Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam dunia konstruksi, Beton adalah material bangunan yang paling


populer, tersusun dari komposisi utama agregat kasar, agregat halus, air dan
semen portland, menjadi material yang sangat penting dan banyak di gunakan
untuk membangun berbagai infrastruktur seperti gedung, jembatan, jalan,
bendungan dan lain-lain.

Dengan adanya pembangunan infrastruktur yang semakin meningkat maka


penggunaan semen akan meningkat pula. Pada tahun belakangan ini, konsumsi
semen dunia sudah mencapai angka 2,3 juta ton per tahun yang berarti sekitar 2,3
juta ton CO2 telah dilepaskan ke atmosfir setiap tahunnya, hal ini akan membawa
dampak buruk bagi kehidupan manusia jika penggunaannya semakin meningkat,
yaitu dengan adanya pencemaran lingkungan, maka diperlukan cara untuk
mengurangi produksi semen.

Untuk saat ini para ahli beton telah melakukan penelitian tentang material
beton, salah satunya adalah penelitian tentang beton geopolymer. Beton
geopolymer adalah material konstruksi yang relatif baru dikembangkan. Beton
geopolymer di buat tanpa menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Beton
geopolymer mempunyai beberapa karakteristik antara lain dari segi perawatannya
yang berbeda dengan beton konvensional yang membutuhkan temperature relative
tinggi untuk mempercepat proses polimerisasi dan mempercepat sifat mekanik
beton yaitu kekuatannya.

Di Indonesia sebagian besar struktur beton di bangun langsung di lapangan


dari pada pra-cetak, melihat kondisi dari sifat mekanik beton geopolymer pada
suhu ruangan lambat untuk mencapai kekuatannya maka sedikit kemungkinan
untuk memberikan pemanasan pada suhu yang tinggi dari bangunan struktur di
lapangan. Untuk mencapai kekuatan beton yang baik pada suhu ruangan ada
kebutuhan untuk menambahkan bahan pozzolan seperti semen untuk

1
meningkatkan reaksi polimerisasi yang signifikan, dalam hal ini jika beton
geopolymer mencapai kekuatan yang sama pada suhu ruangan dan suhu tinggi
maka produksi semen Portland akan berkurang dan pemanfaatan fly ash akan
meningkat dengan cepat. Pada akhirnya karbon dioksida (CO2) di atmosfir karena
produksi semen Portland akan berkurang dan masalah pembuangan fly ash akan
terpecahkan.

Mempertimbangkan hal di atas meskipun beton geopolymer yang kita


kenal tidak memakai semen sebagai bahan pengikat, maka dalam penelitian kali
ini, peneliti akan mencoba melakukan penelitian dengan menambahkan semen
pada komposisi beton geopolymer guna untuk mendapatkan sifat mekanik beton
yaitu kuat tekan beton yang lebih baik dan untuk mengoptimalkan kuat tekan
beton geopolymer pada temperature ruangan dengan menambahkan semen pada
proporsi beton geopolymer.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di utarakan di atas penulis akan


mengadakan penelitian mengenai pembuatan beton geopolymer berbasis fly ash
dengan menambahkan semen 2.5%, 5%, dan 10% dari berat fly ash pada
komposisi beton geopolymer dengan melakukan perawatan pada temperatur
ruangan kemudian hanya di tinjau dari salah satu sifat mekanik beton yaitu kuat
tekan beton saja.

1.3 Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan waktu dan biaya pelaksanaan penelitian, maka


pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bahan pembentuk beton sebagai berikut :


 Fly Ash yang digunakan adalah abu terbang dari PLTU Amurang.
 Cairan Alkalin yaitu kombinasi cairan sodium silikat dan sodium
hidroksida.
 Superplastiscizer digunakan Sikacim Sulfonate naphthalene dengan merek
dagang Sika®.

2
 Agregat kasar yang di pakai adalah batu pecah dari Lansot.
 Agregat halus yang di pakai adalah pasir dari Girian.
 Semen Portland type I merek Tonasa
2. Benda uji beton untuk kuat tekan berbentuk silinder 10/20 cm.
3. Penambahan Semen hanya 2.5%, 5%, dan 10% dari berat fly ash
4. Pengujian kuat tekan pada umur 7 dan 28 hari.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sifat mekanik yaitu kuat tekan beton geopolymer


dengan perawatan temperature ruangan dengan adanya penambahan semen pada
komposisi beton geopolymer.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan beberapa


manfaat bagi perkembangan teknologi beton, antara lain sebagai berikut :

1. Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dalam pembuatan beton


Geopolymer dengan adanya penambahan Semen Portland di tinjau dari
cara perawatannya dan kekuatan beton geopolymer.
2. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh penambahan
Semen Portland terhadap kuat tekan beton geopolymer yang di tinjau pada
perawatan beton geopolymer di temperature ruangan.
3. Penelitian ini dapat menambah wawasan dalam pembuatan beton
geopolymer.

1.6 Metodelogi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini diawali dengan studi


pustaka, penelitian ini bersifat eksperimental yang kemudian di laksanakan di
Laboratorium Struktur dan Material Fakultas Teknik Universitas Sam
Ratulangi Manado. Tahap-tahap pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur
Mempelajari hal-hal mengenai beton geopolymer

3
2. Persiapan Alat dan Bahan yang akan di pakai
3. Pemeriksaan sifat-sifat material
a. Pemeriksaan Gradasi Agregat
b. Pemeriksaan Berat Jenis dan absorbs agregat
c. Pemeriksaan Kadar Lumpur
d. Pemeriksaan Abrasi Agregat kasar
e. Pemeriksaan Zat Organik agregat halus
f. Pemeriksaan Kadar air agregat
g. Pemeriksaan Berat Volume Agregat
4. Trial Mix

Trial Mix dilakukan untuk mencari komposisi yang di inginkan dan dapat
di kerjakan.

5. Perencanaan Komposisi Campuran


6. Perawatan Benda Uji
Pada perawatan temperature ruangan benda uji yang telah di cetak setelah
di buka dari cetakan benda uji di letakan pada temperature ruangan yang
bebas dari bahan kimia dan benda-benda asing, kemudian untuk
perawatan pada temperature tinggi di masukan kedalam oven selama 24
jam denga variasi suhu yang berbeda.
7. Pemeriksaan berat volume benda uji
8. Pengujian kuat tekan benda uji
9. Menganalisis data
10. Kesimpulan.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Umum Beton

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah,
atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang
terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip-batuan. Terkadang, satu
atau lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan
karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas,
dan waktu pengerasan (Jack C. McCormac 2001).

Beton adalah material komposit yang rumit. Beton dapat dibuat dengan
mudah bahkan oleh mereka yang tidak punya pengertian sama sekali tentang
teknologi beton, tetapi pengertian yang salah dari kesederhanaan ini sering
menghasilkan persoalan pada produk, antara lain reputasi jelek dari beton sebagai
materil bangunan. Sebagai material komposit, sifat beton sangat tergantung pada
sifat unsur masing-masing serta interaksi mereka. Ada 3 sistem umum yang
melibatkan semen, yaitu pasta semen, mortar dan beton (Nugraha dan Antoni
2007).

Adapun Parameter-parameter yang paling mempengaruhi kekuatan beton (Tri


Mulyono 2004) adalah:

1. Kualitas semen
2. Proporsi semen terhadap campuran
3. Kekuatan dan kebersihan agregat
4. Interaksi atau adhesi antara pasta semen dengan agregat
5. Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton
6. Penempatan yang benar, penyelesaian dan pemadatan beton
7. Perawatan beton dan
8. Kandungan klorida tidak melebihi 0.15 % dalam beton yang diekspos dan
1% bagi beton yang tidak diekspos (Nawy, 1985).

5
Secara umum beton memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain sebagai
berikut:

 Kelebihan Beton :
 Dapat dengan mudah di bentuk sesuai dengan kebutuhan
konstruksi
 Mampu memikul beban yang berat
 Tahan terhadap temperature yang tinggi
 Biaya pemeliharaan yang kecil.
 Kekurangan Beton :
 Bentuk yang telah di buat sulit di ubah
 Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi
 Berat
 Daya pantul suara yang besar

Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus, setiap
usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai oleh peningkatan yang kecil
dari kuat tariknya. Menurut perkiraan kasar, nilai kuat tarik berkisar antara 9%-
15% kuat tekannya (Tri Mulyono 2004).

2.1.1 Berat Volume Beton

Berat volume beton adalah perbandingan antara berat beton terhadap


volumenya. Berat volume beton bergantung pada berat volume agregat yang
membentuk beton tersebut.

𝑊
Berat volume beton (Wc) = (kg/m3) ……………………..(2.1)
𝑉

Dimana :

w = Berat (kg)

v = Volume (m3)

Beberapa klasifikasi berat jenis beton telah dikenal dan digunakan sebagai
standar dalam pekerjaan konstruksi beton.

6
Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Jenis Beton Standar Nasional Indonesia (SNI)
(Departemen PU, 1990)

Berat Volume
Jenis Beton
(kg/m3)
Beton Ringan < 2000
Beton Normal 2000-3000

2.2 Beton Geopolymer

Geopolymer adalah bentuk anorganik alumina-silika yang disintesa


melalui material banyak mengandung silica (Si) dan Alumina (Al) yang berasal
dari alam atau dari material hasil sampingan industri. Komposisi kimia material
geopolymer serupa denga Zeolit, tetapi memiliki mikrostruktur amorphous
(Davidovits, 1999).

Geopolymer pada awalnya lebih dikenal berdasarkan reaksi kimia, sebagai


alkaline-activated binders,dengan beberapa terminology yang sesuai dengan
penggunaan material ini seperti low temperature inorganic polymer glasses,
alkali-bonded ceramic, chemically bounded ceramic, atau alkali-activated ash.
Dalam perkembangan selanjutnya, apapun bahan dasar pembentuk material ini,
teminologi geopolymer sudah sangat luas digunakan untuk merujuk pada material
ini.

Beton Geopolymer dibuat tanpa menggunakan semen sebagai bahan pengikat, dan
sebagai pengganti digunakan abu terbang yang kaya akan Silikon (Si) dan
Alumina (Al) yang bereaksi dengan cairan alkalin untuk menghasilkan bahan
pengikat (binder) (Sumajow dan Dapas 2013).

2.2.1 Material Pembentuk Beton Geopolymer

2.2.1.1 Abu Terbang (Fly Ash)

Solid material termasuk dalam salah satu komponen system anorganik


geopolymer. Solid material untuk geopolymer dapat berupa mineral alami seperti

7
kaolin, tanah liat, mika, andalusit, spinel, dan lain sebagainya. Banyak jenis
material hasil produksi sampingan (by-produc material) telah digunakan untuk
membuat beton di antaranya, mill scale (sisa produksi baja), plastic, kaca, abu
terbang (fly ash), cangkang kelapa sawit dan lain-lain.

Abu terbang (fly ash) dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:

a. Kelas C
Fly ash yang mengandung CaO lebih dari 10% yang dihasilkan dari
pembakaran lignite atau sub-bitumen batu bara (batu bara muda).
b. Kelas F
Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dituliskan dari
pembakaran antrachite atau bitumen batu bara
c. Kelas N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain
tanah diatomic, opaline, chertz dan shales, tuff dan abu vulkanik, dimana
biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran.
Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik.

Gambar 2.1. Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Fly As


Sumber : Hardjito dan Rangan (2005)

Penggunaan fly ash dalam campuran beton mempunyai beberapa keunggulan


(ACI Use of Fly Ash in Concrete 232.2R-03 2003), yaitu :

a. Pada beton segar (fresh concrete)

8
 Memperbaiki workability
 Mengurangi bleeding
 Meningkatkan Pumpability
 Memperpanjang setting-time
b. Pada beton keras (heardened concrete)
 Meningkatkan kuat tekan
 Modulus Elastisitas
 Memperbaiki creep dan peningkatan beton (bond)
 Tahan terhadap temperature tinggi
 Meningkatkan perlindungan terhadap permaebilitas dan karat
 Mengurangi resiko pengembangan beton akibat reaksi alkali dan silica
 Mengurangi pengembangan beton akibat efek magnesia.

2.2.1.2 Alkalin Aktivator

Kombinasi cairan sodium silikat dan sodium hidroksida digunakan untuk


membantu terjadinya reaksi kimia dengan aluminium dan silikat yang terdapat
pada abu terbang. Sodium hidroksida yang digunakan sebagai alkalin activator,
berfungsi untuk meraksikan unsur-unsur Al dan Si yang terkandung dalam abu
terbang dan kapur sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang kuat,
sedangkan sodium silikat berfungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi.

2.2.1.3 Bahan Tambahan (Superplasticizer)

Superplasticizer adalah bahan kimia tambahan yang digunakan sebagai


salah satu cara meningkatkan kemudahan pelaksanaan pekerjaan pengecoran
(workability) beton dengan menggunakan air sesedikit mungkin. Penggunaan
superplasticizer di kembangkan di Jepang dan kemudian di Jerman pada awal
tahun 1960-an.

Dalam penelitian ini superplasticizer yang digunakan adalah Sikacim


Concrete Additive yang di produksi oleh PT. Sika Indonesia, yang mengandung
Naphthalene Formaldehyde Sulfonate termodifikasi, yaitu bahan tambah berupa
cairan yang di tambahkan pada campuran beton dalam jumlah tertentu untuk

9
mengubah beberapa sifat beton. Bahan tambah ini berfungsi mereduksi hingga
20% penggunaan air serta meningkatkan 40% kuat tekan beton pada umur 28 hari.

2.2.1.4 Agregat

 Agregat Halus
Agregat halus merupakan pengisi yang berupa pasir. Ukurannya bervariasi
antara ukuran No. 4 dan No.100 saringan standar Amerika. Agregat halus
yang baik harus bebas bahan organic,lempung, partikel yang lebih kecil
dari saringan No. 100, atau bahan-bahan lain yang dapat merusak
campuran beton.
 Agregat Kasar
Agregat disebut agregat kasar apabila ukurannya sudah melebihi ¼ in. (6
mm). Sifat agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan
daya tahannya terhadap disentegrasi beton, cuaca, dan efek-efek perusak
lainnya.

2.2.2. Karakteristik

Beton geopolymer adalah beton yang terbuat dari material polymer sebagai
matriks dan mineral agregat sebagai inklusi. Seperti halnya beton semen porland
pada umumnya, penggunaan agregat berfungsi dalam memberikan sumbangan
kekuatan terbesar pada beton. Agregat yang di gunakan pada beton umumnya
memiliki gradasi yang menerus, mulai dari agregat berukuran 37.5 mm sampai
0.15 mm. Hal ini bertujuan agar terjadi komposisi yang padat pada saat beton
telah mengeras. Agregat dengan ukuran kasar (coarse aggregate) adalah proporsi
yang terbanyak dalam beton, di ikuti dengan agegat halus (fine aggregate).

Fungsi agregat kasar adalah sebagai penyusun kekuatan, sedangkan


agregat halus lebih berfungsi sebagai pengisi ruang kosong. Dalam praktek,
agregat halus bekerja dengan bahan matriks membentuk suatu mortar yang
melingkupi seluruh permukaan agregat kasar dan memberikan sifat adhesive
antara inklusi lainnya.

10
Fungsi agregat halus sangatlah penting dalam mengurangi void pada
beton, pada beberpaa kasus dapat digunakan juga material pengisi (filler) yang
berukuran micron seperti fly ash. Dengan terisinya pori-pori pada beton, maka
kemungkinan rangkak dapat dikurangi (Rousstia, 2008).

2.3 Semen

Semen merupakan bahan ikat yang paling penting dan banyak digunakan
dalam pembangunan fisik di sector konstruksi sipil. Jika di tambah air, semen
akan menjadi pasta semen. Jika di tambah agregat halus, pasta semen akan
menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi
campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras
(concrete).

2.3.1 Semen Portland

Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan


dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen Portland
didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker
yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau
lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama
dengan bahan utamanya.

Semen Portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat


SII.0013-81 atau Standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan harus
memenuhi persyaratan yang di tetapkan dalam standar tersebut (PB.1989:3.2-8)

Ada 5 Tipe Semen Portland, yakni (McCormac,2001)

Tipe 1 : Semen serbaguna yang digunakan pada pekerjaan konstruksi biasa

Tipe 2 : Semen modifikasi yang mempunyai batas hidrasi yang lebih rendah dari
pada semen tipe 1 dan memiliki ketahanan terhadap sulfat yang cukup
tinggi.

11
Tipe 3 : Semen dengan kekuatan awal yang tinggi yang akan menghasilkan dalam
waktu 24 jam, beton dengan kekuatan sekitar dua kali semen tipe 1.
Semen jenis ini memiliki panas hidrasi yang jauh lebih tinggi.

Tipe 4: Semen dengan panas hidrasi rendah yang menghasilkan beton yang
melepaskan panas dengan sangat lambat. Semen jenis ini digunakan
untuk struktur-struktur beton yang sangat besar.

Tipe 5 : Semen untuk beton-beton yang akan ditempatkan di lingkungan dengan


konsentrasi sulfat yang tinggi.

2.4 Kuat Tekan Beton

Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan
adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Walaupun
dalam beton terdapat tegangan tarik yang kecil, diasumsikan bahwa semua
tegangan tekan didukung oleh beton tersebut.penentuan kekuatan tekan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder
atau kubus.

Nilai kuat tekan beton dapat di hitung dengan persamaan berikut:

𝑷
𝒇′𝒄 = 𝑨………………………………...(2.2)

Dimana :

f’c = Kuat tekan beton (MPa)

P = Beban runtuh yang diterima oleh benda uji (N)

A = Luas bidang tekan (mm2)

12
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Struktur dan Material


Bangunan Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado. Dalam Penelitian
ini akan dibuat benda uji beton geopolymer yang kemudian akan di uji kuat tekan.
Metode penelitiannya dapat di lihat pada bagan alir di bawah ini.

3.1 Bagan Alir Penelitian

- Mulai

Studi Literatur
`

Persiapan Alat dan Bahan

Konsentrasi Semen Pemeriksaan Material Konsentrasi Fly Ash

0% Agregat Halus : Pasir 100%

2.5% Agregat Kasar : Batu 90.75%

5% 95%

10% 90%

Perencanaan Komposisi Campuran

Trial Mix

Pembuatan Benda Uji

(Silinder 10/20 cm)

13
A

Perawatan Benda Uji (Curing)

Oven dengan temperature: Temperatur Ruangan

600, 900, (7 & 28 hari) (7 & 28 hari)

Pengujian Kuat Tekan

Hasil & Pembahasan

Kesimpulan & saran

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

3.2 Persiapan Material

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah material yang berasal
dari tempat yang berbeda, di telliti untuk di tetapkan sebagai bahan pembentuk
beton. Material yang akan di gunakan di simpan pada tempat yang aman yang
tidak akan mengalami perubahan fisik dan kimia serta bebas dari benda asing
untuk menjaga kelembaban supaya tetap, material yang akan di gunakan di
masukan ke dalam kantong plastic di lapisi denga karung.

Berikut ini adalah bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan


beton :

1. Fly Ash kelas F yang berasal dari PLTU Amurang

14
2. Sodium Hidroksida (NaOH) konsentrasi 14M dengan purity 98% berbentuk
flake.
3. Sodium Silikat (Na2SiO3)
4. Superplasticizer digunakan SikaCim Concrete Additive
5. Agregat kasar yang di pakai dari Lansot
6. Agregat halus yang di pakai dari Girian

3.3 Pemeriksaan Agregat

Material yang akan di gunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan
pengujian untuk mengetahui karakteristik dari material itu sendiri. Pengujian ini
dilakukan pada awal penelitian untuk mengetahui material-material tersebut layak
digunakan atau tidak untuk digunakan.

3.3.1. Gradasi Agregat Halus

A. Tujuan
Menetapkan gradasi agregat halus berupa pasir
B. Peralatan
 Timbangan
 Ayakan
 Oven
 Mesin pengayak
C. Bahan
 Pasir dengan berat 1000 gram
D. Langkah Pelaksanaan
1. Keringkan pasir yang sudah di siapkan kedalam oven dengan
suhu 110°C selama 24 jam.
2. Timbang berat setiap ayakan mulai dari yang paling besar
sampai yang kecil lalu disusun sesuai urutan ayakan.
3. Pasir di ayak dengan mesin pengayak selama 15 menit
4. Setelah di ayak, timbang masing-masing ayakan dengan
ketelitian 0.1%. Berat agregat yang tertahan dari setiap ayakan
akan di dapat.

15
E. Hasil Pemeriksaaan dapat di lihat pada lampiran A1.

3.3.2. Gradasi Agregat Kasar

A. Tujuan
Menetapkan gradasi bahan batuan berupa kerikil

B. Bahan
 Pasir dengan berat 5000 gram
C. Peralatan
 Timbangan
 Ayakan
 Oven
 Alat pengayak
D. Langkah pelaksanaan
1. Keringkan kerikil yang sudah di siapkan kedalam oven dengan
suhu 110°C selama 24 jam.
2. Ayakan di susun mulai dengan ukuran ayakan paling besar di
tempatkan paling atas, kemudian kerikil di letakan di atas
ayakan paling atas.
3. Kerikil di ayak dengan mesin pengayak selama 15 menit.
4. Setelah di ayak kerikil di keluarkan dari masing-masing ayakan
kemudian di timbang sesuai nomor ayakan. Berat agregat yang
tertahan akan di dapat.
E. Hasil Pemeriksaan dapat di lihat pada lampiran A2.

3.3.3 Berat Jenis Agregat Halus

A. Tujuan
 Menetapkan berat jenis bulk
 Menetapkan berat jenis bulk SSD
 Menetapkan daya absorbs pasir
B. Peralatan
 Timbangan

16
 Cetakan kerucut
 Tongkat tusuk
 Pan dan Baki
 Labu Ukur
 Oven
C. Bahan
Agregat Kasar berupa pasir yang sudah dikeringkan dalam oven
selama 24 jam denga suhu 110°C.
D. Langkah Pelaksanaan
1. Pasir yang sudah di keringkan di ambil sebanyak 500 gram,
dicuci lalu di rendam di dalam air selama 24 jam.
2. Membuang air perendam lalu letakan agregat di atas meja yang
ada alasnya berupa Koran, keringkan dengan cara membalik-
balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai
kedaan kering permukaan jenuh atau Saturated Surface Dry
(SSD).
3. Tuangkan pasir ke dalam kerucut, jatuhkan ujung tongkat,
tusuk 25 kali dalam 3 lapisan angkat cetakan kerucut perlahan-
lahan. Bila pasirnya masih berbentuk kerucut seperti
cetakannha maka perlu di angin-anginkan lagi dan hal tadi di
ulangi, Jika pasirnya berbentuk kerucut yang menurun
puncaknya maka keadaan SSD telah tercapai (jenuh air kering
permukaan).
4. Berat labu ukur ditimbang, kemudian di masukan benda uji
SSD kedalam labu ukur.
5. Isi tabung dengan air sampai di garis 500 ml, kemudian labu
ukur di putar-putar sambil di guncang sampai tidak terlihat
gelembung udara di dalamnya.
6. Tempatkan labu ukur kedalam bak air 20°C.
7. Setelah selama 1 jam di rendam jika masih ada pengurangan
air, maka isi kembali tabung dengan air lagi.

17
8. Timbang berat total air dalam labu ukur dengan ketelitian
sampai 0.10 gram.
9. Keluarkan pasir dari labu ukur dan keringkan dalam tungku
pada suhu 110°C selama 24 jam.
10. Keluarkan pasir dari dalam tungku kemudian di angin-
anginkan.
11. Timbang berat pasir.
E. Hasil penelitian dapat dilihat pada lampiran A3.

3.3.4 Berat Jenis Agregat Kasar

A. Tujuan
Menetapkan berat jenis bulk,berat jenis bulk SSD, dan daya
absorbsi kerikil
B. Peralatan
 Timbangan
 Keranjang Kawat
 Pan
 Ember
 Oven
C. Benda Uji
Agregat Kasar berupa kerikil yang sudah dikeringkan dalam oven
selama 24 jam denga suhu 110°C.
D. Langkah Pelaksanaan
1. Sediakan batu pecah dengan jumlah ± 5 kg yang tertahan ayakan
No.4
2. Mencuci benda uji batu pecah untuk menghilangkan debu
3. Benda uji yang telah di cuci di rendam di dalam ember selama
24 jam
4. Setelah di rendam selama 24 jam kerikil di keluarkan dari
rendaman kemudian di lab dengan kain sampai pada kondisi
Saturated Surface Dry (SSD).

18
5. Selanjutnya benda uji yang telah SSD sebanyak 5000 gram di
timbang di dalam air dengan keranjang kawat .
6. Kerikil di masukan kedalam oven dengan suhu 110°C selama 24
jam.
7. Kerikil yang di masukan kedalam oven di keluarkan kemudian
di angina-anginkan dan timbang berat dari kerikil tersebut.
E. Hasil Penelitian dapat di lihat pada lampiran A4.

3.3.5. Abrasi/Keausan dengan Mesin Los Angeles

A. Tujuan
Menetapkan ketahanan terhadap keausan
B. Peralatan
 Mesin Los Angeles
 Pan
 Ayakan No.12
 Timbangan
 Oven
 Bola-bola baja (6 bola besar dan 5 bola kecil)
C. Benda Uji
Agragat kasar berupa kerikil
D. Langkah Pelaksanaan
1. Sediakan kerikil yang di ayak pada ukuran 3/4”,1/2”, dan 3/8”,
masing-masing kerikil yang lolos ayakan 3/4" dan tertahan 1/2"
diambil 2500+ gram dan yang lolos ayakan 1/2” dan tertahan
3/8” diambil 2500+.
2. Benda uji di cuci hingga bersih dan di masukan kedalam oven
selama 24 jam 110°C.
3. Setelah 24 jam kerikil di keluarkan dari oven dan di dinginkan
sampai pada suhu ruangan.
4. Kemudian kerikil di masukan kedalam mesin Los Angeles
beserta bola-bola baja lalu di putar sebanyak 500 kali.

19
5. Setelah itu benda uji di keluarkan dari mesin dan di ayak pada
ayakan No.12. Kerikil yang tertahan pada ayakan No.12 di cuci
kemudian di masukan kedalam oven dengan suhu 110°C selama
24 jam.
6. Setelah 24 jam benda uji di keluarkan diangin-anginkan sampai
pada suhu ruangan dan di timbang.
E. Hasil Pemerikasaan dapat di lihat pada Lampiran A5.

3.3.6 Berat Volume Agregat Kasar dan Halus

A. Tujuan
Menetapkan berat volume dari agregat kasar (Kerikil) dan agregat
halus (Pasir)
B. Peralatan
 Timbangan
 Tongkat besi
 Silinder takar (ø22 x 24.5 cm untuk agregat halus dan ø25.5 x
28 cm untuk agregat kasar)
 Sekop kecil
C. Benda Uji
Agregat kasar dan agregat halus yang sudah di keringkan dalam
oven pada suhu 110°C selama 24 jam.
D. Langkah Pelaksanaan
1. Timbang silinder takar yang kosong
2. Masukan agregat kedalam silinder takar dalam 3 lapisan yang
sama rata tiap lapisan di tusuk-tusuk sebanyak 25 kali (cara
Rodding)
3. Ratakan permukaan dengan tongkat tusuk
4. Timbang silinder takar dengan agregat
5. Kosongkan silinder takar da nisi lagi agregat sampai penuh (cara
gembur)
6. Ratakan permukaan agregat menggunakan tongkat tusuk
7. Timbang agregat dengan silinder takarnya

20
8. Selanjutnya silinder di timbang dengan mengisi air kemudian di
timbang
E. Hasil Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan dapat di lihat pada lampiran A6

3.3.7 Kadar Lumpur Agregat Halus

A. Tujuan
Menetapkan persentase lumpur yang terkandung pada agregat halus
B. Peralatan
 Ayakan No.200
 Timbangan
 Pan
 Oven
C. Benda Uji
Agregat halus berupa pasir yang sudah dikeringkan dalam oven pada
suhu 110°C selama 24 jam.
D. Langkah Pelaksanaan
1. Agregat yang telah di keringkan dalam oven diambil sebanyak
500 gram kemudian di cuci hingga bersih.
2. Agregat yang sudah di cuci bersih di masukan kedalam oven
dengan suhu 110°C selama 24 jam.
3. Selanjutnya setelah di oven dengan suhu 110°C selama 24 jam
keluarkan benda uji dan di angin-anginkan sampai pada suhu
ruangan. Benda uji di timbang.
E. Hasil Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan dapat di lihat pada lampiran A7.

3.3.8 Zat Organik Agregat Halus

A. Tujuan
Menentukan zat organic yang terdapat pada agregat halus (pasir)
B. Peralatan
 Gelas Ukur dan Tabel warna standar

21
C. Benda uji
 Agregat halus berupa pasir yang sudah dikeringkan dalam oven
pada suhu 110°C selama 24 jam dan NaOH 3%.
D. Langkah Pelaksanaan
1. Pasir yang sudah kering dalam oven di ambil sebanyak 130 cm3
lalu dimasukan kedalam gelas ukur.
2. NaOH 3% dituangkan kedalam gelas ukur sampai 200ml,
kemudian gelas ukur yang berisi NaOH 3% dan 130 cm3 pasir
dikocok-kocok selama kira-kira 10 menit, kemudian dibiarkan
selama 24 jam.
3. Setelah 24 jam, warna di atas pasir di catat dalam tabel
pengamat.
E. Hasil Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan dapat dilihat pada lampiran A8.

3.4 Komposisi Campuran Beton

Karena sampai pada saat ini belum terdapat standar mengenai desain
campuran beton geopolymer, maka pada komposisi campuran beton dilakukan
trial mix untuk mendapat campuran yang diinginkan, trial mix ini mengacu pada
penelitian D Hardjito dan B.V Rangan dalam penelitiannya “Development and
Properties of Low Calsium Fly Ash-Based Geopolymer Concrete”.Setelah
melakukan trial mix, maka di dapat komposisi campuran yang telah di modifikasi.

Tabel 3.1 Proporsi Campuran yang di gunakan


Material Berat (kg/m3)
Agregat Kasar (Batu Pecah) 1294
Agregat Halus (Pasir Halus) 554
Abu Terbang (Fly ash) 476
Cairan Sodium Hidroksida 120 (14 m)
Cairan Sodium Silika 300
Superplaticizer 12.2

22
3.5 Diagram Mix Beton Geopolymer

Beton Geopolymer

Agregat
Solid Material Alkalin Aktivator

Agregat Kasar + Agregat Halus


Fly Ash Sodium Silikat &
Sodium Hidroksida

Superplasticizer & Air

Gambar 3.2 Diagram Mix Beton Geopolymer

3.6 Pembuatan Benda Uji

Benda uji yang di buat berbentuk silinder 10/20 cm, untuk setiap
campuran beton yang dibuat langsung di masukan kedalam cetakan, jumlah
benda uji berdasarkan variasi semen, variasi perawatan, dan umur beton, untuk
jumlah benda ujinya dapat di lihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jumlah Benda Uji Silinder untuk Pengujian Kuat Tekan
Perawatan Benda Uji (Curing)
Konsentrasi Elevated Temperatur
Temperatur Ruang
No Semen 60° 90°
(%)
Umur (Hari) Umur (Hari) Umur (Hari)
7 28 7 28 7 28
1 0 4 4 4 4 4 4

2 2.5 4 4 4 4 4 4
3 5 4 4 4 4 4 4
4 10 4 4 4 4 4 4
16 16 16 16 16 16

96 Buah

23
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Cetakan benda uji berbentuk silinder ukuran 10-20 cm


2. Mollen pencampur adukan beton (Concrete mixer) dengan kapasitas
0,035 m3
3. Timbangan
 Timbangan Elektrik, kapasitas 10 kg ketelitian 0,1 gram
 Timbangan Elektrik, kapasitas 100 kg, ketelitian 1 gram
4. Alat uji slump
5. Tropol
6. Tongkat tumbuk besi
7. Vibrator
8. Oven
9. Pan besar

3.6.1 Proses Pencampuran Beton

Sebelum melaksanakan mixing bahan yang akan di pakai perlu di jaga


akan kebersihannya di bungkus dan di letakan di tempat yang aman bebas dari
bahan kimia. Adapun yang akan di laksanakan dalam proses pembuatan beton
geopolymer.

1. Pembuatan larutan NaOH dengan melarutkan NaOH padat berbentuk pelet


kedalam aquades. Cara menghitung berapa banyak NaOH padat yang akan
dilarutkan kedalam aquades adalah dengan rumus V x M x Mr, dimana V
adalah volume larutan dalam liter, M adalah molaritas larutan, dan Mr
adalah massa atom relatif NaOH yang bernilai 40. Misalnya akan di buat
larutan NaOH 14M sebanyak 1 liter air, maka NaOH padat yang akan di
larutkan kedalam air 1 liter aquades adalah 1 x 14 x 40 = 560 gram.
2. Pembuatan larutan alkalin activator dengan mencampurkan Sodium
Hodroksida dan Sodium Silikat secara bersamaan sampai homogen.
Sebelum melakukan pencampuran beton alkalin activator ini telah di
sediakan sehari sebelumnya.
3. Kerikil dan pasir yang sudah dipersiapkan sebelumnya dimasukan kedalam
mollen lalu diputar selama kira-kira 1 menit,
4. Fly ash yang sudah di sediakan sebelumnya di masukan kedalam mollen
lalu di putar kira-kira 2 menit.
5. Campur superplasticizer dengan cairan alkalin activator yang sudah di
siapkan . kemudian masukan kedalam mollen putar selama kira-kira 4
menit.
6. Periksa nilai slump. (dijelaskan pada subbab 3.7)
7. Tuang adukan beton kedalam pan.

24
8. Isi cetakan silinder 10-20 cm masing-masing 3 lapisan. Pemadatan
dilakukan dengan cara di tusuk-tusuk sebanyak 60 kali tiap lapisan
kemudian permukaan diratakan.
9. Setelah di padatkan beton di getarkan dengan mesin vibrator selama 20
detik.
10. Setelah di getarkan, permukaan beton yang terpapar udara di bungkus
dengan plastik yang diikat dengan karet gelang, kemudian di diamkan
selama 1 hari.
11. Setelah 1 hari beton di masukan kedalam oven sesuai dengan cara
perawatan.

3.7 Pemeriksaan Nilai Slump

Langkah-langkah pemeriksaan Slump :

1. Basahi kerucut Abrams, pan dan tropol


2. Letakan pan dan kerucut di tempat yang datar lalu di injak bagian tepinya
agar tidak mudah bergeser.
3. Tuangkan beton kedalam kerucut Abrams terbagi dalam 3 lapisan tiap lapisan
di tusuk sebanyak 25 kali secara merata, setelah itu permukaannya diratakan
dan beton yang ada di pinggiran kerucut di bersihkan.
4. Selanjutnya angkat kerucut lurus keatas perlahan-lahan.
5. Kemudian tempatkan kerucut di samping campuran beton secara terbalik,
lalu ukur tinggi penurunan dengan mistar ukur besi
6. Tinggi penurunan menunjukan besar kecilnya nilai slump yang terjadi pada
campuran beton.

3.8 Perawatan Benda Uji (Curing)

Perawatan yang dilakukan ada dua cara yaitu dengan temperatur ruangan
dan temperatur tinggi yang di masukan kedalam wadah yang panas berupa oven.
Benda uji yang telah di cetak, permukaannya di tutup dengan plastik yang di ikat
dengan karet gelang, kemudian diamkan selama 1 hari, untuk perawatan
temperatur ruangan beton di lepaskan dari cetakan hanya di diamkan di suhu
temperature ruangan dan perawatan pada temperature tinggi beton di masukan
kedalam oven selama 24 jam dengan suhu 60°C dan 90°C.

3.9 Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan dilakukan pada benda uji berbentuk silinder berukuran 10/20
cm pada umur 7 dan 28 hari dengan jumlah sampel 96 buah silinder beton.

Langkah-langkah pengujian kuat tekan beton sebagai berikut:

25
1. Setelah melalui perawatan dan umur beton benda uji di timbang untuk
mengetahui berat beton, kemudian di keeping dengan belerang pada
permukaan yang tidak rata.
2. Letakan benda uji pada mesin uji kuat tekan dengan benar. Kemudian
jalankan mesin hingga beton hancur.
3. Mencatat hasil kuat tekan dan beban maksimum yang tertera di layar.

26
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Agregat Kasar dan Halus

Pemeriksaan material agregat kasar dan halus yang akan digunakan dalam
proses pencampuran (mixing) bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari
material itu sendiri. Berdasarkan hasil pemeriksaan material di Laboratorium
Struktur dan Material Fakultas Teknik UNSRAT, maka di peroleh data
pemeriksaaan material yang akan di gunakan pada penelitian ini yaitu untuk
Agregat kasar dari Lansot-Kema, Modulus Kehalusan butir sebesar 2,027, berat
jenis kering sebesar 2,68, berat jenis SSD sebesar 2,72, berat volume padat
sebesar 1408 kg/m3, berat volume gembur sebesar 1288 kg/m3, absorbs
maksimum sebesar 1,47%, kadar air sebesar 1,30%, keausan sebesar 18,58%.
Untuk Agregat Halus dari Girian, Modulus Kehalusan butir sebesar 3,396, berat
jenis kering sebesar 2,04, berat jenis SSD sebesar 2,29, absorbs maksimum
sebesar 11,92%, berat volume padat sebesar 1243 kg/m3, berat volume gembur
sebesar 1172 kg/m3, kadar air sebesar 6,29%, zat organic warna nomor 1, kadar
lumpur sebesar 0,24%. Untuk selengkapnya dapat di lihat pada lampiran A.

4.2 Berat Volume Beton Geopolymer

Berat volume beton adalah perbandingan antara berat beton terhadap


volume beton, pengujian berat volume beton dilakukan sebelum diadakannya
pembebanan terhadap benda uji silinder. Berat volume beton dapat diketahui
dengan cara menimbang benda uji dan mengukur tinggi benda uji serta diameter
benda uji sehingga di dapat berat dan volume benda uji tersebut. Adapun hasil
pemeriksaan berat volume beton rata-rata dari variasi suhu Temperatur Ruangan,
Curing oven 24 jam 60°C dan 90°C dengan umur 7 dan 28 hari pada tabel-tabel
berikut ini.

27
Tabel 4.1 Berat Volume Beton dengan Perawatan Temperatur Ruangan

Berat Volume Rata-rata


Konsentrasi
Kode (Kg/m3)
No Semen
Variasi Umur 7 Umur 28
(%)
hari hari
1 TR-1 0 2231.18 2253.79
2 TR-2 2.5 2260.25 2262.09
3 TR-3 5 2254.33 2302.94
4 TR-4 10 2326.45 2236.05

Tabel 4.2 Berat Volume Beton dengan Perawatan Curing time 24 Jam
60°C
Berat Volume Rata-rata
Konsentrasi
Kode (Kg/m3)
No Semen
Variasi Umur 7 Umur 28
(%)
hari hari
1 ET-1 0 2265.20 2200.29
2 ET-2 2.5 2294.63 2266.94
3 ET-3 5 2322.31 2261.23
4 ET-4 10 2317.96 2239.87

Tabel 4.3 Berat Volume Beton dengan Perawatan Curing time 24 Jam
90°C
Berat Volume Rata-rata
Konsentrasi
Kode
N (Kg/m3)
Semen
o Variasi Umur 7 Umur 28
(%)
hari hari
1 ET-1 0 2250.34 2232.56
2 ET-2 2.5 2257.64 2248.72
3 ET-3 5 2286.93 2263.18
4 ET-4 10 2257.52 2233.47

Dari hasil yang di peroleh terlihat bahwa berat volume beton berkisar
antara 2200.29 Kg/m3 – 2326.45 Kg/m3, sesuai dengan klasifikasi berat beton

28
pada tabel 2.1 maka hasil pemeriksaan berat volume beton termasuk beton
berbobot normal.

4.3 Kuat Tekan Beton Geopolymer

Kuat tekan beton di hitung dengan persamaan 2.2. Benda uji beton yang
digunakan berbentuk silinder 10/20cm dengan variasi perawatan pada
temperature ruangan, perawatan dalam oven selama 24 jam 60°C dan Perawatan
temperature tinggi dalam oven selama 24 jam 90°C, dari masing-masing
perawatan tersebut pada komposisinya di tambahkan semen dengan presentase
0%, 2,5%, 5%, dan 10% dari berat fly ash. Benda uji berumur 7 hari dan 28 hari
adapun hasil kuat tekan ada pada tabel-tabel berikut.

Tabel 4.4 Kuat Tekan Beton dengan Perawatan Temperatur Ruangan

Kuat Tekan Rata-rata


Konsentrasi
Kode (MPa)
No Semen
Variasi
(%) Umur 7 Umur 28
hari hari
1 TR-1 0 14.23 21.79
2 TR-2 2.5 18.13 22.05
3 TR-3 5 18.49 25.30
4 TR-4 10 20.68 23.42

Tabel 4.5 Kuat Tekan Beton dengan Perawatan Curing time 24 jam 60°C

Kuat Tekan Rata-rata


Konsentrasi
Kode (MPa)
No Semen
Variasi Umur 7 Umur 28
(%)
hari hari
1 ET-1 0 30.38 32.65
2 ET-2 2.5 33.90 33.80
3 ET-3 5 34.78 36.86
4ET-4 10 35.34 32.91

29
Tabel 4.6 Kuat Tekan Beton dengan Perawatan Curing time 24 jam 90°C

Kuat Tekan Rata-rata


Konsentrasi
Kode (MPa)
No Semen
Variasi
(%) Umur 7 Umur 28
hari hari
1 ET-1 0 38.03 42.32
2 ET-2 2.5 46.93 46.41
3 ET-3 5 51.57 43.86
4ET-4 10 44.74 41.36

30.00

25.00
Kuat Tekan (MPa)

20.00
10% Semen
15.00
5% Semen
10.00 2.5% Semen
5.00 0% Semen

0.00
7 28
Umur Beton (Hari)

Gambar 4.1 Diagram perbandingan umur beton dengan kuat tekan beton
geopolymer dan penambahan semen pada perawatan temperatur ruangan

60.00

50.00
Kuat Tekan (MPa)

40.00

30.00 Temperatur Ruang

20.00 Curing 60°

10.00 Curing 90°

0.00
0 2.5 5 10
Semen (%)

Gambar 4.2 Diagram Perbandingan Variasi Perawatan Temperatur Ruangan,


Curing 60°C dan 90°C terhadap Kuat Tekan Beton Geopolymer dengan
penambahan semen umur 7 hari

30
50.00

40.00

Kuat Tekan (MPa)


30.00
Temperatur Ruang
20.00
Curing 60°
10.00 Curing 90°

0.00
0 2.5 5 10
Semen (%)

Gambar 4.3 Diagram Perbandingan Variasi Perawatan Temperatur Ruangan,


Curing 60°C dan 90°C terhadap Kuat Tekan Beton Geopolymer dengan
penambahan semen umur 28 hari

Dari gambar 4.1 menunjukan bahwa nilai kuat tekan beton geopolymer
yang diperoleh dari perawatan temperatur ruangan dengan penambahan semen
mengalami peningkatan dari umur 7 hari ke 28 hari, dari masing-masing
penambahan semen 2.5%, 5%, dan 10% mengalami peningkatan kekuatan
berkisar 18-20 MPa untuk umur 7 hari dan 20-25 MPa untuk umur 28 hari. Pada
gambar 4.2 menunjukan perbandingan kekuatan beton dari masing-masing
perawatan, pada gambar 4.2 di atas menunjukan kekuatan tekan beton tertinggi
berada pada perawatan (Curing time) oven selama 24 jam 90°C dengan kekuatan
tekan berkisar 38-51 MPa dari setiap penambahan semen 2.5%, 5% dan 10% pada
umur 7 hari, dan pada gambar 4.3 hampir sama dengan gambar 4.2 perbedaannya
hanya pada umur beton saja namun kekuatan beton mengalami penurunan di
bandingkan dengan umur 7 hari dari perawatan (curing time) oven selama 24 jam
90°C dan pada perawatan (curing time) oven selama 24 jam 60°C masih
mengalami peningkatan kekuatan dari umur 7 hari ke 28 hari.

31
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pengolahan data yang di peroleh maka penulis
dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai kuat tekan beton mengalami peningkatan signifikan dengan penambahan


semen dari umur 7 hari ke 28 hari pada perawatan temperatur ruangan di
bandingkan dengan perawatan temperatur tinggi (elevated temperatur) nilai
kuat tekannya dari umur 7 hari ke 28 hari peningkatannya tidak signifikan.
2. Nilai kuat tekan beton geopolymer pada perawatan temperatur ruangan
dengan penambahan semen 2.5%, 5% dan 10% kekuatannya meningkat pada
umur 28 hari sebesar 54.95%, 77.79% dan 64.58% kenaikan ini di bandingkan
dengan komposisi beton geopolymer yang tidak menggunakan semen pada
perawatan temperatur ruangan umur 7 hari.
3. Penambahan semen pada komposisi beton geopolymer dengan perawatan
temperatur ruangan menghasilkan kuat tekan 18-20 MPa pada umur 7 hari dan
20-25 MPa pada umur 28 hari.
4. Berdasarkan klasifikasi berat jenis beton, hasil pemeriksaan berat volume
beton yang di dapat termasuk beton berbobot normal.

5.2 Saran

1. Karena workabilitas dari beton geopolymer berbasis fly ash kecil, yaitu beton
yang cepat mengeras dan melekat, maka dalam proses pemadatan perlu
dilakukan dengan cepat dan membutuhkan beberapa orang dan tongkat tusuk
yang lebih pada saat pemadatan di dalam bekisting.
2. Karena salah satu sifat beton geopolymer berbasis fly ash cepat mengeras dan
melekat pada alat-alat yang digunakan dalam pengecoran, maka alat-alat yang
digunakan sebaiknya langsung dibersihkan.

32
3. Fly Ash yang digunakan sebaiknya di uji XRF (X-ray fluorescence) untuk
mendapatkan komposisi unsur-unsur kimia yang terkandung pada fly ash dari
PLTU Amurang yang lebih akurat.
4. Bekisting yang akan di gunakan perlu di cek kembali pelumas berupa oli di
dalam bekisting yang akan digunakan jika tidak di beri pelumas maka pada
saat membuka bekisting akan terasa sulit, hal ini akan berpengaruh pada berat
volume beton
5. Karena salah satu sifat beton geopolymer berbasis fly ash workabilitas kecil di
bagian beton yang cepat mengeras maka perlu di teliti lebih lanjut pemadatan
yang baik saat pembuatan benda uji.

33
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional.,2011. SNI 1974:2011 Cara Uji Kuat Tekan


Beton Dengan Benda Uji Silinder, Badan Standardisasi Nasional,Jakarta.

Departemen PU.,1991.SNI 03-2460-1991 Spesifikasi Abu Terbang Sebagai


Bahan Tambahan Untuk Campuran Beton, Balitbang PU

Hardjito, D., Wallah, S.E., Sumajow,D.M.J., Rangan B.V,.2004. On the


Development of Fly Ash-Based Geopolymer Concrete, Technical paper
No.101-M52,ACI Material Journal, Vol. 101, No.6, November-December,
American Concrete Institute

Hardjito, D., Rangan, B.V., 2005. Development and Properties of Low-


Calcium Fly Ash-Based Geopolymer Concrete, Research Report GC 1 Curtin
University of Technology, Perth Australia

Shinde,B.H.,Kadam,K,N. Effect of Adition of Ordinary Portland Cement on


Geopolymer Concrete with Ambient Curing. Internasional journal of Modern
Trends in Engineering and Research, 28-30 April, 2016, India

Nath. P., Sarker. K. P,. Rangan. B. V,. 2015. Early Age Properties of Low-
Calcium Fly Ash Geopolymer Concrete Suitable for Ambient Curing, The 5th
International Conference of Euro Asia Civil Engineering Forum (EACEF-5),
15-18 September 2015, Surabaya, Indonesia.

Wallah, S.E., 2014. Pengaruh Perawatan dan Umur Terhadap Kuat Tekan
Beton Geopolimer Berbasis Abu Terbang. Jurnal Ilmiah Media Engineering
Vol.4 No.1, Maret, Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam
Ratulangi, Manado.

Sumajow,D.M.J.,Dapas,S.O.,2013.Elemen Struktur Beton Bertulang


Geopolymer,Penerbit ANDI, Yogyakarta.

McCormac,J.C.,2003. Desain Beton Bertulang,Penerbit Erlangga,Jakarta

34
Nawy,E.G.,1998. Beton Bertulang:Suatu Pendekatan Dasar,PT Refika
Aditama,Bandung.

Mulyono,T.,2005,Teknologi Beton,Penerbit ANDI,Bandung

Manuahe Riger, 2014. Kuat Tekan Beton Geopolymer Berbahan Dasar Fly
Ash. Skripsi Program S1 Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi, Manado.

Putra Kusuma, 2014. Kuat Tarik Belah Beton Geopolymer Berbasis Abu
Terbang (Fly Ash). Skripsi Program S1 Teknik Sipil Universitas Sam
Ratulangi, Manado.

Paat Filia, 2014. Kuat Tarik Lentur Beton Geopolymer Berbasis Abu Terbang
(Fly Ash). Skripsi Program S1 Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi,
Manado.

35

Anda mungkin juga menyukai