ANALISA ANGIN
Analisa angin adalah hal yang mendasar bagi perencanaan landasan pacu. Pada umumnya,
landasan pacu utama di Bandar udara sedapat mungkin harus searah dengan arah angin yang
dominan. Pada saat mendarat (landing) dan lepas landas (take off), pesawat terbang dapat
melakukan maneuver di atas landasan pacu (runway) sepanjang komponen angin yang tegak
lurus arah bergeraknya pesawat (didefinisikan sebagai angin sisi atau cross wind) tidak
berlebihan. Angin sisi maksimum yang diperbolehkan tidak hanya tergantung pada ukuran
pesawat, tetapi juga pada susunan sayap dan keadaan permukaan landasan.
Persyaratan FAA (Federal Aviation Administration) untuk Cross Wind semua lapangan
terbang (kecuali bandara utilitas, yaitu bandara yang digunakan oleh pesawat terbang yang
bobotnya tidak melebihi bobot lepas landas maksimum yang diizinkan = 12.500 pon) :
Run Way harus mengarah sedemikian sehingga pesawat take off dan landing pada 95%
dari waktu dan Cross Wind.
Cross Wind tidak melebihi 13 knots (15 mph), untuk Bandar uadara utilitas Cross Wind
diperkecil menjadi 10 knot (11,5 mph).
Setelah komponen angin sisi maksimum yang diperbolehkan dipilih, arah paling baik dari
landasan pacu bagi liputan angin dapat ditentukan dengan penelitian karakteristik angin untuk
kondisi-kondisi berikut :
Seluruh liputan angin tanpa memperdulikan jarak penglihatan atau tinggi awan
Kondisi angin ketika tinggi awan berada diantara 200 dan 1000 kaki dan/atau jarak
penglihatan diantara ½ dan 3 mil.
Sumber : Buku “PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BANDAR UDARA” Karangan Robert
Horonjeff dan Francis X. McKelvey
Sebagai syarat runway yang ditetapkan oleh FAA dan ICAO, persentasi nilai angin harus
>95% (gunakan nilai maksimum) dan berlaku bagi seluruh kondisi cuaca. Jadi diambil persentasi
yang maksimum yaitu 97.068% dengan arah NE - SW
Kontrol : 95% < 97.068% <100% …………….. OK!!!
Lihat table 2.1-2, Aerodrome Reference Codes and Aeroplane Characteristics (Pelengkap Kuliah
Lapangan Terbang, Freddy Jansen 2015) diperoleh data pesawat sebagai berikut :
Pesawat A300 – B2
Reference Code = 3D
ARFL = 1676 m
Jarak terluar roda pendaratan = 10.9 m
Wingspan = 44.8 m
Nilai maksimum permissible crosswind component = 20 knots
Lebar jalur kontrol angin = 2 x cross wind (20) = 40 knots
Pesawat DC10 - 30
Reference Code = 4D
ARFL = 3170 m
Jarak terluar roda pendaratan = 12.6 m
Wingspan = 50.4 m
Nilai maksimum permissible crosswind component = 20 knots
Lebar jalur kontrol angin = 2 x cross wind (20) = 40 knots
Dari ketiga data pesawat rencana di atas, dipilih ARFL terbesar yang akan menjadi dasar
dari perencanaan Runway. Maka dapat dipilih pesawat rencananya adalah Pesawat DC10 – 30.
Di Indonesia pada umumnya menggunakan landasan pacu tunggal dan jenis landasan pacu
yang direncanakan dalam perencanaan tugas ini adalah landasan pacu tunggal.
Panjang Runway
Panjang runway (R/W) biasanya ditentukan berdasarkan pesawat rencana terbesar
yang akan beroperasi pada airport yang bersangkutan. Dalam tugas ini diambil pesawat
rencana DC10 – 30 dengan kode 4D dan ARFL = 3170 m.
Data : Elevasi = 12 m
Slope = 0,2 %
T2 = (16 ; 17 ; 21 ; 21 ; 25 ; 21) °C
1 15 16
2 18 17
3 19 21
4 21 21
5 19 25
6 21 21
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑇1 113
𝑇1 = = = 18.80 𝐶
𝑛 6
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑇2 121
𝑇2 = = = 20.20 𝐶
𝑛 6
𝑻𝟐 − 𝑻𝟏 20.2 − 18.8
𝑻𝒓𝒆𝒇𝒇 = 𝑻𝟏 + = 18.8 + = 19.30 𝐶
𝟑 3
Panjang runway harus dikoreksi terhadap termperatur sebesar 1 % untuk setiap kenaikan
1°C, sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m diatas permukaan laut, temperature turun
6,5 °C .
N
NW NE
W E
SW SE
S
Kemiringan Melintang
Sumbu Perkerasan
Daerah Aman
Bahu
Perkerasan Struktural
1,5 %
2,5 %
7,5 m 45 m 7,5 m
60 m
Untuk runway dengan kode huruf D,E,F harus disediakan bahu dan dibuat simetris. Lebar
keseluruhan runway dan bahu untuk kode huruf D dan E tidak kurang dari 60 meter.
Berdasarkan data pada tabel “Penentuan Lebar Runway” dan tabel “kemiringan Melintang”
diperoleh data untuk pesawat 4D:
Lebar total = 60 m
Lebar perkerasan struktural = 45 m
Lebar bahu landasan = 7.5 m
Kemiringan bahu = 2.5 %
Kemiringan melintang (Slope max) = 1.5 %
Fungsi bahu (shoulder) :
- Bila terjadi kecelakaan / slip, pesawat dapat berhenti dibahu runway
- Di bahu juga diberi perkerasan dengan maksud kotoran (kerikil, pasir) tidak terhisap
oleh mesin jet pesawat
- Kemiringan bahu di buat lebih besar dari kemiringan perkerasan struktural untuk
mengalirkan air lebih cepat
Slope 0 %
Dalam perencanaan runway diusahakan agar dapat mengikuti keadaan permukaan tanah
(galian dan timbunan) dengan ketetapan tidak boleh melanggar ketetapan ICAO.
4 3 2 1
2. PERENCANAAN TAXIWAY
Taxiway adalah bagian dari lapangan terbang yang telah diberi perkerasan dan
digunakan oleh pesawat yang akan lepas landas (take off) maupun pendaratan (landing).
Fungsi utama taxiway adalah sebagai jalan keluar masuk pesawat dari runway ke apron
atau sebaliknya, ataupun dari runway ke hangar pemeliharaan.
Untuk bandara yang sibuk dibuat pararel taxiway dimana runway sejajar dengan
taxiway. Taxiway diatur sedemikian hingga pesawat yang baru saja mendarat tidak
mengganggu pesawat lain yang siap menuju runway. Rutenya dipilih jarak terpendek dari
bangunan terminal menuju ujung landasan yang digunakan untuk areal lepas landas.
Dibanyak lapangan terbang, taxiway membentuk sudut siku – siku terhadap runway,
sehingga pesawat yang akan mendarat harus diperlambat hingga mencapai kecepatan yang
sangat rendah sebelum berbelok ke taxiway.
Karena kecepatan pesawat saat di taxiway tidak sebesar saat di runway, maka
persyaratan mengenai kemiringan memanjang, kurva vertikal dan jarak pandang tidak
seketat pada runway. Oleh sebab itu, lebar taxiway masih tetap bergantung dari ukuran
lebar pesawat.
Sumbu
AsPerkerasan
Daerah Aman
Bahu
Perkerasan Struktural
2,5 % 1,5 %
7,5 m 23 m 7,5 m
38 m
ICAO telah menetapkan bahwa lebar taxiway dan lebar total taxiway (lebar perkerasan dan bahu
landasan) berdasarkan kode huruf dari pesawat rencana. Dalam data tugas diperoleh pesawat
rencana DC10 – 30 dengan reference code 4D. Berikut ini dilampirkan tabel yang digunakan untuk
memperoleh jarak dan lebar taxiway yang dibutuhkan.
A B C D E
Dari tabel “Persyaratan Kemiringan dan jarak Pandang” yang dikeluarkan oleh ICAO
untuk taxiway dengan kode huruf D diperoleh data sebagai berikut:
Kemiringan memanjang maksimum = 1.5 %
Perubahan kemiringan memanjang maksimum = 1 % per 30 m
Jarak pandang minimum = 300 m per 3 m di atas
Kemiringan transversal maximum dari taxiway = 1.5 %
Kemiringan transversal maximum dari bagian yang diratakan pada setiap strip
taxiway : - Miring ke atas = 2.5 %
- Miring ke bawah =5%
T = lebar taxiway
W = wheel base (jarak roda depan dengan roda pendaratan)
Dalam menghitung jari-jari taxiway diambil jenis pesawat rencana DC 10 - 30 dari Tabel 1.
Main Aircraft Characteristics diperoleh :
- Lebar wheel track = 10.67 m
- Lebar wheel base = 22.07 m
- Lebar taxiway = 23 m
𝟏
Sehingga, 𝐬 = 𝟐 × 𝟏𝟎. 𝟔𝟕 + 𝟐. 𝟓 = 𝟕. 𝟖𝟑𝟓
Runway
Exit Taxiway
Taxiway
T/W
Jari-jari kurva
R/W
Sudut
intersection
A
A
Touchdown distance
Dalam tugas perencanaan Bandar udara ini direncakan menggunakan right angle exit taxiway,
dengan anggapan bahwa lalu lintas rencana pada jam-jam puncak kurang dari 25 gerakan
(untuk landing dan take off) per jam.
Dimana :
D = Jarak dari Touchdown ke titik A
(𝑺𝟏 𝟐 ) − (𝑺𝟐 𝟐 )
𝑫=
𝟐𝒂
S1 = Kecepatan Touch Down (m/det)
S2 = Kecepatan awal ketika meninggalkan landasan (m/det)
a = Perlambatan (m/det 2)
A Less than 91 knots (169 km/h) See b) Convair 240, DC-3, DHC-7
Between 91 knots (169 km/h) 97 knots Convair 600, DC-6, Fokker F27,
B
and 120 knots (222 km/h) (180 km/h) Viscount 800, HS-748 series 2A
Dari jarak Touchdown yang sesuai, maka didapat jarak dari Threshold sampai ke titik awal
kurva Exit Taxiway (untuk design group D).
71.942 − 8.892
= 450 𝑚 + = 2149 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
2 𝑥 1.5
Jarak ini dihitung berdasarkan kondisi Standard Sea Level. Tetapi jarak yang didapatkan ini
harus ditambah 3 % per 300 m setiap kenaikan dari permukaan laut, dan sekitar 1 % setiap
5,6°C (10°F ) dan diukur dari 15°C = 59 °F.
𝑬
𝑳𝟏 = 𝑳𝟎 [𝟏 + (𝟎. 𝟎𝟑 𝒙 )]
𝟑𝟎𝟎
12
= 2149 [1 + (0.03 𝑥 )]
300
= 2151.58 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
𝑻𝒆𝒇𝒇 − 𝟏𝟓𝑶
𝑳𝟐 = 𝑳𝟏 [𝟏 + 𝟎. 𝟎𝟏 ( )]
𝟓. 𝟔
19.3 − 15
= 2151.58 𝑚 [1 + 0.01 ( )]
5.6
= 2168 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
KODE ANGKA
TIPE OPERASI LANDASAN
1 2 3 4
Non Instrument 30 m (100 ft) 40 m (130 ft) 75 m (250 ft) 75 m (250 ft)
Non Precision Approach 40 m (130 ft) 40 m (130 ft) 75 m (250 ft) 75 m (250 ft)
Precision Approach Category I 60 m (200 ft) b 60 m (200 ft) b 90 m (300 ft) b 90 m (300 ft) ab
Catatan :
a. Jika posisi holding mempunyai elevasi lebih rendah dari threshold landasan, jaraknya
ditambah 5 m tiap satu meter posisi holding lebih rendah dari threshold.
b. Jarak ini bertambah lagi untuk menghindari gangguan alat bantu radio, untuk landasan
precision approach category III penambahannya bias mencapai 50 m (165 ft)
Sumber: Merancang, Merencana Lapangan Terbang (Ir. H. Basuki)
Gate Position
Dalam menentukan gate position yang diperlukan, dipengaruhi oleh :
o Kapasitas runway per jam
o Jenis pesawat dan prosentasi jenis pesawat tersebut
o Lamanya penggunaan gate position oleh pesawat (gate occupancy time)
o Prosestasi pesawat yang tiba dan berangkat
Jumlah gate position ditentukan dengan rumus :
𝐕𝐱𝐭
̅=
𝐆
𝐔
Dimana : V = Volume rata – rata
t = Rata – rata gate occupancy time (per jam)
U = Utilization factor (factor pemakaian)
Untuk penggunaan secara bersama oleh semua pesawat, berlaku U dengan nilai dari 0,6-
0,8 (dipakai 0,7). Untuk roda pada gate occupancy time (t) pada setiap kelas pesawat dibagi
per jam (tiap 60 menit).
Pesawat Kelas A = 60 menit
Pesawat Kelas B = 45 menit
Pesawat Kelas C = 30 menit
Pesawat Kelas D & E = 20 menit
Untuk kapasitas runway per jam (V) dibagi 2 per jumlah setiap jenis pesawat yang
dilayani. Sesuai data tugas yang diberikan, jenis pesawat yang dilayani adalah :
Pesawat B - 737 - 200 : 3 buah
Pesawat A 300 – B2 : 4 buah
Pesawat DC 10 - 30 : 4 buah
Jumlah gate position untuk semua jenis pesawat yang akan dilayani adalah :
𝑮 = 𝑮𝟏 + 𝑮𝟐 + 𝑮𝟑
=2+1+1
= 4 𝑏𝑢𝑎ℎ
𝑳𝒖𝒂𝒔 𝑮𝒂𝒕𝒆, 𝑨 = 𝝅 𝒙 𝒓𝟐
= 𝜋 𝑥 (19.863 𝑚)2
= 1239.48 𝑚2
b. Pesawat A 300 – B2
Wingspan = 44.8 m
Wheel track = 9.6 m
Sehingga,
1
Turning radius, r = x (44.8 m + 9.6 m) + 3.048 m
2
= 30.248 𝑚
𝐋𝐮𝐚𝐬 𝐆𝐚𝐭𝐞, 𝐀 = 𝛑 𝐱 𝐫 𝟐
= 𝜋 𝑥 (30.248 𝑚)2
= 2874.37 𝑚2
c. Pesawat DC 10 - 30
Wingspan = 50.4 m
Wheel track = 10.67 m
Sehingga,
1
Turning radius, r = x (50.4 m + 10.67 m) + 3.048 m
2
= 33.583 𝑚
𝐋𝐮𝐚𝐬 𝐆𝐚𝐭𝐞, 𝐀 = 𝛑 𝐱 𝐫 𝟐
= 𝜋 𝑥 (33.583 𝑚)2
= 3543.14 𝑚2
Luas Apron
Panjang Apron
Panjang apron dihitung dengan menggunakan rumus :
𝐏 = 𝐆. 𝐖 + (𝐆 − 𝟏)𝐜 + 𝟐𝐏𝐛
Dimana : P = Panjang apron
G = Gate position
W = Wingspan
c. Pesawat DC 10 – 30 (Kelas D)
G = 1 buah c = 7.5 m
W = 50.4 m Pb = 55.4 m
Sehingga, panjang apron :
P3 = (2 x 50.4 m) + {(1 − 1) x 7.5 m} + (2 x 55.4 m) = 211.6 meter
Lebar Apron
Lebar apron dihitung dengan menggunakan rumus :
𝐋 = (𝟐 𝐱 𝐏𝐛 ) + ( 𝟑 𝐱 𝐜)
Perencanaan Hangar
Hangar direncanakan untuk 2 pesawat. Dalam hal ini direncanakan berdasarkan ukuran
pesawat rencana yaitu DC 10 - 30. Luas hangar dihitung dengan rumus :
𝐀 𝐡𝐚𝐧𝐠𝐚𝐫 = 𝟐 𝐱 (𝐰𝐢𝐧𝐠𝐬𝐩𝐚𝐧 𝐱 𝐩𝐚𝐧𝐣𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐝𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐬𝐚𝐰𝐚𝐭)
= 2 𝑥 (50.4 𝑚 𝑥 55.4 𝑚)
= 5584.32 𝑚2 ≈ 5585 𝑚2
Ruang gerak dan peralatan reparasi diambil 300 m2, sehingga total luas hangar yaitu :
𝐴ℎ𝑎𝑛𝑔𝑎𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 5585 𝑚2 + 300 𝑚2
= 5885 𝑚2
Passenger Terminal
Luas passenger terminal diperhitungkan terhadap ruang gerak dan sirkulasi dari penumpang,
yaitu : untuk pesawat dengan jenis masing-masing dapat diperkirakan jumlah penumpang
per pesawat dalam 1 jam.
b. Pesawat A 300 – B2
Jumlah pesawat = 4 buah
Jumlah penumpang / jam / pesawat diperkirakan = 345 orang / pesawat
Maka : Jumlah penumpang = 4 x 345 = 1380 orang
c. Pesawat DC 10 - 30
Jumlah pesawat = 4 buah
Jumlah penumpang / jam / pesawat diperkirakan = 380 orang / pesawat
Maka : Jumlah penumpang = 4 x 380 = 1520 orang
Parking Area
Ada beberapa cara untuk menentukan luas parking area, walaupun kadang-kadang cara
tersebut tidak dapat dilakukan karena ada perbatasan.
Cara-cara tersebut antara lain :
- Mendapatkan proyeksi harian penumpang yang masuk (datang) dan keluar (berangkat)
lapangan terbang. Jumlah ini dikonversikan kejumlah kendaraan untuk menentukan
akumulasi puncak dari jumlah kendaraan.
- Menghubungkan akumulasi maksimum jumlah kendaraan dengan jam-jam sibuk jumlah
penumpang pada tahun yang diketahui. Koreksi ini dipergunakan untuk
memproyeksikan permintaan kendaraan pada jam-jam sibuk dimasa depan.
Batasan dari kedua cara di atas adalah : karakteristik sifat kendaraan sulit untuk
menentukan tingkat estimasi kendaran dan lain-lain. Rata-rata luas ruang parkir untuk 1
mobil adalah lebar 2,6 m dan panjang 5,5 m
Dari perhitungan sebelumnya telah diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :
- Banyaknya penumpang pada jam sibuk = 3275 orang
- Banyaknya pengantar (3 pengantar / penumpang) = 9825 orang
- Total = 13100 orang
Terminal Building
Terminal building berfungsi untuk melayani segala keperluan yang akan berangkat dan tiba,
termasuk barang-barangnya. Untuk memenuhi segala kebutuhan yang menyangkut
kebutuhan penumpang tersebut didalam terminal building harus memenuhi fasilitas-
fasilitas antara lain :
Fasilitas untuk operasi perusahaan penerbangan
Ruang perkantoran
Tempat penerimaan bagasi
Tempat untuk memproses keberangkatan penumpang
Ruang kedatangan penumpang
Loket informasi
Ruang telekomunikasi
Ruang petugas keamanan
Fasilitas untuk kantor pemerintah
Kantor bea dan cukai
Kantor pos
Kantor / Stasiun pengamat cuaca
Kantor kesehatan
Fasilitas untuk kenyamanan penumpang
Restoran
Pertokoan
Ruang tunggu
Ruang VIP
Telepon umum
Bank / ATM
Asuransi
Tempat penitipan barang
Dll
Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya
dukung yang berlainan. Perkerasan berfungsi sebagai tumpuan rata-rata pesawat, permukaan
yang rata menghasilkan jalan pesawat yang nyaman maka harus dijamin bahwa tiap-tiap
lapisan dari atas ke bawah cukup kekerasan dan ketebalannya sehingga tidak mengalami
“DISTRESS” (perubahan bentuk perkerasan karena tidak mampu menahan beban yang
diberikan diatasnya).
Perkerasan fleksibel adalah perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dan agregat
digelar di atas permukaan material granular mutu tinggi. Perkerasan fleksibel terdiri dari
lapisan surfase coarse, base coarse dan subbase coarse, masing-masing bisa terdiri dari satu
atau lebih lapisan. Semuanya digelar di atas tanah asli yang dipadatkan (subgrade), lapisan
subgrade bisa terletak diatas tanah timbunan atau asli.
Perkerasan kaku (rigid) adalah perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton,digelar di atas
granular atau subbase course yang telah dipadatkan dan ditunjang oleh lapisan tanah asli
dipadatkan (subgrade), yang pada kondisi-kondisi tertentu kadang-kadang subbase tidak
diperlukan.
1. Perencanaan Perkerasan Struktural Fleksibel Runway dan Taxiway dengan Metode FAA
Dari data yang ada :
Titik 1 2 3 4 5 6
CBR (%) 7 5 6 7 9 8
Titik CBR ̅) 𝟐
(𝐗 𝐢 − 𝐗
n Xi
1 7 0
2 5 4
3 6 1
4 7 0
5 9 4
6 8 1
∑ 10
Simpangan Baku,
𝐧
𝟏 𝟏
𝐒=√ ̅) 𝟐 = √
∑(𝐗 𝐢 − 𝐗 (𝟏𝟎) = 𝟏. 𝟒𝟏𝟒
𝐧−𝟏 𝟔−𝟏
𝐢=𝟏
Karena tebal total perkerasan sementara terbesar yang diperoleh adalah 38”, maka yang
dipakai sebagai pesawat rencana untuk menentukan tebal perkerasan adalah pesawat
DC10 – 30. Pesawat DC 10 – 30 merupakan pesawat berbadan lebar, dengan roda
pendaratan dual tandem, dalam perhitungan equivalent annual departure.
(Sumber : Merancang Merencana Lapangan Terbang, Heru Basuki)
Surface 5 13 4 10 3 7.6
15.4 in
10.5 in
15.1 in
UNTUK PESAWAT DC 10 – 30