standar Pemantauan
sesuai menurut Tarwaka (2008) kriteria 7.1.1 yang berbunyi
bahwa “Inspeksi informal ini “Pemeriksaan/inspeksi terhadap
merupakan suatu hal yang efektif tempat kerja dan cara kerja
bila dapat dijadikan kebijakan dilaksanakan secara teratur”.
manajemen karena masalah- 1) Pelaksana Safety Patrol
masalah yang muncul langsung dilakukan oleh tim safety
dapat dideteksi, dilaporkan dan patrol yang telah dibentuk
segera dapat dilakukan tindakan oleh SHE berjumlah 4 tim
korektif”. Dan temuan dalam telah mendapatkan training
inspeksi akan dilaporkan kepada maka hal ini sesuai dengan
petugas yang bertanggung jawab Peraturan Pemerintah Nomor
dan tindakan secara langsung. 50 Tahun 2012 lampiran II
Hal ini telah sesuai dengan elemen 7 mengenai Standar
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Pemantauan kriteria 7.1.2 :
Tahun 2012 lampiran II elemen 7 “Pemeriksaan/inspeksi
mengenai Standar Pemantauan dilaksanakan oleh petugas
kriteria 7.1.6 yang berbunyi yang berkompeten dan
“Pengusaha atau pengurus telah berwenang yang telah
menetapkan penanggung jawab mendapat pelatihan mengenai
untuk pelaksanaan tindakan identifikasi bahaya”.

89
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

2) Proses Pelaksanaan Safety terhadap tempat kerja dan


Patrol cara kerja dilaksanakan
a) Tahap Persiapan berupa secara teratur” dan
checklist safety patrol kriteria 7.1.3 yang
sesuai dengan area yang berbunyi
akan diinspeksi dibuat “Pemeriksaan/inspeksi
oleh perusahaan sesuai mencari masukan dari
dengan risk assesment. tenaga kerja yang
Hal ini sesuai dengan melakukan tugas di
Peraturan Pemerintah tempat periksa” karena
Nomor 50 Tahun 2012 pelaksanaan melibatkan
lampiran II elemen 7 partisipasi seluruh tenaga
mengenai Standar kerja di lingkungan
Pemantauan kriteria 7.1.4 perusahaan.
yang berbunyi “Daftar c) Hasil Pelaporan telah
periksa (checklist) tempat memuat
kerja telah disusun untuk rekomendasi/saran untuk
digunakan pada saat tindakan perbaikan atas
pemeriksaan/inspeksi”. kondisi ketidaksesuaian
b) Tahap Pelaksanaan dari dan laporan tersebut
memeriksa/menilai sesuai dilaporkan kepada SHE
dengan kriteria dalam selaku pengurus P2K3.
checklist, hal ini telah Hal ini telah sesuai
sesuai dengan Peraturan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 50 Pemerintah Nomor 50
Tahun 2012 lampiran II Tahun 2012 lampiran II
elemen 7 mengenai elemen 7 mengenai
Standar Pemantauan Standar Pemantauan
kriteria 7.1.1 yang kriteria 7.1.5 yang
berbunyi berbunyi “Laporan
“Pemeriksaan/inspeksi pemeriksaan/inspeksi

90
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

berisi rekomendasi untuk lampiran II elemen 7


tindakan perbaikan dan mengenai Standar
diajukan kepada pengurus Pemantauan kriteria 7.1.7
dan P2K3 sesuai yang menyatakan bahwa
kebutuhan” dan kriteria “Tindakan perbaikan dari
7.1.6 yang berbunyi hasil temuan laporan
“Pengusaha/ pengurus pemeriksaan/inspeksi
telah menetapkan dipantau bagaimana
penanggung jawab untuk efektifitasnya”.
pelaksanaan tindakan b. Inspeksi Khusus
perbaikan dari hasil 1) Pelaksana Inspeksi Khusus
laporan pemeriksaan/ dilaksanakan oleh SHE staff
inspeksi” karena yang telah memiliki sertifikat
rekomendasi langsung ahli K3 Umum. Hal ini telah
ditindaklanjuti. Serta sesuai dengan Peraturan
sesuai dengan lampiran I Pemerintah Nomor 50 Tahun
bagian D huruf (f) yaitu 2012 lampiran I bagian 5
“Hasil temuan harus mengenai Pemantauan dan
dianalisis dan ditinjau Evaluasi Kinerja yang
ulang” karena hasil safety menyebutkan bahwa
patrol tersebut juga akan “Personil yang terlibat harus
menjadi bahan evaluasi mempunyai pengalaman dan
penerapan K3 pada keahlian yang cukup” dan
sidang P2K3 rutin setiap lampiran II elemen 7
akhir bulan. mengenai Standar
d) Tahap Perbaikan Pemantauan pada kriteria
dilakukan pemantauan & 7.1.2 yang berbunyi
verifikasi keefektifan, hal “Pemeriksaan/inspeksi
ini telah sesuai dengan dilaksanakan oleh petugas
Peraturan Pemerintah yang berkompeten dan
Nomor 50 Tahun 2012 berwenang yang telah

91
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

memperoleh pelatihan elemen 7 mengenai


identifikasi bahaya”. Hal ini Standar Pemantauan
juga telah sesuai dengan kriteria 7.1.4 yang
Peraturan Menteri Tenaga berbunyi “Daftar periksa
Kerja, Transmigrasi dan (checklist) tempat kerja
Koperasi RI Nomor telah disusun untuk
PER.03/MEN/1978 tentang digunakan pada saat
Persyaratan Penunjukan dan pemeriksaan/inspeksi”
Wewenang serta Kewajiban dikarenakan perusahaan
Pengawai Pengawas belum membuat checklist
Keselamatan Kerja dan Ahli untuk inspeksi khusus”.
Keselamatan Kerja pasal 5 Dan belum sesuai
ayat 2 huruf (a) yang pendapat dari Tarwaka
menyatakan bahwa “Ahli (2008) bahwa “Petugas
Keselamatan Kerja K3, supervisor dan atau
berkewajiban mengadakan manajer harus selalu
pemeriksaan di tempat kerja melakukan inspeksi
yang ditentukan dalam surat secara khusus untuk
pengangkatannya dan tempat pencegahan kecelakaan
kerja lain yang diminta oleh dan kerugian terhadap
Direktur”. objek-objek tersebut,
2) Proses Pelaksanaan Inspeksi termasuk membuat daftar
Khusus inventarisasi, menyusun
a) Tahap Persiapan jadwal inspeksi khusus
pendokumentasian telah dan melakukan audit
siap namun belum inspeksi”.
memiliki checklist, b) Tahap Pelaksanaan
sehingga hal ini belum Inspeksi khusus
sesuai dengan Peraturan dilakukan dengan cara
Pemerintah Nomor 50 observasi langsung dan
Tahun 2012 lampiran II menilai. Hal ini sudah

92
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

sesuai dengan Peraturan yang berbunyi “Laporan


Pemerintah Nomor 50 pemeriksaan/inspeksi
Tahun 2012 lampiran II berisi rekomendasi untuk
elemen 7 mengenai tindakan perbaikan dan
Standar Pemantauan diajukan kepada pengurus
kriteria 7.1.1 yang dan P2K3 sesuai
berbunyi kebutuhan” dan lampiran
“Pemeriksaan/inspeksi II elemen 7 mengenai
terhadap tempat kerja dan Standar Pemantauan
cara kerja dilaksanakan kriteria 7.1.6 yang
secara teratur”. berbunyi “Pengusaha atau
c) Tahap Pelaporan ini jika pengurus telah
terdapat ketidaksesuaian, menetapkan penanggung
kondisi tersebut jawab untuk pelaksanaan
didokumentasikan dan tindakan perbaikan dari
dilampirkan pada laporan hasil laporan
inspeksi khusus sebagai pemeriksaan/inspeksi”
bukti. Kemudian laporan dan lampiran I bagian D
tersebut disampaikan huruf (f) yaitu “Hasil
kepada supervisor temuan harus dianalisis
masing-masing area kerja dan ditinjau ulang”
sebagai penanggung karena hasil inspeksi
jawab tindakan perbaikan khusus tersebut juga akan
atas ketidaksesuaian pada menjadi bahan evaluasi
area tersebut. Hal tersebut penerapan K3 pada
telah sesuai dengan sidang P2K3 yang
Peraturan Pemerintah dilakukan rutin setiap
Nomor 50 Tahun 2012 akhir bulan.
lampiran II elemen 7 d) Tindakan Perbaikan
mengenai Standar dilakukan pengecekan
Pemantauan kriteria 7.1.5 kefektivitasan maka telah

93
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

sesuai dengan Peraturan Berdasarkan hasil penelitian,


Pemerintah Nomor 50 budaya K3 di perusahaan termasuk
Tahun 2012 lampiran II dalam kategori budaya K3 yang baik
elemen 7 mengenai dimana perusahaan telah berupaya
Standar Pemantauan menekankan pengetahuan tenaga kerja
kriteria 7.1.7 yang terkait dengan isu K3, metode K3,
menyatakan bahwa kebijakan K3 dan standar K3. Hal
“Tindakan perbaikan dari tersebut telah sesuai menurut Dupont
hasil temuan laporan dalam Tarwaka (2015) bahwa “Pada
pemeriksaan/inspeksi tahap independen (kategori baik)
dipantau untuk perusahaan sudah menekankan
menentukan pengetahuan individu terkait dengan isu
efektifitasnya”. K3, metode K3, komitmen K3 dan
Maka program inspeksi K3 di standar K3”.
industri mie PT. ABC Semarang telah Namun, sikap dan perilaku pekerja
memenuhi peraturan yang berlaku, terhadap keselamatan kerja masih
namun belum maksimal dalam kurang. Hal ini terlihat dari hasil
pelaksanaanya misal: tidak sesuai wawancara dan observasi yang
dengan jadwal dan perusahaan belum menunjukkan sebagian tenaga kerja
membuat checklist untuk inspeksi telah menggunakan APD sesuai dengan
khusus. Pelaksanaan inspeksi K3 sering ketentuannya, sebagian besar
kali tidak sesuai dengan jadwal menggunakan APD belum sesuai dengan
dikarenakan kurang optimal dalam ketentuan, dan terdapat yang tidak
pembagian tugas dan asumsi bahwa menggunakan APD. Hal tersebut belum
hasil inspeksi akan sama dengan hasil sesuai pendapat Ferraro (2002) yang
sebelumnya. menyatakan bahwa “Dasar dari budaya
keselamatan adalah sikap dan persepsi
pekerja terhadap keselamatan kerja,
yang nantinya menjadi salah satu
Budaya K3 di Perusahaan gambaran perilaku pekerja terhadap
pelaksanaan peraturan dan prosedur K3

94
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

dalam rangka mengendalikan sumber dalam keadaan menyala, dan lain


potensi bahaya”. sebagainya.
Untuk itu, kondisi tersebut belum
Penerapan Program Inspeksi K3 dalam sesuai dengan hasil penelitian Presetyo
Pencapaian Budaya K3 dan Budiati (2016) yang menyatakan
Program inspeksi K3 yang telah bahwa “Manfaat pelaksanaan program
dilaksanakan pihak perusahaan telah inspeksi K3 bagi tenaga kerja di
berdampak positif terhadap budaya K3 perusahaan antara lain: tenaga kerja
ditandai dengan adanya penurunan merasakan timbulnya peningkatan
angka kecelakaan kerja yang terjadi di kesadaran akan pentingnya K3, lebih
lingkungan perusahaan. Hal ini telah memahami bahwa keselamatan pekerja
sesuai menurut Dupont (2009) dalam dan mesin lebih utama dibandingkan
Tarwaka (2015) bahwa “Semakin rendah dengan target produksi dan tempat kerja
budaya relatif maka akan semakin tinggi lebih nyaman sehingga akan menjamin
nilai kecelakaan” dan “Nilai budaya K3 terwujudnya budaya K3 di lingkungan
adalah berbanding terbalik dengan kerja”
jumlah kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja”. Penurunan angka KESIMPULAN
kecelakaan kerja dapat dilihat dari nilai Perusahaan telah menerapkan program
FR dan SR pada tahun 2012 sampai inspeksi K3 sesuai dengan peraturan yang
2016. Sedangkan pada tahun 2017 berlaku dan pendapat para ahli mulai dari
dengan rentang bulan Januari-April pelaksana, pelaksanaan inspeksi, checklist
kembali mengalami kenaikan angka yang digunakan, laporan inspeksi, penetapan
kecelakaan kerja. Hasil wawancara penanggung jawab tindakan perbaikan
menyatakan bahwa rata-rata kecelakaan sampai pemantauan tindakan perbaikannya.
kerja di perusahaan disebabkan tindakan Namun, dalam pelaksanaanya sering kali
tidak aman atau tindakan yang tidak tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan
sesuai dengan prosedur yang dilakukan dan perusahaan belum membuat checklist
oleh pekerja seperti terjepit mesin untuk inspeksi khusus.
produksi, terkena cutter pada saat Program inspeksi K3 terlaksana dengan
melakukan perbaikan tetapi mesin masih baik dan telah berdampak positif terhadap

95
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

budaya K3 tetapi masih diperlukan Performance. The University of


Melbourne.
peningkatan lebih lanjut karena masih
ditemukan tindakan tidak aman serta tingkat Mohammed, S. 2002, Safety Climate in
Construction Site Environments,
kesadaran K3 masih kurang.
Jurnal of Construction Engineering
and Management, 8: 5.
SARAN
O’Toole, M. 2002. The Relationship
1. Sebaiknya jadwal yang telah disepakati Between Employees’ Perceptions of
Safety and Organizational Culture.
tim dilegalkan hingga pimpinan
Jurnal of Safety Research, 33: 231-
tertinggi, jika ada petugas yang tidak 243
sesuai jadwal dikenai sanksi.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
2. Perusahaan sebaiknya membuat Transmigrasi RI Nomor PER-
01/MEN/I/2007 tentang Pedoman
checklist inspeksi sesuai regulasi dan
Pemberian Penghargaan Keselamatan
kebutuhan perusahaan. dan Kesehatan Kerja (K3).
3. Sebaiknya peningkatan peran petugas
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012
inspeksi K3 selain menilai juga sebagai tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
motivator tenaga kerja agar berperilaku
(SMK3).
aman dan lebih mentaati SOP yang ada,
Prasetyo, E. dan Budiati, R. E. 2016.
dan memberikan sanksi pada yang
Analisis Program Inspeksi
melanggarnya. Keselamatan dan Kesehatan kerka
(K3) Sebagai Bentuk Upaya Promosi
Budaya K3 di Lingkungan Kerja.
DAFTAR PUSTAKA JKM Cendekia Utama. Vol. 4, No.1.
Alkon. 1998. Manajemen Keselamatan Kerja
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen
Bagi Pengawas. Surabaya: Lembaga
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pembinaan Ketrampilan dan
OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.
Manajemen.
Reason, J. 1997. Managing the Risk of
Cooper, D. 2000. Towards a Model of Safety
Organizational Accidents, Ashgate
Culture. Applied Behavioural
Publishing Limited, England.
Science.
Sahab, Syukri, Dr., MS. 1997. Teknik
Cooper, D. 2001. Improving Safety Culture:
Manajemen Keselamatan dan
A Practical Guide. Hull: Applied
Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Bina
Behaviour Sciences.
Sumber Daya Manusia.
Ferraro, L. 2002. Measuring Safety Climate:
The Implications for Safety
96
Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health Vol. 2, No. 1, Oktober 2017
http://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH No.ISSN online : 2541-5727
DOI : http://dx.doi.org/10.21111/jihoh.v2i1.949 No. ISSN cetak : 2527-4686

Suardi, R. 2005. Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: PPM.

Sucofindo. 1998. Bahan Peserta Pelatihan


Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: PT Sucofindo.

Sugiyono. 2001. Metode Penelitian Bisnis.


Bandung : Alfabeta.

Suma’mur, P.K. 1996. Keselamatan Kerja


dan Pencegahan Kecelakaan Kerja.
Jakarta: PT Gunung Agung.

Suyono, K.Z. dan Nawawinetu, E.D. 2013.


Hubungan antara Faktor Pembentuk
Budaya Keselamatan Kerja dengan
Safety Behavior di PT DOK dan
Perkapalan Surabaya Unit Hull
Constrution. The Indonesian Journal
of Occupational Safety and Health,
Vol. 2, No. 1, 67-74.

Tarwaka. 2008. Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja di Tempat
Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Tarwaka. 2014. Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja di Tempat
Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Tarwaka. 2015. Keselamatan, Kesehatan


Kerja dan Ergonomi (K3E) dalam
Perspektif Bisnis. Surakarta: Harapan
Press.

Tista, Z. 2011. Hubungan Antara Inspeksi


Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dengan Perilaku Aman (Safety
Behavior) Pekerja pada Divisi Kapal
Niaga PT PAL Indonesia (Persero).
Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970


tentang Keselamatan Kerja.

97

Anda mungkin juga menyukai