Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi
virus HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya
penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi
tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang
sudah dikenal dan sebagainya.
AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan
kekebalan tubuh manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus
HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena
berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan pirus tertentu yang
bersipat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering sekali menderita
keganasan, khususnya sarkoma kaposi dan limpoma yang hanya
menyerang otak (Djuanda, 2007).
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah HIV/AIDS adalah suatu
syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat penurunan
dan kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV.
2.2 Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
HIV dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut
Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Virus
(HTL-III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus
(retrovirus). Retrovirus mengubah RNA menjadi DNA setelah masuk
kedalam sel penjamu.
Penularan virus ditularkan melalui:
a. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa
kondom) dengan orang yang terinfeksi HIV.
b. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai nergantian.
c. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung HIV.
d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan,
saat melahirkan atau melalui ASI.
2.3 Manifestasi Klinis
Berdasarkan gambaran klinik WHO 2006:
1. Tanpa gejala : Fase klinik 1
2. Ringan : Fase klinik 2
3. Lanjut : Fase klinik 3
4. Parah : Fase klinik 4
Keterangan fase klinik HIV
Fase klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe)
menetap dan menyeluruh.
Fase klinik 2
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. ISPA (sinusitis, tonsilitis, otitis
media, faringitis) berulang, herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut
berulang, popular prurutic eruption, seborrhoic dermatitis, infeksi jamur
pada kuku.
Fase klinik 3
Penurunan BB (>10%) tanpa sebab. Diare kronik tanpa sebab selama >1
bulan, demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan), kandidiasis oral
menetap, TB paru (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakeri berat
mmisalnya: pneumonia, empyema, meningitis, bakteremia, gangguan
inflamasi berat pad apelvik, acute necrotizing ulcerative stomatitis,
gingivitis atau periodontitia, anemia yang penyebabnya tidak diketahui
(<8 g/dl), neutropenia (<0,5X109/l) dan atau trombositopenia kronil
(<50X109/l).
Fase klinik 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocystis
pneumonia, pneumonia bakeri berulang, infeksi herpes simplex kronik
(orolabial, genital atau anorektl >1bulan), Oesophageal candidiasis, TBC
ekstrapulmonal, cytomegalovirus, toksoplasma di SSP, HIV
encephalopaty, mengitis, infektion progresive multivocal, lympoma,
invasive cervical carsinoma, leukoencephalopathy.
2.4 Komplikasi
Menurut Komisi Penanggulangan ADIS Nasional (KPAD 2003),
komplikasi yang terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
1. Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru-paru
2. Kandidiasis esophagus
3. Kriptokokosis ekstra paru
4. Kriptosporidiosis intestinal kronis (>1 bulan)
5. Renitis CMV (gangguan penglihatan)
6. Herpes simplek, ulkus kronik (> 1 bulan)
7. Mycobacterium tuberculasis di paru atau ekstra paru
8. Ensefalitis toxoplasma.
2.5 Pencegahan
1. Pelajari bagaimana HIV menyebar
2. Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang
3. Lakukan hubungan seks yang aman
4. Jangan berbagi jarum atau alat suntik
5. Hindari menyentuh darah dan cairan tubuh orang lain
2.6 Patofisiologi
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan
melekatkan dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi
viral (jumlah virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA
(ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid)
dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA
tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada
menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai
menghasilkan virus–virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–
virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan
bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak
sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya
merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah
diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu
untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk
melawan sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah
hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali
dirinya.
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah
800–1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel
CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah
diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika
sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang
sehat infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka
tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.
2.7 Penularan
Menurut Martono (2006) virus HIV dapat ditularkan melalui beberapa
cara yaitu :
1. Hubungan seksual
Dengan orang yang menderita HIV/AIDS baik hubungan seksual
secara vagina, oral maupun anal, karena pada umumnya HIV terdapat
pada darah, sperma dan cairan vagina. Ini adalah cara penularan yang
paling umum terjadi. Sekitar 70-80% total kasus HIV/AIDS di dunia
(hetero seksual >70% dan homo seksual 10%) disumbangkan melalui
penularan seksual meskipun resiko terkena HIV/AIDS untuk sekali
terpapar kecil yakni 0,1-1,0%.
2. Tranfusi darah yang tercemar HIV
Darah yang mengandung HIV secara otomatis akan mencemari darah
penerima. Bila ini terjadi maka pasien secara langsung terinfeksi HIV,
resiko penularan sekali terpapar >90%. Transfusi darah menyumbang
kasus HIV/AIDS sebesar 3-5% dari total kasus sedunia.
3. Tertusuk atau tubuh tergores oleh alat yang tercemar HIV
Jarum suntik, alat tindik, jarum tattoo atau pisau cukur yang
sebelumnya digunakan oleh orang HIV (+) dapat sebagai media
penularan. Resiko penularannya 0,5-1-1% dan menyumbangkan kasus
HIV/AIDS sebesar 5-10% total seluruh kasus sedunia.
4. Ibu hamil yang menderita HIV (+) kepada janin yang
dikandungnya dengan resiko penularan ±30% dan berkontribusi
terhadap total kasus sedunia sebesar 5-10%.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction).
2. Serologis:
a) Tes ELISA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah infeksi.
b) Western blot (positif).
c) cLimfosit T.
3. Pemeriksaan darah rutin.
4. Pemeriksaan neurologis.
5. Tes fungsi paru, bronkoscopi.
2.9 Penatalaksanaan
1. Pengobatan suportif.
a) Pemberian nutrisi yang baik.
b) Pemberian multivitamin.
2. Pengobatan simptomatik.
3. Pencegahan infeksi oportunistik, dapat digunakan antibiotik
kotrimoksazol.
4. Pemberian ARV (Antiretroviral).
ARV dapat diberikan saat psien sudah siap terhadap kepatuhan
berobat seumur hidup. Indikasi dimulainya pemberian ARV dapat
dilihat pada tabel berikut.
WHO 2009 Amerika Serikat
Untuk Negara Berkembang DHHS 2008
Stadium IV (AIDS) tanpa Riwayat diagnosis AIDS
memandang CD4
Stadium III HIV-sociated nefropathy/HIVAN
TB paru Asimptomatik, CD4 < 350
Pneumonia berulang Ibu hamil
Stadium I dan II bila CD4 <
350

Anda mungkin juga menyukai