STEP 2
STEP 3
Epidermis Keratin : mentralisir untuk melindungin dari sinar UV A B suhu yang tingggi
Dermis: dangkal ( banyak ujung saraf )
Dalam: banyak ganglion
Lapisan hipotermis : kolagen( F. mengambalikan penyebuhan luka bakar), fibroblast
Luar epidermis : keratin terjadi luka bakar untuk mengurangi agar tidak kering>44 drajat
kerusakan
Dermis : reticular banyak fibroblas
Hypodermis sebagai bantalan dan pelekat otot, banyak reseptor2
Adanya folikel rambut sebagai ductus sebasea minyak sudirifera : keringat
Drajat1 : epidermis
Drajat 2a : luka pada superficial
2b : prasial
Drajat 3 : fullthicgnes
Hemodinamik > 20%
2. Mengapa pada pasien ditemukan
a. wajah merah pucat? Drajat 2b dada 2a
Luka bakar pertama menyebabkan penguapan
Lapisan dermis adanya kapiler suhu sangaa tingga pembuluh darah akan rusak endotel
dapat meningkatkan permeabilitas menjadi edem, menyebabkan anemia
Pucat karna : anemia
Edem : cairan pindah dari intravascular ke intersisal
b. alis dan bulu hidung terbakar?
Rambut subtansi keratin > kecil dibandingkan kulit alis keratin sedikit sehingga dapat
terbakar
Hidung : trauma inhalasi karena terbakar di ruang tertutup karna adanya peningkatan tekan
inkompertemen menekan vascular dan saraf gg. Neurotrasmiter terjadi ketidak
seimbangan neuron Acitelkolin terganggu aliran listrik terganggu kesemutan
c. suara serak batuk berdahak berwarna kehitaman ?
b dam c jadi satu karena gangguan respiratori karena rambut dan hidung terbakar
pembengkan horsnes
karena epitel penafasan tidak berkeratin dan terjadi suhu panas damage memanggil
platelet pembengakaka
terkurung dalam ruangan adanya radinkal
bebas hasil pembakaran hidrokarbon ( jelaga ) masuk saluaran pernafasan batuk dahak
bercampur dg jelaga jadi hitam
d. dada merah melepuh dan ditemukan bula? Drajat 2b
e. lengan kiri ditemukan escar melingkar bengkak dan nyeri kesemutan ?
Hidung : trauma inhalasi karena terbakar di ruang tertutup karna adanya peningkatan tekan
inkompertemen menekan vascular dan saraf gg. Neurotrasmiter terjadi ketidak
seimbangan neuron Acitelkolin terganggu aliran listrik terganggu kesemutan
c. RL? gg. Intergritas kulit rusak kapiler banyak cairan yang keluar bisa danya syok
hipovolemik
diberikan 4cc/kgBB 8 jam pertama 50%
16 jam berikutnya 50%
4ccxBbx luas bakar %
Luas luka bakar 1% kehilangan cairan 0,5 – 1 %
4. Apa hubungan luka bakar dan terperangkap di ruangan selama 1 jam dengan kedaan umum
dan hemoodinamik pasien ?
C. Anamnesis
Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam
ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat menimbulkan
obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi, serta ditanyakan penyakit – penyakit
yang pernah di alami sebelumnya.
D. Pemeriksaan luka bakar
Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau ringan.
1. Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk menentukan luas luka
bakarnya.
2. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman)
Resusitasi Cairan
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula
berikut :
- Evans Formula
- Brooke Formula
- Parkland Formula
- Modifikasi Formula
- Monafo Formula
Metoda Elektrolit Koloid Dextrose 5%
Dibagi menjadi 2 bagian yaitu 50% dalam 8 jam pertama dan 50% dalam 16 jam berikutnya
Cooling :
Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama
20 menit, hindari hipotermia. Cara ini efektif samapai dengan 3 jam setelah kejadian
luka bakar
Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap memberikan rasa
dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk luka yang terlokalisasi
Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah mengkerut
(vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia
Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata: siram dengan air
mengalir selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka
singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.
Cleaning :
pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan
membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko
infeksi berkurang.
Chemoprophylaxis :
pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial
partial- thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat
diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat
alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2
bulan
Covering :
penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka
bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka
(yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas
yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar.
Comforting :
dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri. Dapat diberikan penghilang nyeri
berupa : Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg Morphine (IV-intra vena)
0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
Derajat III
Kerusakan seluruh lapisan kulit tidak terjadi regenerasi epitel
Adanya aktivitas myofibril terjadi jaringan granulasi
Untuk menghindari terjadinya keloid dan kontraktur perlu skin graft.
• Tujuan perawatan luka derajat I dan II membuat lingkungan bersih dan mencegah infeksi
sehingga dapat terjadi regenerasi
• Tujuan perawatan luka derajat III mempersiapkan area luka bakar sehingga dapat
dilakukan skin graft dengan cara menghilangkan jaringan mati
Mengapa didapatkan pada pemasangan kateter produksi urin sedikit dan urine berwarna
kuning kemerahan?
a. Lab darah
- Kadar Hb anemia
- Kadar Ht persentase volume seluruh SDM yang ada dalam darah yang diambil
dalam volume tertentu.
- Jumlah leukosit
- Jumlah trombosit
- Elektrolit
Analisis gas darah: nilai gas darah arteri terutama jika terjadi injuri inhalasi. Penurunan
PaO2 <60 mmHg atau peningkatan PaCO2 > 50 mmHg.
Fungsi system/organ
- Fungsi metabolisme (karna paparan pada saraf simpatis yang terlalu lama
menyebabkan perubahan pola produksi pada berbagai sistem hormonal): kadar glukosa
darah sewaktu, kortisol, asam laktat
- Fungsi hati : serum transaminase, SGOT/PT, bilirubin
- Fungsi ginjal (perfusi ke ginjal menurun) : ureum dan kreatinin: meningkat yang
merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal, namun demikian creatinin mungkin
meningkat karena injuri jaringan
b. Lab urin
- Berat jenis urin, warna: Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya
mioglobin (bisa timbul karena kerusakan jaringan otot)
- Keasaman
- sedimen
c. mikrobiologi :
kultur dan resistensi dengan bahan dari luka, tempat masuk jalur intravena dan kateter
urin.
d. Radiology
Foto thorak AP posis tegak atau setengah duduk, untuk evaluasi gambaran paru :
- Deteksi adanya ARDS dan edema paru (biasanya dikerjakan sesudah hari kelima)
- Cek ujung kanul central venous pressure
Komplikasi local:
• Gangguan vaskularisasi karena escharescharotomi
• Compartment syndrome
• Keloid
• Kontraktur
1) Infeksi.
Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami sepsis.
Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi. Kortikosteroid
jangan diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan
tertentu, misalnya pda edema larings berat demi kepentingan penyelamatan jiwa penderita.
4) Konvulsi.
Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin,
difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.
5) Kontraktur
Luka Bakar
Hipovolemi
Syok
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai stimulus
klinik beratakibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis,
pankreatitis, dll.Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator inflamasi
(proinflamasi) yang mulanyabersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh
karena pengaruh beberapa faktor predisposisi danfaktor pencetus, respon ini berubah secara
berlebihan (mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan padaorgan-organ sistemik,
menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan
fungsinya;MODS ( Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai
organ ( Multi-system OrganFailure/MOF). SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya
angka mortalitas pada pasien luka bakar maupuntrauma berat lainnya. Dalam penelitian
dilaporkan SIRS dan MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematianpasca trauma; dan dapat
dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.Ada 5 hal yang bisa menjadi
aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection,injury,inflamation,inadequateblood flow, dan ischemia-
reperfusion injury.
Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus AmericanCollege of Chest phycisians
danthe Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi
berikut selama beberapa hari, yaitu:-
Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)
Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO2< 32 mmHg)
Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3) atau dijumpai > 10%
netrofil dalam bentuk imatur (band ).Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari
hasil kultur darah/bakteremia), maka SIRSdisebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan
dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.Pada dasarnya MODS adalah kumpulan
gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasien akutsedemikian rupa, sehingga
homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRSsebagai
suatu proses yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan
kondisilebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal dari
SIRS.PatofisiologiPerjalanan SIRS dijelaskan menurut teori yang dikembangkan oleh Bonedalam
beberapa tahap.
Tahap I
Respon inflamasi sistemik didahului oleh suatu penyebab, misalnya luka bakar atau trauma berat
lainnya.Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai mediator pro-inflamasi seperti sitokin;
yang selain membangkitkanrespon inflamasi juga berperan pada proses penyembuhan luka dan
mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokinadalah pembawa pesan fisiologik dari respon
inflamasi. Molekul utamanya meliputiTumor Necrotizing Factor (TNFα), interleukin (IL1, IL6),
interferon,Colony Stimulating Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular responinflamasi adalah
sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel. Sel-sel untuk sitokin dan mediator inflamasi
sekunder seperti prostaglandin, leukotrien,thromboxane,Platelet Activating Factor (PAF), radikal
bebas, oksidanitrit, dan protease. Endotel teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin
mengaktifkan kaskade koagulasi sehinggaterjadi trombosis lokal. Hal ini mengurangi kehilangan
darah melalui luka, namun disamping itu timbul efek pembatasan (walling off ) jaringan cedera
sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.
Tahap II
Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi justru meningkatkan respon lokal.
Terjadipergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi produksi faktor pertumbuhan (
Growth Factor /GF). Selanjutnyadimulailah respon fase akut yang terkontrol secara simultan
melalui penurunan kadar mediator proinflamasi danpelepasan antagonis endogen (antagonis
reseptor IL1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4, IL10,IL11, reseptor terlarut TNF
(Transforming Growth Factor /TGF). Dengan demikian mediator-mediator tersebutmenjaga respon
inflamasi awal yang dikendalikan dengan baik oleh down regulating cytokine production
dan efek antagonis terhadap sitokin yang telah dilepaskan. Keadaan ini berlangsung hingga
homeostasis terjaga.
Tahap III
Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan, berkembang tahap III (SIRS); terjadi reaksi sistemik
masif.Efek predominan dari sitokin berubah menjadi destruktif. Sirkulasi dibanjiri mediator-
mediator inflamasi sehinggaintegritas dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke dalam berbagai
organ dan mengakibatkan kerusakan. Respondestruktif regional dan sistemik (terjadi peningkatan
vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular,akselerasi trombosis mikrovaskular,
aktivasi sel leukosit-endotel) yang mengakibatkan perubahan-perubahan patologik di berbagai
organ. Jika reaksi inflamasi tidak dapat dikendalikan, terjadi syok septik,
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.MODS merupakan
bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien luka bakar dapat dijumpai secarakasar 30%
kasus mengalami MODS. Ada 3 teori yang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang
manaketiganya terjadi secara simultan.Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi
menyebabkan penurunan penurunan sirkulasi didaerah splangnikus, perfusi ke jaringan usus
terganggu menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsimukosa menyebakan fungsi
mukosa sebagaibarrier berkurang/hilang, dan mempermudah terjadinya translokasibakteri.
Bakteri yang mengalami translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat komensal, berubah
menjadioportunistik; khususnya akibat perubahan suasana di dalam lumen usus (puasa, pemberian
antasida dan beberapa jenis antibiotika). Selain kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap kuman,
daya imunitas juga berkurang (kulit,mukosa), sehingga mudah dirusak oleh toksin yang berasal
dari kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi disrupsi, bila pasien dipuasakan, maka proses
degenerasi mukosa justru berlanjut menjadi atrofi mukosa usus yangdapat memperberat
keadaan.Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang memicu SIRS.
Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena gangguan sistem autoregulasi serebral
yang memberi dampak sistemik (ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal menyebabkan iskemi
ginjal khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis(ATN) yang berakhir dengan
gagal ginjal ( Acute Renal Failure /ARF). Gangguan sirkulasi perifer menyebabkan iskemi otot-otot
dengan dampak pemecahan glikoprotein yang meningkatkan produksi Nitric Oxide(NO); NO ini
berperan sebagai modulator sepsis. Gangguan sirkulasi ke kulit dan sistem integumen
menyebabkan terutama gangguan sistim imun; karena penurunan produksi limfosit dan penurunan
fungsi barrier kulit.Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex(LPC) yang
sebelumnya dikenal dengan burntoxindari jaringan nekrosis akibat cedera termis. LPC memiliki
toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalammerangsang pelepasan mediator pro-inflamasi;
namun pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan infeksi.Respon yang timbul mulanya
bersifat lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatubentuk respon
sistemik.Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik pada fase akut
dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang menguras seluruh modalitas tubuh
khususnya sistim imunologi.Mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai
respon terhadap suatu cedera tidak hanyamenyerang benda asing atau toksin yang ada; tetapi juga
menimbulkan kerusakan pada jaringan organ sistemik.Kondisi ini dimungkinkan karena luka bakar
merupakan suatu bentuk trauma yang bersifat imunosupresif.
Tatalaksana
Penatalaksanaan luka bakar bersifat lebih agresif dan bertujuan mencegah perkembangan SIRS,
MODS,dan sepsis.Pemberian Nutrisi Enteral Dini (NED) melalui pipa nasogastrik dalam 8 jam
pertama pasca cedera. Selainbertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa usus, pemberian NED
ini bertitik tolak mencegah dan mengatasikondisi hipometabolik pada fase akut / syok dan
mengendalikan status hiperkatabolisme yang terjadi pada fase flow.Pemberian antasida dan
antibiotika tidak dibenarkan karena akan merubah pola / habitat kuman yang
mengganggukeseimbangan flora usus.Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang
disebabkan cedera termis harus segera dilakukan nekrotomi dan debridement , dan dilakukan
sedini mungkin (eksisi dini, hari ketiga-keempat pasca cedera luka bakarsedang, hari ketujuh-
kedelapan pada luka bakar berat), bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan
segera(immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan kulit sebagai
penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan
metabolisme),barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang mempengaruhi
proses penyembuhan, tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam hal inimengulur waktu
dan memperberat stress metabolisme. Pemberian obat-obatan yang bersifat anti inflamasi seperti
antihistamin dianggap tidak bermanfaat.Pemberian steroid sebelumnya dianggap bermanfaat
namun harus diingat saat pemberian serta efek sampingnya.Pemberian zat yang meningkatkan
imunologik seperti Omega-3 akan menjinakkan leukotrien (LTB4 yang bersifat maligna) dengan
cara mempengaruhi lypoxygenase pathway pada metabolisme asam arakhidonat, sehingga
menghasilkan leukotrien yang lebih benigna. Pemberian Omega-6 memiliki efek pada cyclo-
oxygenase path-way.
2. Kontraktur
Kontraktur adalah komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan
gangguan fungsi pergerakan.
Beberapa tindakan yang dapat mencegah atau mengurangi komplikasi kontraktur adalah :