Anda di halaman 1dari 31

Case Report Session (CRS)

Mei 2018

KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIALIS ODS

OLEH :
Putri Iffah Musyahrofah, S.ked
G1A216097

PEMBIMBING:
dr. H. Djarizal, Sp.M, M.PH

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)


KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIALIS ODS

OLEH :
PUTRI IFFAH MUSYAHROFAH
G1A216092

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada, Mei 2018

Pembimbing

dr. H. Djarizal, Sp.M, M.PH

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report Session (CRS) yang berjudul “KERATITIS PUNGTATA
SUPERFISIALIS ODS” untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata,
Fakultas Kedokteran Universitas Jambi di RSUD Raden Mattaher.
Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada dr. Puji
Lestari, Sp.M selaku konsulen ilmu mata yang telah membimbing dalam
mengerjakan Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat diselesaikan tepat
waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah
Keratitis. Saya menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan yang akan datang.

Jambi, Mei 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... .i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... .ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
BAB I Pendahuluan ............................................................................................. 1
BAB II Laporan Kasus ......................................................................................... 3
BAB III Tinjauan Pustaka ................................................................................... 9
3.1 Anatomi dan Fisiologi ..................................................................................... 9
3.2 Keratitis ........................................................................................................... 13
BAB IV Analisa Kasus ......................................................................................... 23
BAB V Kesimpulan……………………………………………………………..25
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... .26

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari
media refraksi, kornea juga berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela
yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Kornea terdiri atas 5 lapis yaitu epitel,
membran bowman, stroma, membran descemet, dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik
pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya
cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea
yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi.1,2
Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri,
virus, dan jamur. Keratitis diklasifikasikan berdasarkan lapisan pada kornea yang
terkena, keratitis superfisial dan keratitis profunda, atau berdasarkan penyebabnya
yaitu keratitis karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan
obat, keratitis reaksi alergi, infeksi, reaksi kekebalan, reaksi terhadap
konjungtivitis menahun. 2,3,4
Pada Keratitis sering timbul rasa sakit yang berat oleh karena kornea
bergesekan dengan palpebra, karena kornea berfungsi sebagai media untuk
refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang yang masuk
ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama
apabila lesi terletak sentral dari kornea. Fotofobia terutama disebabkan oleh iris
yang meradang Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau dan
merasa ada yang mengganjal atau kelilipan. 3,4
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya
keratitis antara lain perawatan lensa kontak yang buruk, Herpes genital atau
infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, higienis
dan nutrisi yang tidak baik.3

1
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua penyebab kebutaan dan bila terlambat
di diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma
dan meninggalkan jaringan parut yang luas.

2
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Identifikasi Nama : Ny. M
Umur : 33 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Alamat : Durian Lucuk
Tanggal berobat : 25 Mei 2018
Keluhan utama Mata kanan dan kiri nyeri sejak ± 2 minggu SMRS
Anamnesa Khusus ±1 bulan SMRS pasien mengaku awalnya mata kanan dan
kirinya memerah. Kemudian setelah itu menjadi terasa
nyeri. Keluhan dirasakan hilang timbul. Keluhan
berkurang saat pasien meneteskan obat yang dibelinya di
apotik. Pasien mengatakan lama kelamaan pandangan mata
kanan dan kirinya menjadi kurang jelas, padahal pasien
mengaku bahwa sebelumnya pandangan mata kanan dan
kirinya terang dan jelas. Keluhan juga disertai dengan rasa
mengganjal pada mata.
± 2 minggu SMRS pasien mengatakan matanya makin
nyeri, tetapi keluhan merah pada mata berkurang. Pasien
juga merasakan matanya semakin mengganjal dan silau
jika melihat cahaya. Kotoran mata banyak dan berwarna
kekuningan disangkal, sakit kepala di kening yang
menjalar disangkal, kelopak mata bengkak disangkal.
Riwayat penyakit a. Riwayat keluhan serupa (-)
dahulu b. Riwayat operasi (-)

3
c. Riwayat penyakit DM disangkal
d. Trauma pada mata (-)
e. Alergi (-)
Anamnesa keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien
Riwayat gizi IMT = BB/(TB)2= 45/155 = 18,75= normal
Keadaan sosial Menengah
ekonomi

Penyakit sistemik
 Tractus respiratorius Tidak ada keluhan
 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Tidak ada keluhan

 Endokrin Tidak ada keluhan

 Neurologi Tidak ada keluhan

 Kulit Tidak ada keluhan


Tidak ada keluhan
 THT
Tidak ada keluhan
 Gigi dan mulut
Tidak ada keluhan
 Lain-lain

Pemeriksaan visus dan refraksi


OD OS
Visus : 6/12 , PH 6/9 Visus : 6/12, PH 6/9

II. Muscle Balance


Kedudukan bola mata
Orthoforia Orthoforia

Pergerakan bola mata

4
Pemeriksaan Eksternal
OD OS

Infiltrat pungta (+) di permukaan kornea


Infiltrat pungta (+) di permukaan kornea

Palpebra superior Palpebra superior


Blefarospasme (-), benjolan(-), Blefarospasme (-), benjolan(-),
hiperemis(-) hiperemis(-)
Palpebra Inferior Palpebra Inferior
Benjolan(-),hiperemis(-) entropion (-) Benjolan(-),hiperemis(-) entropion(-)
Cilia Cilia
Trikiasis(-) Trikiasis(-)
Ap. Lacrimalis Ap. Lacrimalis
Tampak normal Tampak normal
Conjugtiva tarsus superior Conjugtiva tarsus superior
Papil(-), folikel(-), litiasis (-), Papil(-), folikel(-), litiasis (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
Conjungtiva tarsus inferior Conjungtiva tarsus inferior
Papil(-), folikel(-), litiasis (-), Papil(-), folikel(-), litiasis (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
Conjungtiva Bulbi Conjungtiva Bulbi
Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-)
Injeksi Konjunctiva (-) Injeksi Konjunctiva (-)

5
Kimosis (-), ekimosis (-) Kimosis (-), ekimosis (-)

Kornea Kornea
Edema (+) Edema (+)
Infiltrat pungta (+) di permukaan Infiltrat pungta (+) di permukaan
kornea kornea
Ulkus (-) Ulkus (-)
Makula (-) Makula (-)

COA COA
Sedang Sedang
Pupil Pupil
Bulat, regular Bulat, regular
Refleks Cahaya : Refleks Cahaya :
- Direct (+) - Direct (+)
- Indirect (+) - Indirect (+)
Diameter : 3 mm Diameter : 3 mm
Iris Iris
Coklat, kripta normal, prolaps (-) Coklat, kripta normal, prolaps (-)
Lensa : Jernih Lensa : Jernih
Pemeriksaan Slit Lamp
Silia Silia
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Conjungtiva tarsus Conjungtiva tarsus
Papil (-), folikel (-) Papil (-), folikel (-)

Conjungtiva bulbi : Injeksi siliar (-), Conjungtiva bulbi : Injeksi siliar (-),
injeksi konjungtiva (-), hiperemis (-) injeksi konjungtiva (-), hiperemis (-)
Kornea : Edema (+), infiltrat Kornea : Edema (+), infiltrat
pungtata (+) pungtata (+)

Bilik mata depan : normal Bilik mata depan: normal


Iris : Kripta iris normal Iris : Kripta iris normal
Lensa : Jernih Lensa : Jernih

6
Tekanan Intra Okuler
Palpasi : normal Palpasi : normal
Tonometer Schiotz : tidak dilakukan Tonometer Schiotz : tidak dilakukan
Funduskopi
Funduskopi: tidak dilakukan Funduskopi: tidak dilakukan

VISUAL FIELD
Konfrontasi : Sama dengan pemeriksa Konfrontasi : Sama dengan pemeriksa

Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 155 Cm
Berat badan 45 Kg
Tekanan darah 100/60 mmHg
Nadi 76 kali/menit
Suhu 36,40C
Pernapasan 18 kali/menit
Kerdiovaskuler BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Traktus gastrointestinal Bising usus (+)
Paru-paru Vesicular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Neurologi Tidak dilakukan

Diagnosis : Keratitis Pungtata Superfisial ODS


Diffrential Diagnosa :
- Keratitits Numularis
- Keratitis Disiformis
- Ulkus kornea
Anjuran pemeriksaan : Tes fluoresein, Mikrobiologi
Pengobatan :
- Gentamysin 0,3% 3 x ODS
- Betamethasone 0,1% 3 x ODS
- Mata ditutup dengan perban

7
Prognosis :
Q Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi
3.1.1 Anatomi Kornea

Gambar 1. Anatomi kornea


Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran
11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37.
Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari
total 58,60 kekuatan dioptri mata manusia. Kornea juga merupakan sumber
astigmatisme pada sistem optik. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi
glukosa dari aqueus humor dan oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata.
Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea

9
adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak
dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea
dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus yang berjalan suprakoroid, masuk
ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepas selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan.
Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus 5
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan
selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan
lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan, dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 6,7
1. Epitel
- Tebalnya 50 um, terdiri atas lim lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal, dan sel gepeng
- Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini
menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ectoderm permukaan
2. Membrana Bowman
- Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

10
3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membrana Descemet
- Membrane aselular;merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
sel endotel dan merupakan membran basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membrane descemett melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf.Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan system pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel
dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.8
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya,
dan deturgensinya.8

11
3.1.2 Fisiologi Kornea
Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah
“jendela” yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea
dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang uniform yang
sifat deturgescencenya. Transparansi stroma dibentuk oleh pengaturan fisis
special dari komponen-komponen fibril. Walaupun indeks refraksi dari masing-
masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang kecil (300
A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan
pemisahan dan regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya
dibandingkan dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga
dengan pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan
endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan “basah” dengan kada air
sebanyak 78%.9,10
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang
sangatlah penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25
dioptri dari total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74%
dari seluruh kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada
kornea dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi visus
seseorang.11
Kornea merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea
sangat lah sensitif. Saraf – saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui
membrana bowman dan berakhir secara bebas diantara sel – sel epithelial serta
tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2 – 3 mm dari limbus ke sentral
kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi pada kornea.10
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.
Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau
keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan
bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter

12
(blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan
kepada kemungkinan adanya cedera kornea.12
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti
penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)
diperoleh dari 3 sumber, yaitu :12
 Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya
 Difusi dari humor aquous
 Difusi dari film air mata
Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap
lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan
kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat
pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.6

3.2 KERATITIS
3.2.1 Definisi
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan
menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila
mengenal lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis
(atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.3
3.2.2 Epidemiologi
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus
kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar
antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun
1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki
dan perempuan tidak begitu bermakna pada angka kejadian keratitis.
Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan
lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau infeksi virus lain, kekebalan
tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis dan nutrisi yang tidak
baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.

13
3.2.3 Etiologi
Penyebab keratitis bermacam-macam yaitu bakteri, virus dan jamur.
Selain itu penyebab lain yang merupakan faktor predisposes adalah kekeringan
pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang
masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik
mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain, trauma dan penggunaan lensa kontak
yang kurang baik .3,8
3.2.4 Klasifikasi
Keratitis diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis
superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau Bowman dan keratitis profunda
atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai
lapisan stroma. Pada keratitis epitelial dan keratitis stromal, tes fluoresin (+),
sedangkan pada keratitis subepitelial dan keratitis profunda, tes fluoresin (-).
Menurut tempatnya, keratitis diklasifikasikan sebagai berikut:13
I. Keratitis Superfisial
1. Keratitis epitelial
a. Keratitis punctata superfisialis
b. Herpes simpleks
c. Herpes zoster
2. Keratitis subepitelial
a. Keratitis nummularis
b. Keratitis disiformis
3. Keratitis stromal
a. Keratitis neuroparalitik
b. Keratitis et lagoftalmus

II. Keratitis Profunda


1. Keratitis interstisial
2. Keratitis sklerotikans
3. Keratitis disiformis

14
3.2.4 Keratitis Pungtata Superfisial
Definisi
Keratitis pungtata superfisialis adalah penyakit bilateral rekurens
menahun yang jarang ditemukan, tanpa pandang jenis kelamin maupun
umur. Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk
lonjong dan jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan
dengan flouresen, terutama di daerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak
dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan slit-lamp atau kaca
pembesar. Kekeruhan subepitelial dibawah lesi epitel (lesi hantu) sering
terlihat semasa penyembuhan penyakit epitel ini.13

Etiologi
Belum ditemukan organisme penyebabnya, namun dicurigai virus.
Pada satu kasus berhasil diisolasi virus varicella-zoster dari kerokan
kornea.13,14 Penyebab lainnya dapat terjadi pada moluskulum
kontangiosum, acne roasea, blefaritis neuroparalitik, trachoma, trauma
radiasi, lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan
bahan pengawet lainnya.13

Gejala Klinis
Pasien dengan keratitis pungtata superfisial biasanya datang
dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata berair,
penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) . Lesi pungtata pada
kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi
biasanya meninggi dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. 13
Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki
banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea
superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan
palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan
merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi

15
pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila
lesi terletak sentral pada kornea.13
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh
kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah
fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada
kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun tidak disertai dengan
pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang
purulen. Keratitis pungtata superfisial ini juga akan memberikan gejala
mata merah, silau, merasa kelilipan, penglihatan kabur.13

Gambar 2. Keratitis pungtata superfisial


Patofisiologi
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan
pada waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan
lainnya yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea
pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul
dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai
injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-
sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat,
yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi
tidak licin.
Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini
dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang

16
berwarna kehijauan pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam
dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan
parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi
penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator
inflamasi yang dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke
iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada
iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang
dapat terbentuk hipopion. 15

3.2.5 Diagnosis
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien
yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa silau
(fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasme). Adapun radang kornea ini
biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis
superfisial dan interstisial atau propunda. Keratitis superfisial termasuk lesi
inflamasi dari epitel kornea dan membrane bowman superfisial.9
Sangat penting untuk dilakukan penegakan diagnosis morfologis pada
pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan
dengan melihat tanda-tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial,
perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari penebalan epitel, Punctate
Epitelial Erosion (PEE), dan lecet kornea untuk pseudodendrites. Dapat menjadi
reaksi traumatis sekunder dan alergi terhadap lensa kontak. Pada pewarnaan
fluorescein terutama terihat pada posisi pukul 3 dan pukul 9 kornea, edema ringan
dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial.
Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang,
edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula dari
stroma lalu ke epitel kornea.9,10
Periksa ketajaman visual dengan lensa kontak atau kacamata, jika pasien
tidak memiliki kacamata, gunakan lubang jarum dari occluder periksa pergerakan
lensa kontak dan defect kornea pada slit lamp. Minta pasien melepaskan lensa

17
kontak jika mampu, dapat menggunakan satu tetes proparacaine atau anestesi
topikal lain untuk membuka mata agar dapat diperiksa secara koperatif.10
Periksa reaktivitas pupil dengan senter, pemeriksaan slit lamp dengan
memperhatikan daerah konjungtiva bulbar dan palpebral untuk mencari setiap
papillae atau folikel, permukaan kornea untuk menyingkirkan ulkus kornea, dan
reaksi pada ruang anterior mata.10
Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada
keratitis melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat
menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan
inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan
kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan
dengan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya
sementara memindahkan cahaya dengan hati-hati ke seluruh kornea. Dengan cara
ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat.10
Keratitis herpetika disebabkan oleh herpes simpleks dan herpes zoster,
yang disebabkan oleh herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan
stromal. Hal yang murni epitelial adalah dendritik dan stromal adalah diskiformis.
Biasanya infeksi herpes simpleks ini berupa campuran epitel dan stroma.
Perbedaan ini akibat mekanisme kerusakannya berbeda. Pada yang epitelial
kerusakan terjadi akibat pembelahan virus di dalam sel epitel, yang akan
mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superfisial. Stromal
diakibatkan reaksi imunologik tubuh pasien sendiri terhadap virus yang
menyerang. Antigen (virus) dan antibodi (pasien) bereaksi di dalam stroma kornea
dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan
proteolitik untuk merusak antigen(virus) yang juga akan merusak jaringan stromal
di sekitarnya.6
Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan
air mata yang berlebihan. Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi
biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik – titik
berwarna abu – abu yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini,
tergantung faktor penyebabnya.7

18
Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble
yang tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik
(benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine), maupun
dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens
akan menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang berbentuk
makroulseratif (positive stanining) dan dapat memberikan gambaran akan lesi
yang tidak bebrbekas melalui film air mata (negative staining). Floresens yang
terkumpul dalam sebuah defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma
kornea dan tampak dengan warna hijau pada kornea.15

3.2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Uji Fluoresein
Uji untuk melihat adanya defek pada epitel kornea. Caranya kertas
fluoresein dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian
diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu penderita
diberi anestesi lokal. Penderita diminta menutup matanya selama 20 detik,
kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau sebagai
uji fluoresein positif.
2. Uji Fistel
Uji untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea. Pada
konjungtiva inferior ditaruh kertas fluoresein. Bila terdapat fistel kornea akan
terlihat pengaliran cairan mata berwarna hijau.
3. Uji Placido
Untuk melihat kelengkungan kornea. Caranya dengan memakai papan
plasido yaitu papan dengan gambaran lingkaran konsentris putih hitam yang
menghadap pada sumber cahaya, sedang pasien berdiri membelakangi sumber
cahaya. Melalui lubang di tengah dilihat gambaran bayangan plasido pada
kornea. Normal bayangan plasido pada kornea berupa lingkaran konsentris.
4. Uji Sensibilitas Kornea
Uji untuk menilai fungsi saraf trigeminus kornea. Caranya dengan
meminta penderita melihat jauh ke depan, kemudian dirangsang dengan kapas

19
basah dari bagian lateral kornea. Bila terdapat refleks mengedip, rasa sakit
atau mata berair berarti fungsi saraf trigeminus dan fasial baik. 2
Diagnosis yang tepat dan pengobatan infeksi kornea sedini mungkin
sangatlah penting dalam menghindari penurunan penglihatan secara
permanen. Diagnosis dari setiap jenis infeksi keratitis pada dasarnya meliputi
langkah-langkah berikut:1
1. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan dengan
mengambil apusan dasar ulkus sebagai bahan sampel dan inokulasi media
kultur untuk bakteri dan fungi. Spesimen lensa kontak yang digunakan juga
harus diambil dan di kultur untuk memastikan sumber dari bakteri atau jamur.
2. Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang diambil
untuk mendeteksi bakteri.
3. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea dianjurkan
dimana hasil sensitivitasnya akan berkurang.

3.2.7 Tatalaksana
Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah diberikan sesuai
dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau
acyclovir. Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G
atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin
atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret
mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk
jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat
yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan.13
Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga
diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman dan
mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata buatan,
sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung
metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan
viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar.
Pemberian tetes kortikosteroid pada Keratitis Pungtata Superfisial ini bertujuan

20
untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan parut
pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun
pada umumnya pada pemberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena
steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari
keratitis tersebut adalah virus.3,10
Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis pungtata superfisial
ini harus terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk
waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga bertahun-tahun dan
berakibat timbulnya katarak dan glaukoma terinduksi steroid, menambah
kemungkinan infeksi jamur, menambah berat radang akibat infeksi bakteri juga
steroid ini dapat menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan
kortikosteroid pada keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan
untuk diganti dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah
menunjukan bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga
mengatasi peradangannya seperti halnya kortikostroid namun lebih aman dari
steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan katarak ataupun glaukoma
yang terinduksi steroid.3,10
Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan gejala,
supaya dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea bergesekan dengan
palpebra, khususnya pada kasus yang mengganggu. Pemberian siklopegik
mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris sehingga terjadi dilatasi pupil dan
mengakibatkan paralisis otot siliar sehingga melemahkan akomodasi. Terdapat
beberapa obat sikloplegia yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida.10
Namun atropin (0,5%-2%) merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan
juga bersifat midriatik sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada
keratitis tertentu misalnya KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40
menit dan bila telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal
kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga memberikan efek
samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut kering. Homatropin (2%-5%)
efeknya hilang lebih cepat dibanding dengan atropin, efek maksimal dicapai
dalam 20-90 menit dan akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari.

21
Sedangkan trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan
efek maksimal dicapai setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam. Obat ini
sering dipakai untuk melebarkan pupil pada pemeriksaan fundus okuli.10
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada pasien
KPS. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung kronik
dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga sebaiknya dianjurkan agar tidak
terlalu sering terpapar sinar matahari ataupun debu karena KPS ini dapat juga
terjadi pada konjungtivitis vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar
matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah
memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya
karena dapat memperberat lesi yang telah ada.16
Pada KPS dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur sebaiknya kita
menyarankan pasien untuk mencegah transmisi penyakitnya dengan menjaga
kebersihan diri dengan mencuci tangan, membersihkan lap atau handuk, sapu
tangan, dan tissue.3,10,16

3.2.8 Prognosis
Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada
kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan
meninggalkan gejala sisa.
Meskipun sebagian besar KPS memberikan hasil akhir yang baik namun
pada beberapa pasien dapat berlanjut hingga menjadi ulkus kornea jika lesi pada
KPS tersebut telah melebihi dari epitel dan membran bowman. Hal ini biasanya
terjadi jika pengobatan yang diberikan sebelumnya kurang adekwat, kurangnya
kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang sudah dianjurkan, terdapat
penyakit sistemik lain yang dapat menghambat proses penyembuhan seperti pada
pasien diabetes mellitus, ataupun dapat juga karena mata pasien tersebut masih
terpapar secara berlebihan oleh lingkungan luar, misalnya karena sinar matahari
ataupun debu.1

22
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, Ny.M usia 33 tahun, di diagnosis keratitis pungtata
superficial ODS berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis yang
dilakukan.
Anamnesis
Kasus Teori
±1 bulan SMRS pasien mengaku awalnya Keratitis adalah peradangan kornea
mata kanan dan kirinya memerah. Kemudian yang dapat disebabkan oleh infeksi
setelah itu menjadi terasa nyeri. Keluhan bakteri, jamur, virus atau suatu proses
dirasakan hilang timbul. Keluhan berkurang alergi-imunologi. Gejala keratitis
saat pasien meneteskan obat yang dibelinya di pungtuata, antara lain lakrimasi,
apotik. Pasien mengatakan lama kelamaan edema kornea, fotofobia, sensasi
pandangan mata kanan dan kirinya menjadi seperti ada benda asing, dan
kurang jelas, padahal pasien mengaku bahwa penurunan visus. Tajam penglihatan
sebelumnya pandangan mata kanan dan menurun disebabkan oleh kornea
kirinya terang dan jelas. Keluhan juga disertai menjadi keruh. Kornea memiliki serabut
dengan rasa mengganjal pada mata. nyeri, kebanyakan lesi kornea, superficial
± 2 minggu SMRS pasien mengatakan maupun profunda menimbulkan rasa sakit
matanya makin nyeri, tetapi merah berkurang. dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat
oleh gesekan palbebra (terutama palbebra
Pasien juga merasakan matanya semakin
superior) pada kornea akan menetap
mengganjal dan silau jika melihat cahaya.
sampai sembuh. Karena kornea berfungsi
Kotoran mata banyak dan berwarna
sebagai jendela bagi mata dan
kekuningan disangkal, sakit kepala di kening
membiaskan berkas cahaya, lesi kornea
yang menjalar disangkal, kelopak mata umumnya agak mengaburkan
bengkak disangkal. penglihatan, terutama kalo letaknya di
pusat. Fotofobia pada penyakit kornea
adalah akibat kontraksi iris beradang
yang sakit. Dilatasi pembuluh iris
beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh
iris adalah fenomena reflex yang

23
disebabkan iritasi pada ujung saraf
kornea.
Pemeriksaan Oftalmologikus
Kasus Teori
1. Visus dasar : OD 6/12, OS 6/12 Keratitis pungtata superfisialis
2. Posisi bola mata ODS : ortoforia ditemukan adanya edema kornea,
3. Pergerakan bola mata ODS: duksi injeksi perikornea, penurunan visus, dan
versi baik pembentukan infiltrat yang berupa titik-
4. Palpebra ODS: tidak ada kelainan titik pada kedua permukaan membran
5. Konjungtiva ODS: hiperemis (-) Bowman. Infiltrat tersebut dapat besar
6. Konjungtiva Bulbi ODS: injeksi atau kecil dan dapat timbul hingga
siliar (-) berratus-ratus.
7. Kornea ODS
- Edema kornea (+)
- Infiltrat pungtata (+)
8. Limbus : tidak terdapat kelainan
9. COA : sedang
10. Lensa : Jernih
11. TIO : normal
12. Lapangan pandang : tidak
menyempit
Tatalaksana Pada Pasien
Kasus Teori
- Gentamycin 0,3% 3 x ODS Pengobatan keratitis pungtata superfisial:
- Betamethasone 0,1% 3x ODS - Sulfas atropin 1% 3 kali sehari 1 tetes
- Mata ditutup dengan perban - Salep antibiotika, untuk
menghindarkan infeksi sekunder,
dapat dikombinasikan dengan
kortikostreoid untuk mengatasi
inflamasi
- Mata ditutup dengan perban

24
BAB V
KESIMPULAN
Keratitis merupakan suatu infeksi pada kornea yang ditandai dengan
adanya infiltrat yang disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan
tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi menjadi keratitis pungtata
superfisialis, keratitis marginal dan keratitis interstitial. Berdasarkan
penyebabnya keratitis digolongkan menjadi keratitis bakterialis, keratitis
fungal, keratitis viral dan keratitis akibat alergi. Kemudian berdasarkan
bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika, keratitis flikten,
keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik.
Gejala umum keratitis adalah visus turun mendadak, mata merah,
rasa silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya
tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran
klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis
penyebab dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak
ditangani dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu
ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan
menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan
kebutaan.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea. San
Fransisco 2007
2. Vaughan, Daniel G et al. 2010. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta:
Widya Medika. Hal: 129 – 152
3. ILyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam : Ilyas
S. Ilmu Penyakit Mata edisi 4; 2013. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal ; 149
4. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious
keratitis. Indian Journal of Opthalmology. 2006. 56:3; 50-56
5. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2013. h. 1-13
6. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.
Thieme. 2006. p. 97-99
7. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ
Books. p. 17-19.
8. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas.
2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
9. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2007
10. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc
Graw-Hill. 2002.
11. Raymond L. M. Wong, R. A. Gangwani, LesterW. H. Yu, and Jimmy S.
M. Lai. New Treatments for Bacterial Keratitis. Department of
Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong. 2012
12. Ann M. Keratitis, Available, at URL :
http://www.mdguidelines,com/keratitis.

26
13. ILyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi 4; 2013. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
14. Riordan Paul – Eva, et al : ”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”.
Jakarta : EGC, edisi 17, 2009 : hal 126-143.
15. Andrew A Dahl. Superficial Punctate Keratitis, available at URL :
https://emedicine.medscape.com
16. James bruce, et all. Lecture note oftalmology. Edisi Kesembilan. Penerbit
erlangga 2006. h.67-69

27

Anda mungkin juga menyukai