Anda di halaman 1dari 8

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita persembahkan ke haribaan Allah Yang Maha

Rahman dan Rahim atas segala limpahan nikmat-Nya yang maha luas melampaui luasnya
samudra, terlebih lagi nikmat iman dan Islam sebagai permata paling berharga dalam hidup
kita selaku Mukmin, dalam menggapai kebahagiaan dunia dan keselamatan dinegeri akhirat.

Shalawat dan salam senantiasa teriring kepada Baginda Rasullullah Muhammad S.a.w.; Rasul
akhir zaman yang menjadi tauladan bagi seluruh umat manusia. Dialah Nabi sang konstruktor
peradaban mulia dan penyebar risalah Islam sebagai rahmatan lil-alamin.

Ma’asyral Muslimin Wal Muslimat


Jama’ah Idul adha Rahimakumullah

Sepanjang malam, gemuruh lantunan Takbir, Tahmid dan Tahlil berkumandang bersahutan,
hingga menggetarkan kerelung qalbu yang terdalam, menyentuh jiwa-jiwa yang beriman.

Di Pagi hari yang cerah ini, dalam suasana kegembiraan seluruh jagat raya semesta, kaum
muslimin dengan khusyu dan khidmat menunaikan sholat Idul Adha, semua bertaqarrub
kepada Allah dengan kepasrahan diri yang utuh dan totalitas guna meraih Ridha dan karunia-
Nya. Kita kumandangkan Takbir, tahmid dan tahlil, sebagai wujud kesaksian, selaku hamba
yang dhaif atas kemahagunaan, kemahaterpujian, dan kemahasucian Allah SWT Rabbul Jalil.

‫ هللا أكبر وهلل الحمد‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫هللا أكبر‬


Sebagai wujudsyukur atas nikmat Allah yang tak bertepi, kaum muslimin pada hari raya ini,
menunaikan ibadah qurban sebagai keniscayaan atas perintah Allah SWT dan mengikuti jejak
Nabi Ibrahim A.S

Allah berfirman dalam Surah Al-Kausar 1-3

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang
membenci kamu dialah yang terputus.”

Semua ibadah yang kita tunaikan, tiada lain untuk menjadikan diri kita sebagai insan Muslim,
Mukmin, dan Muttaqin yang sejati, guna menggapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat
dalam rengkuhan ridla dan karunia-Nya.

‫ هللا أكبر وهلل الحمد‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫هللا أكبر‬


Ma’asyral Muslimin Wal Muslimat
Jama’ah Idul adha Rahimakumullah

Ketika umat Islam di negeri ini menjalankan shalat Idul Adha dan berqurban, saudara-
saudara kita kaum muslim sedunia, sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci.
Menunaikan shalat Idul Adha, berqurban, dan berhaji ketiganya merupakan amaliah ibadah
kepada Allah. Setiap ibadah, meski berbeda rukunnya satu sama lain, pada hakikatnya sama,
yaitu “bertaqarrub atau mendekatkan diri kepada Allah”, dengan menjalankan segala
perintah-perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya.

Ibadah yang kita tunaikan, termaksud sholat Idul Adha, berqurban dan berhaji, harus dapat
menyuburkan jiwa ketaqwaan, sekaligus meredam atau bahkan mengeliminir nafsu
keburukan.

Menjaga kebersihan jiwa itu, merupakan titik tanjak rohani yang tak mudah. Terkadang, kita
selaku muslim lalai terhadap diri kita. Qalbu dan iman yang semestinya dijaga agar tetap
bersih, namun dalam pengamalannya telah terkontaminasi oleh dosa dan fahsya. Bahkan
setelah beribadapun tabiat buruk, baik dalam bertutur kata, bersikap dan bertindak telah
mencederai orang lain dan lingkungan sekitar kita. Ketika hendak berbuat kebaikanpun
terlalu banyak pertimbangan dan hitungannya, sehingga jauh panggang dari api. Karenanya,
melalui sohat ied, berkurban dan berhaji, insya Allah mengetuk hati kita, melakukan
Muhasabah yang pada akhirnya bermuara pada kebaikan menjadi insan yang paripurna
dimata Allah SWT. ucapan, sikap dan tindakan kita yang senantiasa dibingkai dalam norma-
norma ke ilahian Insya Allah akan menumbuhkan ruhani yang bersih sekaligus meredam
hawa nafsu yang selalu berkobar dalam diri setiap manusia, selaku insan yang hidup dalam
hukum duniawi menuju pada kehidupan ukhrawi yang suci dan abadi.

‫ هللا أكبر وهلل الحمد‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫هللا أكبر‬


Ma’asyral Muslimin Wal Muslimat
Jama’ah Idul adha Rahimakumullah

Berhaji dan berkurban mengajarkan jiwa ikhlas untuk menyebarkan nilai kebajikan dalam
kehidupan setiap muslimin, ikhlas merupakan manifestasi jiwa, untuk taat dan tunduk kepada
Allah SWT, sehingga melahirkan pribadi yang Nir-pamrih dalam berbuat kebaikan. Mereka
yang dalam hidupnya senantiasa ikhlas, akan mampu membebaskan diri dari hasrat-hasrat
sesaat, seraya mengarungi perlintasan ke peran utama yang sarat makna, seperti; suka
menolong, berbagai dan akan melahirkan sense of belonggin (kepedulian) terhadap sesama
umat manusia. Mereka memanusiakan manusia atas nama Allah, untuk ikhsan bagi
kemanusiaan semesta. Siapapun yang berhaji dan berqurban dalam ritual islam, sejatinya
menambatkan peribadatan pada niat ikhlas hanya untuk Allah semata, sebagaimana firman-
Nya dalam Surah Al-An-am ayat 162.

Artinya: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah


untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

‫ هللا أكبر وهلل الحمد‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫هللا أكبر‬


Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat
Jama’ah Idul adha Rahimakumullah

Ajaran ketulusan ditunjukkan oleh Ibrahim, Siti Hajar, dan putra tercintanya Ismail dalam
kisah qurban, sebagaimana dikisahkan dalam surah Ash-Shaffat 101-111 yang artinya
sebagai gerikut: “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar.
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha kemudian Ibrahim mendapat
perintah langsung dari Allah melalui mimpi yang benar, bahwa ia harus mengurbankan
Ismail putra kesayangannya. Nabi Ibrahim duduk termenung memikirkan ujian yang maha
berat yang ia hadapi.

Dapat kita bayangkan, bagaimana kegembiraan hati sang ayah, yang telah lama
mendambakan generasi pengganti dirinya dari sekian tahun lamanya, dan bagaimana tingkat
kecintaannya terhadap putra tunggal, anak kandung sibiran tulang, cahaya mata, pelepas
rindu, tiba-tiba harus dijadikan qurban, merenggut nyawa anaknya oleh tangan ayahnya
sendiri. Tentu, suatu konflik batin yang bergejolak yang terjadi pada diri Nabi Ibrahim A.S
antara kecintaan kepada anak dan ketaatan memenuhi perintah ilahi. Namin, cintanya kepada
Allah jauh lebih besar dan lebih diatas dari pada cintanya kepada anak, isteri, harta benda dan
materi keduniaan lainnya. Oleh karena itu, nabi Ibrahim A.S jauh lebih memilih perintah
Allah yang diwahyukan lewat mimpi yang benar, tanpa memperhitungkan dan
memperdulikan konsekuensi bekal apa yang akan terjadi, sebagai akibat dari pelaksanaan
perintah itu. Untuk melaksanakan perintah itu, Nabi Ibrahim A.S, mengetuk hati puteranya
dengan mengadakan dialog, sebagai bentuk komunikasi efektif antara sang ayah dengan anak
salam rangka mendidik serta membina hubungan yang baik, yang ditata oleh suatu ikatan
batin kasih sayang, ketaatan dan kepatuhan dalam dialognya, seperti yang dilukiskan dalam
bahasa yang sangat indah dan sangat menyejukkan, sebagaimana dalam surah Ash-shaafaat
ayat 99-111.

‫يآبني إنّى أرى فى المنام أنى أذبحك فانظر ماذا ترى‬


ّ
Artinya : “Wahai anak kandungku, sibiran tulang cahaya mata dan buah hatiku!,
sesungguhnya ayah melihat dalam mimpi bahwa saya akan menyembelihmu. Maka
pikirkanlah apa yang akan menjadi keputusanmu”.

Ismail sebagai anak yang soleh, patuh dan taat kepada orang tua yang melahirkan dan
membesarkannya, sepontanitas menjawab:

‫صابرين‬
ّ ‫يأبت افعل ما تؤمر ستجدنى إن شآء هللا من ال‬
“Wahai ayahku yang tercinta, laksanakanlah apa yang telah Allah perintahkan kepadamu.
Insya Allah, ayahanda akan menyaksikan sendiri bahwa ananda sabar serta tabah menghadapi
ujian itu”.

Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat


Jama’ah Idul adha Rahimakumullah

Demikianlah prolog sejarah berqurban, maka sebagai Epilog dari peristiwa penting itu, Allah
SWT mensyariatkan umat Islam yang mampu, agar dapat melaksanakan qurban setahun
sekali pada hari raya Idul Adha.

Kini, kita kaum Muslimin apakah hidup kita semakin ikhlas ? ikhlas dalam beribadah tanpa
merasa beban, ikhlas dalam mensyukuri nikmat dengan jalan memanfaatkan anugerah Allah
sebaik-baiknya, ikhlas ketika menerima musibah, baik ringan maupun berat tanpa merasa diri
diabaikan oleh Allah SWT. Ikhlas tatkala harus berzakat, berinfaq, bershadaqah dan berjuang
di jalan Allah yang dianggap berat. Ujian keikhlasan, justru terletak ketika harus berhadapan
dengan hal-hal yang berat dan tidak menyenangkan yang mengandung esensi, sebagai ujian
kesabaran, kesyukuran, dan pengabdian menuju kehidupan penuh makna selaku insan
bertaqwa.

‫ هللا أكبر وهلل الحمد‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫هللا أكبر‬


Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat
Jama’ah Idul adha Rahimakumullah

Ibadah qurban, memang menanamkan nilai pengorbanan. Nabi Ibrahim, Ismail, dan Siti
Hajar memberi teladan terbaik tentang praksis berkurban dengan sepenuh ketaqwaan. Allah
berfirman dalam Surah Al-Hajj : 37

Artinya: “Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada
Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia
menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas perunjuk yang Dia berikan
kepadamu. Dan sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS Al-
Hajj : 37).

Apalah artinya hanya seekor hewan kurban bila dibandingkan dengan nyawa seorang Ismail
yang sangat dicintai kedua orangtuanya. Maukah kita hari ini berqurban dengan seekor
hewan qurban? Kenyataan kadang menunjukkan, karena kecintaan yang berlebih terhadap
harta, sebagian orang menjadi berat hati untuk berkurban dengan seekor hewan. Di antara
kita boleh jadi terasa berat untuk berqurban karena hitung-hitungan uang dan harta, meski
untuk seekor hewan. Padahal betapa tinggi makna dan fungsi dari ibadah qurban itu baik bagi
pelaku maupun sesama umat.

‫ هللا أكبر وهلل الحمد‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫هللا أكبر‬


Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat
Jama’ah Idul adha Rahimakumullah

Ibadah qurban mengajarkan makna amal shaleh dan ihsan. Setiap insan beriman yang
memiliki kelebihan rizki dan akses kehidupan, niscaya untuk peduli dan berbagi bagi sesama
yang membutuhkan tanpa diskriminasi. Si kaya berbagi rizki untuk si miskin, kaum cerdik
pandai berbagi ilmu kepada yang awam, sesama manusia saling menjujung tinggi martabat,
laki-laki dan perempuan saling menghormati dan memuliakan. Siapapun yang diberi akses
kekuasaan dan kekayaan yang lebih sedangkan dia beriman, maka harus rela hati berkorban
bagi sesama, lebih-lebih bagi mereka yang membutuhkan. Semuanya dilandasi spirit
pengorbanan, yang memiliki dasar pada ajaran Ilahi, yang melahirkan tindakan-tindakan
berbagi dan peduli pada sesama yang mencerahkan.

Para elite dan warga di negeri yang mengaku insan beriman di manapun berada, perlu
memgambil makna hakiki dari ajaran ketulusan, cinta, dan pengorbanan Ibrahim, Ismail, dan
Siti Hajar sebagai model perilaku emas yang menebar keutamaan bagi seluruh umat manusia.

Adanya segelintir orang atau kelompok, yang menguasai mayoritas kekayaan negara dan
menyebabkan kesenjangan sosial, merupakan bukti lemahnya jiwa berkorban di tubuh bangsa
ini. Luruhnya jiwa kenegarawanan, yang ditandai kian menguatnya kebiasaan,
mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok di atas kepentingan publik, boleh jadi
karena makin terkikisnya jiwa ikhlas berkorban sebagai kanopi suci yang diajarkan para Nabi
Allah yang kaya mozaik spiritual Ilahiah itu.

Dalam kehidupan umat dan bangsa, sungguh diperlukan jiwa berkorban berbasis iman, untuk
tegaknya kebenaran, kebaikan, keadilan, kemajuan, dan segala keutamaan lainnya, termasuk
bagi mereka yang selama ini memiliki amanat kekuasaan dan memiliki kekayaan berlebih,
untuk berkorban demi kesejahteraan rakyat yang masih dilanda kehidupan yang dhu’afa-
mustadh’afin di negeri ini. Tanpa pengorbanan dengan jiwa, pikiran, perasaan, dan perbutan
yang tulus dan utama dari para elite dan warga bangsa, maka tidak mungkin tercipta
kehidupan yang baik dan maju di tubuh bangsa ini dalam bingkai Baldatun Thayyibatun Wa
Rabbun Ghafur.

‫ هللا أكبر وهلل الحمد‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫هللا أكبر‬


Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat
Jama’ah Idul adha Rahimakumullah

Ibadah haji dan qurban juga mengajarkan sifat cinta, yakni kasih sayang atau welas asih yang
jernih terhadap sesama, sebagai perwujudan cinta kepada Allah.

Nabi Ibrahim, Isa, Muhammad, dan para Rasul kekasih Allah mempraktikan hidup kasih
sayang itu terhadap sesama tanpa diskriminasi.

Nabi Ibrahim sempat memohon kepada Allah, agar umat Nabi Luth yang durhaka tidak diberi
azab. Sifat welas asih Nabi yang satu ini diabadikan dalam Al-Quran dalam Surah Hud ayat
75 :

Artinya: “Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan
suka kembali kepada Allah.” (QS. Hud: 75). Para Nabi Utusan Allah itu sangatlah berjiwa
kasih sayang. Nabi Muhammad ketika dilempari batu oleh kaum Thaif tatkala hijrah, beliau
berkeberatan pada saat Malaikat Jibril menawarinya agar mereka yang melukainya itu diberi
azab. “Jangan, mereka sungguh kaum yang belum mengerti”, ujar Nabi akhir zaman itu.

Dalam hadisnya beliau bersabda, yang artinya:, “Tidaklah beriman seseorang hingga dia
mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” (HR Muslim). Rahmat Allah
pun terlimpah bagi para hamba yang menebarkan kasih sayang di muka bumi.

Pada saat ini, tidak sedikit manusia tejangkiti virus egoisme, yakni sikap hanya
mementingkan diri dan kelompok sendiri. Demi kepentingan golongan sendiri, rela
mengorbankan kepentingan sesama, bahkan terhadap sesama seiman. Ajumumpung
kekuasaan tumbuh di mana-mana. Sifat kasih sayang atau welas asih, seolah menjadi mutiara
yang hilang untuk ditemukan kembali. Kekerasan, konflik, dan bahkan perang terjadi di
sejumlah tempat dan kawasan antara lain, karena menguatnya egoisme dan luruhnya kasih
sayang antarsesama. Manusia seolah menjadi srigala bagi yang lainnya.

Sebabian orang beriman pun atasnama agama dan kebenaran, tidak sedikit menjadi ringan
tangan berbuat kekerasan, sehingga kehilangan watak kasih sayangnya terhadap sesama
sebagaimana diajarkan agama dan para Nabi. Agama dan jejak Nabi yang mengajarkan kasih
sayang dan kedamaian, hanya menjadi ujaran dan retorika indah, sering tidak menjadi pola
tindak dan keteladanan dalam kehidupan umat beragama. Saling hujat, caci maki, kebencian,
dan sikap saling menyebar kenegatifan, kadang terbuka di ruang publik, baik antar sesama
umat seagama maupun antar umat beragama, dipicu oleh berbagai sebab, namun pada
akhirnya, bermuara pada luruhnya jiwa damai dan kasih sayang antar sesama.

Sebagian panorama kehidupan, saat ini, di banyak kawasan cenderung berwajah garang,
konflik, dan perang. Kita prihatin dan mengecam keras tindakan Israel, yang semena-mena
atas Masjis Al-Aqsha dan rakyat Palestina, yang selalu menyebarkan bencana dan kerusakan
di kawasan Timur Tengah. Kita juga berharap, agar saudara-saudara Muslim di Rohingya dan
kawasan lain yang masih berada dalam penderitaan, memperoleh perlindungan Allah dan
jalan keluar yang terbaik. Kita juga berharap, agar Perserikatan Bangsa-Bangsa benar-benar
tegas dalam menegakkan perdamaian dan tidak diskriminasi, hanya karena mengikuti
kemauan negara-negara adidaya yang merusak tatanan dunia yang baik untuk semua.

Kita juga peihatin dengan perkembangan dan dampak negatif media sosial. Media sosial
sering menjadi ajang relasi yang kurang baik, seperti mudah menebar kebencian,
permusuhan, fitnah, amarah, dan ujaran-ujaran tak pantas, sehingga kehilangan keadaban dan
bingkai akhlaq karimah. Kekerasan terjadi di banyak ranah kehidupan. Kini, insan beriman di
mana pun berada, diuji ketulusan dalam hidup berbasis nilai-nilai Ilahi dalam menghadapi
dunia yang banyak kepentingan harta, tahta, dan pesona dunia yang serba menghalalkan apa
saja. Kehidupan politik yang serbabebas, ekonomi yang serbakapitalistik, dan budaya populer
yang memuja kesenangan inderawi, membuat masyarakat kehilangan nilai-nilai Ilahi yang
bermakna utama.

Bagi Mukmin sejati bahwa ibadah haji, qurban, dan inadah-ibadah lainnya harus menjadikan
dirinya semakin dekat dengan Allah dan berbuat kebaikan bagi sesama dalam jalinan
habluminallah dan habluminannas yang harmonis. Jika setiap muslim memiliki relasi
habluminallah dan habluminannas yang baik dan seimbang, maka akan melahirkan
kehidupan yang utama di dunia dan akhirat. Sebaliknya manakala habluminallah dan
habluminannas tidak terjalin baik, maka terjadi kerusakan dalam kehidupan manusia
umat sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Imran Ayat 112 :

Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka
kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu
karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang
benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas” (QS Ali Imran:
112).

‫ هللا أكبر وهلل الحمد‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫هللا أكبر‬


Ma’asyiral Muslimin Wal Muslimat
Jama’ah Idul adha Rahimakumullah

Di akhir khutbah ini, marilah kita berdo’a, agar shalat Idul Adha, ibadah qurban serta segenap
ibadah kita selaku Muslim melahirkan kehidupan yang khusyuk, baik, dan utama. Saudara-
saudara kita yang tengah menunaikan ibadah haji, diberi kemudahan dan keberkahan oleh
Allah serta menjadi haji yang mabrur.

Saudara-saudara kita di manapun berada, yang ditimpa musibah agar diberi kesabaran dan
anugerah Allah. Agar kehidupan di dunia ini, senantiasa berada di jalan-Nya, beribadah dan
menjalankan tugas ke-khalifahan dalam bimbingan-Nya, serta di akhirat kelak, menjadi
penghuni Jannatun -Na’im dalam ridla dan karunia-Nya. Amin ya Rabb al-‘Alamin.

Anda mungkin juga menyukai