Anda di halaman 1dari 21

USULAN PENELITIAN

HUBUNGAN FRAKSI EJEKSI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN GAGAL


JANTUNG KONGESTIF DENGAN LAMA HARI RAWAT DI RSUP SANGLAH
TAHUN 2018

Oleh:

dr. I Gede Angga Yogiswara

Sebagai Salah Satu Persyaratan Pendaftaran


Program Pendidikan Dokter Spesialis

Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler masih menjadi pembunuh utama di hampir seluruh negara di


dunia. Dari data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementrian Kesehatan tahun
2007 diketahui bahwa, 31,9% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia (Goodman & Gilman, 2011). risiko terjadinya gagal jantung semakin
meningkat sepanjang waktu. Menurut data WHO 2013, 17,3 juta orang meninggal akibat
gangguan kardiovaskular pada tahun 2008 dan lebih dari 23 juta orang akan meninggal
setiap tahun dengan gangguan kadiovaskular.1 Lebih dari 80% kematian akibat gangguan
kardiovaskular terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. 1

Pada penelitian di Amerika, risiko berkembangnya gagal jantung adalah 20% untuk
usia ≥40 tahun, dengan kejadian >650.000 kasus baru yang didiagnosis gagal jantung
selama beberapa dekade terakhir. Kejadian gagal jantung meningkat dengan
bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk gagal jantung sekitar 50% dalam waktu 5
tahun.2,3 Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal jantung di Indonesia
sebesar 0,3%. Data prevalensi penyakit ditentukan berdasarkan 2 hasil wawancara pada
responden umur ≥ 15 tahun berupa gabungan kasus penyakit yang pernah didiagnosis
dokter atau kasus yang mempunyai gejala penyakit gagal jantung (Riskesdas, 2013).
Prevalensi faktor risiko jantung dan pembuluh darah, seperti makan makanan asin 24,5%,
kurang sayur dan buah 93,6%, kurang aktivitas fisik 49,2%, perokok setiap hari 23,7%
dan konsumsi alkohol 4,6%. 4,5 Salah satu parameter penting dalam diagnosis dan
penetuan prognosis pada pasien gagal jantung adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri.

Salah satu parameter untuk menilai kemampuan fungsi jantung adalah fraksi ejeksi
(EF). Fraksi ejeksi dinilai menggunakan parameter ekokardiografi dengan nilai normal
55%, dan < 40% dianggap sudah difungsi ventrikel kiri. 4,8 Fraksi ejeksi ini mewakili isi
sekuncup sebagai presentase dari volume akhir diastolik ventrikel kiri, dimana terdapat
dua metode yang diterima secara umum untuk mengukur fraksi ejeksi, yaitu teknik
volumentrik dan rekaman M-mode. ACC/AHA (American College of
Cardiology/American Heart Association) tidak pernah mengklasifikasikan tingkat
keparahan gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi namun disebutkan tentang gagal jantung
sistolik (FE <50%) dan gagal jantung diastolik (FE >50%), hanya studi-studi dengan
sampel pasien gagal jantung yang mengelompokkannya berdasarkan fraksi ejeksi,
misalnya studi SOLVD, PROMISE, GESICA yang memakai batasan fraksi ejeksi < 35%
untuk gagal jantung yang berat (NYHA III-IV), namun ada juga studi yang memakai
batasan fraksi ejeksi < 40% untuk yang berat. 9-11

Lama hari rawat (Length of Stay / LOS) adalah salah satu indikator dalam menilai
mutu dan efisiensi rumah sakit. Lama hari rawat yang panjang atau pendek menandakan
rendahnya mutu dan efisiensi rumah sakit (Marzuki, 1998). Menurut Clarke (2001) dalam
Borghans, et al. (2008), salah satu tujuan dalam kebijakan sistem pelayanan kesehatan
adalah menurunkan lama hari rawat yang panjang. Menurut OECD/Organitation for
Economic Co-operation and Development tahun 2010 dalam European Hospital and
Healthcare Federation tahun 2011, biaya akan menurun seiring dengan penurunan lama
hari rawat.
Lama hari rawat di berbagai negara berbeda-beda. Menurut AHRQ/Agency for
Healthcare Research and Quality (2007), rata-rata lama hari rawat di Amerika adalah 4,6
hari. Pada tahun 2008, rata-rata lama hari rawat di Eropa bervariasi antara 5 sampai 12
hari. (OECD, 2010 dalam European Hospital and Healthcare Federation, 2011). Standar
lama hari rawat yang ideal menurut Depkes (2011) adalah 6 sampai 9 hari. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitan mengenai hubungan
antara fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien gagal jantung dengan lama hari rawat di
RSUP Sanglah.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui apakah ada hubungan
antara fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien gagal jantung dengan lama hari rawat di
RSUP Sanglah pada tahun 2018 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan antara fraksi ejeksi ventrikel kiri pasien gagal
jantung dengan lama hari perawatan di RSUP Sanglah tahun 2018 ?

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran umur pasien gagal jantung kongestif di RSUP


Sanglah pada tahun 2018.
b. Mengidentifikasi gambaran jenis kelamin pasien gagal jantung kongestif di
RSUP Sanglah pada tahun 2018.
c. Mengidentifikasi gambaran ejeksi fraksi ventrikel kiri pasien gagal jantung
kongestif di RSUP Sanglah pada tahun 2018.
d. Mengidentifikasi gambaran lama hari rawat pasien di RSUP Sanglah pada
tahun 2018.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Profesi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu bagi setiap profesi
di bidang medis tentang gagal jantung kongestif

1.4.2 Institusi

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan data tambahan
yang bermanfaat bagi akademik tentang hubungan antara ejeksi fraksi ventrikel
kiri pasien gagal jantung kongestif dengan lama hari rawat.
b. Sebagai masukan bagi instansi kesehatan untuk merencanakan program
peningkatan pelayanan kesehatan.
c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pembanding bagi peneliti
sebagai referensi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya, terutama di
bidang kardiovaskular tentang gagal jantung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah


dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen
dan nutrien. Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung
kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi
kanan.13

2.2 Etiologi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1. Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,


disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi. 15

2. Aterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran


darah ke otot jantung.15 Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. 16

3. Hipertensi sistemik atau pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan


hipertrofi serabut otot jantung. 17
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung


merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun. 18

5. Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang


sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.19

6. Faktor Sistemik

Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam


perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme
(misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung.20

2.3 Patofisologi Gagal Jantung Kongestif

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga
jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal
yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah
satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan
pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah
perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari
mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh
ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik. Penting dibedakan antara kemampuan
jantung untuk memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung
(myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan
sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot
jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik
tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung
yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri
yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.20

Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan


meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung
akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan
fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung
yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan
energi terbatas (misal pada penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan
gangguan kontraktilitas.20 Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan
terjadinya disfungsi ventrikel. 14 Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi
aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel
refrakter.14 Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu
etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan
iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi
kelistrikan jantung.15

Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas


listrik menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena
frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. 11 WHO
menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi
mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti
emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan
diatas.11 Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah
dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan
persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung
X volume sekuncup.15 Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf
simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantung yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah
utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang
dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan. 15 Volume sekuncup, jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu: 1)
Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung. 2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium. 3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang
harus di hasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di
timbulkan oleh tekanan arteriole. 19

2.4 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kongestif

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,


beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang
terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan
penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu
ditemukan : 1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea. 2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer. Kematian pada CHF Aritmia
dan gangguan aktivitas listrik Hipertrofi dilatasi jantung Disfungsi diastolik dan
disfungsi sistolik Tromboemboli PJK yang berat Berdampak pada aliran darah
pada myocard yang belum infark Gangguan kontraktilitas. 14 3) Gejala susunan
saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium. 15

2.5 Diagnosis Gagal Jantung Kongestif

Gambar 2.1 Tabel Kriteria Diagnosis Gagal Jantung Framingham

2.6 Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Fraksi Ejeksi

Gagal jantung dapat terjadi dengan ejeksi fraksi ventrikel kiri yang
menurun / Reduced Ejection Fraction (≤ 40%) maupun cukup / Preserved
Ejection Fraction (> 40%). Data perorangan, 2 data multicenter, 3 dan data
percobaan acak, 4 menunjukkan distribusi bimodal pada fraksi ejeksi ventrikel kiri
dengan nilai antara 40% dan 50%. Demografi dan etiologi klinis pasien dengan
Reduced Ejection Fraction (HF-rEF) atau Preserved Ejection Fraction (HF-pEF)
juga berbeda. Namun demikian, terdapat perbedaan yang signifikan dari 2
kelompok ini ada.5 Panduan ACCF / AHA 2013 menentukan pasien dengan EF
antara 41% dan 49% sebagai HF-pEF batas dengan temuan klinis yang serupa
dengan EF ≥ 50% .6 Batasan nilai fraksi ejeksi yang dipublikasikan untuk HF -rEF
6-8
versus HF-pEF berkisar antara 40% sampai 55%,
2.7 Komplikasi Gagal Jantung Kongestif
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan
emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.20

2.8 Prinsip Penatalaksanan Gagal Jantung Kongestif

Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:

1. Tirah baring / mengurangi aktivitas fisik untuk mengurangi beban kerja


jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung secara
farmakologis.
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretik diet dan istirahat.9

2.9 Terapi Farmakologi Gagal Jantung Kongestif


1. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik), mengurangi kongestif
pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume berlebihan
seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan volume
plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja
jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar
tekanan darah menurun.3
2. Antagonis aldosterone, menurunkan mortalitas pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat. 3
3. Obat inotropic, meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah
jantung.3
4. Glikosida digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung
menyebabkan penurunan volume distribusi.
5. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat) mengurangi preload dan
afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan
berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena. 3
6. Inhibitor ACE, mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan
mengurangi sekresi aldosteron sehingga menyebabkan penurunan
sekresi natrium dan air. Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler
vena dan tekanan darah yg menyebabkan peningkatan curah jantung. 3
7. Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya
keluhan seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan,
mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok,
olahraga teratur.3

2.10 Definisi Lama Hari Rawat / Length of Stay ( LOS )


Lama hari rawat (Length of Stay / LOS) adalah salah satu indikator dalam
menilai mutu dan efisiensi rumah sakit. Lama hari rawat yang panjang atau
pendek menandakan rendahnya mutu dan efisiensi rumah sakit (Marzuki, 1998).
Menurut Clarke (2001) dalam Borghans, et al. (2008), salah satu tujuan dalam
kebijakan sistem pelayanan kesehatan adalah menurunkan lama hari rawat yang
panjang. Menurut OECD/Organitation for Economic Co-operation and
Development tahun 2010 dalam European Hospital and Healthcare Federation
tahun 2011, biaya akan menurun seiring dengan penurunan lama hari rawat.
Lama hari rawat di berbagai negara berbeda-beda. Menurut AHRQ/Agency
for Healthcare Research and Quality (2007), rata-rata lama hari rawat di Amerika
adalah 4,6 hari. Pada tahun 2008, rata-rata lama hari rawat di Eropa bervariasi
antara 5 sampai 12 hari. (OECD, 2010 dalam European Hospital and Healthcare
Federation, 2011). Standar lama hari rawat yang ideal menurut Depkes (2011)
adalah 6 sampai 9 hari.
Faktor penentu lama hari rawat di rumah sakit untuk pasien dengan gagal
jantung meliputi variabel sosio-demografis, komorbiditas medis, presentasi
keparahan klinis penyakit, kemajuan di rumah sakit dan perkembangan
komplikasi iatrogenik. Beberapa studi menunjukkan pentingnya diagnosis medis
bersamaan, termasuk studi dari AS dan Skotlandia. 21 Studi terakhir
menggambarkan pentingnya stroke konkuren, gagal ginjal, fibrilasi atrium,
penyakit paru-paru kronis dan penyakit jantung iskemik dalam memperpanjang
lama tinggal di rumah sakit untuk gagal jantung. Studi lain tentang lama tinggal
di rumah sakit untuk fokus gagal jantung pada variasi antar institusional dan
perbedaan status asuransi pasien dengan menggunakan database debit rumah sakit
yang besar. Sebagai alternatif, beberapa penelitian telah menilai efek parameter
klinis spesifik.21
Studi semacam itu menunjukkan, misalnya, fraksi ejeksi ventrikel kiri yang
rendah (LVEF), kerusakan ginjal berat, atau etiologi gagal jantung secara spesifik
dikaitkan dengan masa tinggal di rumah sakit yang lebih lama. Namun, faktor ini
biasanya berhubungan dengan gagal jantung stadium akhir atau lebih parah, bila
tinggal di rumah sakit mungkin berkepanjangan karena berbagai alasan. Ada
sedikit data prospektif mengenai faktor penentu lama tinggal pada pasien gagal
jantung, dan alasan penurunan lama tinggal didokumentasikan di banyak negara
tidak dipahami dengan baik. Studi sebelumnya yang dilakukan saat lama tinggal
di rumah sakit lebih lama karena gagal jantung mungkin tidak lagi relevan. Studi
ini meneliti faktor-faktor penentu lama tinggal di rumah sakit dalam kelompok
pasien gagal jantung yang diketahui secara prospektif di Selandia Baru. 21
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Faktor yang berpengaruh


terhadap LOS

1. Status Asuransi Lama Hari Rawat /


2. Riwayat Penyakit Length of Stay (LOS)
3. Klinis saat Datang
4. Gangguan Ginjal
5. Fraksi Ejeksi LV

3.2 Hipotesis Penelitian

H0 : Tidak ada hubungan antara fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien gagal
jantung dengan lama hari rawat di RSUP Sanglah.

H1 : Ada hubungan antara fraksi ejeksi ventrikel kiri pada pasien gagal jantung
dengan lama hari rawat di RSUP Sanglah.
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan berjenis analitik dengan pendekatan cross
sectional yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara factor-faktor
resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus
pada suatu saat (point time approach).23
4.2 Populasi, Sample, Sampling
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti.26 Populasi dari
penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis gagal jantung kongestif yang dirawat
inap periode 1 Januari – 31 Desember 2018 di RSUP Sanglah, yaitu sebanyak
...orang.
2. Sampel
1. Besar sample
Menurut Notoatmodjo (2005) besarnya sampel dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus :

𝑁
𝑛 =
1 + 𝑁 𝑥 𝑑²

n = Besar Sampel
N = Populasi
d = Tingkat Kepercayaan / Ketepatan ( 0,05 )

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti


dan dianggap mewakili seluruh populasi.23 Sampel yang digunakan sebanyak
... orang. Untuk layak atau tidaknya sampel yang akan diteliti, maka
ditentukan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili
dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel yaitu :
a. Pasien dengan gagal jantung kongestif yang dirawat inap di BRSU
Tabanan periode 1 Januari – 31 Desember 2018.
b. Pasien dengan gagal jantung kongestif yang sudah dilakukan
pemeriksaan echocardiography.

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian tidak


dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel
penelitian yaitu :

a. Pasien dengan gagal jantung kongestif yang hasil


echocardiography-nya tidak konklusif.
3. Sampling
Cara pengambilan sampel ini adalah simple purposive sampling yaitu,
sampling yang dilakukan berdasarkan keputusan peneliti atau kriteria yang diinginkan
peneliti menurut pendapat ilmiahnya nampak mewakili populasi.

4.3 Variabel Penelitian


Variable independen adalah variable yang bebas dalam mempengaruhi variable
lain (Aziz, 2007). Dalam penelitian ini adalah pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri.
Sedangkan variable dependent adalah variable yang dipengaruhi atau menjadi akbiat dari
variable independent. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah lama hari rawat
pasien Gagal Jantung Kongestif.

4.4 Definisi Operasional


Skala
Variabel Definisi Operasional Parameter Kriteria
Ukur
Fraksi Persentase darah yang Hasil pemeriksaan Nominal a. Normal, bila
Ejeksi dipompa dari ventrikel Echocardiography nilai EF ≥ 50 %,
Ventrikel kiri ke Aorta saat fase Koding : 1
Kiri sistolik b. Rendah, bila
fraksi ejeksi < 50
%, Koding : 2
Lama Jumlah hari perawatan Tanggal keluar Nominal Nilai rata-rata : 7
Hari inap pasien di rumah pasien dikurangi hari.
Rawat / sakit. tanggal pasien a. Normal, bila
Length of masuk rumah sakit pasien dirawat ≤
Stay 7 hari, Koding :
1
b. Memanjang,
bila pasien
dirawat > 7 hari,
Koding : 2

4.5 Sumber Data dan Instrumen Penelitian


a. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan dari rekam medis
pasien dengan Gagal Jantung Kongestif di RSUP Sanglah periode 1 Januari – 31
Desember 2018.
b. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
kuesioner dan lembar pengumpulan data yang berbentuk formulir yang selanjutnya
diisi dengan data dari rekam medis pasien.

4.6 Pengolahan Data

a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir
kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisis data menggunakan computer. Biasanya dalam pemberian
kode juga dibuat daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk
memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
c. Tabulasi
Menurut Arikunto (2002), hasil tabulasi data diinterpretasikan engan menggunakan
skala sebagai berikut :
 100% : seluruhnya
 76%-99% : hampir seluruhnya
 51%-75% : sebagian besar
 50% : setengahnya
 26%-49% : hampir setengahnya
 1%-25% : sebagian kecil
 0% : tidak satupun

4.7 Analisis Data

a. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan distribusi frekuensi
umur, jenis kelamin, lama hari rawat, dan fraksi ejeksi ventrikel kiri.
b. Analisis Multivariat
Analisis ini mempelajari perilaku dan hubungan antara dua atau lebih
variable. Digunakan untuk menjelaskan perbedaan yang terjadi antara variable
independen (fraksi ejeksi ventrikel kiri) dan variable dependen (lama hari
rawat). Analisa ini menggunakan uji chi-square karena variable dependen dan
independen pada penelitian ini berbentuk atribut atau kategori nominal dan
menggunakan komputer dengan program SPSS.

4.8 Etika Penelitian

Masalah etika dalam penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam
penelitian mengingat peneliti akan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi
etika peneliti harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan
penelitian.22 Dalam melakukan penelitian etika yang ditekankan meliputi:
a. Lembar persetujuan (informed consent)
Lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada responden yang akan
diteliti yang memenuhi kriteria sampel dan disertai judul penilitian serta manfaat
penelitian dengan tujuan responden dapat mengerti maksud dan tujuan penelitian.
b. Tanpa Nama (anonymity)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi responden,
tetapi lembar tersebut hanya akan diberi kode tertentu.
c. Kerahasiaan (confidentially)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Erwinanto, Pedoman Tatalaksanaan Dislipidemia, PERKI, Edisi ke-1, 2013


2. [Guideline] Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care. 2010
Jan. 33 Suppl 1:S62-9.
3. [Guideline] American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes--
2012. Diabetes Care. 2012 Jan. 35 Suppl 1:S11-63.
4. U.S. Preventive Services Task Force. Screening for Type 2 Diabetes Mellitus in
Adults. website http://www.ahrq.gov/clinic/uspstf/uspsdiab.htm.
5. Keller DM. New EASD/ADA Position Paper Shifts Diabetes Treatment Goals.
6. Inzucchi SE, Bergenstal RM, Buse JB, Diamant M, Ferrannini E, Nauck M, et al.
Management of hyperglycaemia in type 2 diabetes: a patient-centered approach.
Position statement of the American Diabetes Association (ADA) and the European
Association for the Study of Diabetes (EASD). Diabetologia. 2012 Jun. 55(6):1577-
96.
7. Tucker ME. New diabetes guidelines ease systolic blood pressure target. December
20, 2012. Medscape Medical News.
8. [Guideline] American Diabetes Association Professional Practice Committee.
American Diabetes Association clinical practice recommendations: 2013. Diabetes
Care. January 2013. 36 (suppl 1):S1-S110
9. Report of the expert committee on the diagnosis and classification of diabetes
mellitus. Diabetes Care. 2003 Jan. 26 Suppl 1:S5-20.
10. Lindgren CM, McCarthy MI. Mechanisms of disease: genetic insights into the
etiology of type 2 diabetes and obesity. Nat Clin Pract Endocrinol Metab. 2008 Mar.
4(3):156-63.
11. Sladek R, Rocheleau G, Rung J, Dina C, Shen L, Serre D, et al. A genome-wide
association study identifies novel risk loci for type 2 diabetes. Nature. 2007 Feb 22.
445(7130):881-5.
12. Sandhu MS, Weedon MN, Fawcett KA, Wasson J, Debenham SL, Daly A, et al.
Common variants in WFS1 confer risk of type 2 diabetes. Nat Genet. 2007 Aug.
39(8):951-3.
13. Framingham Classification: Ho KK, Pinsky JL, Kannel WB, Levy D. The
epidemiology of heart failure: the Framingham Study. J Am Coll Cardiol. 1993 Oct.
22(4 Suppl A):6A-13A.
14. [Guideline] Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, et al, and the American College of
Cardiology Foundation; American Heart Association. 2009 Focused update
incorporated into the ACC/AHA 2005 guidelines for the diagnosis and management
of heart failure in adults: a report of the American College of Cardiology
Foundation/American Heart Association Task Force on practice guidelines developed
in collaboration with the International Society for Heart and Lung Transplantation. J
Am Coll Cardiol. 2009 Apr 14. 53(15):e1-e90.
15. [Guideline] Hunt SA, for the Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee
to Update the 2001 Guidelines for the Evaluation and Management of Heart Failure).
ACC/AHA 2005 guideline update for the diagnosis and management of chronic heart
failure in the adult: a report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2005 Sep 20.
46(6):e1-82.
16. [Guideline] Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. for the Task Force for the
Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2008 of the European
Society of Cardiology. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2008: the Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute
and Chronic Heart Failure 2008 of the European Society of Cardiology. Developed in
collaboration with the Heart Failure Association of the ESC (HFA) and endorsed by
the European Society of Intensive Care Medicine (ESICM). Eur Heart J. 2008 Oct.
29(19):2388-442.
17. [Guideline] Lindenfeld J, Albert NM, Boehmer JP, et al, for the Heart Failure Society
of America. Executive summary: HFSA 2010 comprehensive heart failure practice
guideline. J Card Fail. 2010 Jun. 16(6):e1-194.
18. Braunwald E. The pathogenesis of heart failure: Then and now. Medicine. 1991.
70:68.
19. Braunwald E, Ross J Jr, Sonnenblick EH. 2 ed. Mechanisms of Contraction of the
Normal and Failing Heart. Boston: Little Brown & Co; 1976. 417.
20. Clifford R Greyson, MD. Pathophysiology of right ventricular failure. Crit Care Med.
2008. 36(suppl):S57-65.
21. Wright S.P, Verouhis D, Gamble G, Swedberg K, Sharpe N, Doughty R. Factors
influencing the length of hospital stay of patients with heart failure. Elsevier. 2002
22. Hidayat, A. (2008). MetodePenelitianKeperawatandanTeknikAnalisis Data. Jakarta
:SalembaMedika
23. Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta
24. Hidayat, A. (2008). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta
:Salemba Medika
25. Arikunto, S .(2006). Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktek (Revisi VI ed.).
Jakarta: Rineka Cipta.
26. Budiarto, Eko, 2002. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Dalam
:Arlinda Sari Wahyuni. 2007. Statistika Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai