Anda di halaman 1dari 16

Makalah

INTERVERENSI NEGARA SEBAGAI INSTITUSI PELAKSANA BISNIS

disusun guna memenuhi tugas

mata kuliah : Etika Bisnis Islam

Pengampu : M. Shidqon Prabowo

Oleh :

Fitriyani (1705046093)

Tiar ramadhan krismansyah ( 1705046094)

Laela azri maulida (1705046103)

AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belekang
Ketika Islam memfokuskan pada kebebasan individu, peran pemerintah dalam kehidupan
ekonomi telah datang dengan meningkat dibawah diskusi-diskusi. Diskusi ini menjadi lebih
penting dalam era Perestroika, ketika pasar ditangani lebih dan lebih dibawah kontrol negara.
Disaat Islam mengakui peran-peran pasar, kebebasan individu juga mendapatkan tempat dalam
Islam yang membawa pengaruh sebaliknya pasar tak teregulasikan dengan menyeluruh dalam
berbagai belahan masyarakat khususnya orang-orang miskin. Sedikit literatur ilmu ekonomi
Islam yang menekankan keempat jenis dari tindakan pemerintah dalam kehidupan ekonomi:
Menjamin kesesuaian dengan kode-kode perilaku Islam oleh individu-individu melalui
pendidikan dan saat diperlukan melalui paksaan;
Menjaga kondisi yang sehat dalam pasar untuk menjamin fungsinya yang tepat;
Modifikasi alokasi sumber daya-sumber daya dan distribusi pendapatan yang dipengaruhi oleh
mekanisme pasar dengan mengarahkan dan meregulasinya sebaik mungkin dengan intervensi
langsung dan partisipasi pemerintah dalam prosesnya;
Mengambial langkah positif dalam bidang produksi dan capital formation untuk
mempercepat pertumbuhan.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian intervensi negara?
b. Apa saja peranan-peranan negara dalam bisnis islam?
C. Tujuan makalah
a. Untuk mengetahui intervensi negara
b. Untuk mengetahui peranan-peranan negara dalam bisnis islam
D. Manfaat Makalah
Agar kita mengetahui sejauh mana intervensi negara dalam bisnis islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Intervensi

Intervensi adalah sebuah istilah dalam dunia politik dimana ada negara yang mencampuri
urusan negara lainnya yang jelas bukan urusannya. Adapula definisi intervensi adalah campur
tangan yang berlebihan dalam urusan politik,ekonomi,sosial dan budaya.Sehingga negara yang
melakukan intervensi sering dibenci oleh negara-negara lainnya.
1. Peran pemerintah dalam ekonomi
tergantung pada tujuan-tujuan ekonomi yang khas. Oleh karena itu, agar pembahasan ini
berjalan dengan teratur, maka sebaiknya kita membahas dahulu mengenai tujuan-tujuan ekonomi
Islam.

Tujuan prinsip dari ekonomi Islam adalah seluruh cara hidup yang Islami untuk mendirikan
keadilan dan kebaikan/ihsan (justice and benevolence). Dalam hal ini, Allah telah
memerintahkan dalam ayatnya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan), memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. 16:90)
Allah telah memerintahkan untuk menegakkan keadilan dan persamaan dalam seluruh
aspek kehidupan kita. Kita harus menjamin keadilan dan perilaku yang baik tidak hanya bagi
individu saja tetapi juga hadir dalam aspek sosial-ekonomi. . Tujuan utama dari ekonomi Islam
adalah mendirikan keadilan sosial. Mendirikan keadilan ekonomi sosial merupakan isu utama
dan tidak ada alasan untuk itu, inilah utama dan prinsip dasar yang dapat digali. Tujuan yang lain
dari ekonomi Islam adalah memaksimumkan penggunaan sumber-sumber daya, kebebasan
bekerja dan berpenghasilan dan membangun martabat manusia, dan lain sebagainya, yang semua
itu untuk membantu dalam pencapaian prinsip dan tujuan utama dari ekonomi Islam –mendirikan
ekonomi dan keadilan sosial. Allah telah memerintahkan manusia untuk menegakkan keadilan
dan berbuat ihsan, dan Ia telah membuat hal tersebut menjadi wajib atas setiap individu Muslim
dan organisasi termasuk pemerintahan Islam. Tidak ada pemerintahan Muslim yang dapat
menghindar dari melaksanakan tugas yang wajib ini. Allah swt telah menjelaskan dengan jelas
peran pemerintah dalam Al-qur’an:
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang maruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”. (QS. 22:41)
Dalam ayat ini, Allah telah memanggil atas orang Muslim untuk melakukan ma’ruf (good
or right) dan mencegah mungkar (evil or wrong). Agar berdiri perintah ekonomi yang adil, kita
harus memperkuat ma’ruf dan mencegah mungkar. . Implikasi yang benar dalam menerapkan
prinsip al-ma’ruf dalam bidang ekonomi berarti membangun sebuah ekonomi berkeadilan dan
mencegah mungkar akan menjamin blokade semua jalan dan tempat yang mengarah kepada
penindasan ekonomi. Negara dapat membuat undang-undang yang dibutuhkan untuk menjamin
social justice dan menempatkannya sebagai akhir dari eksploitasi dan penindasan ekonomi dan
ayat ini juga telah memberikan negara Islam legalisasi sebagai autoritas untuk melakukan itu.
Tetapi parlemen dari suatu negara Islam yang akan memutuskan macam atau jenis aransemen
ekonomi yang tidak adil dan salah. Kekuatan parlemen ini membuat hukum-hukum tidak dapat
dibatasi dengan label melindungi hak-hak individu. Dengan mengaplikasikan kelegalan dan
kekuatan administratifnya, pemerintahan Islam dapat memberhentikan seluruh macam perbuatan
yang tak sah dan pengambilan keuntungan yang tak adil, penimbunan, kartel, monopoli,
penyelundupan dan transaksi illegal lainnya. Ini menjadi penting bahwa pemerintah
memberlakukan hukum yang perlu untuk menghentikan seperti aktivitas ekonomi ilegal. Kita
juga akan mengambil kesimpulan yang sama mengenai kekuatan pemerintahan Islam dalam
bidang ekonomi jika kita melihat dan meng-hakimi dari sudut lain. . Tiga sumber dari undang-
undang Islam adalah Al-qur’an, as-Sunnah dan Ijtihad. Dimana ada bermacam-macam metode
ijtihad yang salah satunya adalah metode qiyas. Prinsip-prinsip yang patut diperhatikan dalam
ijtihad adalah Istihsan dan Istislah. Istihsan adalah menerima interpretasi suatu hukum yang akan
membawa kemudahan dan Istislah berarti mengatur demi kepentingan publik.

Ibnu Qayyim telah menjelaskan tujuan utama hukum Islam dalam I’lam al-Muaqqi’in
sebagai berikut:
“ Allah telah mengutus Nabi Muhammad saw dan wahyu-Nya untuk mendirikan keadilan dimana
itu adalah fundamental dan tujuan dasar dari seluruh ciftaannya. Setiap yang diturunkan Allah
membuktikan bahwa tujuan utama wahyu adalah mendirikan sebuah keadilan dan keseimbangan
cara hidup. Dalam cara apapun hukum dibuat harus membantu mendirikan keadilan. Hal yang
terpenting adalah tujuan dan maksud suatu hukum dan bukan bagaimana hukum itu diturunkan
atau diberlakukan. Tetapi Allah dengan menurunkan kepada kita sejumlah hukum telah menata
contoh-contoh dan alasan yang menjadi dasar bagi penyusunan dan pemberlakukan hukum.
Oleh karena itu, kebijakan dan instruksi pemerintahan yang sah dianggap sebagai bagian dari
syari’ah dan bukan sebuah pelanggaran terhadap syari’ah. Untuk menegaskan ini karena
kebijakan pemerintah hanya sebuah hal/cara terminology, tetapi dalam prakteknya, bagian dari
syari’ah hanya kondisi saja yaitu pemerintah. Kebijakan dan perintah-perintah harus
didasarkan kepada keadilan.”
Tugas utama dari pemerintahan Islam di negara-negara Muslim adalah melindungi
seluruh hak-hak yang diberikan oleh syari’ah. Islam telah memberikan individu kebebasan untuk
menghasilkan mata pencaharian. Al-qur’an menyatakan:
“Allah telah mengahalalkan jual beli” (Q.S Albaqarah: 275)
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. 62:10)
Dua ayat diatas membuat kita jelas bahwa kebebasan bekerja dan berusaha adalah salah
satu prinsip fundamental Islam. Islam tidak hanya memberikan kebebasan memilih bekerja tetapi
telah menetapkan kerja itu sebagai kewajiban untuk menghasilkan mata pencaharian. Dan ini
adalah tugas pemerintahan Islam untuk melindungi kebebasan individu untuk menghasilkan mata
pencaharian selama hak itu tidak disalahgunakan. Walaupun demikian Islam telah
menganugrahkan setiap individu hak untuk menikmati apapun kekayaan yang telah
dihasilkannya dengan cara yang sah dan apapun kekayaan yang ia terima melalui warisan hukum
Islam. Al-qur’an menyatakan:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.(QS. 2:188)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”. (QS. 4:29)
Al-qur’an juga menyatakan:
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang
ternak untuk mereka yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan
Kami sendiri, lalu mereka menguasainya?” (QS. 36:71)
Dalam ayat ini, Al-qur’an menyebutkan bahwa manusia adalah pemilik (owner). Tentu
saja, manusia tidak memiliki segalanya secara absolut. Kepemilikan absolut adalah milik Allah
saja. Untuk hal itu telah dinyatakan dalam tempat lain pada Al-qur’an bahwa Allah adalah
pemilik (the owner) bumi dan langit. Oleh karena itu, hak manusia dalam kekayaan sebagai
seorang yang diberi amanah (a trustee). Manusia hanya ‘kiper’ dan ‘custodian’ sebagai
representatif (khalifah) Allah. Dia harus menikmati dan menggunakan kekayaan dibawah
komando Allah.
Bagaimanapun, ada otoritas ahli yang menyangkal posisi sentral dari kepemilikan
pribadi. Abdul Qadir Audah mengatakan: “masyarakat melalui fungsinya sebagai pengatur dan
penasehat (counselor) mempunyai otoritas untuk mengorganisasikan cara-cara dan arti
penggunaan kekayaan. Seluruh kekayaan milik Allah, tetapi Allah telah membuat kekayaaan itu
bagi kebaikan masyarakat”. Aturan dalam Islam adalah bahwa seluruh hak jatuh kepada Allah
yang dipergunakan untuk kebaikan masyarakat dimana suatu otoritas duduk ditengah mereka dan
bukan individu.
Masyarakat melalui pengatur/pemimpin yang merepresentasikannya, dapat, ketika
kepentingan publik, meminta, mencabut atau membatalkan kepentingan individu dari
suatu benefit property, terbatas pada kondisi tertentu dimana si pemilik mendapatkan kompensasi
sebagai ganti dari property-nya yang digunakan oleh publik.
Islam mengizinkan kepemilikan tanpa batas, dan itu otoritas sosial, karena mereka
sungguh ada untuk menjamin hak-hak Allah dan mengorganisasikan penggunaan kekayaan, dan
dibatasi pada kepemilikan pribadi dari jenis khusus property, ketika itu diperlukan oleh
kepentingan publik. Ini dapat dilakukan melalui pemimpinnya. Dan diaplikasikan pada pertanian
atau kekayaan yang berasal dari kota (urban property).
Tampaknya para pemikir Muslim secara berangsur-angsur mengambil posisi tengah
dalam isu nasionalisasi. Hal ini karena dua alasan. Pertama, secara teori posisi hukum Islam
mengizinkan fleksibilitas interpretasi dalam kasus ini karena Islam telah menekankan dalam satu
sisi hak untuk berpenghasilan dan berprofesi (al-baqarah: 275) yang bersih pada private property
(an-Nisa: 29) dan disisi lain telah menekankan pula keadilan sosial (an-Nahl: 90) hak-hak orang
lain (Hasr: 7 dan Taubah: 103) dan distribusi maksimum kekayaan (Hasr: 7). Alasan kedua dari
posisi tengah ini adalah diambil dari sarjana-sarjana Muslim yang telah melakukan nasionalisasi
dalam enam tahun ini di dunia. Nasionalisasi telah berhasil membongkar atau menghilangkan
kontrol feudalistic atas tanah yang diminta selalu melalui ketidakadilan dan cara-cara
illegal. Nasionalisasi telah membantu dalam penyelamatan hak-hak tenaga kerja, menghapuskan
kemiskinan dan eksploitasi dalam beberapa tempat dan sektor. Disisi lain nasionalisasi telah
menghasilkan ketidak-efisien-an (inefficiency), korupsi, rendahnya produkivitas, dan hilangnya
kebebasan ekonomi dan sosial dalam banyak tempat sebagaimana yang tampak dalam beberapa
studi pada pelajaran. Sebagai hasil yang didapatkan dari ekonom Muslim yang cenderung lebih
mengambil pendekatan kehati-hatian dan membela nasionalisasi disaat itu sugguh-sunguh
dibutuhkan bagi kebaikan publik.
Kalau melihat kembali melalui sejarah, maka kita akan menemukan dalam sejarah awal Islam,
ada tiga jenis dari kepemilikan yaitu: pribadi (private), publik (communal) dan negara (state).
Sumber-sumber alamiah seperti hutan, tambang, sumber air dan tanah Padang yang luas dimiliki
oleh negara. Padang rumput, makam, dan lainnya yang dibutuhkan oleh komunitas lokal dimiliki
oleh komunitas, bukan perorangan. Bagaimnapun, banyak tanah-tanah pertanian, rumah-rumah
kecil, kekayaan sapi, dan lainnya dimiliki oleh perorangan. Buku-buku hadist yang penuh
dengan pembahasan kepemilikan pribadi. Setiap buku hadist dan fiqh yang mempunyai Bab
perdagangan, pertanian dan lain sebagainya dengan jelas menyatakan bahwa kepemilikan
individu adalah bentuk standar dari kepemilikan dalam awal Islam. Tentu, fakta ini tidak dapat
dikesampingkan begitu saja dalam beberapa penilaian faktual kepemilikan dalam sejarah awal
Islam. diketahui Islam telah mencela konsentrasi kekayaan dan menekankan keadilan. Hal ini
pula yang menjadi fungsi nabi Muhammad untuk merubah ketidakadilan dan ketidakseimbangan
sebagaimana dinyatakan dalam Al-Hadid ayat 25:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata
dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan”.
Dan sekarang hal itu menjadi tugas Muslim, khususnya pemerintah agar mencapai
martabat dalam perintah yang seimbang. Jika dalam beberapa situasi diberikan, keseimbangan
telah didistorsi, maka hal ini perlu dipulihkan menjadi keseimbangan. Dengan nasionalisasi atau
tanpa kompensasi dapat menjadi sebuah kebijakan instrumen yang berada ditangan pemerintah.
Bagaimanapun, hal ini seharusnya dilakukan dengan persetujuan masyarakat sebagaimana
diekspresikan melalui perwakilan dan ini seharusnya tidak dilaksanakan dengan keputusan
sewenang-wenang.
KESIMPULAN: Dari segi ekonomi pemerintah mengintervensi pasar sebagai upaya
untuk melindungi industri-industri kecil dan menengah dari kompetisi serta bentuk promosi
sebagai kebijakan strategi perdagangan. Meski demikian terdapat beberapa kelemahan dari
strategi proteksionisme ekonomi ini. Misalnya adalah sulit untuk menentukan industri kecil-
menengah seperti apa yang patut mendapatkan perlindungan, proteksi dari kompetisi
internasional membuat para pengusaha cepat puas dan menjadi kurang kompetitif sehingga
kurang adanya poerbaikan kualitas dari waktu ke waktu, dan lain sebagainya.

2. politik

Alasan politik dibalik intervensi pemerintah terhadap perdagangan internasional antara


lain memproteksi lapangan kerja, melindungi keamanan nasional, sebagai respon terhadap
perilaku dagang negara lain yang dianggap tidak adil, dan meningkatkan pengaruhnya terhadap
negara lain (Daniels et al, 2007:172). Hal yang ditakutkan pemerintah dan juga masyarakat
adalah ketika produk-produk lokal tidak mampu bersaing dengan produk impor yang membanjiri
pasaran, yang berakibat pada pengangguran karena perusahaan lokal yang merugi, yang lebih
jauh akan berakibat pada menurunnya kesejahteraan masyarakat.

3. Budaya

Dalam bidang kultural, jelas yang dipertahankan adalah identitas nasional (Daniels et al,
2007:176). Budaya secara umum suatu negara dapat terpengaruh dari adanya keterbukaan dari
pertukaran manusia dan produk-produk dari budaya lain, karena keduanya saling berinteraksi
dan berkaitan. Ketika suatu bentuk kebudayaan tidak diinginkan maka pemerintah dapat
melakukan pencegahan dengan cara menghalangi masuknya produk impor.

B. Peranan Negara dalam Bisnis Islam

1. Illegal Property (Kekayaan Bathil)


Bukanlah menjadi kewajiban pemerintahan Islam untuk melindungi harta atau kekayaan
yang dihasilkan melalui cara yang tidak sah, akan tetapi pemerintahan Islam akan mengambil
alih kekayaan itu semata-mata karena harta itu dilarang oleh Islam. Seluruh harta illegal dalam
Islam haram dan dilarang dan mengeliminasi yang haram dan yang mungkar adalah
tanggungjawab yang prinsipil bagi pemerintahan Islam. Banyak sekali contoh dalam sejarah
Islam dimana pemerintah menyita kekayaan illegal dan memperbaikinya serta mengembalikan
kepada pemilik asal.
Ketika supply berkurang periode penyimpanan dan jumlah kuantitasnya boleh dikurangi
oleh pemerintah.

2. Keuntungan yang Berlebihan (Profiteering)

Para Fuqaha berpendapat tentang nilai-nilai Islam pada keuntungan yang sah harus
memenuhi beberapa keadaan dasar:
Profit yang sah harus didapatkan tanpa mempengaruhi operasi mekanisme pasar seperti
kekuatan demand dan supply yang berjalan secara bebas. Profit yang sah adalah kondisi dimana
perpindahan barang-barang yang keluar maupun yang masuk pasar tidak dipengaruhi secara tak
wajar.
Profit adalah apa yang pengusaha dapatkan setelah memberikan hak gaji/upah pada
tenaga kerja yang bekerja diperusahaan, di ladang pertanian dan tempat kerja lainnya.
Profit menjadi sah yang seharusnya mengambil pertimbangan daya beli (purchasing power)
pembeli. Inilah apa yang didapatkan pengusaha setelah menjual barang-barangnya dengan harga
yang wajar. Ketika profit memenuhi kriteria diatas, mungkin diistilahkan menjadi profit yang
adil oleh karena itu pemerintah harus mengambil tindakan keras pada pengusaha-pengusaha dan
pemilik industri yang ingin mempengaruhi market demand and supply dalam sebuah cara yang
tidak normal, tidak menunaikan hak-hak pekerja dan ingin membuat keuntungan yang berlebihan
(excessive profit) dengan mengeksploitasi pembeli. Tindakan ini bisa saja dengan cara dan jalan
yang berbeda. Untuk itu, pemerintah juga harus memformulasikan hukum-hukum untuk
melindungi hak-hak yang adil pada pekerja dan harus memaksa pemilik bisnis untuk mentaati
hukum tersebut. Untuk menjadikan harga turun, pemerintah seharusnya mengambil tindakan
aturan-aturan dan regulasi ekonomi normal. Jika tidak mungkin meningkatkan produksi lokal,
maka langkah yang seharusnya diambil untuk menigkatkan supply dengan megimpor lebih dari
luar negeri.

3. Kontrol Harga

Jika langkah-langkah tadi tidak bekerja, pemerintah akan harus mengambil langkah
selanjutnya, mengontrol harga. Tugas pemerintah yang fundamental ini untuk mengakhiri dan
menghilangkan penderitaan dan penindasan masyarakat. Tugas ini dilaksanakan dalam keadaan
normal seperti sistem ekonomi yang bebas tanpa ada batasan selama tidak menindas pihak lain.
Tetapi jika para pedagang menaikan harga komoditas secara illegal dan jika tindakannya itu
membuat penderitaan yang tak dapat ditahan oleh masyarakat maka harga barang-barang itu
harus ditetapkan harganya. Pandangan ini telah didukung oleh sejumlah fuqaha:
“Negara mempunyai kekuasaan yang dibutuhkan secara sah untuk menetapkan harga barang-
barang dalam keadaaan tertentu dan dasar otoritas legal negara ini adalah prinsip yang
fundamental yaitu penting untuk menghapuskan penderitaan orang.”(Ibn Nadim Hanafi: Al-Isba
wa An-Nadzir)
Imam Ibnu Taimiyyah dalam bukunya Al-Hisba fil Islam telah mendiskusikan dengan
terperinci dalam keadaan apa harga itu dapat ditetapkan.
“Jika harga tidak ditetapkan pada sebuah tingkat yang beralasan untuk memenuhi kebutuhan
publik dengan operasi prinsip pasar yang normal, maka harga harus ditetapkan demi
kesejahtaraan masyarakat dengan prinsip keadilan, tidak lebih dari itu.”
Dalam bukunya yang terkenal, Hudaya, telah dinyatakan, “pemerintah tidak boleh
menetapkan harga tetap”. Nabi Muhammad saw bersabda, “Janganlah kamu menetapkan harga,
hanya bagi Allah saja menetapkan harga. Dialah yang menaikkan dan menurunkan harga dan
memberikan penghidupan.” Oleh karena itu, hadist ini memberikan tanggungjawab pembeli dan
penjual untuk menentukan harga pasar. Pemerintah seharusnya tidak intervensi dalam masalah
ini. Akan tetapi, hal ini dapat dilakukan hanya untuk menghilangkan dan mengakhiri penderitaan
masyarakat.
Apa makna Allah menetapkan harga? Ini berarti bahwa harga ditetapkan berdasarkan
operasi kekuatan pasar. Mengomentari hal tersebut Ibnu Taimiyyah mengatakan:
“Siapa yang menginterpretasikan perkataan Nabi yang terfokus pada penetapan harga, bahwa
penetapan itu dilarang dalam semua keadaan, maka penafsiran seperti itu salah (dalam semua
keadaan), hal ini tidak umum, akan tetapi ada kondisi khusus. Dalam hadist ini, tidak dikatakan
bahwa seseorang yang menolak untuk menjual barang-barangnya yang ia batasi atau menolak
untuk melakukan sesuatu yang seharusnya ia lakukan atau ia meminta harga yang lebih diatas
harga normal (diizinkan).” (Al- Hisba fil Islam)
Teks hadist Nabi tersebut yang dimaksud adalah:
“Seseorang meminta Nabi untuk menetapkan harga. Nabi menjawab, “Allah menentukan harga.
Dialah yang menaikkan dan menurunkan harga dan memberikan penghidupan (padamu). Saya
ingin kembali kepada-Nya dalam keadaan tidak ada hak seseorang karena hak (tindakan) saya”.
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Shah Waliyullah dalam masalah ini berkomentar, “saya ingin mengatakan bahwa
menegakkan seperti keadilan yang tidak seorangpun yang lebih dekat atau sama dekat dengan
keadilan seratus persen dan hal itu sulit. Untuk itulah Nabi Muhammad saw sangat berhati-hati
agar para pembuat kebijakan tidak kembali pada prinsip penetapan harga dengan aturan yang
umum. Tetapi, jika ada penindasan terbuka atau jelas yang dilakukan komunitas pengusaha,
maka dalam hal ini boleh untuk menetapkan harga. (Shah Waliyullah: Hujjatullahil Baliga)

4. Monopoli dan Kartel

Sekarang ini, banyak industri-industri yang membentuk kartel dan industri yang menjadi
monopoli, dengan cara demikian eksploitasi masyarakat pun terjadi. Ketika produsen
mempunyai kontrol penuh terhadap produknya, maka ini disebut monopoli. Situasi monopoli
mungkin juga muncul jika hanya ada beberapa orang mempunyai kontrol atas produknya. Ketika
produsen mengorganisasikan dalam sebuah asosiasi untuk mengontrol produksi, harga, dan
pasar, maka keadaan ini disebut kartel.

Memang ada beberapa keuntungan dari sebuah pembentukan kartel, namun secara umum
kartel digunakan untuk mengeksploitasi pembeli dan masyarakat. Dengan mengurangi produksi
maka otomatis harga akan naik dengan cara yang tak normal. Banyak sekali waktu dimana
orang-orang harus membeli barang-barang dengan harga tinggi dimana harga itu tidak ada
hubungannya dengan biaya produksi. Ini jelas adalah sebuah penindasan, dan tidak ada keraguan
tentang ini. Lain lagi monopoli yang terjadi, tidak ada lagi pertanyaan menyeruak mengenai
kenaikan harga yang tak normal dan eksploitasi masyarakat dalam sektor publik. Untuk itu,
hukum perusahaan harus diberlakukan untuk mengontrol seluruh monopoli dan kartel dengan
pengecualian monopoli dalan bidang sektor publik dan jika diperlukan keberadaan hukum-
hukum harus dipertegas dan diperkuat. Pada waktu yang sama, perdagangan-perdagangan illegal
seperti pemalsuan barang-barang harus dihentikan.

5. Hukum Pengendalian (The law of Hijr)

Jika para pengusaha dan kalangan industri tidak mengikuti aturan dan regulasi yang telah
ditetapkan, maka pemerintah dapat mengambil tindakan atas penyitaan kekayaan mereka
sementara. Dalam terminology Islam, tindakan ini disebut Hijr. Menurut syariah Islam Hijr
berarti mengendalikan seseorang dari penyalahgunaan harta kekayaannya. (Ibn Kudama: Al-
Mughni). Hukum hijr telah diterapkan sesuai dengan keterangan dibawah ini:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah
mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata
yang baik”. (QS. 4:5)
Dari ayat ini, masyarakat telah diberi hak untuk mengambil alih kepemilikan kekayaan
dari orang yang bodoh (foolish) dan orang yang belum baligh. Dan tentu pemerintah akan
melaksanakan hal ini atas nama masyarakat. Dalam kacamata hukum Islam, tidak hanya
terbelakang secara mental dan segelintir orang yang dianggap lemah dalam memahami sesuatu,
orang-orang yang menyalahgunakan kekayaan atau menggunakannya dengan tidak etis dan tak
bermoral dan tindakan-tindakan kriminal dimana perbuatan mereka dianggap perbuatan bodoh
(safih). Dalam keadaan seperti ini, pemerintah dapat mengambil alih perusahaan, bisnis atau
property lain dari pemiliknya untuk waktu yang terbatas dibawah kendali pemerintah. Tentu saja,
periode kendali (al hijr) itu ditentukan oleh persidangan. Sesuai dengan instruksi Al-qur’an,
selama masa hijr pemerintah dibatasi untuk memberikan perawatan yang cukup dari harta hijr
tersebut. Untuk kepentingan yang memiliki, pemerintah akan membuat rencana menjalankan
industri atau bisnis. Tentu saja, pemilik tidak akan mampu menggambarkan jumlah selama masa
hijr. Rencana ini akan memaksa pengusaha dan pemilik industri untuk berhati-hati dan akan
memperbaiki atmosfir moral dan etika dalam berbisnis. Demi tujuan itulah pemerintah harus
membingkai sebuah hukum yang modern berkaitan dengan prinsip al-hijr, tanpa hukum atau
undang-undang hijr tidak akan dapat dilaksanakan.

6. Hak-Hak Pekerja

Salah satu tanggungjawab utama pemerintahan Islam adalah menjamin hukum hak-hak
para pekerja dan mengambil langkah-langkah yang tepat berkaitan dengan ini. Untuk alasan
yang berbeda, ini bisa menjadi perhatian yang utama bagi pemerintah. Bagian terbesar dari
masyarakat adalah bertani, berindustri dan organisasi-organisasi bisnis sebagai pekerja dan
karyawan. Satu sisi, tidak ada cara untuk mengabaikan kepentingan kekuatan kerja masyarkat.
Disisi lain, jika pemilik mempermainkan hak-hak para pekerja atau tidak membayar upah yang
cukup, maka akan ada skala kekacauan dan chaos yang luas dalam masyarakat. Dengan
demikian, tanggungjawab pemerintah mengatasi agar tidak ada situasi chaos yang berkembang
dalam masyarakat.
Para pekerja, prinsip fundamental Islam yang mana mereka dianggap seperti saudara dan
mereka seharusnya diberikan kenyamanan seperti saudara. Sungguh tindakan tidak baik dan
dibenci dalam Islam jika mempekerjakan seseorang tanpa mendapatkan gaji yang tetap. Dan
pemerintah harus menjamin para pekerja mendapatkan upah yang memadai. Dalam hubungan
ini, menjadi perlu untuk menyebutkan bahwa tenaga kerja tidak dapat dibandingkan dengan
komoditas lainnya. Dan itu tidak dapat dibenarkan untuk menetapkan upah tetap dengan basis
harga pasar saja.
Dimana komoditas lain dapat dpisahkan dari pemiliknya, kapasitas tenaga kerja tidak
dapat dipisahkan dari pemiliknya. Labor tidak dapat memisahkan kemampuannya untuk bekerja
dari tubuhnya, kemudian menjual dan kemudian melakukan kerja yang lain. Disisi lain, setiap
pekerja mempunyai perasaan, emosi, dan persepsi dimana komoditas lain tak memilikinya.
Berkaitan dengan para pekerja, hal yang utama adalah utilisasi (penggunaan) dari manusia yang
menyeluruh tidak hanya tenaga kerjanya. Oleh karena itu, labor tidak dapat dijual dan dibeli
seperti komoditas dan peralatan. Bahwa kebutuhan kemanusia dan derajatnya tidak dapat
diabaikan. Dia harus dibayar dengan adil dan upah yang cukup.
Oleh karena itu, pemerintah harus menetapkan upah minimum yang selaras dengan norma dan
prinsip, dimana para pengusaha dan pemilik perusahaan harus mematuhinya. Untuk alasan
inilah, pemerintah dapat menetapkan komposisi upah yang permanen karena tidak dimungkinkan
pengusaha dan pemilki industri menentukan upah yang tepat setelah mempertimbangkan harga
pasar. Komisi upah akan tetap konstan menjaga pasar dan harganya dan menyesuaikan upah dari
waktu ke waktu.
Sekali lagi pemerintah harus memasukan hukum-hukum yang membawa kemaslahatan
lain sesuai dengan keadaan sekarang. Tenaga kerja harus mempunyai hak untuk membentuk
serikat kerja dan hukum itu seharusnya menjamin rumah, kesehatan, bonus dan fasilitas lain.
Pemerintah Islam, oleh karena itu, harus mengeluarkan seluruh usahanya untuk
mengembangkan ekonomi sebagai sebuah keseluruhan dan demi tujuan ini teknologi modern,
organisasi, perencanaan harus digunakan. Tetapi itu merupakan tujuan jangka panjang
pemerintah Islam. Sisi demi sisi, setiap negara Muslim harus mengambil ukuran untuk mencegah
pengeksploitasian dan penindasan para pekerja.

7. Menghilangkan Penindasan

Komunitas tenaga kerja sekarang ini telah ditindas dan dieksploitasi dibeberapa negara
berbeda dalam cara dan tempat. Pertama semua dari kita membiarkan masalah-masalah industri
para pekerja. Sampai hari ini industri tenaga kerja sangat kurang dan lemah dalam mengamankan
kerja. Mereka melepaskan pekerjaannya demi alasan-alasan yang kecil atau demi partisipasi
aktivitas perdagangan gabungan. Hukum yang yang menintikberatkan keamanan pekerjaan harus
diperkuat undang-undang tenaga kerja dan harus diperluas. Hukum juga harus mengukur para
pemilik yang tidak memberhentikan para pekerja dengan mudah memutuskan hubungan kerja.
PHK tidak diizinkan tanpa alasan yang pantas dalam beberapa keadaaan sehingga menghasilkan
produksi yang rendah. Serikat pekerja harus mempunyai hak untuk mengajukan masalah tenaga
kerja dan PHK kepengadilan dan hukum harus berisi ketentuan-ketentuan supaya kasus dan
masalah yang menimpa pekerja dapat dibereskan dengan cepat. Demikian juga hukum
seharusnya mempunyai ketentuan agar pemilik perusahaan tidak mencabut komunitas tenaga
kerja dari bonus ketika perusahaan mendapatkan profit. Karena pembayaran bonus didapat
melalui profit, maka hukum juga harus menetapkan para pemilik tidak dapat menyalahgunakan
atau memanifulasi kerugian dengan manifulasi akuntansi. Beberapa waktu, para pemilik ini
menaikkan pengeluaran industri dengan mengambil bagian upah/gaji pegawai yang berlebih dan
menunjukan kerugian dengan menghilangkan bonus yang seharusnya didapatkan pekerja. Dalam
cara ini, tempat eksploitasi para pekerja harus ditutup karena Allah tidak membenci segala
penindasan dan orang yang menindas. Pada beberapa negara Muslim seperti Banglades para
petani dieksploitasi dalam berbagai hal. Kesalahannya mungkin pemerintah Islam tidak
menetapkan upah minimum para petani tersebut. Dan ini berarti pemerintah belum membuat
undang-undang yang menetapkan hal itu, karena tanpa bantuan undang-undang maka situasi ini
tidak dapat diperbaiki. Upah harus ditetapkan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Jika upah naik
secara tidak normal ditetapkan, mungkin para petani tidak akan mendapatkan pekerjaan apapun.
Dan situasi akan lebih memburuk. Untuk itulah upah yang permanen diperlukan akan tetapi tetap
mengacu kepada kondisi dan perubahan yang terjadi dari waktu-waktu.

8. Menghapuskan Kemiskinan

Ini adalah salah satu tanggungjawab utama pemerintah Islam untuk menghapuskan
kemiskinan dari masyarakat karena Nabi saw bersabda; “Kemiskinan itu lebih dekat kepada
kekufuran”.
Tidak diraguan lagi kemiskinan merupakan salah satu alasan utama dimana pesan
fundamental Islam untuk menghancurkannya. Kemiskinan adalah masalah yang serius yang
tidak mengenal waktu maupun ideologi. Oleh sebab itu, kemiskinan harus dihilangkan dari dunia
Muslim. Dengan demikian pemerintahan Islam harus mengeluarkan seluruh usahanya untuk
menyelesaikan permasalahan nomor satu ini.
Tenaga kerja yang menganggur harus dimanfaatkan. Untuk itu, seluruh solusi pemecahan
pengangguran dikembangkan lebih lanjut. Pemerintah harus mendapatkan penuh pemanfaatan
inisiatif ekonomi baik publik maupun swasta. Peran pemerintahan Islam dalam perkembangan
ekonomi seharusnya lebih baik dari pemerintahan lainnya.
Langkah-langkah harus diambil untuk merehabilitasi para duafa, orang cacat, anak-anak dan
janda yang tidak dapat bekerja. Untuk itu pemerintahan harus mendirikan lembaga zakat.

9. Pengumpulan Zakat

Menegakkan zakat merupakan tanggungjawab sekaligus kewajiban bagi pemerintah


Islam. Bukti yang jelas bahwa zakat harus dikumpulkan oleh negara, adalah surat al-Baqarah
ayat 60 dimana Al-qur’an telah menjelaskan porsi-porsi dari hasil zakat yang harus dibagikan
oleh amilin:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para Muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekaan) budak,
orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan,
sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana”. (QS. 9:60)
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS.
9:103)
Undang-undang zakat sekarang ini yang baru menerapkan adalah Pakistan, Banglades
dan beberapa negara lain. Dengan begitu, telah memiliki fasilitas hukum yang baik.
Tanggungjawab pemerintah Islam pada waktu sekarang ini adalah mengenalkan kembali sistem
ekonomi tanpa bunga (interest) dan ini juga merupakan salah satu tujuan fundamental Islam.
Bunga yang secara keseluruhan telah dihapus pada masa ke-Khalifah-an baik masa Nabi saw
maupun masa Khalifah ar-Rasyidin, dan ekonomi yang paling kuat pada masa Khalifah
Abasiyyah antara abad ke-8 sampai abad ke-12 yang berjalan tanpa adanya bunga. Dan sekarang
beruntunglah Bank Islam dan Lembaga Keuangan Islam telah dapat berdiri dengan sukses dalam
jumlah besar. Tentu hal ini diharapkan institusi-institusi seperti ini terus tumbuh dan
berkembang.
Prinsip tanggungjawab pemerintahan Islam telah dijelaskan dalam tulisan ini.
Pemerintahan Islam mempunyai tanggungjawab lain seperti tanggungjawab ekonomi dan sosial
yangsesuai dengan hukum dan nilai Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian intervensi

Intervensi adalah sebuah istilah dalam dunia politik dimana ada negara yang mencampuri
urusan negara lainnya yang jelas bukan urusannya. Adapula definisi intervensi adalah campur
tangan yang berlebihan dalam urusan politik,ekonomi,sosial dan budaya.Sehingga negara yang
melakukan intervensi sering dibenci oleh negara-negara lainnya.
Peran pemerintah dalam ekonomi tergantung pada tujuan-tujuan ekonomi yang khas.
Oleh karena itu, agar pembahasan ini berjalan dengan teratur, maka sebaiknya kita membahas
dahulu mengenai tujuan-tujuan ekonomi Islam.
Tujuan prinsip dari ekonomi Islam adalah seluruh cara hidup yang Islami untuk
mendirikan keadilan dan kebaikan/ihsan (justice and benevolence).
2. Peranan Negara dalam Bisnis Islam
1. Illegal Property (Kekayaan Bathil)
2. Keuntungan yang Berlebihan (Profiteering)
3. Kontrol harga
4. Monopoli dan kartel
5. Hukum Pengendalian (The law of Hijr)
6. Hak-hak pekerja
7. Menghilangkan Penindasan
8. Menghapuskan Kemiskina
9. Pengumpulan Zakat

B. Saran
Semoga apa yang penyaji sampaikan dalam hasil diskusi makalah yang disajikan ini
tentang Intervensi Negara dalam Bisnis Islam brmanfaat bagi para pembaca, namun hasil diskusi
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena minimnya waktu serta kurangnya kemampuan
dari penyaji sehingga jika ada kritik serta saran yang membangun yang akan membuat makalah-
makalah selanjutnya lebih baik lagi mohon agar memberi kritik serta saran
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, indira. 2006. Peran pemerintah dalam kegiatan bisnis. www.indira-agustin-


fisip10.web.unair.ac.id. Unduh 16 april 2013.
Jayadi. 2010. intervensi negara dalam penyehatan perusahaan pengalaman negara sedang
berkembang. www.junaidi.blogspot.com. Unduh 16 april 2013.

Anda mungkin juga menyukai