ISSN : 2339-1553
e-mail: ariyudasmara@gmail.com
Abstrak
Kawasan pesisir memiliki potensi yang sangat produktif baik sebagai sumber kehidupan, sumber
pangan, tambang mineral, maupun untuk kawasan rekreasi. Berbagai bentuk pemanfaatan sangat cepat
berkembang dan telah menjadi sektor andalan dalam pembangunan nasional, seperti misalnya pariwisata.
Kondisi ini memberikan peluang bagi kawasan pesisir kabupaten Buleleng untuk dikembangkan menjadi
obyek mina wisata bahari.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi dan potensi sumberdaya
alam pesisir-laut, aktivitas ekonomi wisata bahari, kondisi sosial budaya masyarakat lokal, dan tingkat
kesesuaian kawasan pesisir Buleleng dalam menunjang aktivitasmina wisata bahari
Penelitian ini didesain sebagai penelitian pengembangan yang meliputi 3 fase yaitu: (1)
Preliminary research, (2) Prototypingdan (3)Assesment.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi dan potensi sumberdaya pesisir Kabupaten
Buleleng cukup tinggi untuk pengembangan wisata alternatif ini, dengan tingkat kesesuaian dan daya
dukung kawasan dalam menunjang kegiatan mina wisata bahari di kawasan Pesisir Buleleng dapat
dikatakan sesuai berdasarkan hasil perhitungan menurut indeks kesesuaian kawasan untuk mina wisata
bahari, sehingga mina wisata ini dapat dikembangkan sebagai wisata altenatif di kawasan pesisir Buleleng
dengan jenis atraksi yang bergantung dari potensi dan kondisi perairan.
Abstract
Coastal areas have the potential for a very productive both as a source of life, food resources,
mineral mining, as well as for recreational areas. Various forms of utilization growing very rapidly and has
become a mainstay in the national development sectors, such as tourism. These conditions provide
opportunities for the coastal region of Buleleng district to be developed into a marine fishery tourism. This
study aims to assess conditions and natural coastal resources, marine tourism economic activity, social
and cultural conditions of local communities, and the suitability of coastal areas in Buleleng support the
activities of marine tourism.
This study was designed as a research development that includes 3 phases: (1) Preliminary
research, (2) Prototyping and (3) Assessment.
The results showed that the potential of Buleleng coastal resources is quite high belonging to the
resources conditions is moderate. Suitability level and carrying capacity of the region to support the marine
fishery tourism activities in the coastal region of Buleleng can be said to fit based on calculations by the
suitability index for the region with the marine fishery tourism carrying capacity.
993
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553
karang dari jenis karang tepi, sehingga Transek diambil pada kedalaman 3 meter
untuk mengamatinya di bagi menjadi 3 dan 10 meter. Persentase tutupan karang
stasiun pengamatan, yaitu: hidup pada kedalaman 3 meter adalah
(1) Stasiun I sebesar 26.44 % dari jenis Acropora dan
Lokasi titik pengamatan pertama non Acropora sebesar 22.80 %. Selain itu,
berada di sebelah timur pesisir Buleleng, ditemukan juga biota lain seperti soft coral
yaitu sekitar kecamatan Tejakula pada dengan persentase tutupan sebesar 21.15
kedalaman 3 meter dan 10 meter, terdapat % serta komponen abiotik yang sedikit
hamparan pasir hitam yang luas. Hasil berupa substrat pasir dan rubble sebesar
yang didapatkan dengan menggunakan 31.80 %. Pada lokasi ini karang mati yang
metode LIT (line intercept transect), bahwa ditemukan berupa bongkahan karang mati
persentase tutupan karang hidup pada dari jenis massive dengan persentase
kedalaman 3 meter sebesar 49.35 % jenis sebesar 40.31%. Sedangkan persentase
Acropora, non Acropora 36.68 %, biota lain tutupan karang pada kedalaman sekitar 10
28.73 %, dead coral 30.15 % dan abiotik meter adalah sebesar 8.81 % yang
27.60 %. Sedangkan persentase tutupan didominasi oleh jenis Acropora dan jenis
karang hidup untuk kedalaman 10 meter non Acropora hanya 7.60 %. Pada lokasi ini
sebesar 16.45 % untuk jenis Acropora, non juga dijumpai juga biota lain seperti soft
Acropora sebesar 12.23 %, biota lain 9.58 coral dengan persentase tutupan sebesar
%, dead coral 10.05 % dan abiotik 9.20 %. 7.05 %, komponen abiotik yang sedikit
Jenis Acropora yang ditemukan berupa substrat pasir dan rubble sebesar
didominasi oleh Acropora Branching, 10.60 % serta persentase tutupan karang
Acropora Digitate, dan Acropora Tabulate mati sebesar 13.44 %.
sedangkan non Acropora didominasi oleh Secara keseluruhan kondisi terumbu
Coral Foliose, Coral Branching, dan Coral karang di stasiun II ini tergolong dalam
Massive. Selain itu, dijumpai pula biota kategori cukup, yaitu 32.83 % dari kedua
lainnya seperti soft coral dan zooxanthid kedalaman yang diteliti. Kondisi ini dapat
serta karang mati. Komponen abiotik terdiri disebabkan karena pada stasiun II banyak
dari pasir dan rubble (pecahan karang). terdapat pemukiman penduduk, hotel,
Pada stasiun pengamatan I ini profil rataan gedung-gedung, dan beberapa muara air
terumbu dengan kedalaman kurang dari 3 sungai. Kondisi inilah yang mengakibatkan
meter banyak diisi oleh hamparan pasir dan pada stasiun II ini tutupan karang hidupnya
karang mati, sepanjang kurang lebih 20 rendah. Terumbu karang akan sulit hidup
meter, namun semakin jauh dari semakin dan berkembang apabila di lingkungan
banyak karang yang hidup dengan perairannya tidak mendukung untuk
kedalaman lebih dari 3 meter atau berada hidupnya, banyaknya muara sungai dan
pada tubir karang. Begitu pula pada belum lagi banyaknya aktivitas masyarakat
kedalaman 10 meter banyak ditemukan di lingkungan pesisir, sehingga memberikan
patahan-patahan karang, kondisi ini tekanan yang berat bagi karang untuk
diakibatkan sebelumnya telah terkena hidup dan bertahan.
hama Acanthaster plancii dan terjadi (3) Stasiun III
bleaching. Kondisi ini juga diakibatkan oleh Transek stasiun ketiga berada di
pelemparan/penambatan jangkar dan sebelah barat pesisir Buleleng, yaitu berada
aktivitas pariwisata yang tidak bersahabat. di kecamatan Gerokgak sampai ke
Penyelaman dan snorkeling yang ceroboh kawasan Pesisir Buleleng. Semakin ke arah
berpotensi dalam memindahkan patahan barat hamparan pasirnya akan semakin
karangmaupun menambah berubah dari hitam menjadi putih begitu
terjadinyapatahan karang tersebut. juga dengan vegetasi pohonnya akan lebih
Morfologi tubir dengan derajat kemiringan banyak menemukan vegetasi mangrove
yang cukup tinggi, menyebabkan jatuhnya daripada vegetasi pohon lainnya, seperti
patahan karang ke kedalaman di kelapa, waru, pandan, dll.
bawahnya, sehingga berpotensi Pengukuran transek pada kedalaman
menimbulkan kerusakan fisik berantai. 3 meter didapatkan persentase tutupan
Secara umum dapat dikatakan bahwa karang hidup sebesar 61.69 % dengan
tutupan karang hidup di stasiun I memiliki jenis karang berupa Acropora dan 54.01 %
kondisi sedang, yaitu sebesar 57.35 %. berupa non Acropora. Persentase tutupan
(2) Stasiun II untuk biota lain sebesar 33.35 %,
Transek stasiun kedua berada di sedangkan komponen abiotik yang terdiri
sebelah tengah pesisir Buleleng, yaitu dari substrat pasir dan rubble sebesar
berada didekat pemukiman penduduk. 21.12 % serta persentase tutupan karang
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553
Biota Lain
Acropora
Abiotik
Dead coral
Non Acropora
(coral Foliose, coral Massive, coral
Submassive, dan coral Mushrom) pada
rataan terumbu, tubir, dan dinding serta
profil dindingnya yang hampir tegak lurus.
Tutupan karang yang baik dapat ditemukan
di perairan sekitar kawasan Pesisir
Buleleng. Hal yang menarik adalah kontur
karangnya merupakan perpaduan dari Persentase Tutupan pada Kedalaman 3 m
berbentuk datar (flat) ke kontur yang tiba-
tiba berubah drastis menjadi terjal atau 70,00%
dalam istilah selam disebut “drop off” dan 60,00%
bertambah menarik dengan terdapatnya
gua-gua pada dinding gugusan karang 50,00%
tersebut. 40,00%
Namun perlu mendapat perhatian
30,00% Stasiun I
mengingat dibeberapa titik di kawasan ini
memiliki gelombang dan arus yang sangat 20,00% Stasiun II
kuat. Angin yang kuat akan memicu
10,00%
terbentuknya gelombang yang kuat Stasiun III
sehingga kekuatannya dapat merusak 0,00%
Biota Lain
Acropora
Abiotik
Dead coral
Non Acropora
berupa ikan hias dengan jumlah sekitar 52 wilayah Kabupaten merupakan kawasan
jenis. Ikan tersebut kebanyakan pesisir dengan panjang pantai 157,05 Km
membentuk schooling fish (kumpulan ikan) dengan aneka ragam kekayaan laut serta
dengan warna dan bentuk yang potensial ( luas laut 319.680 Ha ) atau ±
beranekaragam. Beragamnya ikan hias 1.166,75 km² untuk radius 4 mil. Dari
tersebut terdiri dari: 1) ikan target seperti penduduk yang berjumlah sebanyak
famili Acanthuridae, famili Serranidae dan 786.972 pada tahun 2009 sebanyak 4.314
famili Labridae; 2) ikan indikator dari famili orang (0,67%) bermata pencaharian
Chaetodontidae dan 3) ikan mayor seperti sebagai nelayan, sedangkan yang bekerja
famili Pomacentridae, famili Scaridae, famili sebagai petani ikan (pembudidaya)
Pomacanthidae, famili Aulostomidae, famili sebanyak 864 orang (0,13 %).
Balistidae, famili Ephipidae, famili Perkembangan pembangunan dibidang
Holocentridae, famili Nemipteridae, famili perikanan dalam periode 2 tahun terakhir
Ostraciidae, famili Pinguipedidae, famili menunjukan peningkatan, tercemin dari
Tetraodontidae, dan famili Zanclidae. peningkatan produksi yang cukup pesat
Keberadaan ikan di area terumbu baik dalam budidaya ikan air tawar, air
karang sangat bergantung pada kondisi deras, minat padi dan kegiatan budidaya
terumbu karang itu sendiri. Seperti diperairan umum lainnya. Sampai dengan
kelompok ikan indikator (ikan Kepe-Kepe; tahun 2012 Sub Sektor perikanan telah
butterfly fish; famili Chaetodontidae) yang dapat memberikan kontribusi terhadap
merupakan ikan indikator untuk menilai perkembangan PDRB Kabupaten Buleleng
kesehatan terumbu karang memiliki sebesar 188.953.100.000 miliar rupiah.
kelimpahan yang cukup banyak, begitu pula Potensi perairan Kabupaten Buleleng,
dengan kelompok ikan mayor, seperti selain memiliki potensi perikanan tangkap
Chromis analis, Chromis antripectoralis, juga mempunyai potensi perikanan
Chromis caudalis dan Chromis margaritifer budidaya. Kawasan laut yang dapat
yang cukup banyak dijumpai kehadirannya dimanfaatkan sebagai budidaya mencapai
hampir di setiap stasiun pengamatan. luas 1000 Ha, dengan jenis budidaya
Masih cukup banyak dijumpainya ikan sebagai berikut : 1) budidaya Kerapu dan
indikator, yaitu dari famili Chaetodontidae, Bandeng yang dapat seluas 500 Ha dan
menandakan kondisi terumbu karang masih pada tahun 2012 pemanfaatan baru
cukup baik. Menurut Nybakken (1992) ikan mencapai 3,50 Ha (0,70%) dengan hasil
indikator merupakan ikan yang aktif produksi sebesar 56,70 ton, dan sisa
memangsa koloni karang, seperti ikan peluang investasi seluas 496,5 Ha (99,3%
Kepe-Kepe (Chaetodontidae), ikan Kakak ).
Tua (Scaridae), ikan Pakal Tato
(Balistidae), dan ikan Buntal 3.2. Kualitas Perairan
(Tretaodontidae), begitu juga Myer dan Secara umum nilai rata-rata parameter
Randall (1983) menyebutkan kehadiran kualitas air di Buleleng masih layak atau
ikan Kepe-Kepe tidak terlepas dari mendukung untuk dilakukannya kegiatan
keberadaan terumbu karang, karena ikan minawisata bahari. Hal ini dapat dilihat dari
ini merupakan salah satu indikator nilai yang didapatkan masih berada pada
kesehatan karang. Semakin beragamnya kisaran baku mutu air untuk wisata bahari
spesies ikan dari kelompok ini menandakan yang ditetapkan oleh Kepmen Negara LH
tingkat kesehatan karang semakin tinggi. No. 51 tahun 2004.Kondisi kualitas air pada
Keanekaragaman spesies ikan yang tinggi perairan pesisir Buleleng dapat dilihat pada
juga disebabkan oleh variasi habitat yang Tabel 2 berikut ini.
ada di ekosistem terumbu karang. Variasi
habitat seperti daerah berpasir, berbagai Tabel 2 Kondisi Kualitas Perairan Buleleng
lekuk dan celah, daerah alga, serta
Temp Turb Sal DO NH3
perairan yang dangkal atau dalam dapat St
ºC (NTU)
pH
( 0/00) (mg/l) (mg/l)
menambah keragaman tidak hanya ikan
tetapi juga biota laut lainnya, seperti 1 31 0.055 7.6 26.8 7.87 0
berbagai jenis dari mega benthos. 2 30 2.033 7.4 24.0 6.88 0
3 32 0.030 7.8 29.4 8.05 0
3. Potensi Perikanan
Kabupaten Buleleng merupakan salah *Kriteria penilaian (Kepmen Negara LH No. 51, 2004)
satu Kabupaten yang terletak dibagian
utara Pulau Bali berbatasan dengan Laut Dari 7 parameter yang diuji (Tabel 2),
Jawa/Bali, sehingga sebagian besar tidak ada parameter yang melebihi atau
melewati ambang batas baku mutu air laut
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553
untuk wisata bahari sesuai Kepmen Negara pengembangan aktivitas wisata bahari yang
LH No. 51 tahun 2004. Namun kondisi yang telah ada atau telah eksis sebelumnya
perlu mendapat perhatian adalah di stasiun seperti aktifitas diving dan snorkeling,
II, dimana kondisi periaran lebih rendah dari sehingga adanya aktifitas mina wisata ini
stasiun lainnya. Kondisi kualitas perairan akan dapat diterima dan diharapkan
stasiun II tidak terlepas dari keadaan menjadi alternatif aktifitas wisata yang telah
pesisirnya yang banyak terdapat ada sebelumnya serta menjadi jembatan
pemukiman penduduk dan letaknya yang antara masyarakat yang bermata
cukup dekat dengan pantai, sehingga pencaharian dari sektor pariwisata dengan
limbah antropogenik dapat masuk ke masyarakat yang berprofesi sebagai
perairan. Hal ini bisa dilihat dari parameter nelayan, karena konsep mina wisata
Turbiditas, Salinitas dan DO yang nilainya berbasiskan perikanan, sehingga ada
cukup rendah. BOD5 mengindikasikan sinergi didalam pemanfaatan sumberdaya
jumlah bahan organik perairan yang mudah untuk mewujudkan peningkatan
diuraikan secara biologis serta jumlah kesejahteraan sosial masyarakat pesisir.
oksigen yang dibutuhkan untuk proses
dekomposisi (Widigdo, 2001). 3.4. Analisis Dampak Kegiatan Wisata
Secara tidak langsung BOD5 Bahari Terhadap Masyarakat.
merupakan gambaran kadar bahan organik
yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh Suatu kegiatan apapun yang
bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan memanfaatkan alam atau lingkungan, pasti
organik menjadi karbondioksida dan air memiliki dampak. Untuk menganalisis
(Davis dan Cornwell, 1991) diacu dalam dampak tersebut digunakan analisis melalui
Effendi (2003). BOD5 merupakan salah penggunan matriks IFE dan EFE. Adapun
satu indikator pencemaran organik pada hasilnya dapat dilihat pada tabel IFE berikut
suatu perairan, dimana perairan yang ini:
mempunyai nilai BOD5 tinggi
Tabel 3. Hasil Pengolahan Matriks IFE
mengindikasikan bahwa perairan tersebut
telah tercemar oleh bahan organik. Bahan
Faktor-Faktor Bobot Rating Skor
organik akan diuraikan secara biologis Strategi Internal
dengan melibatkan bakteri melalui sistem Kekuatan
oksidasi aerobik dan anaerobik. Proses 1. Potensi biofisik. 0,212 4 0,848
oksidasi aerobik akan menyebabkan 2. Dukungan dari 0,198 4 0,792
terjadinya penurunan oksigen terlarut masyarakat.
sampai pada tingkat terendah dan 3. Potensi tenaga 0,089 4 0,356
mengakibatkan kondisi perairan menjadi kerja.
anaerob yang berdampak terhadap Kelemahan
kematian organisme. Menurut Lee dan 1. Keterampilan 0,113 2 0,226
yang masih
Arega (2000), tingkat pencemaran suatu
rendah.
perairan dapat dilihat berdasarkan nilai 2. Pendidikan yang 0,114 2 0,228
BOD5-nya yang terbagi dalam 4 (empat) masih rendah.
kategori : (1) Nilai BOD5< 2.9 mg/l termasuk 3. Kurangnya 0,274 1 0,274
kategori tidak tercemar; (2) nilai BOD5 modal usaha.
antara 3.0 – 5.0 mg/l termasuk kategori Total 1,000 - 2,724
tercemar ringan; (3) nilai BOD5 antara 5.1 – Nilai rating: 1: kelemahan mayor, 2: kelemahan
14.9 mg/l termasuk kategori tercemar minor, 3: kekuatan minor, 4: kekuatan mayor.
sedang; dan (4) nilai BOD5> 15 mg/l
termasuk kategori tercemar berat. Menurut hasil perhitungan matriks IFE
Berdasarkan hal ini, maka perairan pesisir diatas, berdasarkan nilai rating maka
Buleleng masuk kategori belum tercemar. diperoleh delapan faktor internal yang
menjadi kekuatan utama (mayor) dari
3.3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat masyarakat yaitu (1) Potensi biofisik
Kawasan Pesisir Buleleng dengan skor nilai 0,848, (2) Dukungan dari
masyarakat dengan skor nilai 0,792, dan
Pada dasarnya kondisi sosial budaya (3) Potensi tenaga kerja dengan skor nilai
mayarakat lokal sangat mendukung 0,356. Kekuatan minor dari masyarakat
terhadap kegiatan mina wisata bahari ini, tidak ada. Untuk faktor internal yang
mengingat masyarakat pesisir Buleleng menjadi kelemahan terpenting bagi
sudah terbiasa dalam hal pariwisata, masyarakat dalam pengembangan wisata
terlebih dengan aktifitas wisata bahari bahari yaitu (1) Kurangnya modal usaha
karena mina wisata bahari ini merupakan dengan skor nilai 0,274. Sedangkan hasil
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553