Anda di halaman 1dari 19

NASIB BAHASA DAERAH DI TENGAH GENCARNYA

ARUS GLOBALISASI

Ahmad Khoironi Arianto

Abstrak

Realitas yang menyedihkan ketika sebuah bangsa tidak


menghargai bahasanya sendiri. Karena bahasa merupakan
bagian dari kebudayaan, bahkan merupakan bagian
terpenting dari kebudayaan. Dan sebuah bangsa tanpa
budaya adalah kosong, karena tidak ada identitas yang
dimunculkan untuk membedakannya dengan bangsa
lainnya. Bahasa adalah salah satu pembeda kebudayaan
akan tetapi karena adanya arus globalisasi banyak bahasa
daerah yang terancam keberadaannya.dalam makalah ini
penulis akan mencoba menyajikan perihal bahasa daerah
mulai dari jenis bahasa daerah, fungsi bahasa daerah,
hubungan Bahasa Daerah dengan Bahasa Indonesia, juga
nasib Bahasa Daerah. Mengapa penulis tidak menyajikan
secara langsung nasib bahasa daerah sekarang ini hal
tersebut bukan tanpa alasan tentunya. Bahasa daerah
memiliki fungsi-fungsi tersendiri selain berfungsi sebagai
pemerkaya kebudaaan bangsa. Hal tersebut yang perlu
banyak diperhatikan selain banyaknya fungsi dari bahasa
Indonesia itu sendiri.
I. PENDAHULUAN
Bila kita sedikit membuka kembali Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai perihal bahasa yang
digunakan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tercantum
pada bab III mengenai bahasa Negara, kita akan menemukan kurang
lebih 20 pasal yang membahas perihal bahasa tersebut, mulai dari
bahasa Indonesia sampai bahasa daerah.
Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa bahasa negara adalah
bahasa Indonesia. Ketentuan tersebut bersumber dari bahasa yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai
bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika
peradaban bangsa. Ketentuan ini paling tidak mewajibkan pemerintah
untuk berupaya dengan sungguh-sungguh mewujudkan amanat yang
terkandung di dalamnya.
Tetapi bagaimana dengan bahasa daerah yang ada di Indonesia?
Sesuai dengan data dari Kementrian Pendidikan Nasional pada tahun
2000, ada 698 bahasa daerah seluruhnya di Indonesia. Angka tersebut
bisa sewaktu-waktu berubah bilamana ditemukan adanya bahasa baru.
Dalam undang-undang dijelaskan dengan gamblang pada pasal 42 ayat
1,yaitu Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan
melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan
dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan
perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan
budaya Indonesia. Apakah hal ini berarti hanya pemerintah daerah saja
yang wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan
sastra daerah tanpa ada dukungan penuh dari pemerintah pusat.
Bila lebih jeli lagi membaca akan ditemukan pada penjelasan
pasal 36 yang menyatakan “Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa
sendiri yang dipelihara oleh rakyatnya dengan baik-baik […] bahasa-
bahasa itu akan dihormati dan dipelihara oleh negara. Bahasa-bahasa
itupun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup”.
Jadi, sebenarnya pemerintah tidak serta merta melepaskan kekayaan
Indonesia tanpa koordinasi langsung dari pemerintah pusat.
Tema mengenai keadaan bahasa-bahasa daerah di Indonesia
bukan merupakan hal baru, tetapi sudah lama menjadi perhatian oleh
beberapa ahli. Meskipun demikian, bila kita akan meneliti sejauh mana
keadaan bahasa-bahasa daerah itu dalam menghadapi gencarnya arus
globalisasi saat ini belumlah ditemukan penelitian yang memuaskan.
Kebanyakan penelitian-penelitian tersebut masih saja merajuk pada
satu bahasa tunggal atau aspek khusus tentang suatu bahasa tertentu.
Terdapat sedikitnya tiga pembahasan yang menyeluruh tentang bahasa-
bahasa di Indonesia, perkiraan jumlah bahasa yang ada, dan jumlah
penuturnya, dan bagaimana bahasa-bahsa tersebut tersebar secara
geografis. Karya-karya tersebut adalah:

1. Peta bahasa yang dibuat oleh Lembaga Bahasa Nasional atau Pusat
bahasa (1972).
2. Language Atlas of the pacific Area (Wurm & hattori 1984).
3. The Language of the World. Ethnologue (Grimes 1984).

Dalam makalah ini akan disajikan beberapa hal, di antaranya: 1)


letak bahasa daerah dalam struktur bahasa Indonesia, 2) jenis-jenis
bahasa daerah, 3) fungsi bahasa daerah, 4) fungsi bahasa Indonesia, 5)
hubungan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah, 6) beberapa kasus
tentang penggunaan bahasa daerah dan bahasa Indonesia di daerah
maupun instansi-instansi, 7) nasib bahasa daerah.
Dalam kaitannya mengaji tentang bahasa daerah kita tidak bisa
dengan serta merta meninggalkan bahasa Indonesia yang merupakan
bahasa yang merupakan hasil kekayaan dari beberapa investasi bahasa
daerah. Oleh karena itu, dalam makalah ini selain membahas perihal
bahasa daerah juga membahas keadaan bahasa Indonesia. Pada intinya
makalah ini akan menerangkan nasib bahasa daerah di Indonesia dalam
menghadapi kuatnya arus globalisasi.
Permasalahan bahasa daerah ini cukup penting karena bahasa
daerah merupakan penunjang kekayaan bahasa nasional dan juga
investasi dari bahasa nasional. Bila kita tidak segera mendalaminya
akan datang banyak peneliti luar yang akan membongkar kekayaan
tutur bahasa daerah di Indonesia. Sudah semestinya sebagai putra
bangsa kita lah yang semestinya harus meneliti hal tersebut agar
menambah koleksi khasanah keilmuan negeri. Bahasa daerah bukan
hanya merupakan salah satu aspek terpenting dari kebudayaan daerah
kita, bukan pula merupakan cerminan totalitas kebudayaan daerah kita,
melainkan satu landasan pertama yang mewarnai segala pandangan
hidup kita terhadap dunia yang kita hadapi. Bahasa daerah mengantar
kita ke medan dunia kehidupan kita, sekaligus membatasi pandangan-
pandangan kita terhadap dunia tersebut (Soepomo, 1976: 1).
II. JENIS-JENIS BAHASA DAERAH
Terdapat beberapa jenis bahasa daerah yang berkembang di
Indonesia. Untuk lebih memudahkan, bahasa daerah tersebut dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu:

1. Bahasa Daerah: Bahasa Melayu yang sebetulnya ialah dialek bahasa


Melayu atau bahasa Indonesia, misalnya: Jakarta, Melayu Riau,
Banjar, Menado, Kupang, dll;
2. Bahasa Daerah besar, yang sebetulnya bahasa yang sama sekali lain
dari bahasa Indonesia, dan jumlah penutur aslinya besar. Bahasa
Daerah Besar yang berpendukung penutur asli berjumlah jutaan ini
biasanya memiliki tradisi sastranya sendiri;
3. Bahasa Daerah kecil, yang juga bahasa yang lain dengan bahasa
Indonesia, dan jumlah penutur aslinya relatif sedikit. Barangkali
jumlah penutur asli kurang dari satu juta dapat digunakan sebagai
perkiraan dalam menentukan bahasa daerah kecil. Bahasa daerah
kecil ini biasanya tak memiliki tradisi sastra. Sebagai contoh: bahasa
bahasa Manggarai, Lio Dawan, dan bahasa-bahasa yang terdapat di
pedalaman Irian Jaya, Sulawesi dan Kalimantan (soepomo, 1967: 2).

Sebuah bahasa memiliki istilah high dan low. Bahasa dikatakan


high (h) bilamana memiliki stuktur yang jelas dan baku, sering
dipergunakan dalam acara-acara kedinasan, acara kenegaraan, kegiatan
belajar-mengajar dan lain lain, cara penguasaanya pun harus melalui
kegiatan formal terlebih dahulu. Dan low (L) bilamana dalam bahasa
tersebut tidak memiliki prestice, dianggap rendah, hanya dipergunakan
di acara-acara keluarga, acara pernikahan dan acara-acara yang berbau
kedaerahan, serta di dalam instansi pendidikan pun bahasa tersebut
menjadi bahasa kedua yang jarang diprioritaskan, cara penguasaan low
lebih mudah karena sering dipergunakan di dalam keluarga,
penguasaannya hanya melalui kegiatan informil saja.
Di dalam jenis-jenis penggolongan bahasa daerah diatas fungsi low
lebih dominan dibandingkan dengan fungsi high. Sebagaimana dalam
bahasa daerah Melayu, bahasa daerah besar, bahasa daerah kecil,
ketiganya merupakan fungsi low dimana pengajaran awalnya dimulai
dari keluarga, dalam instansi pendidikan seperti sekolah pun hanya
diajarkan samapai menginjak kelas 3 sekolah dasar saja. Meskipun
sama-sama berfungsi low tapi ada perbedaan diantara ketiganya,
khususnya pada bahasa daerah besar yang memiliki pendukung penutur
yang banyak dan telah memiliki struktur bahasa, juga memiliki
kodifikasi tatabahasa, serta di dalamnya terdapat tradisi sastra yang
kemungkinan sampai sekarang pun masih terjaga.

III. FUNGSI BAHASA DAERAH


Bahasa daerah memiliki sejumlah fungsi dalam masyarakat,
diantaranya adalah sebagai komunikasi intrakelompok, peralihan
budaya, dan pendidikan yang efektif (Peter J. Silzer dalam Muhadjir
1992: 151). Hal ini dapat dijelaskans ebagai berikut.
1. Komunikasi Intrakelompok
Dalam kehidupan sebagian besar masyarakat mereka lebih suka
dan sering menggunakan komunikasi berbahasa yang sama-sama
dimengerti oleh kebanyakan orang di pedalaman, hal ini dikarenakan
kebanyakan dari mereka lebih menguasai ibu dibandingkan dengan
bahasa lain (bahasa Indonesia). Komunikasi antar masyarakat akan
berjalan efektif bilamana sama-sama menggunakan bahasa yang
diketahui bersama.

2. Cermin Budaya
Bahasa daerah merupakan cerminan bagi budaya penuturnya
juga merupakan refleksi dari budaya penutur, hal ini dikarenakan
sebuah bahasa yang dipergunakan itu akan mennjukkan seperti apa
keadaan budaya di daerah penutur. Misalnya orang Jawa yang dianggap
oleh orang di luar Jawa memiliki bahasa yang halus bahkan kalau
berbicara hampir tidak terdengar apa yang dikatakan, hal ini
merefleksikan bahwa orang Jawa itu berprilaku halus, sopan, dan selalu
menghargai oang lain. Bahkan dalam perihal wanita orang Jawa
memberi penghormatan yang lebih, hal tersebut dapat kita temukan dan
amati dalam buku kawruh bahasa Jawi yang merupakan refleksi
budaya masyarakat Jawa di zaman dahulu. Dalam buku tersebut hal
yang paling banyak dibahas adalah perihal perempuan Jawa yang baik
dan ideal.
Hal tersebut sejurus dengan apa yang dikemukakan oleh
Nababan (1984: 38) bahwa fungsi kebudayaan bahsa itu mencakup tiga
aspek, yaitu: sarana pengembangan kebudayaan, jalur penerus
kebudayaan, dan inventaris ciri-ciri kebudayaan.
3. Peralihan Budaya
Bahasa daerah digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat
informil dalam suatu masyarakat daerah dan juga hanya di pergunakan
di sekitar lingkungan keluarga. Bahasa daerah merupakan bahasa
pertama seseorang, dengan bahasa ibu tersebut orang akan mengenal
dan belaja mengenai nilai-nilai dan kepercayaan. Sedangkan dalam
kegiatan yang bersifat formal orang akan menggunakan bahasa kedua.
Seperti kegiatan di sekolah baik itu belajar-mengajar ataupun upacara
bendera, acara-acara resmi, dan juga saat berinteraksi dengan
pendatang terkadang bahasa kedua ini perlu dimunculkan. Dalam
kegiatan sekolah tidak serta merta guru akan menggunakan bahasa
kedua sepanjang pelajaran, terkadang dalam meneragkanhal yang
kurang dimengerti dalam bahasa kedua guru akan memberikan contoh
dalam bahasa pertama.

4. Kesetiakawanan Kelompok
Bahasa dapat mempersatukan sekelompok masyarakat dan
memberi setiap individu identitas kelompok. Hal ini kemungkinan
dikarenakan persamaan bahasa yang mereka pergunakan sehingga akan
lebih mempererat kesetiakawanan diantara mereka. Perasaan
berindentitas ini seringkali sangat kuat pada tinggat lokal dan daerah.
Secara garis besarnya bahasa-bahasa daerah tersebut pada
umunya memiliki fungsi kebahasaan yang sama. Situasi kebahasaan
yang informil atau tidak resmi, tidak bersifat kedinasan, dan juga tidak
literer biasanya akan diberikan lewat bahasa daerah. Wacana yang
beruang lingkup kedaerahan dan tradisional biasanya terwujud dalam
bahasa daerah. Relasi-relasi perorangan yang sifatnya santai, intim,
kekeluargaan, tidak memerlukan kontrol nafsu emosi yang tertib
biasanya terjadi dalam bahasa daerah (Soepomo 1967: 3).

IV. HUBUNGAN BAHASA DAERAH DENGAN BAHASA


INDONESIA
Tidak dipungkiri bahwa bahasa daerah merupakan inventaris
bagi bahasa Indonesia. Banyak kata-kata dari bahasa Indonesia yang
merupakan hasil invertasi dari bahasa daerah, oleh karena itu bahasa
daerah merupakan kekayaan yang bersifat hidup bagi para penuturnya.
Berikut akan dijelaskan mengenai peranan bahasa daerah dalam
hubungannya dengan bahasa Indonesia.

1. Sebagai Pendukung Bahasa Nasional


Bahasa daerah merupakan bahasa pendukung bahasa Indonesia yang
keberadaannya diakui oleh Negara. UUD 1945 pada pasal 32 ayat
(2) menegaskan bahwa “Negara menghormati dan memilihara bahasa
daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” dan juga sesuai dengan
perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan, bahwa
bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional merupakan sumber
pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa
Indonesia, antara lain, bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,
dan kosa kata. Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia
mempengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik
antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam
perkembangannya.

2. Bahasa Daerah sebagai Bahasa Pengantar pada Tingkat Permulaan


Sekolah Dasar di Daerah Tertentu
Untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan atau
pelajaran lain di daerah tertentu, bahasa daerah boleh dipakai sebagai
bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat Sekolah Dasar sampai
dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan
bahasa Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.

3. Bahasa Daerah sebagai Sumber Kebahasaan untuk Memperkaya


Bahasa Indonesia
Seringkali istilah yang ada di dalam bahasa daerah belum
muncul di bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia
memasukkannya istilah tersebut, contohnya “gethuk “ {penganan
dibuat dari ubi dan sejenisnya yang direbus, kemudian dicampur gula
dan kelapa (ditumbuk bersama)} karena di bahasa Indonesia istilah
tersebut belum ada, maka istilah “ gethuk “ juga diresmikan dalam
bahasa Indonesia sebagai istilah dari „penganan dibuat dari ubi dan
sejenisnya yang direbus, kemudian dicampur gula dan kelapa
(ditumbuk bersama)‟.
4. Bahasa Daerah sebagai Pelengkap Bahasa Indonesia di dalam
Penyelenggaraan Pemerintah pada Tingkat Daerah
Dalam tatanan pemerintah pada tingkat daerah, bahasa daerah
menjadi penting dalam komunikasi antara pemerintah dengan
masyarakat yang kebanyakan masih menggunakan bahasa ibu sehingga
dari pemerintah harus menguasai bahasa daerah tersebut yang
kemudian bisa di jadikan pelengkap di dalam penyelenggaraan
pemerintah pada tingkat daerah tersebut.

Selain keempat peranan bahasa daerah diatas tentunya bahasa


daerah memiliki tugas dan peran yang jelas berbeda dengan bahasa
Indonesia. Berikut akan sedikit dijelaskan mengenai pembagian tugas
antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia.

Bahasa Bahasa
No Bidang kehidupan masyarakat
Indonesia Daerah
1 Siaran radio 
2 Siaran televisi 
3 Media cetak 
4 Jual beli 
5 Mengemis 
6 Khotbah 
7 Kuliah, kegiatan belajar-mengajar 
8 Acara perkawinan 
9 Pengumuman pemerintah 
10 Percakapan dalam keluarga 
11 Film 
12 Komedi televisi 
13 Melamar pekerjaan 
14 Berkelahi 
15 Tawar menawar 

Diantara beberapa contoh di atas, ada contoh yang saling


bertumpukan artinya, ada beberapa contoh yang dalam pemakaiannya
penutur menggunakan bahasa daerah terkadang juga memakai bahasa
Indonesia. Misalkan saja seperti khotbah. Bila kita perhatikan khotbah-
khotbah yang ada di masjid-masjid ataupun gereja mereka sering
memakai bahasa ibu tapi tak jarang pula kita temui dengan berbahasa
Indonesia. Tapi hal tersebut dapat diperjelas melalui situasi dan kondisi
yang ada. Bilamana khotbah tersebut dilakukan di daerah, maka bahasa
daerahlah yang akan sering digunakan sebab untuk lebih mengena
dalam rasa setiap pendengarnya dan juga tidak setiap individu di daerah
dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Jadi alangkah
baiknya bila khotbah tersebut dituturkan menggunakan bahasa ibu.
Berbeda halnya bila khotbah tesebut dikerjakan di daerah perkotaan
yang umumnya masyarakatnya sudah majemuk dan mungkin lebih
berpendidikan. Bahasa Indonesia dalam hal ini akan lebih sering
digunakan.
Contoh lain dalam dunia pertelevisian. Karena banyaknya
stasiun swasta yang muncul dan juga berkembangnya sekolah-sekolah
pertelevisian, akhir-akhir ini banyak bermunculan stasiun televisi yang
dikelola oleh daerah. Sebut saja TATV di Solo, Borobudur TV di
Magelang, Jogja TV di Jogja, Jatim TV di Jawa Timur dan masih
banyak lagi. Dahulu siaran televisi yang terpaku pada TVRI yang
notabene milik pemerintah dengan bahasa Indonesianya yang baik dan
benar, sekarang bermunculan televisi daerah yang menyajikan film-film
ataupun siaran berita dalam bahasa daerah mereka. Hal ini tentunya
dapat dijelaskan sesuai situasi dan kondisi yang ada. Televisi lokal
hanya memiliki frekuensi penyiaran sejauh dengan wilayahnya saja,
seperti Jatim TV hanya dapat di lihat oleh masyarakat di daerah Jawa
Timur dan sekitarnya saja. Jadi wajar adanya bila bahasa yang di
tuturkan kebanyakan menggunakan bahasa Jawa dialek Jawa Timur.
Sedangkan televisi swasta yang sering kita lihat sekarang ini seperti
INDOSIAR, RCTI, ANTV, SCTV, MNC, TRANS TV, TRANS 7 dan
lain-lain karena penikmatnya adalah masyarakat yang heterogen maka
bahasa Indonesia sering digunakan dalam penyiaran ataupun film-film.

V. NASIB BAHASA DAERAH


Kecintaan dan kebanggaan menggunakan bahasa daerah, baik
dalam acara resmi maupun informal, sebenarnya cenderung meningkat
akhir-akhir ini. Di beberapa tempat dapat kita jumpai kegiatan yang
menggunakan bahasa daerah. Pagelaran wayang akhir-akhir ini mulai
digalakkan kembali walaupun masih terus terpuruk dan tersaing dengan
arus globalisasi, tapi toh ada baiknya juga dari pada harus menghilang
dari kehidupan ini yang artinya bilamana suatu kebudayaan leyap dapat
dimungkinkan bahasa daerah tersebut lambat laut ikut punah pula.
Namun pada saat yang bersamaan, banyak keluarga tidak lagi
menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. Inilah hal
yang agak riskan bila kita diperhatikan. Karena keluarga adalah rumah
bagi bahasa daerah, di dalam keluarga lah bahasa daerah itu di tuturkan
untuk pertama kali dan didalam keluarga pula bahasa ibu dipelihara.
Sedangkan rumah sendiri dapat diartikan pondasi atau benteng terakhir
bagi sebuah bahasa daerah. Di dalam rumah lah sebuah bahasa ibu itu
dipelihara dan dilestarikan penggunannya. Bila dalam rumah sudah
tidak menggunakan bahasa daerah dapat diramalkan bahwa bahasa di
keluarga tersebut telah tiada artinya, bila setiap rumah sudah tidak
menggunakan bahasa daerah maka kemungkinan besar bahasa daerah
akan segera dilupakan. Sedangkan orang tua adalah mata rantai
“pewarisan” bahasa daerah ke anak-anaknya. Bilamana seorang anak
sudah tidak memakai bahasa ibunya maka, anak dari anak itu dapat
dipastikan tidak akan memakai bahasa ibu tersebut. Hal ini dikarenakan
bahasa itu sesuatu kekayaan yang hidup, ia dapat tumbuh berkembang
dan sebaliknya dapat juga mati. Menurut banyak ahli bahasa, ini
permulaan kematian bahasa. Jumlah orang yang memakai bahasa
daerah akan terus menurun, sampai tidak ada lagi orang yang
memakainya. Dan akhirnya bahasa itu mati.
Sekarang ini bahasa mendapat gempuran yang tidak kalah
hebatnya dari arus globalisasi dan komunikasi yang sangat deras.
Dalam generasi yang serba komputerarisasi ini hampir semua peralatan
menggunakan bahasa asing tak terkecuali barang buatan Indonesia
sendiri bilamana belum dibubuhi kata-kata asing akan terasa kurang
menyakinkan.seperti bungkus permen saja selalu ada tulisa produced
by dibelakangnya juga beberapa tempat yang sering kita jumpai seperti:
twins salon, galleria mall, house of raminten dan lain sebagainya yang
sedikit banyak menambahkan bahasa asing di papan nama mereka.
Mengapa mereka tidak menuliskan salon kembar, mall galleria, atau
rumahnya Raminten yang masih menggunakan bahasa Indonesia bukan
bahasa daerah. Ada kemungkinan ini menunjukkan nilai yang lebih
dibanding harus menggunakan bahasa daerah. Bahkan dengan kian
gencarnya tekanan bahasa Inggris di era globalisasi ini, diduga akan
semakin banyak lagi bahasa yang akan punah, mirip dengan nasib
mahluk langka. Bahasa Inggris saat ini dinilai memiliki nilai jual yang
tinggi dibanding bahasa lain sehingga, bila seseorang bisa dan mampu
berbahasa inggris akan dihargai oleh orang dan mudah mendapat
pekerjaan. Walaupun bila dilihat hal tersebut agak terlalu egois tetapi,
seperti itulah adanya perubahan zaman. Dahulu orang yang bisa
berbahasa belanda akan mudah mendapat teman, mudah mendapat
pekerjaan, dipandang lebih tinggi dari yang lain, tapi seiring
tercabutnya benih-benih kolonialisme di Indonesia hilang pula
anggapan terhadap bahasa belanda tersebut yang sekarang berganti
dengan bercokolnya bahasa inggris hampir di semua tempat. Sampai
saat inipun orang inggris yang datang ke Indonesia tidak harus mengerti
bahasa kita bahkan bahasa daerah tetapi kita sendiri yang malah
kerepotan harus menguasai bahasa mereka meskipun mereka yang
datang ke negara kita, lain halnya jika kita pergi ke luar negri, kita
harus lebih dahulu menguasai bahasa Inggris. apa tidak sebaiknya
orang luar yang datang ke Indonesia paling tidak bisa bercakap dengan
bahasa Indonesia sehingga tukang becak pun tidak harus susah payah
mengikuti belajar bahasa inggris. apa mungkin ini yang disebut
penjajahan secara bahasa?
Bahasa adalah cara pandang dan pola pikir masyarakat
pemakainya. Bila pola pikir yang terbentuk dalam masyarakat
mengenai bahasa daerah adalah bahasa yang tingkatannya jauh di
bawah bahasa asing ataupun bahasa Indonesia maka bila keadaan
seperti itu tidak segera ditanggulangi dimungkinkan akan adanya
kemerosotan bahasa artinya bahasa tersebut akan tergantikan oleh
bahasa yang lebih dianggap bernilai jual, bersastra dan bertata bahasa
yang baik dan benar lambat laun bahasa tersebut akan musnah dan
hanya tinggal nama saja. Jika menurut pengkategorian atas bahasa
daerah diatas Soepomo Poedjosudarmo dalam sebuah seminarnya
mengatakan bahwa:
1. Bahasa daerah bahasa Melayu akan tumbuh terus dan akan berfungsi
sebagai ragam informalnya bahasa Indonesia di daerah-daerah.
Karena orang di daerah seperti di Jawa contohnya, khususnya yang
berumur diatas 70 tahun tidak memakai bahasa Indonesia sebagai
pengantar percakapan sehari-hari, maka mereka lebih suka
menggunakan bahasa daerah mereka baik itu dengan sesama anggota
keluarga ataupun orang luar yang datang ke tempat mereka, selain
karena mereka tidak cakap dalam berbahasa Indonesia mereka juga
menganggap bahasa merekalah yang paling bagus karena ada
tingkatan kromo untuk penghormatan dan ngoko untuk sekedar
bercengkrama dengan teman sebaya. Sedangkan bahasa Indonesia
tidak memiliki tingkatan seperti itu. Contoh yang sering kita lihat
adalah tayangan di televisi yang menyiarkan kedatangan orang kota
ke daerah-daerah terpencil. Di sana orang kota lah yang kebayakan
harus mengikuti segi kebahasaan masyarakat setempat dan bukan
sebaliknya.
2. Bahasa daerah besar akan mengalami kemunduran pada
kemampuannya sebagai bahasa pengantar, dan tak untung bahasa
bakunya akan rusak sama sekali. Karena gencarnya arus globalisasi
yang mengakibatkan banyaknya berbagai lini kehidupan yang
mengikuti arus globalisasi tersebut tidak terkecuali lini kebahasaan.
Bahasa daerah besar yang memiliki penutur banyak ini
dimungkinkankan berkurang jumlah penuturnya. Karena di sekolah-
sekolah dasar pun bahasa pengantar sudah memakai bahasa
Indonesia. Hal lain yang mengakibatkan penutur ini berkurang
adalah adanya urbanisasi. Orang desa yang berpindah tempat ke kota
dan menikah dengan orang kota sudah pasti akan mengikuti bahasa
yang sering digunakan yaitu bahasa Indonesia. Bahkan jika mereka
kembali ke daerah asal tak jarang mereka gemar memamerkan
bahasa Indonesia mereka dengan logat kekota-kotaanya. Bila mereka
memiliki anak maka bahasa yang mereka ajarkan kepada anak
mereka adalah bahasa Indonesia. Ini yang kebanyakan terjadi di
daerah-daerah. Juga dari segi sastranya, bahasa daerah besar selain
memiliki penutur yang banyak juga memiliki ragam sastra yang
indah. Ragam sastra ini juga akan mengikuti era globalisasi dimana
keindahan-keindahan yang disampaikan akan tergantikan dengan
bahasa Indonesia yang lebih dominan dan dimengerti oleh seluruh
lapisan masyarakat terkhusus yang berpendidikan. Ragam sastra
pada bahasa daerah ini sering muncul hanya pada sajak-sajak
puisi, dan tidak semua orang akan sering mendengar dan pada
akhirnya juga akan ditinggalkan keberadaannya.
3. Bahasa daerah kecil akan kehilangan banyak penutur aslinya, dan
kalau tak untung akan banyak bahasa daerah kecil yang akan
musnah dalam tempo yang tidak lama lagi (1967: 15). Hal ini
mengapa bisa terjadi. Selain penutur yang sedikit, gencarnya arus
globalisasi yang mengakibatkan kesenjangan berbahasa juga
dikarenakan mereka tidak memiliki ragam tulis. Bial mereka
memiliki ragam tulis dalam kehidupan mereka mungkin setiap apa
yang mereka kerjakan, peristiwa yang mereka alami, perkataan
indah yang mereka dengar akan sesegera mungkin mereka tulis.
Karena tulisan itu itu sifatnya lebih lama dibandingkan daya
tampung otak. Semakin tua orang akan semakin lupa segala sesuatu
yang mereka kerjakan. Sebagai contoh di Arab. Bahasa Arab
merupakan salah satu bahasa tertua di dunia dan masih terjaga
sampai sekarang walaupun banyak bermunculan ragam bahasa arab
yang jauh berbeda dengan yang asli tetapi ragam aslinya masih
sering dipergunakan. Hal ini dikarenakan mereka memiliki keahlian
menulis dalam kehidupan mereka. Setiap apa yang mereka dengar
dan tersa indah maka akan segera mereka tuliskan di batang pohon
lontar, kulit hewan, hal ini dikarenakan mereka sadar bahwa lambat
laun orang-orang yang ahli dalam bersyair itu akan meninggal pada
waktunya. Sedangkan mereka juga pasti akan meninggal pula dan
untuk menjaga agar keindahan sastra mereka tetap terjaga maka
mereka menuliskannya. Sebagaimana kitab suci agama Islam yang
menggunakan ragam baku bahasa Arab masih tertata dan terjaga
keasliannya sampai sekarang.
Kepunahan bahasa sebenarnya merupakan hal yang wajar.
Bahasa lahir, hidup, berkembang kemudian lenyap dalam suatu
masyarakat. Yang menjadi permasalahan adalah laju kepunahan bahasa
ternyata berlangsung cepat. Ada beberapa penyebab yang menimbulkan
punhanya bahasa daerah di Indonesia khususnya diantaranya, yaitu:
1. Praktek kolonialisme, dahulu kala masuknya bangsa lain yang ingin
menjajah Indonesia selain ingin merampas hasil bumi, rempah-
rempah, menyebarkan agama, mereka juga memasukkan budaya-
budaya barat serta bahasa ibu mereka ke tataran kehidupan
masyarakat jajahan. Sehingga zaman dahulu orang yang bisa
berbahasa belanda akan lebih mendapatkan tempat. Hal tersebut
lambat laun akan mengkikis bahasa daerah di daerah jajahan.
2. Serbuan bahasa asing, dalam hal ini khususnya adalah bahasa
Inggris yang menjadi bahasa yang telah diakui oleh dunia
internasional, maka sudah harus dan mutlak seseorang itu bisa
berbahasa inggris bila ingin mendapatkan tempat. Hal tersebut tidak
mutlak jelek tetapi sedikit banyak akan mempengaruhi pembelajaran
bahasa ibu di sekolah-sekolah khususnya sekolah dasar. Para oang
tua akan lebih memprioritaskan anaknya untuk belajar bahasa
inggris sedini mungkin dibanding bahasa ibu.
3. Bencana alam, hal ini akan mungkin terjadi pada bahasa daerah kecil
yang memiliki penutur dengan jumlah yang tidak relatif banyak.
Para ahli menyatakan bahwa satu bahasa akan mampu bertahan
apabila jumlah penuturnya lebih dari 100 ribu orang, artinya bahasa
daerah kecil memiliki penutur yang kurang dari 100 ribu orang. Bila
suatu hal yang tidak diinginkan terjadi seperti bencana alam
menimpa daerah berpenutur bahasa daerah kecil tersebut lambat laun
akan berkurang jumlahnya. Sedangkan sisanya mungkin akan
berpindah menuju tempat baru yang lebih aman. Karena menempati
daerah baru mereka akhirnya akan menyesuaikan budaya dan bahasa
mereka dengan budaya bahasa daerah baru. Hal ini sangat
memungkinkan terjadi punahnya bahasa.
4. Lenyapnya pola pikir manusia, pola pikir di sini mengenai anggapan
bahwa bahasa daerah memiliki nilai jual yang lebih rendah
disbanding bahasa Indonesia. Pola pikir tersebut sudah mengakar
pada tiap-tiap individu saat ini. Tetapi ada sedikit inovasi yang
dilakukan oleh pemerintah daerah khusunya dengan melestarikan
kembali bahasa daerah. Seperti di daerah jogja akan sering kita
jumpai pementasan wayang di Sasono Hinggil, juga di daerah
Surakarta yang pada setiap hari tertentu akan dipentaskan wayang
wong di daerah taman Sriwedari, pula di daerah Jawa Timur yang
menyelenggarakn ludruk, tak ketinggalan pula berbagai lagu campur
sari yang lebih sering menggunakan bahasa daerah. Hal ini patut kiat
syukuri karena masih ada yang ingin melestarikan bahasa daerah.
5. Musnahnya keanekaaan hayati. Lebih dari 80 % yang memiliki
banyak keanekaragaman hayati, juga menggunakan bahasa tertentu
yang terkait. Karena begitu mereka menyesuaikan diri dengan
lingkungan, mereka pun segera menciptakan beberapa pengetahuan
tentangnya, yang tercermin dalam bahasa mereka. Hanya melalui
bahasa di masyarakat itu saja kita dapat memahami pengetahuan
tersebut. Kalau mereka meninggal, dengan sendirinya pengetahuan
tradisional mengenai lingkungan tersebut akan hilang. Hubungan
keanekaan budaya dengan keanekaan hayati bersifat kausal. Seperti
tanaman dan spesies tertentu, bahasa-bahasa juga selalu berkaitan
dengan kawasan tertentu.
6. Stigma yang melekat pada bahasa daerah tersebut, saat ini banyak
anggapan-anggapan sumbang mengenai bahasa daerah. Bahasa
daerah dianggap tidak bernialai, katrok, tidak gaul, ketinggalan
zaman, kuno, bahasa yang hanya dipakai oleh orang miskin dan
tidak berpendidikan dan sesuatu yang menjadi halangan untuk
berhasil dalam hidup. Sampai-sampai ada anggapan bahwa jika
kamu ingin menjadi orang Indonesia yang utuh tinggalkanlah
kesukuan kamu. Orang Jawa yang terkenal medok janganlah
berbahasa Indonesia dengan gaya medok.stigma seperti ini yang
seharusnya kita perbaiki bersama. Biarlah orang Jawa denagn
medoknya, orang bali dengan fonem /t/ nya yang sulit membedakan
antara batuk dengan bathuk (kening), orang Sulawesi dengan ragam
/e/ nya. Hal-hal tersebut akan menambah kekayaan berbahasa di
Indonesia yang kurang dimiliki lainnya.
7. Urbanisasi dan perkawinan antar etnis, kalau dua orang dari daerah
kemudian pindah ke Ibukota atau ke kota besar maka mereka akan
berinteraksi dengan etnis lain lalu bahasa etnisnya sendiri itu akan
ditinggalkan. Mereka akan memilih bahasa Indonesia sebagai
penghubung antar etnik satu dengan etnik yang lain."
8. Diturunkan melalui tradisi lisan, ini merupakan salah satu dari
beberapa sebab diatas yang menjadikan bahasa itu punah. Mereka
tidak memiliki tradisi tulis sebagaimana bahasa daerah lain. Karena
bila mereka memiliki tulisan sebagai sarana untuk mengekspresikan
bahasa mereka tentunya kepunahan tersebut dapat diminimalisir,
atau paling tidak orang akan bisa mengetahui bahasa mereka melalui
tulisan yang mereka buat.

Agar tidak punah, maka preservasi dan pemberdayaan terhadap


berbagai bahasa daerah di seluruh Indonesia serta pengembangan
bahasa Indonesia, perlu dilakukan secara serius, terus menerus, dan
kesinambungan, hal inilah yang perlu menjadi perhatian bagi
pemerintah daerah dan pusat untuk saling berkoordinasi dalam
membahas hal tersebut. Ada beberapa hal yang mungkin dapat
dijadikan acuan dalam menanggulangi kepunahan bahasa tesebut diatas
agar bahasa itu tetap menjadi kekayaan bangsa, diantaranya yaitu:
1. mendaftarkan bahasa-bahasa yang jumlahnya penuturnya sedikit,
sebagai langkah awal diinterpretasikan bahasa-bahasa yang jumlah
penuturnya 500 orang atau kurang, dapat dikategorikan sebagai
bahasa yang cenderung dianggap memasuki ambang proses
berpotensi terancam punah;
2. pendokumentasian bahasa-bahasa daerah yang hamper punah
terutama bagi bahasa-bahasa daerah yang tidak memiliki ragam tulis
dalam kehidupannya;
3. adanya kemauan dari pihak pemerintah dan masyarakat penuturnya
untuk menyelamatkan bahasa-bahasa yang terancam punah itu
mengingat daya saingnya lemah;
4. mengolah bahasa daerah yang terancam punah itu menjadi buku dan
mulai diajarkan sebagai materi ajar muatan lokal di sekolah-sekolah
dasar.

VI. KESIMPULAN
Setiap hal pasti ada baik buruknya, begitu juga dengan keadaan
ini dimana bahasa daerah hampir terkikis oleh bahasa Indonesia. Orang
akan lebih mudah mengerti percakapan orang dari lain daerah dengan
bahasa Indonesia dan pengajaran di instansi-instansi pendidikan akan
lebih lancar. Sedangkan buruknya mungkin orang-orang khususnya
generasi muda akan mudah melupakan kebudayaan daerah baik itu
seninya maupun bahasanya. Sehingga muncullah sikap gengsi terhadap
hal-hal yang berbau kedaerahan.
Hal-hal yang dapat mengakibatkan bahasa itu punah sebenarnya
dapat dicegah sejak dini bila unsur-unsur yang ada dalam masyarakat
ikut ambil andil dalam pelestarian dan pengembangan bahasa daerah.
Unsur-unsur tersebut mulai dari tingkat atas hingga tingkat bawah
harus ada ikatan yang mutualisme. Bagaimana bisa menggalakkan seni
wayang bila masyarakatnya saja sudah dicekoki dengan tanyangan-
tayangan sinetron setiap saat. Juga bila ada sebuah bahasa yang
berpenutur kurang dari 100 ribu orang sebaiknya pemerintah cepat
tanggap dalam pendokumtasian bahasa tersebut.
Arus era globalisasi yang gencar membawa dampak bagi
perkembangan bahasa daerah, kepunahan adalah dampak yang
menonjol dari hal tersebut. Ragam bahasa daerah mungkin akan hanya
dipandang sebelah mata ataupun hanya dianggap bahasa primitif bagi
manusia-manusia modern.
DAFTAR PUSTAKA

http://wakuadratn.wordpress.com/2011/08/05/hubungan-fungsi-bahasa-
daerah-dengan-bahasa-indonesia/.
http://www.beritaindonesia.co.id/humaniora/bahasa-daerah-
semakin-punah/.
http://www.voanews.com/indonesian/news/Jarang-Digunakan-Ratusan-
Bahasa-Daerah-di-Indonesia-Terancam-Punah-130434473.html.
Muhadjir. 1992. Hubungan Timbal Balik Bahasa Indonesia dan Bahasa
Daerah. Jakarta: edisi khusus lembaran sastra Universitas
Indonesia.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 1967. Keadaan Bahasa-Bahasa Daerah.
Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa.
Haenen, Paul dan Masinambow. 2002. Bahasa Indonesia dan Bahasa
Daerah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Anda mungkin juga menyukai