HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT KIMIA FISIKA DENGAN PROSES ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN
EKSKRESI OBAT
Setelah masuk ke tubuh melalui cara tertentu, misal melalui oral, parenteral, anal, dermal atau cara
lainnya, obat akan mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Selain proses di
atas, kemungkinan obat akan mengalami modifikasi fisika yang melibatkan bentuk sediaan atau
formulasi obat, dan modifikasi kimia yang melibatkan perubahan struktur molekul obat, dan hal ini
dapat mempengaruhi respons biologis.
Fasa farmasetik, yang meliputi proses pabrikasi, pengaturan dosis, formulasi, bentuk
sediaan, pemecahan bentuk sediaan dan terlarutnya obat aktif. Fasa ini berperan dalam
ketersediaan obat untuk dapat diabsorpsi ke tubuh.
Fasa farmakokinetik, yang meliputi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
obat (ADME). Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk mencapai jaringan sasaran
(target) atau reseptor sehingga dapat menimbulkan respons biologis.
Fasa farmakodinamika, yaitu fasa terjadinya interaksi obat-reseptor dalam jaringan sasaran.
Fasa ini berperan dalam timbulnya respon biologis obat.
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan parenteral
tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan dan intraperiontal, melibatkan proses
absorpsi obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena,
intraarteri, intraspinal dan intrasaerebral, tidak melibatkan proses absorpsi, obat langsung masuk ke
peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site). Cara pemberian yang lain
adalah secara inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui kulit atau mata. Proses absorpsi
merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologi obat. Kegagalan atau
kehilangan obat selama proses absorpsi akan mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan
pengobatan.
Proses absorpsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis obat.
Kegagalan ata kehilangan obat selama proses absorpsi akan mempengaruhi efek obat dan
menyebabkan kegagalan pengobatan.
Pada umumnya distribusi obat terjadi dengan cara menembus membran biologis melalui proses
difusi. Mekanisme difusi dipengaruhi oleh struktur kimia, sifat kimia fisika obat dan sifat membran
biologis.
Setelah masuk ke peredaran sistemik, molekul obat secara serentak didistribusikan ke seluruh
jaringan dan organ tubuh. Melalui proses distribusi ini molekul obat aktif mencapai jaringan sasaran
atau reseptor obat. Proses distribusi dan eliminasi obat berlangsung secara bersamaan dan pada
umunya proses distribusi obat lebih cepat dibanding proses eliminasi.
Kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam tubuh bervariasi dan tergantung pada faktor-faktor
sebagai berikut :
Obat yang diekskresikan melalui paru terutama obat yang digunakan secara inhalasi. Sifat
fisik yang menentukan kecepatan ekskresi obat melalui paru adalah koefisien partisi darah/udara.
1) Penyaringan Glomerulus
Obat dengan berat molekul lebih dari 150 dan obat yang telah dimetabolisis menjadi senyawa yang
lebih polar, dapat diekskresikan dari hati, melewati empedu menuju ke usus dengan mekanisme
pegangkutan aktif. Obat tersebut biasanya dalam bentuk terkonjugasi dengan asam glukuronat,
asam sulfat atau glisin. Di usus bentuk terkonjugat tersebut secara langsung diekskresikan melaui
tinja, atau dapat mengalami proses hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang
bersifat non polar, sehingga diabsorpsi kembali ke plasma darah, kembali ke hati, dimetabolisis,
dikeluarkan lagi melaui empedu menuju ke usus,demikian seterusnya sehingga merupakan suatu
siklus yang dinamakan siklus enterohepatik. Siklus ini menyebabkan masa kerja obat menjadi lebih
panjang.
Secara umum, tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif dan
tidak toksik (bioinaktivasi atau detoksifikasi), mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan dari
tubuh.
Hasil metabolit beberapa obat bersifat lebih toksik disbanding dengan senyawa induk
(biotoksifikasi), dan ada pula hasil metabolit obat yang mempunyai efek farmakologis bebrbeda
dengan senyawa induk.
Pengertian umum metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang relative non polar, menjadi
senyawa yang lebih polar sehingga mudah di keluarkan dari tubuh.
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan dan organ-organ seperti hati,
ginjal, paru dan saluran cerna. Hati adalah organ tubuh yang merupakan tempat utama metabolisme
obat oleh karena mengandung lebih banyak enzim-enzimmetabolisme di banding organ lain. Setelah
pemberian secara oral, obat di serap oleh saluran cerna, masuk ke peredaran darah dan kemudian
ke hati melalui efek lintas pertama. Aliran darah yang membawa obat atau senyawa organic asing
melewati sel-sel hati secara perlahan-lahan dan termetabolisis menjadi senyawa yang mudah larut
dalam air kemudian diekskresikan melalui urin.
Reaksi metabolism obat dan senyawa organic asing ada dua tahap yaitu:
Yang termasuk reaksi fasa I adalah reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Meskipun reaksi fasa
I kemungkinan tidak menghasilkan senyawa yang cukup hidrofil, tetapi secara umum dapat
menghasilkan suatu gugus fungsional yang mudah terkonjugasi atau mengalami reaksi fasa II.
Yang termasuk reaksi fasa II adalah reaksi konjugasi, metilasi dan asetilasi. Tujuan reaksi ini adalah
mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fasa I dengan senyawa endogen yang mudah
terionisasi dan bersifat polar, seperti asam glukuronat, sulfat, glisin dan glutamine, menghasilkan
konjugat yang mudah larut dalam air.
Pada metabolism obat, gambaran secara tepat system enzim yang bertanggung jawab terhadap
proses oksidasi dan reduksi, masih belum diketahui secara jelas. Proses ini memerlukan enzim
sebagai konfaktor yaitu bentuk tereduksi dari nikotinamit-adenin-dinukleotida fosfat dan
nikotinamid-adenin-dinukleotida.
Enzim sitrokom p-450 adalah suatu heme-protein, karena terbentuk tereduksi enzim.
Reaksi fasa I disebut pula reaksi fungsionalisasi. Yang termasuk reaksi fasa I adalah reaksi-reaksi
oksidasi, reduksi dan hidrolisis.
1. Reaksi oksidasi
Banyak senyawa obat mengalami proses metabolism yang melibatkan reaksi oksidasi dengan
bantuan sitokrom p-450
2. Reaksi reduksi
Proses reduksi mempunyai peran penting pada metabolism senyawa yang mengandung gugus
karbonil, nitro dan azol.
3. Reaksi hidrolisis
Metabolism obat yang mengandung gugus ester atau amida dapat menghasilkan metabolit asam
karboksilat, alcohol dan amin yang bersifat polar dan mudah terkonjugasi.
Yang termasuk reaksi fasa II adalah reaksi konjugasi, metilasi dan asetilasi.
1. Reaksi konjugasi
Reaksi konjugasi obat atau senyawa organic asing dengan asam glikuronat, sulfat, glisin, glutamine
dan glutation, dapat mengubah senyawa senyawa induk atau hasil metabolit fasa I menjadi
metabolit yang lebih polar, mudah larut dalam air, bersifat tidak toksik dan tidak aktif dan kemudian
di ekskesikan melalui ginjal atau empedu.
2. Reaksi asetilasi
Asetilasi merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amin primer, seperti amin
aromatik primer, sulfonamida, hidrazin, hidrazid, dan amin alifatik primer.
3. Reaksi metilasi
Reaksi metilasi mempunyai peran penting pada proses biosintesis beberapa senyawa endogen,
seperti norepinefrin, epinefrin, dan histamine, serta untuk proses bioinaktivasi obat.