Anda di halaman 1dari 8

SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014

ISSN : 2339-1553

MINA WISATA SEBAGAI ALTERNATIF WISATA BAHARI


DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN BULELENG

Gede Ari Yudasmara

Jurusan Budidaya Kelautan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

e-mail: ariyudasmara@gmail.com

Abstrak
Kawasan pesisir memiliki potensi yang sangat produktif baik sebagai sumber kehidupan, sumber
pangan, tambang mineral, maupun untuk kawasan rekreasi. Berbagai bentuk pemanfaatan sangat cepat
berkembang dan telah menjadi sektor andalan dalam pembangunan nasional, seperti misalnya pariwisata.
Kondisi ini memberikan peluang bagi kawasan pesisir kabupaten Buleleng untuk dikembangkan menjadi
obyek mina wisata bahari.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi dan potensi sumberdaya
alam pesisir-laut, aktivitas ekonomi wisata bahari, kondisi sosial budaya masyarakat lokal, dan tingkat
kesesuaian kawasan pesisir Buleleng dalam menunjang aktivitasmina wisata bahari
Penelitian ini didesain sebagai penelitian pengembangan yang meliputi 3 fase yaitu: (1)
Preliminary research, (2) Prototypingdan (3)Assesment.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi dan potensi sumberdaya pesisir Kabupaten
Buleleng cukup tinggi untuk pengembangan wisata alternatif ini, dengan tingkat kesesuaian dan daya
dukung kawasan dalam menunjang kegiatan mina wisata bahari di kawasan Pesisir Buleleng dapat
dikatakan sesuai berdasarkan hasil perhitungan menurut indeks kesesuaian kawasan untuk mina wisata
bahari, sehingga mina wisata ini dapat dikembangkan sebagai wisata altenatif di kawasan pesisir Buleleng
dengan jenis atraksi yang bergantung dari potensi dan kondisi perairan.

Kata kunci: mina wisata bahari, wisata alternatif, pesisir Buleleng

Abstract
Coastal areas have the potential for a very productive both as a source of life, food resources,
mineral mining, as well as for recreational areas. Various forms of utilization growing very rapidly and has
become a mainstay in the national development sectors, such as tourism. These conditions provide
opportunities for the coastal region of Buleleng district to be developed into a marine fishery tourism. This
study aims to assess conditions and natural coastal resources, marine tourism economic activity, social
and cultural conditions of local communities, and the suitability of coastal areas in Buleleng support the
activities of marine tourism.
This study was designed as a research development that includes 3 phases: (1) Preliminary
research, (2) Prototyping and (3) Assessment.
The results showed that the potential of Buleleng coastal resources is quite high belonging to the
resources conditions is moderate. Suitability level and carrying capacity of the region to support the marine
fishery tourism activities in the coastal region of Buleleng can be said to fit based on calculations by the
suitability index for the region with the marine fishery tourism carrying capacity.

Keywords : marine fishery tourism, alternative tourism, Buleleng coastal

1. Pendahuluan berbagai usaha pemanfaatan termasuk


didalamnya pengembangan dan
Kabupaten Buleleng yang secara peningkatan sektor kepariwisataan.
geografis terletak di bagian utara Pulau Bali Kendatipun kabupaten ini telah
memiliki potensi kelautan cukup tinggi. Hal mengembangkan kegiatan kepariwisataan,
ini terkait dengan panjang pantai hingga terutama wisata bahari, namun kegiatan
mencapai 157,05 km (BPS, 2012). Kondisi tersebut masih belum memberikan manfaat
ini tentunya memberikan peluang bagi yang optimal bagi masyarakat dan memiliki

993
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553

kecenderungan mengalami kejenuhan.


Saat ini aktivitas wisata bahari di
Kabupaten Buleleng masih mengandalkan
wisata selam (diving), snorkeling, dan
dolphin watching pada beberapa tempat
wisata seperti kawasan Lovina, Batu
Ampar, Sambirenteng dan Pulau
Menjangan. Disisi lain kualitas sumberdaya
dan lingkungan dibeberapa tempat wisata
juga mengalami penurunan. Seperti contoh,
penurunan atau kerusakan kondisi
ekosistem terumbu karang di kawasan
Pulau Menjangan yang mencapai hingga
46 % di tahun 2010 (Yudasmara, 2010).
Penurunan ini juga diikuti oleh penurunan
jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau
Menjangan dari tahun 2001 sebesar 21.660
orang menjadi 13.970 orang di tahun 2011
(TNBB, 2012). Gambar 1. Lokasi Penelitian
Kondisi ini menggambarkan
bahwasannya aktivitas wisata bahari di 3.HASIL dan PEMBAHASAN
Kabupaten Buleleng perlu dibenahi dan 3.1. Kondisi dan Potensi Sumber daya
dikembangkan lagi, tidak hanya dengan Kawasan Pesisir Buleleng
atraksi wisata yang sudah ada tetapi juga
mengembangkan aktivitas wisata alternatif Suatu kawasan atau daerah
lainnya yang sesuai dengan kondisi dan berpotensi dikembangkan sebagai daerah
potensi sumber daya alam yang ada serta tujuan wisata apabila kawasan tersebut
saling bersinergi dengan aktivitas wisata memiliki suatu kekhasan yang unik, terlebih
yang sudah lebih dahulu ada, seperti lagi untuk kegiatan wisata. Kealamian
contohnya pengembangan mina wisata kawasan menjadi faktor yang penting agar
bahari. Konsep mina wisata adalah menjadi daya tarik bagi wisatawan. Daya
pemanfaatan kawasan wisata dengan tarik kawasan pesisir Buleleng berupa
pengembangan produksi perikanan untuk pemandangan alam baik landscape
mencapai ketertarikan masyarakat maupun seascape yang masih cukup alami,
pengguna akan pengembangan perikanan pantai berpasir putih atau hitam dengan
pada kawasan wisata tersebut. Dengan tebing-tebing yang terjal atau landai,
kata lain, Minawisataadalah terumbu karang dengan aneka ikan hias
pengembangan kegiatan perekonomian yang beragam, sehingga kawasan pesisir
masyarakat dan wilayah yang berbasis Buleleng kaya akan sumber daya alamnya.
pada pemanfaatan potensi sumberdaya
kelautan, perikanan dan pariwisata secara 1) Ekosistem Terumbu Karang
terintegrasi pada suatu wilayah tertentu. Terumbu karang sebagai salah satu
Oleh karena itu, peneliti memandang sumber daya alam di kawasan pesisir
perlu segera dihasilkan suatu model Buleleng memiliki gugusan karang yang
pengembangan wisata bahari alternatif sangat khas. Berdasarkan hasil
yang secara terintegrasi melibatkan seluruh pengamatan pada 3 stasiun pengamatan
komponen ekologi/lingkungan, ekonomi (pesisir Buleleng timur, pesisir Buleleng
dan sosial masyarakat melalui sebuah tengah dan pesisir Buleleng barat), memiliki
konsep Mina wisata bahari terpadu dan kontur karang yang beranekaragam dari
berkelanjutan dengan harapan model ini kontur yang flat sepanjang pantai, semi
mampu meningkatkan daya saing terjal, kontur yang hanya spot-spot saja,
masyarakat Buleleng-Bali. sampai kontur perpaduan dari berbentuk
datar (flat) ke kontur yang tiba-tiba berubah
2. Metode Penelitian drastis menjadi terjal atau dalam istilah
selam disebut “drop off” dan bertambah
Penelitian ini menggunakan menarik dengan terdapatnya gua-gua pada
pendekatan penelitian pengembangan dinding gugusan karang tersebut seperti
dengan menggunakan metode dari Plomp yang terdapat di pesisir Buleleng bagian
(2010) yang terdiri dari 3 fase yaitu (1) barat. Pesisir Buleleng secara keseluruhan
Preliminary research, (2) Prototyping dan hampir merata dikelilingi oleh terumbu
(3) Assesment.
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553

karang dari jenis karang tepi, sehingga Transek diambil pada kedalaman 3 meter
untuk mengamatinya di bagi menjadi 3 dan 10 meter. Persentase tutupan karang
stasiun pengamatan, yaitu: hidup pada kedalaman 3 meter adalah
(1) Stasiun I sebesar 26.44 % dari jenis Acropora dan
Lokasi titik pengamatan pertama non Acropora sebesar 22.80 %. Selain itu,
berada di sebelah timur pesisir Buleleng, ditemukan juga biota lain seperti soft coral
yaitu sekitar kecamatan Tejakula pada dengan persentase tutupan sebesar 21.15
kedalaman 3 meter dan 10 meter, terdapat % serta komponen abiotik yang sedikit
hamparan pasir hitam yang luas. Hasil berupa substrat pasir dan rubble sebesar
yang didapatkan dengan menggunakan 31.80 %. Pada lokasi ini karang mati yang
metode LIT (line intercept transect), bahwa ditemukan berupa bongkahan karang mati
persentase tutupan karang hidup pada dari jenis massive dengan persentase
kedalaman 3 meter sebesar 49.35 % jenis sebesar 40.31%. Sedangkan persentase
Acropora, non Acropora 36.68 %, biota lain tutupan karang pada kedalaman sekitar 10
28.73 %, dead coral 30.15 % dan abiotik meter adalah sebesar 8.81 % yang
27.60 %. Sedangkan persentase tutupan didominasi oleh jenis Acropora dan jenis
karang hidup untuk kedalaman 10 meter non Acropora hanya 7.60 %. Pada lokasi ini
sebesar 16.45 % untuk jenis Acropora, non juga dijumpai juga biota lain seperti soft
Acropora sebesar 12.23 %, biota lain 9.58 coral dengan persentase tutupan sebesar
%, dead coral 10.05 % dan abiotik 9.20 %. 7.05 %, komponen abiotik yang sedikit
Jenis Acropora yang ditemukan berupa substrat pasir dan rubble sebesar
didominasi oleh Acropora Branching, 10.60 % serta persentase tutupan karang
Acropora Digitate, dan Acropora Tabulate mati sebesar 13.44 %.
sedangkan non Acropora didominasi oleh Secara keseluruhan kondisi terumbu
Coral Foliose, Coral Branching, dan Coral karang di stasiun II ini tergolong dalam
Massive. Selain itu, dijumpai pula biota kategori cukup, yaitu 32.83 % dari kedua
lainnya seperti soft coral dan zooxanthid kedalaman yang diteliti. Kondisi ini dapat
serta karang mati. Komponen abiotik terdiri disebabkan karena pada stasiun II banyak
dari pasir dan rubble (pecahan karang). terdapat pemukiman penduduk, hotel,
Pada stasiun pengamatan I ini profil rataan gedung-gedung, dan beberapa muara air
terumbu dengan kedalaman kurang dari 3 sungai. Kondisi inilah yang mengakibatkan
meter banyak diisi oleh hamparan pasir dan pada stasiun II ini tutupan karang hidupnya
karang mati, sepanjang kurang lebih 20 rendah. Terumbu karang akan sulit hidup
meter, namun semakin jauh dari semakin dan berkembang apabila di lingkungan
banyak karang yang hidup dengan perairannya tidak mendukung untuk
kedalaman lebih dari 3 meter atau berada hidupnya, banyaknya muara sungai dan
pada tubir karang. Begitu pula pada belum lagi banyaknya aktivitas masyarakat
kedalaman 10 meter banyak ditemukan di lingkungan pesisir, sehingga memberikan
patahan-patahan karang, kondisi ini tekanan yang berat bagi karang untuk
diakibatkan sebelumnya telah terkena hidup dan bertahan.
hama Acanthaster plancii dan terjadi (3) Stasiun III
bleaching. Kondisi ini juga diakibatkan oleh Transek stasiun ketiga berada di
pelemparan/penambatan jangkar dan sebelah barat pesisir Buleleng, yaitu berada
aktivitas pariwisata yang tidak bersahabat. di kecamatan Gerokgak sampai ke
Penyelaman dan snorkeling yang ceroboh kawasan Pesisir Buleleng. Semakin ke arah
berpotensi dalam memindahkan patahan barat hamparan pasirnya akan semakin
karangmaupun menambah berubah dari hitam menjadi putih begitu
terjadinyapatahan karang tersebut. juga dengan vegetasi pohonnya akan lebih
Morfologi tubir dengan derajat kemiringan banyak menemukan vegetasi mangrove
yang cukup tinggi, menyebabkan jatuhnya daripada vegetasi pohon lainnya, seperti
patahan karang ke kedalaman di kelapa, waru, pandan, dll.
bawahnya, sehingga berpotensi Pengukuran transek pada kedalaman
menimbulkan kerusakan fisik berantai. 3 meter didapatkan persentase tutupan
Secara umum dapat dikatakan bahwa karang hidup sebesar 61.69 % dengan
tutupan karang hidup di stasiun I memiliki jenis karang berupa Acropora dan 54.01 %
kondisi sedang, yaitu sebesar 57.35 %. berupa non Acropora. Persentase tutupan
(2) Stasiun II untuk biota lain sebesar 33.35 %,
Transek stasiun kedua berada di sedangkan komponen abiotik yang terdiri
sebelah tengah pesisir Buleleng, yaitu dari substrat pasir dan rubble sebesar
berada didekat pemukiman penduduk. 21.12 % serta persentase tutupan karang
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553

mati sebesar 17.34 %. Untuk pengukuran gambaran persentase tutupan karang di


transek pada kedalaman 10 meter pesisir Buleleng
didapatkan hasil berupa Acropora 20.56 %
dan non Acropora 18.00 %, sedangkan
Persentase Tutupan Pada Kedalaman 10 m
11.12 % adalah biota lain seperti soft coral.
Komponen lain seperti substrat pasir dan 25,00%
rubble sekitar 7.04 % dan tutupan karang
mati sebesar 5.78 %. 20,00%
Kondisi terumbu karang di stasiun ini
tergolong dalam kategori baik yaitu 77.13 15,00%
%. Kondisi lingkungan di lokasi ini memiliki
gelombang dan arus yang cukup kuat, 10,00% Stasiun I
sehingga perlu perhatian yang lebih.
Pengaruh arus dan morfologi pulau Stasiun II
5,00%
tersebut, maka terdapat beberapa hal yang Stasiun III
spesifik, seperti banyaknya karang lunak, 0,00%
Gorgonian, Sponge dan non Acropora

Biota Lain
Acropora

Abiotik
Dead coral
Non Acropora
(coral Foliose, coral Massive, coral
Submassive, dan coral Mushrom) pada
rataan terumbu, tubir, dan dinding serta
profil dindingnya yang hampir tegak lurus.
Tutupan karang yang baik dapat ditemukan
di perairan sekitar kawasan Pesisir
Buleleng. Hal yang menarik adalah kontur
karangnya merupakan perpaduan dari Persentase Tutupan pada Kedalaman 3 m
berbentuk datar (flat) ke kontur yang tiba-
tiba berubah drastis menjadi terjal atau 70,00%
dalam istilah selam disebut “drop off” dan 60,00%
bertambah menarik dengan terdapatnya
gua-gua pada dinding gugusan karang 50,00%
tersebut. 40,00%
Namun perlu mendapat perhatian
30,00% Stasiun I
mengingat dibeberapa titik di kawasan ini
memiliki gelombang dan arus yang sangat 20,00% Stasiun II
kuat. Angin yang kuat akan memicu
10,00%
terbentuknya gelombang yang kuat Stasiun III
sehingga kekuatannya dapat merusak 0,00%
Biota Lain
Acropora

Abiotik
Dead coral
Non Acropora

beberapa lifeform yang bercabang


(brancing), menjari (digitate), dan lembaran
(foliose). Pengaruh arus dan morfologi
kontur tersebut, maka terdapat beberapa
hal yang spesifik, seperti banyaknya karang
lunak, Gorgonian, Sponge dan non
Acropora pada rataan terumbu, tubir, dan
Selain kondisi tutupan karang, hasil
dinding serta profil dindingnya yang hampir
pengamatan juga menunjukkan bahwa
tegak lurus.
terdapat 18 famili hard coral, yaitu:
Secara keseluruhan persentase
Acroporidae, Agariicidae, Astrocoeniidae,
tutupan karang hidup di pesisir Buleleng
Dendrophyliidae, Euphyliidae, Faviidae,
sebesar 55.77 % atau dalam kategori baik.
Fungidae, Helioporidae, Merulinidae,
Menurut kriteria dari Hutabarat et al. (2009),
Milleporidae, Mussidae, Oculinadae,
untuk aktivitas wisata bahari dengan
Pectiniidae, Pocilloporidae, Poritidae,
kategori kegiatan menyelam dan snorkeling
Psammocora, Siderastreidae, dan
diperlukan syarat kondisi tutupan karang
Tubiporidae serta 3 jenis soft coral seperti
minimal sebesar 25 % sampai lebih dari 75
Sarcophyton sp, Dendronephyta sp, dan
%. Hasil perhitungan di atas menunjukkan
Sinularia sp.
bahwa semua titik stasiun pengamatan
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata 2) Ikan Karang
bahari atau dengan kata lain pesisir Berdasarkan pengamatan pada tiga
Buleleng sangat layak dipergunakan stasiun menunjukkan bahwa jenis ikan
sebagai kegiatan wisata bahari. Berikut ini karang yang ditemukan pada umumnya
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553

berupa ikan hias dengan jumlah sekitar 52 wilayah Kabupaten merupakan kawasan
jenis. Ikan tersebut kebanyakan pesisir dengan panjang pantai 157,05 Km
membentuk schooling fish (kumpulan ikan) dengan aneka ragam kekayaan laut serta
dengan warna dan bentuk yang potensial ( luas laut 319.680 Ha ) atau ±
beranekaragam. Beragamnya ikan hias 1.166,75 km² untuk radius 4 mil. Dari
tersebut terdiri dari: 1) ikan target seperti penduduk yang berjumlah sebanyak
famili Acanthuridae, famili Serranidae dan 786.972 pada tahun 2009 sebanyak 4.314
famili Labridae; 2) ikan indikator dari famili orang (0,67%) bermata pencaharian
Chaetodontidae dan 3) ikan mayor seperti sebagai nelayan, sedangkan yang bekerja
famili Pomacentridae, famili Scaridae, famili sebagai petani ikan (pembudidaya)
Pomacanthidae, famili Aulostomidae, famili sebanyak 864 orang (0,13 %).
Balistidae, famili Ephipidae, famili Perkembangan pembangunan dibidang
Holocentridae, famili Nemipteridae, famili perikanan dalam periode 2 tahun terakhir
Ostraciidae, famili Pinguipedidae, famili menunjukan peningkatan, tercemin dari
Tetraodontidae, dan famili Zanclidae. peningkatan produksi yang cukup pesat
Keberadaan ikan di area terumbu baik dalam budidaya ikan air tawar, air
karang sangat bergantung pada kondisi deras, minat padi dan kegiatan budidaya
terumbu karang itu sendiri. Seperti diperairan umum lainnya. Sampai dengan
kelompok ikan indikator (ikan Kepe-Kepe; tahun 2012 Sub Sektor perikanan telah
butterfly fish; famili Chaetodontidae) yang dapat memberikan kontribusi terhadap
merupakan ikan indikator untuk menilai perkembangan PDRB Kabupaten Buleleng
kesehatan terumbu karang memiliki sebesar 188.953.100.000 miliar rupiah.
kelimpahan yang cukup banyak, begitu pula Potensi perairan Kabupaten Buleleng,
dengan kelompok ikan mayor, seperti selain memiliki potensi perikanan tangkap
Chromis analis, Chromis antripectoralis, juga mempunyai potensi perikanan
Chromis caudalis dan Chromis margaritifer budidaya. Kawasan laut yang dapat
yang cukup banyak dijumpai kehadirannya dimanfaatkan sebagai budidaya mencapai
hampir di setiap stasiun pengamatan. luas 1000 Ha, dengan jenis budidaya
Masih cukup banyak dijumpainya ikan sebagai berikut : 1) budidaya Kerapu dan
indikator, yaitu dari famili Chaetodontidae, Bandeng yang dapat seluas 500 Ha dan
menandakan kondisi terumbu karang masih pada tahun 2012 pemanfaatan baru
cukup baik. Menurut Nybakken (1992) ikan mencapai 3,50 Ha (0,70%) dengan hasil
indikator merupakan ikan yang aktif produksi sebesar 56,70 ton, dan sisa
memangsa koloni karang, seperti ikan peluang investasi seluas 496,5 Ha (99,3%
Kepe-Kepe (Chaetodontidae), ikan Kakak ).
Tua (Scaridae), ikan Pakal Tato
(Balistidae), dan ikan Buntal 3.2. Kualitas Perairan
(Tretaodontidae), begitu juga Myer dan Secara umum nilai rata-rata parameter
Randall (1983) menyebutkan kehadiran kualitas air di Buleleng masih layak atau
ikan Kepe-Kepe tidak terlepas dari mendukung untuk dilakukannya kegiatan
keberadaan terumbu karang, karena ikan minawisata bahari. Hal ini dapat dilihat dari
ini merupakan salah satu indikator nilai yang didapatkan masih berada pada
kesehatan karang. Semakin beragamnya kisaran baku mutu air untuk wisata bahari
spesies ikan dari kelompok ini menandakan yang ditetapkan oleh Kepmen Negara LH
tingkat kesehatan karang semakin tinggi. No. 51 tahun 2004.Kondisi kualitas air pada
Keanekaragaman spesies ikan yang tinggi perairan pesisir Buleleng dapat dilihat pada
juga disebabkan oleh variasi habitat yang Tabel 2 berikut ini.
ada di ekosistem terumbu karang. Variasi
habitat seperti daerah berpasir, berbagai Tabel 2 Kondisi Kualitas Perairan Buleleng
lekuk dan celah, daerah alga, serta
Temp Turb Sal DO NH3
perairan yang dangkal atau dalam dapat St
ºC (NTU)
pH
( 0/00) (mg/l) (mg/l)
menambah keragaman tidak hanya ikan
tetapi juga biota laut lainnya, seperti 1 31 0.055 7.6 26.8 7.87 0
berbagai jenis dari mega benthos. 2 30 2.033 7.4 24.0 6.88 0
3 32 0.030 7.8 29.4 8.05 0
3. Potensi Perikanan
Kabupaten Buleleng merupakan salah *Kriteria penilaian (Kepmen Negara LH No. 51, 2004)
satu Kabupaten yang terletak dibagian
utara Pulau Bali berbatasan dengan Laut Dari 7 parameter yang diuji (Tabel 2),
Jawa/Bali, sehingga sebagian besar tidak ada parameter yang melebihi atau
melewati ambang batas baku mutu air laut
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553

untuk wisata bahari sesuai Kepmen Negara pengembangan aktivitas wisata bahari yang
LH No. 51 tahun 2004. Namun kondisi yang telah ada atau telah eksis sebelumnya
perlu mendapat perhatian adalah di stasiun seperti aktifitas diving dan snorkeling,
II, dimana kondisi periaran lebih rendah dari sehingga adanya aktifitas mina wisata ini
stasiun lainnya. Kondisi kualitas perairan akan dapat diterima dan diharapkan
stasiun II tidak terlepas dari keadaan menjadi alternatif aktifitas wisata yang telah
pesisirnya yang banyak terdapat ada sebelumnya serta menjadi jembatan
pemukiman penduduk dan letaknya yang antara masyarakat yang bermata
cukup dekat dengan pantai, sehingga pencaharian dari sektor pariwisata dengan
limbah antropogenik dapat masuk ke masyarakat yang berprofesi sebagai
perairan. Hal ini bisa dilihat dari parameter nelayan, karena konsep mina wisata
Turbiditas, Salinitas dan DO yang nilainya berbasiskan perikanan, sehingga ada
cukup rendah. BOD5 mengindikasikan sinergi didalam pemanfaatan sumberdaya
jumlah bahan organik perairan yang mudah untuk mewujudkan peningkatan
diuraikan secara biologis serta jumlah kesejahteraan sosial masyarakat pesisir.
oksigen yang dibutuhkan untuk proses
dekomposisi (Widigdo, 2001). 3.4. Analisis Dampak Kegiatan Wisata
Secara tidak langsung BOD5 Bahari Terhadap Masyarakat.
merupakan gambaran kadar bahan organik
yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh Suatu kegiatan apapun yang
bakteri aerob untuk mengoksidasi bahan memanfaatkan alam atau lingkungan, pasti
organik menjadi karbondioksida dan air memiliki dampak. Untuk menganalisis
(Davis dan Cornwell, 1991) diacu dalam dampak tersebut digunakan analisis melalui
Effendi (2003). BOD5 merupakan salah penggunan matriks IFE dan EFE. Adapun
satu indikator pencemaran organik pada hasilnya dapat dilihat pada tabel IFE berikut
suatu perairan, dimana perairan yang ini:
mempunyai nilai BOD5 tinggi
Tabel 3. Hasil Pengolahan Matriks IFE
mengindikasikan bahwa perairan tersebut
telah tercemar oleh bahan organik. Bahan
Faktor-Faktor Bobot Rating Skor
organik akan diuraikan secara biologis Strategi Internal
dengan melibatkan bakteri melalui sistem Kekuatan
oksidasi aerobik dan anaerobik. Proses 1. Potensi biofisik. 0,212 4 0,848
oksidasi aerobik akan menyebabkan 2. Dukungan dari 0,198 4 0,792
terjadinya penurunan oksigen terlarut masyarakat.
sampai pada tingkat terendah dan 3. Potensi tenaga 0,089 4 0,356
mengakibatkan kondisi perairan menjadi kerja.
anaerob yang berdampak terhadap Kelemahan
kematian organisme. Menurut Lee dan 1. Keterampilan 0,113 2 0,226
yang masih
Arega (2000), tingkat pencemaran suatu
rendah.
perairan dapat dilihat berdasarkan nilai 2. Pendidikan yang 0,114 2 0,228
BOD5-nya yang terbagi dalam 4 (empat) masih rendah.
kategori : (1) Nilai BOD5< 2.9 mg/l termasuk 3. Kurangnya 0,274 1 0,274
kategori tidak tercemar; (2) nilai BOD5 modal usaha.
antara 3.0 – 5.0 mg/l termasuk kategori Total 1,000 - 2,724
tercemar ringan; (3) nilai BOD5 antara 5.1 – Nilai rating: 1: kelemahan mayor, 2: kelemahan
14.9 mg/l termasuk kategori tercemar minor, 3: kekuatan minor, 4: kekuatan mayor.
sedang; dan (4) nilai BOD5> 15 mg/l
termasuk kategori tercemar berat. Menurut hasil perhitungan matriks IFE
Berdasarkan hal ini, maka perairan pesisir diatas, berdasarkan nilai rating maka
Buleleng masuk kategori belum tercemar. diperoleh delapan faktor internal yang
menjadi kekuatan utama (mayor) dari
3.3. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat masyarakat yaitu (1) Potensi biofisik
Kawasan Pesisir Buleleng dengan skor nilai 0,848, (2) Dukungan dari
masyarakat dengan skor nilai 0,792, dan
Pada dasarnya kondisi sosial budaya (3) Potensi tenaga kerja dengan skor nilai
mayarakat lokal sangat mendukung 0,356. Kekuatan minor dari masyarakat
terhadap kegiatan mina wisata bahari ini, tidak ada. Untuk faktor internal yang
mengingat masyarakat pesisir Buleleng menjadi kelemahan terpenting bagi
sudah terbiasa dalam hal pariwisata, masyarakat dalam pengembangan wisata
terlebih dengan aktifitas wisata bahari bahari yaitu (1) Kurangnya modal usaha
karena mina wisata bahari ini merupakan dengan skor nilai 0,274. Sedangkan hasil
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553

perhitungan matriks EFE didapatkan hasil masyarakat menginginkan adanya


berikut ini: pengembangan wisata bahari di tempat
tinggal mereka. Untuk itu masyarakat harus
diberi kesempatan ikut serta atau dilibatkan
dalam pengelolaan, terlebih untuk konsep
pengelolaan pulau Menjangan yang
berkelanjutan yang menjadi alternatif
strategi pengelolaan. Dengan melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan, selain
dapat menjamin kelestarian sumberdaya
kelautan juga dapat menjamin
kelangsungan dan kesejahteraan hidup
masyarakat sekitarnya. Dalam artian
Tabel 4. Hasil Pengolahan Matriks EFE dengan melibatkan masyarakat dalam
pengelolaan akan mendapatkan
Faktor-Faktor
Bobot Rating Skor keuntungan ganda. Pertama mereka
Strategi Eksternal
Peluang memperoleh pendapatan keluarga melalui
1. Adanya 0,086 3 0,258 pemanfaatan sumberdaya untuk pariwisata,
kesempatan Kedua mereka pasti menjaga kelestarian
kerja. dan keberlangsungan dari sumberdaya
2. Adanya 0,132 4 0,528 yang dimanfaatkan karena jika sumberdaya
kesempatan rusak maka akan berdampak pada
berusaha. penurunan penghasilan mereka sehingga
3. Diversifikasi 0,142 4 0,568 secara tidak langsung mereka akan
usaha.
menjaga keberadaan sumberdaya tersebut
4. Bertambahnya 0,140 3 0,420
wawasan dan
agar tetap mendapatkan penghasilan untuk
pengetahuan keperluan keluarga mereka.
masyarakat.
Ancaman 3.5. Tingkat Kesesuaian dan Daya Dukung
1. Kerusakan 0,088 3 0,264 Kawasan untuk Mina Wisata Bahari
sumberdaya.
2. Tumpang tindih 0,183 4 0,732 Untuk tingkat kesesuaian dan daya
kewenangan. dukung kawasan dalam menunjang
3. Pencemaran kegiatan mina wisata bahari di kawasan
0,144 2 0,288 Pesisir Buleleng dapat dikatakan sesuai
lingkungan.
berdasarkan hasil perhitungan menurut
4. Perubahan pola 0,085 2 0,170
indeks kesesuaian kawasan untuk mina
hidup.
wisata bahari dengan daya dukung yang
Total 1,000 - 3,228 tergategori tinggi, namun untuk jenis atraksi
Nilai rating: 1 = respon masyarakat kurang, 2 = respon yang ditawarkan pada setiap stasiun
rata-rata, 3 = respon masyarakat bagus, 4 = respon pengematan akan berbeda-beda yang
masyarakat sangat bagus. disesuaikan dengan karakteristik
perairannya serta karakteristik sosial
Menurut hasil perhitungan matriks ekonomi masyarakat lokal disana, agar
EFE, faktor eksternal yang menjadi peluang tercapai keharmonisan, dapat diterima dan
terpenting bagi masyarakat dalam diterapkan melalui sistem pengelolaan
pengembangan wisata bahari yaitu (1) secara botton up.
Diversifikasi usaha dengan skor nilai 0,568,
dan (2) Adanya kesempatan berusaha 4. Kesimpulan
dengan skor nilai 0,528. Sedangkan faktor
ekternal yang dapat menjadi ancaman bagi 1. Kondisi dan potensi perairan
masyarakat dan dapat mempengaruhi Kabupaten Buleleng secara ekologi,
pengembangan wisata bahari adalah (1) ekonomi dan sosial masih mampu
Tumpang tindih kewenangan dengan skor untuk mendukung aktivitas mina wisata
nilai 0,732. bahari.
Dilihat dari hasil perhitungan matriks 2. Tingkat kesesuaian dan daya dukung
IFE dan EFE tersebut, dapat diketahui kawasan untuk aktivitas mina wisata
dampak positif kegiatan wisata bahari di bahari di pesisir kabupaten Buleleng
pulau Menjangan memperoleh skor nilai terkategori sesuai dan dengan daya
3,770 sedangkan dampak negatif dukung yang sangat tinggi.
memperoleh skor nilai 2,182. Ini berarti
SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014
ISSN : 2339-1553

Yudasmara, A.G., Kariasa, N. (2008). Analisis


Ekosistem Terumbu Karang Di Pulau
5. Pustaka
Menjangan Kawasan Taman Nasional
Bali Barat. Laporan Penelitian DIPA.
Fauzi A, Anna S. 2005. Pemodelan Sumberdaya
Universitas Pendidikan Ganesha. Bali.
Perikanan dan Kelautan Untuk Analisis
Yudasmara, A.G. (2010). Model Ekowisata
Kebijakan. PT Gramedia. Jakarta.
Bahari Di Pulau Menjangan Kawasan
TNBB (Taman Nasional Bali Barat). (2006).
Taman Nasional Bali Barat. Disertasi.
Information Kit. Balai Taman Nasional
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bali Barat. Departemen Kehutanan.
TNBB (Taman Nasional Bali Barat). (2010). Data
Statistik Balai Taman Nasional Bali Barat.
Departemen Kehutanan.

Anda mungkin juga menyukai