Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih dengan hati
yang tulus kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini semoga Allah senantiasa membalas dengan
kebaikan yang berlipat ganda.
i
DAFTAR ISI
C. TUJUAN ..................................................................................................... 2
A. KESIMPULAN ......................................................................................... 16
B. PENUTUP ................................................................................................ 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
tersebut auditor harus melaksanakan proses audit. Proses audit
merupakan salah satu pelayanan assurance. Arens, et.al., (2001)
mendefinisikan pelayanan assurance sebagai pelayanan atau jasa
profesional independen yang dapat meningkatkan kualitas informasi bagi
para pembuat keputusan.
Meskipun dalam teori sudah dinyatakan secara jelas bahwa proses
audit yang baik adalah audit yang mampu meningkatkan kualitas informasi
sekaligus dengan konteks yang terkandung di dalamnya, namun dalam
prakteknya terdapat perilaku auditor yang dapat menyebabkan
berkurangnya kualitas audit yang dilakukan oleh mereka (Hari, 2008).
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
menjadi masalah di masa depan meskipun pengamatan sepintas
mungkin menunjukkan bahwa situasi demikian tidak dihadapi
perusahaan.
c) Untuk membandingkan hasil kerja perusahaan secara keseluruhan
atau berbagai komponen di dalamnya dengan standar yang
mencakup berbagi bidang kegiatan dan berbagai sasaran perusahaan
yang ditetapkan sebelumnya.
d) Untuk dijadikan sebagai upaya investigasi.
4
Akibat merupakan perbandingan antara penyebab dengan kriteria
yang berhubungan dengan penyebab tersebut.Akibat negatif
menunjukan program/aktivitas berjalan dengan tingkat pencapaian
yang lebih rendah dari kriteria yang ditetapkan.Sedangkan akibat
positif menunjukan bahwa program/aktivitas telah berjalan secara
baik dengantingkat pencapaian yang lebih tinggi dari kriteria yang
ditetapkan.
5
kegiatan audit manajemen, antara auditor dan auditee. Beberapa
prinsip tersebut yang kiranya berlaku dan berpengaruh dalam
kegiatan audit manajemen. Apabila kita perhatikan, kegiatan itu
menempatkan orang-orang yang saling berhubungan dalam posisi
tertentu dan khusus. Bila kedua pihak tak mampu membangun
hubungannya secara baik, maka pintu konflik yang berkepanjangan
dan berakibat destruktif bagi organisasi makin terbuka. Karenanya kita
perlu menempatkan masalah ini pada proporsi yang benar, sehingga
misi kerja dari para auditor saat melakukan audit manajemen dapat
tercapai serta memberi kontribusi positif bagi organisasi.
b. Hubungan kerjasama antara manajemen dan eksternal audit
Dalam beberapa hal, auditor audit manajemen dan auditor
eksternal memiliki kesamaan. Keduanya merupakan profesi yang
memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta memiliki
kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal
organisasi. Keduanya diharapkan memiliki pengetahuan yang luas
tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang dihadapi oleh
organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya
juga memiliki kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh
institusi profesional masing-masing yang harus dipatuhi, serta sikap
mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang mereka
audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut, audit manajemen
dan audit eksternal adalah dua fungsi yang memiliki banyak pula
perbedaan.
c. Hubungan kerjasama antara auditor audit manajemen dengan auditee
Perlu kita pahami bahwa hubungan yang terjadi antara auditor
audit manajemen dengan auditee-nya adalah hubungan kerja biasa.
Hubungannya seperti hubungan kerja antara satu bagian dengan
bagian lainnya. Hubungan ini mempunyai tujuan seperti apa yang
diinginkan dalam suatu perusahaan adalah menciptakan perusahaan
yang sehat dan berkembang secara wajar. Walaupun dari pihak
6
auditee terdapat perbedaan sudut pandang tapi pada hakekatnya
tujuannya adalah sama.
Karena posisi auditor audit manajemen adalah staf dari
pimpinan puncak (Dirut), ia tentunya diharapkan memiliki
pengetahuan dalam bidang :
• Teknis operasional
• Teknis operasional auditing
• Hubungan antar manusia yang efektif.
Keberhasilan tugasnya secara konsepsional merupakan penjabaran
dari apa yang dimilikinya itu. Dengan demikian keberhasilan
pelaksanaan tugasnya akan sangat dipengaruhi oleh :
• Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi
satu keluaran yang bermakna.
• Cara atau metode atau prosedur yang digunakan dalam
pelaksanaan tugasnya.
• Proses interaksi kerjasama yang terjadi antara dirinya
dengan kelompok.
Jika diperhatikan ketiga faktor itu, maka hubungan yang terjadi
memang menjadi ikut berperan. Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu
ada kesan bahwa kegiatan audit seringkali disalahartikan sebagai
kegiatan untuk mencari kesalahan. Hal tersebut harus selalu dicoba untuk
disingkirkan dan diganti dengan pengertian yang lebih positif. Ini hanya
bisa dibina jika terdapat kerjasama yang efektif antara kedua pihak atau
dapat dihindarkan timbulnya konflik yang merugikan. Dengan demikian
pembinaan hubungan antar auditor dengan auditee harus didasarkan
pada sasaran kepentingan bersama dalam posisi mereka sebagai
anggota organisasi. Perbedaan yang ada secara fungsional tidak boleh
dijadikan titik tolak mempertentangkan posisi dalam kegiatan mencapai
sasaran tersebut. Hal ini dalam pelaksanaannya memang sulit, karena
pemahaman dari para pihak baik auditor maupun auditee yang sering kali
punya persepsi yang berbeda.
7
Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk
mencari dan menyediakan informasi secara obyektif. Khusus bagi auditor,
maka pengolahan dan penilaian hasil harus didasarkan pada standar dan
penilaian yang profesional sifatnya dan hal ini tentunya telah diatur dalam
pedoman kerja para auditor audit manajemen. Singkatnya hubungan
antara auditor dengan auditee-nya harus dikembangkan dalam bentuk
hubungan kerja. Pendekatan yang digunakan berorientasi pada
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan atas berbagai alternatif
dengan orentasi peningkatan atau perbaikan bagi organisasi secara
menyeluruh. Menempatkan hal-hal tersebut dalam bentuk konsep seperti
yang diuraikan diatas bukanlah perkara mudah. Perlu kematangan kedua
pihak untuk memahami posisinya masing-masing dalam bentuk yang lebih
konkret.
8
b. Peran sebagai “conflict resolution”
Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada
timbulnya konflik bila seorang auditor kurang mampu untuk
menyelesaikannya dengan auditee. Konflik itu sendiri adalah hubungan
antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki,
sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Dalam kaitan ini maka masalah
penyelarasan agar menjadi sejalan antara auditor dan auditee dalam
mencapai visi menjadi fokus utama. Penyelarasan ini berpijak pada visi
keinginan semua pihak di organisasi untuk melahirkan organisasi yang
sehat dan berkembang wajar adalah yang paling pokok. Dalam praktiknya
konflik ini bisa dilalui dengan jalan :
• Menghindari
• Membekukan
• Dikonfrontasikan
Menghindari konflik. Auditor semacam ini cenderung menekan
reaksi emosional dengan mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan
mungkin dia minta pindah atau keluar dari pekerjaan sebagai internal
auditor. Hal ini dimungkinkan pula bila auditor kurang punya kemampuan
untuk bernegosiasi secara efektif. Meskipun strategi menghindari bisa
mengatasi persoalan, namun sifatnya sementara saja. Karena pada
kesempatan lain persoalan itu dapat timbul dan auditor tetap tidak dapat
mengatasinya.
Membekukan konflik. Ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan
tindakan. Strategi ini bisa digunakan auditor untuk mendinginkan situasi
untuk sementara, sehingga usaha untuk konfrontasi tetap tidak mungkin.
Konfrontasi konflik, artinya atas problem atau temuan ini langsung
dikonfrontasikan dengan auditee. Konfrontasi bisa dilakukan dengan
dengan dua jalan: dengan memakai kekerasan, misalnya dipaksa dengan
power dari direktur utama maka auditee harus melaksanakan
rekomendasi audit. Strategi ini dapat efektif, tapi auditee dapat merasa
kalah. Bila merasa kalah maka bisa timbul kebencian, kekhawatiran,
bahkan menjurus pada kerugian. Dengan memakai strategi negosiasi,
9
dalam strategi ini kedua pihak bisa menang. Masing-masing langkah akan
mengundang masalahnya sendiri. Strategi “win-win solution” harus dipakai
sebagai dasar dalam kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan
keputusan yang diambil, dilakukan berdasar motif yang konstruktif
sifatnya. Teknik-teknik seperti kemampuan memahami orang lain,
komunikasi dan juga negosiasi perlu dimiliki.
c. Peran “interviewer”
Komunikasi yang akan dilakukan oleh auditor, sering kali dalam
bentuk wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini.
Karena itu auditor audit manajemen harus paham mengenai:
• Konteks dari wawancara yang dilakukan
• Isi dari bahan yang ingin dicarinya
Pola interogasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi jika
keterampilan wawancara kurang dikuasai dan pewawancara kurang
mampu menggali persoalan dengan memotivasi auditee. Wawancara
sebaiknya dimulai dengan menentukan posisi kepercayaan (trust), baru
kemudian diikuti dengan penetapan berbagai; aspek yang diperlukan
dalam wawancara (positioning) dan dilanjutkan dengan; mengembangkan
wawancara sendiri.
d. Peran “negosiator” dan “komunikator”
Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing.
Mungkin peran komunikator akan lebih menonjol dibanding dengan
negosiator. Dalam peran negosiator, seseorang dituntut untuk terus
menerus mampu menjual “posisi auditor”, program auditor ataupun ide-
idenya. Karena itu kriteria dan materi yang harus disampaikan haruslah
masuk akal. Sebaiknya jangan memandang remeh orang lain, karena
keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia berhasil menciptakan
kondisi dimana semua pihak dapat terpenuhi keinginannya.
Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda. Ingatlah
bahwa sebagian besar konflik dan ketidaksetujuan itu datangnya karena
saling kurang pahamnya pihak-pihak yang berkepentingan. Komunikasi
10
bukan barang baru bagi kita. Tetapi mendapatkan yang efektif bukanlah
hal yang mudah.
e. Komunikasi dalam audit manajemen
Sebagai dasar melakukan koordinasi dan interaksi, komunikasi tak
bisa dianggap remeh dan kecil peranannya dalam sebuah organisasi.
Makin ke depan, komunikasi makin menjadi elemen terpenting dalam
organisasi. Sering kali keberhasilan personal dan program sangat
tergantung dari keberhasilan komunikasi yang dilakukan para anggota
dalam organisasi itu.
Selama komunikasi berlangsung pahamilah lawan bicara. Tetapkan
strategi atas reaksinya. Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan.
Berpikirlah positif dan sikap yang terkendali merupakan sarana penting
yang harus kita jaga. Kuasailah bahan yang dibicarakan dan berdasarkan
pada fakta atas informasi nyata.
Komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee merupakan
suatu hal yang harus dibina oleh auditor dan dipahami oleh auditee.
Kontribusi kedua pihak untuk menjadikan pekerjaannya bermanfaat bagi
organisasi adalah merupakan titik awal bermulanya sukses bagi semua
pihak. Segala kendala yang terjadi bisa ditekan sedemikian rupa bila
pemahaman bersama telah terbentuk. Ini memang perjalanan yang perlu
ditempuh para anggota organisasi dalam mencapai kedewasaan.
Auditor manajemen harus mengembangkan dan menjaga
hubungan baik dengan auditee untuk memperoleh informasi dan untuk
memastikan tindakan korektif atas temuan audit. Namun, citra umum
bahwa auditor adalah bahwa ia adalah seorang kritikus, pencari
kesalahan atau otoritas mata-mata swasta dari manajemen puncak . Hal
ini tentunya adalah “risiko pekerjaan” dari manajemen auditor untuk
menghadapi hubungan bermusuhan dan suasana yang tidak diinginkan.
Sedangkan posisi auditor manajemen tidak dilahirkan baru-baru ini adalah
benar bahwa masalah perilaku yang berhubungan dengan peran
manajemen auditor ini telah ada untuk waktu yang lama dan akan terus
ada. Terdapat banyak penyebab untuk masalah perilaku yang timbul
11
dalam tinjauan fungsi manajemen atau audit operasional. Terutama,
ketika auditor manajemen melakukan audit komprehensif atas operasi,
mereka seringkali tidaklah mendapat informasi secara baik sebagaimana
auditor keuangan dapatkan pada audit di departemen keuangan. Proses
operasi mungkin tidak lazim dan kompleks. Orang-orang yang beroperasi
dapat berbicara dengan bahasa dan menggunakan istilah yang asing bagi
pengalaman auditor. Namun harus ditekankan bahwa departemen lain
yang hanya memiliki fungsi staf untuk dijalankan juga memiliki masalah
perilaku yang sama. Saran apapun yang dibuat oleh mereka mungkin
tidak dapat diterima atau jika upaya paksa dalam pelaksanaannya
kemungkinan besar akan membuat mereka menjadi gagal. Sifat dan
penyebab dari masalah perilaku bahwa auditor manajemen kemungkinan
hadapi dalam melaksanakan fungsi review yang diharapkan darinya dan
solusi yang mungkin untuk mengatasi masalah ini akan dibahas :
1. Staf atau konflik baris (line conflict)
Auditor manajemen adalah juga adalah staf. Dan orang-orang
sebaris dalam arti semua anggota departemen lain dari organisasi
cenderung menganggap auditor manajemen dengan cara yang
sama seperti mereka menganggap orang lain sebagai staf. Auditor
manajemen yang menjadi spesialis di bidang mereka mungkin
berpikir bahwa pendekatan dan solusi mereka adalah satu-satunya
jawaban. Mereka cenderung mengabaikan orang yang dianggap
membawa kesulitan jika diminta untuk bertindak atas ide-ide
mereka. Dan mereka mungkin merasa bahwa mereka harus
menunjukkan kekurangan gagasan itu untuk membuktikan diri
kepada manajemen puncak. Personil selevel, dalam keadaan
seperti itu, kemungkinan besar akan memperlakukan staf lain
berkaitan hal tersebut dengan antagonisme.
2. Pengendalian
Sebagai manajemen auditor diharapkan untuk mengevaluasi
efektivitas pengendalian, ada reaksi naluriah dari auditee untuk
memiliki sejumlah ketakutan bahwa tindakannya ketika dilaporkan
12
cenderung menyebabkan efek buruk pada mereka yang menerima
laporan auditor, yaitu, pada manajemen puncak. Ada sejumlah
ketakutan yang dapat dibenarkan bahwa pendapat manajemen
puncak atas kinerja atau pelaksanaan prosedur pengendalian
mereka mungkin akan terpengaruh oleh laporan auditor. Oleh
karena itu, auditor manajemen, menjadi bagian dari sistem
pengendalian dan evaluasi menyeluruh dari kontrol, menyebabkan
tumbuhnya antagonisme pada auditee. Menurut sebuah studi
penelitian, penyebab antagonisme adalah sebagai berikut :
• Takut bahwa kritik berasal dari temuan audit yang
merugikan.
• Takut perubahan dalam kebiasaan kerja sehari-hari karena
antagonisme adalah kebiasaan disebabkan perubahan yang
dihasilkan dari rekomendasi audit. Tindakan hukuman oleh
atasan yang berawal dari adanya kekurangan yang
dilaporkan.
• Praktik audit sensitif - laporan yang terlalu kritis, laporan
yang berfokus hanya pada kekurangan saja, hal ini dapat
dipersepsikan bahwa auditor memperoleh keuntungan
pribadi dari pelaporan kekurangan.
• Gaya audit bermusuhan - yaitu kurangnya pemahaman
tentang masalah auditee, tidak adanya empati, adanya
perasaan superioritas oleh auditor, konsentrasi yang
berlebihan pada kesalahan tidak signifikan, nada
menghakimi ketika mengajukan pertanyaan, dan perhatian
yang lebih besar dengan memamerkan cacat daripada
membantu secara konstruktif untuk memperbaiki kondisi.
• Penyebab penting lainnya adalah bahwa penelitian auditor
atas sistem dan prosedur yang ada dapat memberikan ruang
atas rekomendasi untuk perubahan sistem tersebut,
diketahui bahwa terdapat resistensi terhadap perubahan,
dan hal ini adalah suatu yang wajar. Ketika perubahan yang
13
direkomendasikan oleh auditor, resistensi terhadap
perubahan diarahkan kepada rekomendasi auditor dan
auditor. Auditor dipandang sebagai instrumen kemungkinan
untuk merekomendasikan perubahan dan auditee tidak
menyambut kunjungan auditor dan jauh lebih sedikit
memperhatikan studi mereka dan laporan mereka
setelahnya. Dalam pandangan di atas, ketakutan akan
evaluasi kinerja mereka dan kemungkinan perubahan yang
disarankan dalam sistem yang sudah familiar membentuk
penyebab utama masalah perilaku antara auditor dan
auditee. Ini tidak harus, bagaimanapun, terlalu
dipermasalahkan bahwa selain penyebab di atas,
pendekatan umum auditor pada perannya dan perilakunya
menambahkan dimensi lain dengan sifat masalah perilaku.
14
4. Kritik konstruktif
Sangat penting bahwa auditor harus berkonsentrasi hanya
pada kritik konstruktif. Dia juga harus membuat secara jelas dalam
laporannya nilai komentarnya dalam hal nyata. Hanya kemudian
akan saran akan membawa bebannya dengan auditee dan mereka
akan merasa yakin bahwa auditor telah objektif dalam catatannya
pada laporan. Beberapa penulis lain juga sangat menganjurkan
pandangan bahwa keberhasilan dari peran auditor akan sebagian
besar tergantung pada apakah auditee dibuat untuk merasa yakin
bahwa peran auditor adalah salah satu hal yang akan membantu
memberikan solusi daripada hanya sekedar mencari kesalahan.
5. Pelaporan metode
Untuk mencapai tujuan ini, auditor harus melakukan upaya
untuk menyampaikan secara efektif perannya dengan mengadopsi
nada ramah tapi tegas dalam laporannya. Adalah selalu mungkin
untuk tidak setuju tanpa marah-marah, mengkritik tanpa bersikap
kritis. Laporan harus berkonsentrasi pada daerah-daerah yang
perlu perbaikan daripada daftar inefisiensi dan kekurangan dalam
kinerja auditee. Gagasan keliru bahwa semakin besar jumlah
kekurangan dilaporkan akan membuat semakin tinggi peringkat
temuannya haruslah dihapus atau menyerah. Ini adalah gagasan
usang dan tidak dengan cara apapun memberikan kontribusi pada
efektivitas auditor.
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. PENUTUP
16
DAFTAR PUSTAKA
http://goimtotosik.blogspot.com/2014/02/makalah-audit-manajemen.html
http://eprints.ums.ac.id/25826/2/04._BAB_I.pdf
http://maulinaharris.blogspot.com/2016/12/makalah-manajemen-audit.html
http://putusukmakurniawan.blogspot.com/2014/10/aspek-perilaku-dalam-
audit-manajemen.html
(diakses pada 27 November 2019)
iii