Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PATOFISIOLOGI

“Retinopati Prematuritas”

Dosen : Istri Utami, S.ST., M.Keb

DISUSUN OLEH :

ARDIA EKA PUTRISARI

1910104138

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayat-Nya

penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Retinopathy Prematurity” ini yang diajukan

sebagai memenuhi salah satu tugas Patofisiologi dalam Kebidanan program studi Sarjana Terapan.

Dalam penulisan makalah ini mugkin masih terdapat banyak kekurangan baik dalam hal

sistematika penulisan maupun isi dan kandungan makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik

sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah Yang Maha Kuasa

memberi berkah khususnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah

ini. Aamiin.

Yogyakarta, 23 November 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Retinopathy of Prematurity atau Retinopati Prematurium (ROP) pertama kali ditemukan

oleh Terry pada tahun 1942 sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu penyakit/gangguan

perkembangan pembuluh darah retina pada bayi yang lahir prematur. ROP merupakan penyebab

kebutaan tertinggi pada anak-anak di Amerika Serikat dan salah satu penyebab utama kebutaan

anak di seluruh dunia, hal ini dilaporkan pada tahun 1980, dimana sebanyak 7000 anak di Amerika

Serikat dinyatakan buta akibat ROP.

Pada tahun 1941 sampai 1953 terjadi peningkatan kejadian ROP di seluruh dunia, lebih

dari 12.000 bayi menderita ROP. Pada tahun 1951, dua ahli Inggris menyatakan kemungkinan

adanya hubungan antara penyakit ini dengann terapi suplemental oksigen. Pemberian oksigen

tambahan pada bayi prematur merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan memberatnya

ROP, tetapi bukan merupakan faktor utama terjadinya ROP. Pembatasan pemberian oksigen

tambahan pada bayi prematur tidak secara langsung akan menurunkan kejadian ROP, malah akan

meningkatkan komplikasi sistemik lain akibat kondisi kekurangan oksigen (hipoksia).

B. Tujuan Penulisan

Makalah ini ditulis bertujuan untuk memahami definisi, etiologi, patogenesis, klasifikasi,

gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis dari retinopati of

prematurity.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multilapis yang

melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan

hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa,

ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di

belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel

berpigmen retina sehingga juga bertumpuk dengan membrane bruch, koroid, dan sklera.

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah :

1. Membran limitans interna

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju

nervus optikus
3. Lapisan sel ganglion

4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion

dengan sel amkrin dan bipolar

5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel

horizontal dengan fotoreseptor

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor

8. Membran limitans eksterna

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut

10. Epithelium pigmen retina

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 2,3 mm pada kutub posterior. Di

tengah-tengah retina posterior terdapat makula yang merupakan daerah pigmentasi kekuningan

yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula,

sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea, yang merupakan suatu cekungan

yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Foveola adalah bagian tengah

fovea dimana sel fotoreseptornya adalah sel kerucut dan merupakan bagian retina yang paling tipis.

Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria dan cabang-cabang arteri

sentralis retina. Khoriokapilaris memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis

luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina sedangkan cabang-cabang

arteri sentralis retina memperdarahi dua pertiga sebelah dalam retina.


B. Definisi Retinopathy of prematurity

Retinopathy of prematurity (ROP) adalah suatu keadaan retinopati proliferatif dimana

terjadi perkembangan abnormal pada pembuluh darah retina pada bayi prematur. ROP seringkali

mengalami regresi atau membaik tetapi dapat menyebabkan terjadinya gangguan visual berat atau

kebutaan. Retinopati prematuritas secara signifikan dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bagi

penderitanya. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden ROP semakin

meningkat. Hal ini masih menjadi suatu masalah meskipun dengan adanya kemajuan teknologi

yang mencolok pada bidang neonatologi.

C. Etiologi

Retina merupakan jaringan yang unik. Pembuluh darah retina mulai terbentuk pada 3 bulan

setelah konsepsi dan menjadi lengkap pada waktu kelahiran normal. Jika bayi lahir sebelum

waktunya, hal ini dapat mengganggu perkembangan mata. Pertumbuhan pembuluh darah mungkin

saja terhenti atau tumbuh abnormal misalnya rapuh dan bocor, yang dapat menimbulkan

perdarahan pada mata. Jaringan parut dapat terbentuk dan menarik retina terlepas dari permukaan

dalam mata. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan hilangnya penglihatan. Dahulu,
pemberian oksigen secara rutin pada bayi prematur menstimulasi pertumbuhan pembuluh

abnormal. Dewasa ini, risiko terjadinya ROP adalah tergantung derajat prematuritasnya. Semua

bayi kurang dari 30 minggu masa gestasi atau dengan berat badan lahir kurang dari 3 pon perlu

pemeriksaan lebih lanjut.

Faktor risiko terjadinya ROP antara lain adalah sebagai berikut :

1. Bayi lahir < 32 minggu masa gestasi

2. Penyakit jantung

3. Asupan oksigen yang tinggi

4. Berat badan lahir < 1500 gram

5. Penyakit lain yang menyertai

6. Anemia

7. Kadar karbon dioksida yang tinggi

8. Apnea

9. Bradikardia

10. Transfusi darah

11. Perdarahan intraventrikuler

12. Maternal, pada masa prenatal: kebiasaan merokok, diabetes, preeklamsia

D. Patofisiologi

Retinopati prematuritas terutama terjadi pada bayi dengan Berat Badan Lahir Amat Sangat

Rendah (BBLASR). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa berat badan lahir rendah, usia

gestasi yang rendah, dan penyakit penyerta yang berat ( misalnya respiratory distress syndrome
{RDS}, displasia bronkopulmoner {BPD}, sepsis) merupakan faktor-faktor yang terkait. Bayi

yang lebih kecil, lebih tidak sehat, dan lebih immatur memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk

menderita penyakit serius.

Vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia gestasi kurang lebih 16 minggu.

Pembuluh retina tumbuh keluar dari optic disc sebagai perpanjangan dari sel spindel mesenkimal.

Sementara sel-sel spindel mesenkimal ini mensuplai sebagian besar aliran darah, terjadilah

proliferasi endotelial dan pembentukan kapiler-kapiler. Kapiler-kapiler baru ini akan membentuk

pembuluh retina yang matur. Pembuluh darah choroid (yang terbentuk pada usia gestasi 6 minggu)

mensuplai retina avaskular yang tersisa. Bagian nasal dari retina akan tervaskularisasi secara

menyeluruh sampai ke ora serrata pada usia gestasi 32 minggu.

Sedangkan bagian temporal yang lebih besar biasanya telah tervaskularisasi seluruhnya

pada usia gestasi 40-42 minggu (aterm). Kelahiran bayi prematur mengakibatkan terhentinya

proses maturasi dari pembuluh retina normal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis

ROP. Sel-sel spindel mesenkimal, yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap junction.

Gap junction ini mengganggu pembentukan pembuluh darah yang normal, mencetuskan terjadinya

respon neovaskular, sebagaimana dilaporkan oleh Kretzer dan Hittner. Ashton menjelaskan akan

adanya dua fase pada proses terjadinya ROP. Fase pertama, fase hiperoksik, menyebabkan

terjadinya vasokonstriksi pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang irreversibel.

Keadaan hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I dari retinopati prematuritas.


E. Klasifikasi

Pada tahun 1984, 23 Oftalmologis dari 11 negara membentuk International Classification

of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini membagi lokasi penyakit ini dalam

zona-zona pada retina (1,2, dan 3), penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan

tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Dalam anamnesis dari bayi prematur, harus

mencakup hal-hal berikut ini :

o Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu

o Berat badan lahir kurang dari 1500 gram, khususnya kurang dari 1250 gram

o Faktor resiko lainnya yang mungkin (misalnya terapi oksigen, hipoksemia, hipercarbia,

dan penyakit penyerta lainnya)

Retinopathy of prematurity dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi, luas, derajat dan

disertai “plus” disease

Berdasarkan lokasinya, ROP dibagi menjadi 3 zona yang berpusat pada optik disk, antara

lain :

1. Zona I

Dibatasi oleh lingkaran imajiner yang memiliki radius 2x jarak optik disk ke makula.

2. Zona II

Meluas dari pinggir zona I ke titik tangensial sampai nasal ora serata dan area temporal.

3. Zona III

Merupakan daerah sisa temporal anterior yang berbentuk sabit ke zona II.
Berdasarkan luasnya, ROP diklasifikasikan menurut arah putaran jam.

Berdasarkan derajatnya, ROP diklasifikasikan menjadi :

 Derajat 1 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang ringan. Pada stadium ini

biasanya membaik sendiri dan bayi akan mempunyai penglihatan yang normal.

 Derajat 2 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang sedang. Pada stadium ini

biasanya akan membaik sendiri dan bayi akan mempunyai penglihatan yang normal.

 Derajat 3 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang berat. Pembuluh darah

abnormal tersebut akan tumbuh ke arah sentral dan tidak mengikuti pola pertumbuhan yang

normal di permukaan retina. Pada stadium ini ada bayi yang akhirnya membaik dan tidak

memerlukan terapi serta mempunyai penglihatan yang normal. Pada bayi dengan stadium

III dan “plus disease (dimana pembuluh retina menjadi membesar dan berkelok-kelok,

yang mengindikasikan perubahan penyakit kearah yang lebih buruk), terapi diperlukan

terutama untuk mencegah terjadi pelepasan retina.

 Derajat 4 : Pertumbuhan pembuluh darah abnormal yang berat ditambah robekan

lapisan retina sebagian yang berawal pada ridge. Retina tertarik ke anterior ke dalam

vitreous oleh ridge fibrovaskular, tarikan disebabkan oleh perdarahan. Derajat 4 ini terbagi

2, yaitu 4A dan 4B.


 Derajat 4A : tidak mengenai fovea

 Derajat 4B : mengenai fovea

 Derajat 5 : robekan retina total berbentuk seperti corong (funnel). Bayi akan mengalami

kebutaan.

 Derajat 5A : corong terbuka

 Derajat 5B : corong tertutup

Plus disease

“Plus disease” merupakan vena yang berdilatasi dan arteri yang berkelok-kelok pada

fundus posterior. “Plus disease” dapat muncul pada stadium manapun. Menunjukkan

tingkat yang signifikan dari dilatasi vaskular dan tortuosity yang ada di pembuluh darah

retina belakang. Hal ini menggambarkan adanya peningkatan aliran darah yang melewati

retina. Apabila terdapat tanda-tanda penyakit plus ini, ditandai dengan tanda ‘plus’ pada

stadium penyakit.

Treshold disease

Didefinisikan sebagai area penyakit dalam jangkauan 5 arah jarum jam berturut-turut atau

8 arah jarum jam yang tidak berturutan. Adanya kelainan ini merupakan indikasi

dilakukannya terapi.
F. Prosedur Pemeriksaan

Semua bayi prematur dengan berat badan lahir dibawah dari 1500 gram dan masa gestasi

dibawah 32 minggu memiliki resiko untuk menderita ROP, maka dibuat semacam screening

protocol sesuai dengan usia gestasi.

 Bayi yang lahir pada usia gestasi 23-24 minggu, harus menjalani pemeriksaan mata

pertama pada usia gestasi 27-28 minggu

 Bayi yang lahir pada usia gestasi 25-28 minggu, harus menjalani pemeriksaan mata

pertama pada usia kehidupan 4-5 minggu

 Bayi yang lahir pada usia gestasi ≥ 29 minggu, pemeriksaan mata pertama dilakukan

sebelum bayi tersebut dipulangkan

Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan menggunakan

oftalmoskopi binokular indirek. Dibutuhkan pemeriksaan dengan dilatasi fundus dan depresi

skleral. Instrumen yang digunakan adalah spekulum Sauer (untuk menjaga mata tetap dalam

keadaan terbuka), depresor skleral Flynn (untuk merotasi dan mendepresi mata), dan lensa 28

dioptri (untuk mengidentifikasi zona dengan lebih akurat). Bagian pertama dari pemeriksaan

adalah pemeriksaan eksternal, identifikasi rubeosis retina, bila ada. Tahap selanjutnya adalah

pemeriksaan pada kutub posterior, untuk mengidentifikasi adanya penyakit plus. Mata dirotasikan

untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya penyakit zona 1. Apabila pembuluh nasal tidak terletak

pada nasal ora serrata, temuan ini dinyatakan masih berada pada zona 2. Apabila pembuluh nasal

telah mencapai nasal ora serrata, maka mata berada pada zona 3.
G. Diagnosis Banding

Berikut ini adalah diagnosis banding dari ROP :

1. Incontinentia pigmenti

Merupakan kelainan X-linked dominan yang bisa menstimulasi ROP. Penyakit ini letal

pada bayi laki-laki, hanya terdapat pada bayi perempuan. Pada bulan pertama, bayi

memiliki pembuluh darah retina yang berkelok-kelok dengan tidak adanya perfusi

pembuluh darah retina perifer. Anomali okular lainnya seperti strabismus, katarak,

myopia, nistagmus, blue sclera. selain terjadi anomali okular, sistem nervus sentral

terganggu misalnya kejang, spastik paralisis dan retardasi mental.

2. Familial exudatif vitreoretinopathy (FEVR)

Merupakan kelainan autosomal dominan fundus. Pasien dengan FEVR lahir normal tanpa

kesulitan pernapasan atau asupan oksigen.

3. White pupillary reflek

Berkaitan dengan derajat 5 ROP yang mana member gambaran leukokoria seperti katarak

kongenital, vitreus primer hiperplastik persisten, retinoblastoma, toxokariasis okular,

uveitis intermediate, penyakit coat, perdarahan vitreus.

H. Penatalaksanaan

Terapi Medis

Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening oftalmologis

terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Saat ini, belum ada standar terapi medis yang baku

untuk ROP. Penelitian terus dilakukan untuk memeriksa potensi penggunaan obat
antineovaskularisasi intravitreal, seperti bevacizumab (Avastin). Obat-obatan ini sudah pernah

berhasil digunakan pada pasien dengan penyakit neovaskularisasi bentuk yang lain, seperti

retinopati diabetik. Terapi-terapi lainnya yang pernah dicoba dapat berupa mempertahankan level

insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dalam kadar

normal pada retina yang sedang berkembang, seperti diusulkan oleh Chen and Smith.

Meskipun terapi oksigen telah dinyatakan sebagai faktor penyebab utama ROP, banyak

ahli percaya bahwa memaksimalkan saturasi oksigen pada penderita ROP dapat merangsang

regresi dari penyakit ini. Namun, sebuah studi multisenter yang dikenal sebagai STOP-ROP

(Supplemental Therapeutic Oxygen for Prethreshold Retinopathy Of Prematurity), menemukan

bahwa tidak ada perubahan yang signifikan yang terjadi dengan mempertahankan saturasi oksigen

diatas 95%. Namun, saturasi oksigen yang lebih tinggi juga tidak memperparah penyakit itu

sendiri.

Terapi Bedah

a. Terapi bedah ablatif (Ablative surgery)

Dilakukan apabila terdapat tanda kegawatan (threshold disease), terapi ablatif saat ini

terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk menghancurkan area retina yang avaskular. Terapi

ini biasanya dilakukan pada usia gestasi 37-40 minggu, apabila ROP terus memburuk,

mungkin dibutuhkan lebih dari satu tindakan.

b. Krioterapi

Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur ini dapat dilakukan

dengan anestesi umum ataupun topikal. Karena tingkat stress prosedur yang cukup tinggi,

maka mungkin dibutuhkan bantuan ventilator setelah prosedur ini selesai. Komplikasi yang
paling umum terjadi adalah perdarahan intraokuler, hematom konjunctiva, laserasi

konjunctiva, dan bradikardia. Pada studi prospektif random ditemukan bahwa dengan

krioterapi menghasilkan reduksi retinal detachment hingga 50% dibandingkan dengan mata

yang tidak diterapi dengan krioterapi.

c. Terapi Bedah Laser

Saat ini, terapi laser lebih disukai daripada krioterapi karena dipertimbangkan lebih efektif

untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih

ringan. Fotokoagulasi dengan laser tampaknya menghasilkan outcome yang kurang-lebih sama

dengan krioterapi dalam masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data

mengenai ketajaman visus dan kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih menguntungkan

dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa terapi laser lebih mudah dilakukan

dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi. Namun, krioterapi masih merupakan terapi pilihan apabila

penglihatan retina terbatas oleh opasitas medianya.

d. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity (ET-ROP)

Studi ET-ROP menunjukkan bahwa dengan penanganan dini (early treatment) dapat

mengurangi prognosis yang buruk pada usia kehidupan 9 bulan dan 2 tahun. Berdasarkan studi

ini, para oftalmologis membagi ROP menjadi dua bagian besar, yaitu :

Tipe 1 (membutuhkan terapi)

1. Mata dengan zona 1, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus

2. Mata dengan zona 2, stadium 2 atau 3 dengan penyakit plus


Tipe 2 (membutuhkan observasi)

1. Mata dengan zona 1, stadium 1 atau 2 tanpa penyakit plus

2. Mata dengan zona 2, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus

Dasar pemeriksaan untuk menindaklanjuti pasien dengan retinopati prematuritas (ROP)

adalah dari hasil pemeriksaan awal. Semakin immatur vaskularisasi retina atau semakin serius

kondisi penyakitnya, semakin pendek masa interval follow-up lanjutan yang harus dijalani oleh

pasien tersebut sehingga perkembangan sekecil apapun mengenai progresi penyakit dapat segera

diketahui.
Setelah intervensi bedah, oftalmologis harus melakukan pemeriksaan setiap 1-2 minggu

untuk menentukan apakah diperlukan terapi tambahan. Pasien yang dimonitor ini harus menjalani

pemeriksaan sampai vaskularisasi retina matur. Banyak pasien yang kehilangan penglihatannya

akibat monitor yang tidak tepat waktu dan tidak sesuai. Pada pasien yang tidak ditatalaksana,

ablasio retina biasanya terjadi pada usia postmenstrual 38-42 minggu.

Selain itu, 20% dari bayi-bayi prematur menderita strabismus dan kelainan refraksi, karena

itu penting untuk melakukan pemeriksaan oftalmologis setiap 6 bulan hingga bayi berusia 3 tahun.

Sebanyak 10% bayi-bayi prematur juga dapat menderita glaukoma dikemudian hari, maka

pemeriksaan oftalmologis harus dilakukan setiap tahun.


I. Prevensi

Pencegahan yang paling bermakna adalah pencegahan kelahiran bayi prematur.

Pencegahan ini dapat dialkukan dengan cara melakukan perawatan antenatal yang baik. Semakin

matur bayi yang lahir, semakin kecil kemungkinan bayi tersebut menderita ROP. Penelitian

menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid dalam masa antenatal memiliki efek protektif

terhadap tingkat keparahan ROP. Selain itu, penelitian lain juga menyatakan bahwa terapi

suplemental oksigen dengan target saturasi 83-93% dapat menurunkan insidensi ROP yang

mencapai threshold.

J. Komplikasi

Komplikasi jangka panjang dari ROP antara lain adalah miopia, ambliopia, strabismus,

nistagmus, katarak, ruptur retina, dan ablasio retina. Pada penelitian yang dilakukan Vanderveen

dkk, strabismus pada penyakit ini dapat membaik pada usia 9 bulan.

K. Prognosis

Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya. Pada pasien yang

tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki prognosis yang baik dibandingkan

pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior atau stadium III, IV, dan V. Faktor yang penting

adalah deteksi awal dan penangganan yang tepat.


DAFTAR PUSTAKA

1. Bashour, Mounir. 2008. Retinopathy of Prematurity. Emedicine. November 3, 2008.

http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis

2. Campbell K. Intensive oxygen therapy as possible cause for retrolental fibroplasia. A

clinical approach. Med J Austr. 1951;2:48-50. Cited june 5, 2010. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis

3. Csak K, Szabo V, Szabo A, et al. Pathogenesis and genetic basis for retinopathy of

prematurity. Front Biosci. Jan 1 2006;11:908-20. [Medline].

4. Fielder AR, Shaw DE, Robinson J, et al. Natural history of retinopathy of prematurity

: a prospective study. Eye. 1992;6(Pt 3):233-42. [Medline].

5. Flynn ET, Flynn TJ, Chang S. Pediatric Retinal Examination of Disease. In:Pediatric

Ophtalmology A Clinical Guide. New York. Thieme Medical Publishers. 2000;264-5.

6. Ghozi, M, 1997, Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

7. Ilyas, S, 1998, Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta.

8. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology : A Systemic Approach. Fifth Edition. New York :

Elsevier Science Limited; 2003

9. Kansky JJ. Retinopathy of Prematurity in Clinical Ophtalmology A Systematic

Approach. 3rd Edition. 1994;374-6.

10. Kretzer FL, Hittner HM. Retinopathy of prematurity: clinical implications of retinal

development. Arch Dis Child. Oct 1988;63 (10 Spec No):1151-67. [Medline].
11. McNamara A J, Connolly P. Retinopathy of Prematurity in Vitreoretinal Disease the

essential. New York. Thieme Medical Publishers. 1999;177-90.

12. Mustidjab. Screening and Management of Retinopathy of Prematurity. Vol.42.No.04

Oktober-Desember. Department of Ophtalmology Airlangga University School of

Medicine. 2006;270-6.

13. Najm N. About Kids Health Premature Babbies Retinopathy of Prematurity.

http//www.AboutKidsHealth.html

14. National Institute of Eye. 2011. Fact about Retinopathy of Prematurity. (Online).

www.nei.nih.gov/health/rop/rop.asp

15. National Institute of Eye. 2011. Retinopathy of Prematurity [NEI Health Information].

(Online). www.nei.nih.gov/health/rop/rop.asp

16. Radjamin, R. K, dkk, 1993, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press, Surabaya.

17. http://neoreviews.aappublications.org/cgi/content/full/neoreviews;2/7/e174/F1

Anda mungkin juga menyukai