PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia, dan tidak
ada obat lain yang dipelajari sebanyak alkohol. Dari segi kimiawi, alkohol merupakan
suatu senyawa kimia yang mengandung gugus OH. Alkohol dalam masyarakat umum
mengacu kepada etanol atau grain alkohol. Etanol dapat dibuat dari fermentasi buah
atau gandum dengan ragi. Istilah alkohol sendiri pada awalnya berasal dari bahasa Arab
“Al Kuhl” yang digunakan untuk menyebut bubuk yang sangat halus yang biasanya
dipakai untuk bahan kosmetik khususnya eyeshadow. Sejak 5000 tahun yang lalu
alkohol digunakan sebagai minuman dengan berbagai tujuan, seperti sarana untuk
komunikasi transedental dalam upacara kepercayaan dan untuk memperoleh
kenikmatan. Alkohol bersifat depresan terhadap sistem saraf pusat dengan menghambat
aktivitas neuronal. Ini berakibat hilangnya kendali diri dan mengarah kepada keadaan
membahayakan diri sendiri maupun orang disekitarnya. Diperkirakan alkohol menjadi
penyebab 25% kunjungan ke Unit Gawat Darurat rumah sakit.1 Alkohol dapat
menyebabkan komplikasi yang serius dalam menangani dan mengobati pasien trauma.
Interaksi antara alkohol dengan obat lainnya dapat terjadi, sehingga harus
diperhitungkan secara hati-hati penggunaannya dalam obat, operasi, maupun obat
anestesi. Akibat penggunaan alkohol dapat muncul masalah kesehatan lainnya seperti
gangguan hati, cardiomyopati, gangguan pembekuan darah, gangguan keseimbangan
cairan, hingga ketergantungan terhadap alkohol. Ini akan menyebabkan perlunya
pertimbangan yang lebih matang dalam menangani pasien dengan alkohol.
Mengidentifikasi permasalahan yang dapat timbul akibat penggunaan alkohol pada
pasien yang memerlukan pembedahan pada saat perioperatif merupakan suatu
tantangan bagi dokter, terutama ahli bedah dan anestesi. Setelah diiidentifikasi,
masalah pada pasien dapat ditangani dengan lebih efektif untuk meningkatkan outcome
dari pembedahan dan mengurangi efek samping yang dapat terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
2.2 Alkohol
Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa
organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon,
yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain.3 Rumus kimia
umum alkohol adalah CnH2n+1OH. Alkohol dapat dibagi kedalam beberapa kelompok
tergantung pada bagaimana posisi gugus -OH dalam rantai atom-atom karbonnya.
Kelompok-kelompok alkohol antara lain alkohol primer, sekunder, dan tersier. Titik
didih alkohol meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah atom karbon. Alkohol
murni tidaklah dikonsumsi manusia. Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yaitu
minuman yang mengandung alkohol. Hal ini disebabkan karena memang etanol yang
digunakan sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol
lainnya. Bahan ini dihasilkan dari proses fermentasi gula yang dikandung dari malt dan
beberapa buah-buahan seperti hop, anggur dan sebagainya. Setiap Negara memiliki
aturan yang membahas kadar alkohol dalam darah yang masih ditolerir demi keamanan
bersama. Kadar alkohol dalam darah atau Blood Alkohol Concentration (BAC)
digunakan sebagai satuan ukur intoksikasi alkohol untuk tujuan hukum maupun medis.
BAC dihitung dengan membandingkan massa tubuh per volume. Jumlah alkohol yang
dikonsumsi tidak dapat di hitung dengan BAC, karena bervariasi terhadap berat badan,
jenis kelamin, dan lemak tubuh. Namun secara umum diperkirakan bahwa satu gelas
alkohol yang tidak menyebabkan mabuk (contohnya 14 gram (17,74 ml) ethanol
berdasarkan standar amerika) akan meningkatkan ± 0,02-0,05% BAC dalam 1,5 sampai 3
jam berikutnya:
2.3.3 Metabolisme
Metabolisme primer alkohol adalah di hati, dengan melalui 3 tahap.
1. Pada tahap awal, alkohol dioksidasi menjadi acetaldehyde oleh enzim alkohol
dehydrogenase (ADH). Enzim ini terdapat sedikit pada konsentrasi alkohol yang
rendah dalam darah. Kemudian saat kadar alkohol dalam darah meningkat hingga
tarap sedang (social drinking), terjadi zero-order kinetics, dimana kecepatan
metabolisme menjadi maksimal, yaitu 7-10 gram/jam (setara dengan sekali minum
dalam satu jam). Namun kecepatan metabolisme tersebut sangat berbeda antara
masing-masing individu, dan bahkan berbeda pula pada orang yang sama dari hari ke
hari.
2. Tahap kedua reaksi metabolisme, acetaldehyde diubah menjadi acetate oleh enzim
aldehyde dehydrogenase. Dalam keadaan normal, acetaldehyde dimetabolisme secara
cepat dan biasanya tidak mengganggu fungsi normal. Namum saat sejumlah besar
alkohol di konsumsi, sejumlah acetaldehyde akan menimbulkan gejala seperti sakit
kepala, gastritis, mual, pusing, hingga perasaan nyeri saat bangun tidur.
3. Tahap ketiga merupakan tahap akhir, terjadi konversi gugus acetate dari koenzim A
menjadi lemak, atau karbondioksida dan air.6 Tahap ini juga dapat terjadi pada semua
jaringan dan biasanya merupakan bagian dari siklus asam trikarbosilat (siklus Krebs).
Jaringan otak dapat mengubah alkohol menjadi asetaldehid, asetil koenzim A, atau
asam asetat.
Pada peminum alkohol kronis dapat terjadi penumpukan produksi lemak (fatty acid).
Fatty acis akan membentuk plug pada pembuluh darah kapiler yang mengelilingi sel
hati dan akhirnya sel hati mati yang akan berakhir dengan cirrosis hepatis.
Darah Lengkap :
WBC : 16,0
RBC : 4,19
HGB : 12,9
HCT : 31,7
PLT : 188
– Kimia Darah
AST : 169
ALT : 79
ALB : 3,3
BUN : 5,2
CREA : 0,92
BS : 110
Na : 144,2
K : 4,47
Ca : 8,5
– AGD
pH : 7,249
pCO2 : 52,4
pO2 : 185,4
Na : 127
K : 3,87
Kesimpulan : ASA II E
V. Persiapan Pra-anestesia
-Persiapan di ruangan UGD Bedah
• Surat perjanjian operasi sudah ditandatangani
• Persiapan psikis: penjelasan mengenai rencana anestesi dan pembedahan yang
direncanakan kepada keluarga.
• Persiapan fisik: memasang IVFD, O2 100%, melepaskan pakaian pasien, serta aksesoris
yang dikenakan.
-Persiapan di Ruang OK IRD
• Periksa kembali identitas pasien dan surat persetujuan operasi
• Evaluasi ulang status present
TD : 130/90 mmHg
N : 82 kali/menit
R : 24 kali/menit
• Persiapan obat anestesi
• Persiapan obat dan alat resusitasi
VI. Pengelolaan Anestesia
Jenis anestesi : Anestesi umum dengan OTT
Teknik anestesi :
a. Pasien tidur telentang, pasang monitor
a. Preoksigenasi dengan O2 100% 8 lpm selama 3 menit
b. Induksi dengan pentothal 300 mg dan relaksasi dengan ecron 10 mg secara intravena
c. Dengan laringoscop, dilakukan intubasi dengan PET no 7,5, cuff (+), kinking,
kemudian dihubungkan dengan sirkuit anestesi
d. Maintenance dengan O2 2 L/mnt, N2O 2 L/mnt, sevoflurane 2 vol %
Respirasi : Kendali
Posisi : Telentang
Obat-obatan anestesi yang diberikan :
• Premedikasi : –
• Medikasi : penthotal 350 mg
Ecron 16 mg
Fentanyl 300 mcg
Metamizole 1 gr
Sulfat atropine 1 mg
Prostigmin 2 mg
Komplikasi selama pembedahan : tidak ada
Lama operasi : 4 jam 30 menit
Lama anestesia : 5 jam
Keadaan akhir setelah pembedahan :
• TD : 110/70 mmHg
• Nadi : 70 x/mnt
• Respirasi : 20 x/mnt
Rekapitulasi cairan durante operasi
Cairan Masuk :
Koloid : 900 cc
Kristaloid : 900 cc
Cairan Keluar :
Urine : 250 cc/5 jam
Perdarahan : 600 cc
Aldrete Skor:
Penilaian Dari OK ke RR Dari RR ke Ruangan
Aktivitas 2 2
Respirasi 2 2
Sirkulasi 2 2
Kesadaran 1 1
Warna 2 2
Jumlah 9 9
BAB IV
PEMBAHASAN
Alkohol merupakan minuman keras yang dapat menimbulkan ketergantungan. Alkohol
bersifat depresan terhadap sistem saraf pusat yang berakibat pada hilangnya kendali diri
dan mengarah kepada keadaan membahayakan diri sendiri maupun orang disekitarnya.
Pengkonsumsi alkohol terbanyak berkisar pada usia 20-35 tahun. Pria dilaporkan
mengkonsumsi alkohol lebih banyak dibandingkan wanita.
Pasien laki-laki, usia 35 tahun, rujukan RSU Premagana dengan penurunan kesadaran.
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Mekanisme of injury (MOI) tidak jelas. Dari heteroanamnesa diketahui bahwa pasien
baru 1 Jam sebelum kejadian mengkonsumsi minuman beralkohol bersama teman-
temannya sebanyak 2 botol.
Pasien dikonsulkan dari UGD bedah dengan diagnosa SDH frontotemporoparietal (D)
dan SDH frontal (S). Direncanakan trepanasi evakuasi cloth emergency.
Dari anestesi, dilakukan persiapan perioperatif. Mengingat pentingnya mengidentifikasi
pasien dengan gangguan penyalah gunaan alkohol sebelum operasi maka perlu dilakukan
skrining. Cara skrining untuk mendeteksi kadar penggunaan alkohol antara lain dengan
melakukan tes skrining frekuensi dan kuantitas (contohnya the Alkohol Use Disorders
Identification Test) dan skrining untuk mengetahui adanya penyalahgunaan maupun
ketergantungan (contohnya the CAGE Questionnaire). Pada pasien yang tidak mungkin
melakukan detoksifikasi sebelum operasi emergensi, dapat dilakukan terapi propilaksis
(contohnya pemberian dosis benzodiasepin terjadwal selama periode perioperatif). Terapi
harus segera dimulai setelah menurunnya konsumsi alkohol. Pemeriksan lainnya yang
diperlukan antara lain anamnesa lengkap tentang penyakit lain yang sedang atau pernah
di derita, riwayat alergi dan operasi sebelumnya, pemeriksaan fisik secara menyeluruh,
dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain
complete blood count, platelet count, elektrolit, blood urea nitrogen, creatinine, glucose,
enzim hati, albumin, bilirubin, tes pembekuan, kalsium, magnesium, phosphorus, dan
elektrokardiogram.
Pada pasien ini mengingat mengalami kedaruratan, cukup dilakukan terapi propilaksis,
namun hal ini belum umum dilakukan. Pasien saat diperiksa berada dalam keadaan tidak
sadar sehingga digunakan heteroanamnesa dari orang terdekat pasien, yaitu istrinya.
Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan fisik berada dalam batas normal. Pemeriksaan
laboratorium juga dalam batas normal. Tidak dilakukan pemeriksaan tambahan seperti
penghitungan kadar alkohol dalam darah (BAC).
Pasien dengan penggunaan alkohol memerlukan perhatian serius selama operasi. Adanya
peningkatan keperluan terhadap obat anestesi dan analgesia serta adanya stress
pembedahan perlu mendapat perhatian serius selama operasi. Penghitungan dosis obat
anestesi yang diberikan pada pasien alkoholik berbeda dengan pasien non alkoholik
karena perlu memperhatikan adanya perubahan kerja obat, seperti halnya propanolol dan
Phenobarbital yang durasi kerjanya bertambah panjang dengan adanya alkohol. Untuk
relaksasi otot, dapat dipergunakan vecuronium dalam dosis besar. Jenis anestesi yang
dipilih hendaknya dengan anastesi umum dengan respirasi kendali.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemberian obat-obat premedikasi dengan alasan pasien
berada dalam keadaan tidak sadar. Jenis anestesi yang dipilih adalah anestesi umum
dengan respirasi kendali, dimana digunakan penthotal 300 mg untuk induksi dan ecron
yang mengandung vecuronium untuk mendapatkan efek relaksasi ototnya.
Penelitian menunjukkan adanya peningkatan mortalitas dan morbiditas postoperasi pada
pasien dengan penyalahgunaan alkohol. Untuk itu diperlukan pengawasan postopertif
yang bersifat intensif. Pada pasien ini dilakukan perawatan di MS untuk mendapatkan
perawatan dan pengawasan intensif untuk mencegah munculnya komplikasi seperti
infeksi, pendarahan, dan gangguan kerja kardiopulmonal yang umum terjadi pada pasien
alkoholik.
DAFTAR PUSTAKA