I. ANALISA ANGIN
Analisa angin adalah dasar dari perencanaan lapangan terbang sebagai pedoman
pokok. Pada umumnya, Runway (R/W) dibuat sedapat mungkin harus searah dengan arah
angin yang dominan (Prevalling Wind), agar gerakan pesawat pada saat take off dan
landing dapat bergerak bebas dan aman, sejauh komponen angin samping (Cross Wind)
yang tegak lurus arah bergeraknya pesawat. Maksimum Cross Wind yang diijinkan tidak
hanya tergantung pada ukuran pesawat, tapi juga pada konfigurasi sayap dan kondisi
perkerasan landasan.
Run Way harus mengarah sedemikian sehingga pesawat take off dan landing pada
95% dari waktu dan Cross Wind.
Cross Wind tidak melebihi 13 knots (15 mph), untuk utility Cross Wind
diperkecil menjadi 11,5 mph.
Pesawat dapat take off dan landing pada sebuah lapangan terbang, minimal 95 % dari
waktu dan komponen Cross Wind.
Berikut ini adalah klasifikasi panjang landasan pacu (ARFL / Aeroplane Reference Field
Length) ICAO :
Menurut ICAO dan FAA, penentuan arah runway harus dibuat berdasarkan arah yang
memberikan wind coverage yang sedemikian rupa, sehingga pesawat dapat take off dan
landing minimal 95 % dari waktu dan cross wind.
Dari data table frekuensi angin yang diberikan dapat dilakukan analisa angin untuk
setiap arah angin dan kecepatannya.
Calm = 1500
= 1500 x 100% 19,8780811 %
7546
3-6 knots arah N
= 1 x 100% 0,013252054 %
7546
Crosswind 10 Knots
Arah N - S (0 - 180)
No. CALM N NE E SE S SW W NW Total
0-3 (Knots) 19,878 0,013 0,013 33,130 0,013 0,013 0,013 27,829 0,013
3-6 (Knots) 0,000 0,013 0,013 5,968 0,013 0,013 0,013 4,263 0,013
6-10 (Knots) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
91,225
10-16 (Knots) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
16-22 (Knots) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
>22 (Knots) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Crosswind 13 Knots
Arah N - S (0 - 180)
No. CALM N NE E SE S SW W NW Total
0-3 (Knots) 19,88 0,01 0,01 33,13 0,01 0,01 0,01 27,83 0,01
3-6 (Knots) 0,00 0,01 0,01 9,28 0,01 0,01 0,01 6,63 0,01
6-10 (Knots) 0,00 0,00 0,00 0,18 0,00 0,00 0,00 0,18 0,00
97,25
10-16 (Knots) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
16-22 (Knots) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
>22 (Knots) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Crosswind 20 Knots
Arah N - S (0 - 180)
No. CALM N NE E SE S SW W NW Total
0-3 (Knots) 19,878 0,013 0,013 33,130 0,013 0,013 0,013 27,829 0,013
3-6 (Knots) 0,000 0,013 0,013 9,276 0,013 0,013 0,013 6,626 0,013
6-10 (Knots) 0,000 0,000 0,000 1,325 0,000 0,000 0,000 1,325 0,000
99,563
10-16 (Knots) 0,000 0,000 0,000 0,009 0,000 0,000 0,000 0,005 0,000
16-22 (Knots) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
>22 (Knots) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Setelah dilakukan analisis setiap Crosswind maka didapat presentasi mata angin setiap crosswind
yang nantinya akan menjadi acuan dalam penentuan arah angin.
Syarat arah angin dominan dan menjadi arah perencanaan runway adalah ≥ 95 %. Dari
hasil peninjauan diperoleh persentase angin > 95 % (memenuhi syarat), sehingga diambil nilai
persentase arah yang terbesar yaitu = 100 %.
Persyaratan ICAO, pesawat dapat atau lepas landas pada sebuah lapangan terbang pada 95%
dari waktu komponen Cross Wind tidak melebihi :
Berdasarkan table Aerodrome reference codes and aeroplane characteristics (lihat lampiran)
diperoleh sebagai berikut :
Pesawat B-737-900ER (BOEING)
Berdasarkan data pesawat rencana diatas, ARFL yang dipilih adalah yang terbesar. Maka
dapat dipilih pesawat rencananya adalah Pesawat AIRBUS A-330-300 (AIRBUS
INDUSTRIES).
II. MERENCANAKAN RUN WAY (R/W), TAXI WAY (T/W) DAN EXIT TAXI WAY
1. Panjang Runway
Standar yang digunakan untuk perhitungan panjang landasan pacu disebut
Aeroplane Reference Field Length (ARFL). Menurut ICAO bahwa ARFL adalah landas
pacu minimum untuk lepas landas, pada kondisi standar atmosfir, tidak ada angin
bertiup, elevasi muka laut sama dengan nol, landasan pacu tanpa kemiringan (Slope =
0) dan keadaan pesawat Maximum Sertificated Take Off Weight.
Kebutuhan panjang landas pacu (runway) dipengaruhi oleh beberapa factor antara
lain :
a. Karakteristik pesawat kritis (critical aircraft) yang akan beroperasi baik untuk
keperluan lepas landas (take-off) maupun mendarat (landing).
b. Kondisi Cuaca, baik angin maupun temperatur.
c. Kondisi landas pacu (runway) seperti kekasaran permukaan runway maupun
kemiringan (slope) permukaan.
d. Lokasi Bandar udara yaitu ketinggian atau elevasi dari permukaan laut yang akan
berpengaruh terhadap tekanan udara.
Panjang runway (R/W) biasanya ditentukan berdasarkan pesawat rencana terbesar yang
akan beroperasi pada airport yang bersangkutan. Dalam perencanaan ini, diambil Pesawat
AIRBUS A-330-300 (AIRBUS INDUSTRIES) dengan kode 4E dan ARFL 2560 m.
Elevasi = 100 m
Slope =1%
Temperature (T)
Lo = ARFL
E = Elevasi
Elevasi = 100 m
Penyelesaian :
100
L1 = 2560 (1 + 0.07 300) = 2619,733 𝑚
Keterangan :
∑ 𝑻𝟏 ∑ 𝑻𝟐
T1 = T2 =
𝒏 𝒏
Penyelesaian :
∑ 𝑻𝟏
T1 =
𝒏
183
T1 = = 30,5o
𝟔
∑ 𝑻𝟐
T2 =
𝒏
162
T2 = = 27o
𝟔
𝑇2 − 𝑇1
𝑇𝑟𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 = 𝑇1 +
3
Penyelesaian :
27 − 30,5
𝑇𝑟𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 = 30,5 + = 29,33°
3
Panjang runway harus dikoreksi terhadap temperature sebesar 1% untuk setiap kenaikan
1°C, sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m di atas permukaan laut, temperatur turun
6.5°C.
Dimana :
To = (15°C – 0.0065 E)
Maka,
L3 = L2 (1 + 0,1 S)
Dimana :
S = slope
Penyelesaian :
1%
L3 = 3012,169 (1 + 0.1 )
1%
L3 = 3313,39 m = 3314 m
2. Lebar Runway
Berdasarkan ICAO, lebar R/W direncanakan berdasarkan kode angka huruf dari pesawat-
pesawat yang akan dilayani oleh lapangan terbang.
Tabel Lebar Perkerasan Landasan
Dalam perencanaan ini, pesawat rencana yang digunakan adalah AIRBUS A-330-300
dengan kode huruf 4E, berdasarkan table-tabel didapat hasil sebagai berikut :
3. Kemiringan Memanjang
Berikut table kemiringan memanjang landasan secara umum :
4. Stopway/Overrun
Terletak pada ujung landasan dimana lebar dan kemiringan stopway harus sama dengan
landasan. Panjang stopway sebesar 60 m untuk pesawat transport dan 120 m untuk
pesawat berbadan lebar. Diambil panjang stopway 60 m, lebar dan kemiringannya sama
dengan kemiringan landasan yaitu 45 m dan 1 %.
5. Kemiringan Melintang
CODE A B C D E F
LETTER
SLOPE 2 2 1,5 1,5 1,5 1,5
MAX(%)
*kemiringan bahu tidak > 2,5%
Sumber: Merancang, Merencana Lapangan Terbang (Ir. H. Basuki)
Pada beberapa keadaan perlu kemiringan yang lebih kecil tetapi tidak boleh lebih kecil
dari 1 % kecuali pada perpotongan landasan dengan taxiway yang memerlukan
kemiringan yang lebih kecil. Dalam perencanaan ini kemiringan melintang direncanakan
berdasarkan kode huruf E yaitu 1.5 %.
b. Suatu titik setinggi 2 m (7 feet) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling
kurang setengah panjang landasan yang tingginya 2 m (7 feet) di atas landasan bagi
landasan-landasan yang berkode huruf B.
c. Suatu titik setinggi 1,5 m (5 feet) dari permukaan landasan ke titik lain sejauh paling
kurang setengah panjang landasan yang tingginya 1,5 m (5 feet) di atas permukaan
landasan bagi landasan-landasan dengan kode huruf A.
2) Lebar paling kurang dua kali runway, FAA mensyaratkan lebar minimum 150 m
3) Kemiringan kebawah tidak boleh lebih dari 5%, hindari kemiringan yang terlalu
tajam dan tiba-tiba.
Direncanakan panjang runway and safety area 95 m dengan kemiringan sama dengan
kemiringan landasan yaitu 1%.
8. Clearway
Adalah daerah berbentuk empat persegi panjang terletak diatas tanah atau air dibawah
pengawasan otoritas bandar udara disediakan dan dipilih untuk keperluan initial
climbing. Persyaratan ICAO Panjang clearway tidak melebihi ½ panjang TORA ( Take
Off Run Available ) dan bisa di buat tergantung kebutuhan lokasi sedangkan lebar
minimum 150 m.
A = 2 x ( 60,3 m x 63,69 m )
A = 7681,014 m2 = 7685 m2
L1 = L0 (1 + 0.003) x H/300
Σ 66000
Pergerakan pesawat per hari < 26 maka didesain exit taxiway yang bersudut siku-siku
sudah memadai.
Letaknya adalah jari dari Treshold ke lokasi sampai perlambatan terakhir pesawat atau
turn of (D).
𝑆1 2 −𝑆2 2
D=
2.𝑎
Dimana :
a = Perlambatan (m/dt2)
Panjang D merupakan panjang standar, maka perlu dikonfirmasi pada lapangan terbang
tersebut terhadap elevasi, temperatur dan gradien. Karena direncanakan pada komposisi
pesawat yang dominan untuk pesawat AIRBUS A-330-300, maka penempatan lokasi Exit
Taxi Way didasarkan pada kategori Desain group seperti pada Tabel berikut:
Catatan :
Kecepatan pesawat pada
waktu Touch Down
dianggap rata-rata 1,3 kali
kecepatan Stall, pada
konfigurasi pendaratan
dengan rata-rata berat
pendaratan kotor adalah
25 % dari maksimum.
Kecepatan Stall adalah
kehilangan kecepatan
yang dibutuhkan untuk
mempertahankan
ketinggian.
Jarak touchdown dianggap 300 m (1000 ft) untuk pesawat grup I dan 450 m (1500 ft)
untuk pesawat grup II dan III dengan perlambatan rata-rata 1,5 m/dtk (5 ft/detik) dan
kecepatan meninggalkan landasan 27 m/detik (88 ft/detik) (Basuki, 2008). Dengan jarak
touchdown yang sesuai maka didapat jarak dari threshold sampai titik awal landas
hubung :
Kategori D dengan jenis pesawat yang dominan AIRBUS A-330-300 dengan data-data
sebagai berikut :
D = 104,744 + 1950
D = 2054,744 m
Panjang D sebesar 2054,744 m mulai dari pesawat AIRBUS A-330-300, touch down
dihitung berdasarkan kondisi standar, sehingga perlu konversi terhadap elevasi, dan
temperatur.
D = 2997.526 m
E = 100 m
Penyelesaian :
𝐸 100
D1 = 𝐷 (1 + 0.03 300) = 2054,744 (1 + 0,03 300) = 2055,754 m
Keterangan :
∑ 𝑻𝟏 ∑ 𝑻𝟐
T1 = T2 =
𝒏 𝒏
Penyelesaian :
∑ 𝑻𝟏
T1 =
𝒏
183
T1 = = 61o
𝟔
∑ 𝑻𝟐
T2 =
𝒏
162
T2 = = 55,67o
𝟔
𝑇2 − 𝑇1
𝑇𝑟𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 = 𝑇1 +
3
Penyelesaian :
61 − 55,67
𝑇𝑟𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 = 61 + = 62,78°
3
Maka,
62,78 − 15
D2 = D1 (1 + 0.01 ( )
5,6
62,78−15
D2 = 2055,754 (1 + 0.01 ( ) = 2231,154𝑚
5,6
Jadi jarak dari Threshold sampai titik awal kurva exit taxiway adalah = 2231,54 m
𝑉2
R = 125.𝑓
Atau:
0,388.𝑊 2
R= 𝑇
−𝑆
2
Dimana :
V = Kecepatan pesawat saat memasuki taxiway
F = Koefisien gesekan antara ban pesawat dengan permukaan perkerasan
S = Jarak antara titik tengah roda pendaratan utama
= ½*wheel track+FK (ambil 2,5)
T = Lebar taxiway
W= Wheel base
Dalam menghitung jari- jari taxiway di ambil jenis pesawat rencana yaitu:
Karakteristik Pesawat : Pesawat AIRBUS A-330-300
Wingspan (m) : 60,3 m
Panjang Badan Pesawat : 63,69 m
Lebar Wheel Track : 10,684 m
Lebar Wheel Base (W) : 25,37 m
Lebar Taxiway (T) : 23 m
0,388.𝑊2
R= 𝑊
−𝑊
2
0,388.(25,37)2
R= 23
– 7,842
2
R = 68,26985 m ~ 69 m
Jadi, didapat Jari-jari taxiway = 69 m
Sumber : (Heru Basuki, 1984. “ Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang” hal 196)
Sumber : (Heru Basuki, 1984. “ Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang” hal 201)
Direncanakan sudut pertemuan antara runway dan taxiway adalah 30°, kode angka landasan 4,
kecepatan keluar 93 km/jam dipakai jari-jari kurva taxiway diambil 550 m.
d. Perencanaan Fillet
Fillet merupakan perluasan sebelah dalam pada intersection pada dua atau lebih
trafficways misalnya pada runway, taxiway, dan apron. Persyaratan ICAO radius fillet tidak
boleh lebih kecil dari lebar taxiway. Sedangkan FAA mensyaratkan bahwa radius fillet antara
runway dan taxiway dapat dilihat pada table berikut :
Sumber: (Khana S.K and Aurora, 1979. ”Airport and Planning”, hal 146).
Pada umumnya kebebasan ujung sayap pesawat (Wing tip clerance) antara
pesawat yang sedang parkir, dan pesawat yang berjalan melewatinya tidak boleh kurang
dari 15 m apabila pesawat yang bergerak adalah tipe turbo jet dan 10 m bila pesawat
yang bergerak tipe propeler.
Bandara udara mempunyai kode angka 4, sehingga jarak dari sumbu landasan ke holding
bay digunakan 75 m.
Gate occupancy time untuk tiap pesawat berbeda. Untuk pesawat kecil tanpa pelayanan T
= 10 menit, sedangkan untuk pesawat besar dengan pelayanan penuh T = 60 menit.
Untuk Through flight or no serving T = 20 – 30 menit, untuk Turn around flight
(complete serving) T = 40 – 60 menit. Pengambilan harga T:
Pesawat kelas : A T = 60 menit
B T = 45 menit
C T = 30 menit
D,E T = 20 menit
d. Menentukan Sistem Tipe Parkir Pesawat dan Clearance Taxi Lane Terminal
2) Open apron system : Sistem ini digunakan jika jumlah pesawat lebih banyak.
Pesawat diparkir berderet.
3) Finger system : Sistem ini banyak di gunakan pada saat ini, dimana proses
penumpang dipusatkan pada suatu tempat.
Masuk tanpa bantuan alat, keluar dengan alat bantu( dorong), kebisingan rendah
(tidak perlu berputar), semburan gas/ udara tidak langsung ke terminal, memudahkan
penumpang naik, tenaga harus besar untuk manuver keluar (bantuan alat), loading
barang lebih sulit (pintu jauh dari terminal).
Tidak perlu berputar untuk manuver ke luar, Loading barang lebih mudah & cepat
(dekat dengan bangunan terminal), semburan gas langsung ke bangunan terminal,
pintu depan jauh dari bangunan terminal.
c) Parallel
Ruang lebih besar, semburan gas langsung, ke-2 pintu optimum didalam
penggunaanya.
Ditentukan sistem parkir pesawat Frontal Sestem dengan tipe parkir pesawat Nose in.
Agar tidak terjadi sentuhan antara ujung-ujung sayap pesawat yang sedang taxing
dengan pesawat yang sedang parkir, maka jarak antara dua ujung sayap harus memenuhi
syarat yang telah ditetapkan oleh FAA seperti yang terdapat pada tabel berikut :
Sumber: (H. Basuki, 1984. ”Merancang, Merencana Lapangan Terbang”, hal 220)
Volume rencana pesawat = Forecast Annual Departure/ Masa Pelayanan /365 hari
𝑽 × 𝑻
𝑮=
𝑼
5 30
×( )
2 60
G= = 1.79 ≅ 2 𝑊𝑊𝑊ℎ
0.7
Volume rencana pesawat = Forecast Annual Departure/ Masa Pelayanan /365 hari
𝑽 × 𝑻
𝑮=
𝑼
5 20
×( )
2 60
G= = 1.19 ≅ 2 𝑊𝑊𝑊ℎ
0.7
3) F27-500 (FOKKER)
Kode angka huruf : 3C
Wingspan : 29 m
Volume rencana pesawat = Forecast Annual Departure/ Masa Pelayanan /365 hari
𝑽 × 𝑻
𝑮=
𝑼
2 30
×( )
2 60
G= = 0,714 ≅ 1 𝑊𝑊𝑊ℎ
0.7
4) DORNIER 228-200
Kode angka huruf : 1B
Wingspan : 17 m
Volume rencana pesawat = Forecast Annual Departure/ Masa Pelayanan /365 hari
𝑽 × 𝑻
𝑮=
𝑼
5 45
×( )
2 60
G= = 2,679 ≅ 3 𝑊𝑊𝑊ℎ
0.7
Volume rencana pesawat = Forecast Annual Departure/ Masa Pelayanan /365 hari
𝑽 × 𝑻
𝑮=
𝑼
5 30
×( )
2 60
G= = 1,789 ≅ 2 𝑊𝑊𝑊ℎ
0.7
Sehingga,
L = (𝟐 × 𝟐𝟐, 𝟐𝟐) + (𝟐 × 𝟐𝟐) = 𝟐𝟐𝟐, 𝟐𝟐 𝟐
diambil 165 m.
Panjang Apron
Untuk menentukan panjang apron digunakan rumus sebagai berikut :
𝟐 = 𝟐 × 𝟐 + (𝟐 − 𝟐) × 𝟐 + 𝟐 × 𝟐𝟐
Dimana :
G = Jumlah Gate Position
W = Wingspan
Pesawat B-737-900ER (BOEING)
F27-500 (FOKKER)
P = 2 × 29 + (2 − 1) × 11 + 2 × 25,1 = 119,2 𝑊
DORNIER 228-200
P = 3 × 17 + (3 − 1) × 7 + 2 × 16,6 = 98,2 m
Total
Diambil 800 m
Jumlah
Jumlah
Annual Kapasitas Penumpang
Tipe Pesawat Pergerakan
Departure Penumpang pada jam
Pesawat per jam
sibuk
B-737-900ER 15000 220 2 440
AIRBUS A-330-300 15000 335 2 670
F27-500 (FOKKER) 6000 56 1 56
DORNIER 228 – 200 15000 19 2 38
McDONNEL DOUGLAS DC-80 15000 172 2 344
Total 1548
Didapat jumlah penumpang 1548 orang.
Jumlah penumpang berangkat dan transit diasumsikan 60% dari jumlah penumpang seluruhnya
pada waktu sibuk dan 40% untuk penumpang datang.
1. Kerb
Secara umum panjang kerb keberangkatan dan kerb kedatangan adalah panjang bangunan
terminal bagian depan yang bersisian dengan jalan. Lebar kerb untuk jumlah penumpang
sibuk yang lebih dari 100 adalah 10 meter.
2. Hall keberangkatan
Hall keberangkatan harus cukup luas untuk menampung penumpang berangkat dan
pengantar yang datang pada waktu sibuk sebelum masuk ke ruang check in. Perhitungan
luas hall keberangkatan adalah sebagai berikut:
Jumlah penumpang berangkat dan transit waktu sibuk (p) = 929
= 0,75×(929×3) + 10%
= 2090,35 m2 ≈ 2091 m2
3. Check in area
Check in area harus cukup untuk menampung jumlah penumpang berangkat dan
transit pada waktu sibuk selama mengantri untuk check in. Perhitungan luas area
check in adalah sebagai berikut :
Jumlah penumpang berangkat dan transit waktu sibuk (p) = 929
Luas (A) = (0,25 × 929) + (10%)
= (0,25 × 929) + (10%)
= 232,35 m2 ≈ 233 m2
𝑊.𝑊+𝑊.𝑊
A = P- + (10%)
30
(60×0,6)+(20×0,4)
= 929 – + (10%)
30
= 927,633 m2 ≈ 928 m2
= 557,2 m2 ≈ 558 m2
6. Hall kedatangan
Hall kedatangan harus cukup luas untuk menampung jumlah penumpang datang dan
penjemput pada waktu sibuk. Area ini juga mempunyai fasilitas komersil. Perhitungan
luas hall kedatangan adalah sebagai berikut:
Jumlah penumpang datang pada waktu sibuk (C) = 619
Jumlah penjemput per penumpang (f) ` =2
7. Fasilitas umum/Toilet
Untuk toilet, di asumsikan bahwa 20% dari penumpang waktu sibuk menggunakan
fasilitas toilet. Kebutuhan ruang toilet per orang adalah 1 m2. Fasilitas toilet di tempatkan
di ruang tunggu, hall keberangkatan dan hall kedatangan. Luas toilet yang di tempatkan di
ruang tunggu dan hall keberangkatan adalah sebagai berikut :
Jumlah penumpang berangkat waktu sibuk (P) = 929
Luas total terminal = 124 + 186 + 697 + 558 + 928 + 233 + 2091
= 4817 m2
= 24768 m2
Pola parkir kendaraan ditentukan bersudut 90° dengan panjang area parkir 2.5 m dan
lebar area parkir 5 m.
5,5m
5.5 m
2.5 m
menggunakan kurva yang disediakan FAA ini bisa dipakai hingga 20 tahun, bebas dari
perbaikan yang berarti kecuali ada perubahan lalu lintas pesawat yang jauh berbeda
dengan ramalan lalu lintas pesawat.
Menentukan ketebalan fleksibel metode FAA ini diperlukan data nilai CBR dari
subgrade dan nilai CBR sub base, berat total atau berat lepas landas pesawat rencana dan
jumlah annual departure dari pesawat rencana beserta pesawat-pesawat yang sudah
dikonversikan.
𝑊2 1/2
𝑊𝑊𝑊𝑊1 = (𝑊𝑊𝑊𝑊2) ( )
𝑊1
Dimana :
R1 = Equivalent Annual Departure pesawat rencana
R2 = Annual departure campuran yang dinyatakan dalam roda pendaratan Pesawat
rencana
W1 = Beban roda dari pesawat rencana
W2 = Beban roda dari pesawat yang ditanyakan
Tabel Faktor Pengali Konversi
Konversi dari Ke Faktor Pengali
Single Wheel Dual Wheel 0.8
Dari kurva yang dipakai akan didapat tebal total perkerasan (T) dan kebutuhan
surface coarse. Tebal sub base didapat dari kurva yang sama sedangkan untuk tebal base
coarse didapat dengan menggunakan tebal total dikurangi tebal surface dan tebal sub
base.
Tebal base coarse = T – (surface + sub base)
Pada daerah non-kritis tebal base darn sub base coarse dipakai faktor pengali 0,9
sedangkan tebal surface coarse dipakai seperti adanya grafik itu. Untuk daerah transisi
lapisan base coarse direduksi sampai 0,7 dari tabel pada daerah kritis. Tetapi sub basenya
harus di pertebal sehingga permukaan satu dengan yang lainnya seimbang.
a. Cara Analitis
Jumlah Titik (n) =6
∑𝑊𝑊 8+9+10+11+12+13
X= = = 10,5
𝑊 6
(𝑊𝑊−𝑊)2 17,5
Simpangan baku (Sb) =√ =√ = 1,871
𝑊−1 5
Confidence kumulatif 95% didapat nilai CBR Sub grade diantara 8,63 % dan 12,371 %.
Jadi CBR rencana diambil 12 % karena berada diantara batas bawah dan batas atas.
TEBAL
FORECAST MTOW MTOW JUMLAH
TIPE TIPE TOTAL
ANNUAL W1 W1 RODA
PESAWAT RODA PERKERASAN
DEPARTURES (LBS) (KG) PENDARATAN
(INCH)
Pesawat B-737-900ER
15000 DWG 187511 85130 24 4
(BOEING)
Pesawat AIRBUS A-
15000 DDTWG 466960,4 212000 29 16
330-300
Pesawat F27-500
6000 SWG 44960,35 20412 14 2
(FOKKER)
Pesawat DORNIER
15000 DWG 12555,07 5700 20 4
228-200
Pesawat McDONNEL
DOUGLAS DC- 15000 DWG 159856,8 72575 24 4
80/MD80
Pesawat Rencana untuk menentukan tebal perkerasan adalah pesawat yang tebal perkerasannya
terbesar yaitu Pesawat AIRBUS A-330-300 dengan tebal perkerasan 29”.
Step Perhitungan :
a. Hitung R2
R2 dihitung dengan mengkonversikan tipe roda pendaratan pesawat yaitu Double Dual
Tandem dengan menggunakan faktor pengali konversi.
b. Hitung W2
Wheel load dihitung dengan menganggap 95% ditumpu oleh roda pendaratan utama. Dual
wheel mempunyai 4 roda, Double Dual Tandem memiliki 16 sedangkan Single wheel
memiliki 2 roda maka:
Dual wheel → W2 = MTOW × 0,95 × ¼
Single wheel → W2 = MTOW × 0,95 × ½
Double Dual Tandem → W2 = MTOW × 0,95 × 1/16
c. Hitung W1 (Lbs)
W1 = 1/n * 0,95 * MTOW tiap pesawat
n = Jumlah roda pesawat rencana AIRBUS A-330-300
W1 = 85130 x 0,95 x ¼ = 20218,375 Kg
W2 = 12578,5 Kg
R2 = 15000
12578,5 1/2
Log R1 = Log (15000) * [20218,375]
R1 = 15000
digunakan untuk perbaikan tanah ini adalah metode Chemical Stabilization atau metode
perbaikan tanah dengan menggunakan bahan kimia. Dalam hal ini digunakan Bahan Kimia NaCl
(Bahan Dapur). Setelah dilakukan perbaikan tanah dengan metode ini, CBR Subbasenya naik
menjadi CBR 25 %. Selanjutnya lapisan Subbase dengan CBR 25% dapat digunakan untuk
desain tebal perkerasan.
Tebal Perkerasan Subbase (garis merah) 25% = 15” x 104 % = 15 x 1,04 = 15,56 “
Tebal Subbase Course = Tebal Perkerasan Total - Tebal Perkerasan Subbase (garis merah) 25%
Selisih base coarse = Tebal minimum Base course - Tebal Base Course
= 18” – 10,56” = 7,44”
Selisih ini tidak ditambahkan pada tebal total perkerasan, tetapi diambil dari tebal subbase.
Maka tebal Sub Base = 15,44 – 7,44 = 8” = 20,32 cm.
Untuk daerah non kritis ketebalanT direduksi 0,9T sedangkan untuk daerah transisi direduksi
0,7T. Hal ini hanyalah berlaku pada base course saja, karena sub base dilalui oleh drainase
melintang landasan terbang.
sebagai subgrade sama sekali tidak diterima, walaupun ada sedikit keuntungan karena adanya
lapisan tipis ini.
Dalam keadaan demikian, FAA memberikan metode untuk menghitung tebal subbase,
dimana tebal subbase dihitung dengan rumus:
𝒕.( 𝒀−𝑿)
Z=Y–
𝑿+𝒀
t.(Y – X) = (Y – Z).(Y + Z)
t=Y+X
Dengan demikian jika tanah ini memiliki CBR dengan tanah rencana yaitu 12 %, maka tanah
tersebut harus dipadatkan sebesar (21 cm + 21 cm) = 42 cm =16.5354”
digunakan untuk perkerasan Rigid pada perencanaan saya adalah Metode FAA (Federal
Aviation Administration).
6. Tentukan wheel load tiap tipe pesawat, 95 % MTOW ditopang oleh roda kendaraan.
7. Gunakan rumus:
𝑊2 1/2
𝑊𝑊𝑊𝑊1 = (𝑊𝑊𝑊𝑊2) ( )
𝑊1
Berikut ini adalah hasil tebal perkerasan Rigid masing – masing pesawat :
FORECAST
MTOW MTOW Tebal
TIPE ANNUAL TIPE
W1 W1 Perkerasan
PESAWAT DEPARTURES RODA
(LBS) (KG) (Inch)
Tot
Pesawat B-737-900ER
15000 DWG 187511 85130 17,9
(BOEING)
Pesawat AIRBUS A-330-300 15000 DDTWG 466960,4 212000 26
Pesawat F27-500 (FOKKER) 6000 SWG 44960,35 20412 9
Pesawat DORNIER 228-200 15000 DWG 12555,07 5700 7
Pesawat McDONNEL
15000 DWG 159856,8 72575 16,8
DOUGLAS DC-80/MD80
Digunakan pesawat rencana dengan tebal perkerasan terbesar yaitu Pesawat AIRBUS A-330-
300 dengan tebal perkerasan total 26 inch.
50000 104%
100000 108%
150000 110%
200000 112%
Berikut ini adalah Grafik – grafik untuk menentukan tebal Perkerasan Rigid
Gambar 3. Grafik Perkerasan Rigid (Dual Double Tandem Wheel Gear) Pesawat AIRBUS
A-330-300 (BOEING)
Gambar 4. Grafik Perkerasan Rigid (Dual Wheel Gear) Pesawat B-737-900ER (BOEING)
Gambar 5. Grafik Perkerasan Rigid (Singel Wheel Gear) Pesawat F27-500 (FOKKER)
Gambar 6. Grafik Perkerasan Rigid (Dual Wheel Gear) Pesawat F27-500 (FOKKER)
Gambar 7. Grafik Perkerasan Rigid (Dual Wheel Gear) Pesawat McDONNEL DOUGLAS
DC-80/MD80
Dimana:
As = Luas penampang melintang besi untuk setiap lebar/panjang slab (cm2)
L = panjang atau lebar slab (m)
H = tebal slab (cm)
Fs = tegangan tarik baja (kg/cm2)
Tulangan melintang
0,64∗𝐿∗ √𝐿∗𝐻
As =
𝐹𝑠
0,64∗760∗ √760∗69
As =
48000
As = 23,2051 cm2
Tulangan minimum
Asmin = 0,05% x Luas Penamapang Melintang
Asmin = 0,05% x 760 x 9
Asmin = 26,22 cm2
Asperlu
Jumlah Tulangan (n) =
Luas 1 bh Tulangan
26,22
=
2,836429
= 9,244 = 10 bh
760
Jarak antar tulangan = = 76 cm
10
Joint/sambungan di buat pada perkerasan kaku, agar beton bisa mengembang dan
menyusut tanpa halangan, sehingga mengurangi tegangan bengkok (Flexural stress) akibat
gesekan, perubahan temperatur dan perubahan kelembaban serta untuk melengkapi
konstruksi.
Sumber: (Horonjeff. R/McKelvey. F.X ”Perecanaan Dan Perancangan Bandar Udara”, hal
123)
Sumber: (F. Jansen, 2007. ” Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang”, hal 82)
Berikut ini tabel untuk lebar dan dalam joint untuk sealant yang di tuangkan:
Tabel Lebar dan Dalam Joint
Jarak joint Lebar joint Dalam joint
Sumber: (F. Jansen, 2007. ” Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang”, hal 82)
3. Tulangan Sambungan
Penulangan dari segi arah di kenal dua jenis yaitu tulangan sambungan melintang (dowel)
dan sambungan memanjang (tie bar).
a. Dowel
Besi ini dipasang pada joint, berfungsi sebagai pemindah beban melintas
sambungan, misalnya pada expansion joint melintang, dan construction joint melintang
tertentu. Juga berfungsi mengatasi penurunan vertical relatif pada slab beton ujung.
Ukuran dowel harus proporsional dengan beban yang harus dilayani oleh perkerasan.
Panjang dan jarak dowel harus sedemikian hingga tegangan yang dilimpahkan kepada
beton tidak menyebabkan keruntuhan slab beton itu. FAA memberikan daftar ukuran
dowel dan jaraknya untuk berbagai tebal slab beton 21”sebagai berikut:
Sumber: (F. Jansen, 2007. ” Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang”, hal 82)
b. Tie bar
Tie bar direncanakan untuk menambahi resistansi subgrade atau subbase terhadap
gerakan horizontal slab beton, ketika pada perkerasan terjadi penyusutan. Ketahanan
timbul pada jarak antara joint yang diikat dengan tepi bebas yang terdekat.
Rekomendasi FAA untuk ukuran tie bar adalah sebagai berikut : diameter 5/8 inch (16
mm), panjang 30 inch (760 mm), jarak dari as ke as 30 inch (760 mm). Tie bar harus
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut: mempunyai ukuran lebih kecil, letaknya
tegak lurus dengan sumbu jalan, dan harus berupa besi ulir.
4. Bahan Sambungan
Fungsi dari penutup sambungan adalah untuk mencegah masuknya benda-benda asing
yang berbentuk padat (pasir, kerikil, dll) yang akan mencegah kesempurnaan merapatnya
sambungan yang dapat menimbulkan tegangan tinggi pada plat.
a. Joint Sealant
Sealant dipakai dalam joint untuk mencegah merembesnya air dan benda-benda asing
ke dalam joint. Sealant dapat berbentuk bahan panas atau dingin dituang atau ditekan
masuk dalam joint untuk mengisinya. Idealnya sealant masuk ke dalam sambungan
dengan permukaan 3 mm di bawah permukaan slab beton. Di daerah yang peka
terhadap bensin, dipakai sealant yang tahan minyak.
b. Joint Filler
Bahan filler harus dapat dipress serta elastis, sehingga didapatkan ketebalan aslinya
kembali ketika proses press berhenti yaitu saat sambungan membuka. Filler juga harus
awet dan tahan terhadap pembusukan. Bahan yang memenuhi persyaratan diatas : sel-
selnya tertutup, bisa juga bahan aspal campuran serat-serat kayu (dihasilkan oleh
pabrik-pabrik tertentu) atau dengan bahan sumbat dari resin sintetis (semacam plastik).
Filler dipakai dalam Expansion joint untuk mencegah rembesan air, dan masuknya
benda-benda asing dalam sambungan.
penyebab kebakaran. Bahannya harus mudah dipasang dengan ditekan ke dalam alur
sambungan, serta mengembang mengisi seluruh sambungan bila slab-slab beton
menyusut.
Tabel Lebar Joint dan Lebar Seal (untuk sealant tinggal pasang)
Sumber: (F. Jansen, 2007. ” Pelengkap Kuliah Lapangan Terbang”, hal 82)
Marka Runway
1. Nomor landasan
Ditempatkan pada sepanjang sumbu landasan yang berawal dan berakhir pada
nomor landasan, merupakan garis putus-putus dengan panjang 50 meter dan lebar
setiap garis 0,9 meter serta diberi warna putih.
3. Marka threshold
Ditempatkan pada ujung runway sejauh 6 meter dari tepi runway dengan panjang
30 meter dan lebar 1,8 meter serta dengan banyaknya strip 12 buah (tergantung
lebar landasan).
Marka Taxiway
7. Marka garis tengah taxiway.
Terdiri dari garis menerus dengan lebar 0,15 meter pada perpotongan dengan
ujung runway. garis tersebut berakhir di tepi runway sedangkan perpotongan
dengan bagian lain dari runway, garis sumbu taxiway tersebut diteruskan sampai
garis tengah runway. Garis tersebut diberi warna kuning.
Terdiri dari garis menerus dengan lebar 0,15 meter dipasang pada kedua sisi
taxiway dan diberi warna kuning.
Terletak pada pertemuan antara taxiway dengan runway dimana letak garis
tersebut dari garis tepi runway berjarak 30 meter dan diberi warna kuning.
Gambar Ukuran dan Bentuk Angka, Serta Luas Tiap Angka untuk Nomor Landasan
Dipasang pada ujung-ujung runway dengan arah melintang dari tepi ke tepi dan
menerus serta berjarak 1,5 meter antar lampu. Pada arah pendaratan dipasang
warna hijau, sedangkan pada arah yang berlawanan dipasang warna merah.
dengan jarak antar lampu tidak boleh lebih dari 60 meter. Apabila threshold
landasan digeser (displaced threshold) maka lampu pendaratan yang dilihat pilot
berwarna merah.
c. Perlampuan pada garis tengah runway.
Dipasang pada bagian tengah runway dan sejajar dengan perkerasan. Jarak antar
lampu 15 meter digunakan lampu putih.