Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

Katarak Senilis Imatur

Oleh

Muhammad Fakhri Barustan 1902611203


Nia Fransiska 1902611204
Natasha Santoso 1902611208

Pembimbing:
dr. I Wayan Eka Sutyawan, Sp.M

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI LAB/SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Katarak Senilis Imatur” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/ RSUP
Sanglah Denpasar.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini,
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. dr. I Made Agus Kusumadjaja, Sp.M(K) selaku Kepala Departemen/ SMF Ilmu
Kesehatan Mata FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar.
2. dr. I Gusti Ayu Made Juliari, Sp.M(K) selaku Koordinator Pendidikan Bagian/
SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar yang
membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan laporan ini.
3. dr. I Wayan Eka Sutyawan, Sp.M selaku pembimbing dari pembuatan laporan
kasus ini.
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat
memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan memberi manfaat bagi
masyarakat.

Denpasar, 27 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2
2.1 Definisi ................................................................................................ 2
2.2 Epidemiologi ....................................................................................... 2
2.3 Anatomi Lensa .................................................................................... 3
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko .................................................................. 5
2.5 Patofisiologi ........................................................................................ 6
2.6 Klasifikasi ........................................................................................... 7
2.7 Diagnosis ............................................................................................. 10
2.8 Tatalaksana.......................................................................................... 13
2.9. Prognosis ............................................................................................. 16
BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................... 18
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................ 23
BAB V SIMPULAN ....................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa sehingga cahaya sulit
mencapai retina, akibatnya pengelihatan menjadi kabur. Katarak merupakan proses
degeneratif yang dipengaruhi oleh faktor usia. Katarak juga dapat diderita oleh bayi
dan anak, akibat proses dalam kandungan seperti infeksi. Katarak juga dapat
berkembang setelah cedera mata, peradangan, dan beberapa penyakit mata lainnya.1
Katarak menjadi penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan dimana
lebih dari 50% kebutaan yang dialami oleh masyarakat disebabkan oleh katarak.
Berdasarkan World Health Organization (WHO), pada tahun 2010 katarak
bertanggung jawab atas 51% kebutaan di dunia, yaitu pada sekitar 20 juta orang.
Katarak merupakan penyebab kebutaan reversibel yang paling utama di dunia dengan
angka insiden sebesar 33% dari seluruh gangguan penglihatan.2
Di Indonesia, prevalensi kebutaan pada rentang tahun 2015-2019 adalah
sebanyak 3%, dimana katarak merupakan penyebab tertinggi kebutaan. Pada tahun
2015 di provinsi Bali terdapat 18.016 penduduk menderita kebutaan dimana 78,0%
disebabkakn oleh katarak.3 Sebanyak 51,6% dari penderita katarak tidak mengetahui
bahwa dirinya menderita katarak dan tidak mengetahui bahwa katarak dapat dioperasi
atau direhabilitasi sehingga penderita tidak menjalani tindakan operasi. Diperkirakan
setiap tahun kasus baru kebutaan akibat katarak akan selalu bertambah sebesar 0,1%
dari jumlah penduduk atau sekitar 250.000 orang/tahun.5
Katarak merupakan suatu kelainan pada mata yang ditandai dengan adanya
penurunan tajam penglihatan yang tidak membaik dengan koreksi dan disertai dengan
kekeruhan pada lensa. Pasien dengan katarak mengeluhkan pengelihatan seperti
berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif. Saat seseorang
menderita katarak, maka akan muncul gangguan dalam beraktivitas sehari-hari
terutama kegiatan lain yang membutuhkan penglihatan yang jernih.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Katarak berasal dari kata Yunani “katarrhakies”, inggris “cataract” dan latin
“cataracta” yang berarti air terjun. Dalam Bahasa Indonesia disebut “bular” dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak merupakan
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang terjadi akibat penambahan cairan
(hidrasi) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya.1 Berdasarkan World
Health Organization (WHO), katarak adalah suatu kondisi keruh pada lensa yang
menyebabkan terhalangnya pengelihatan yang jernih.2
Berdasarkan usia terjadinya, katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak
kongenital, juvenil, dan senilis. Katarak kongenital merupakan katarak yang sudah
terlihat pada usia dibawah satu tahun. Katarak juvenil merupakan katarak yang
terjadi sesudah usia satu tahun. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling
sering ditemukan. Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi
pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50 tahun.4

A) Lensa yang normal, jernih B) Lensa keruh karena katarak

2.2 Epidemiologi
Data WHO pada tahun 2010 menunjukkan bahwa katarak bertanggung
jawab atas 51% kebutaan di dunia yaitu pada sekitar 20 juta penduduk. Hasil survei
kebutaan dengan menggunakan metode Rapid Assessment of Avoidable Blindness

2
(RAAB) yang dilakukan pada 3 provinsi di Indonesia (NTB, Jawa Barat dan
Sulawesi Selatan) tahun 2013-2014 didapatkan prevalensi kebutaan pada
masyarakat usia > 50 tahun rata-rata di 3 provinsi tersebut adalah 3,2% dengan
penyebab utama adalah katarak (71%). Kebutaan akibat katarak di Indonesia juga
ditemukan semakin meningkat dengan bertambahnya usia, yaitu 20/1000 kasus pada
kelompok usia 45-59 tahun dan 50/1000 kasus pada kelompok usia >60 tahun.5
Di Indonesia, prevalensi kebutaan pada rentang tahun 2015-2019 adalah
sebanyak 3%, dimana katarak merupakan penyebab tertinggi kebutaan. Pada tahun
2015 di provinsi Bali terdapat 18.016 penduduk menderita kebutaan dimana 78,0%
disebabkakn oleh katarak.3

2.3 Anatomi Lensa


Lensa merupakan suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna. Lensa
di dalam bola mata terletak di posterior iris yang terdiri dari zat tembus cahaya
berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya
akomodasi. Tebal lensa sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa dibentuk oleh
sel epitel yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Lensa disangga oleh
serat-serat zonula yang berasal dari corpus ciliare yang menyisip pada bagian
ekuator kapsul lensa. Kapsul lensa adalah suatu membran basalis yang mengelilingi
substansi lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan
terus berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa
yang lebih tua di desak ke nukleus sentral; serat-serat muda, yang kurang padat, di
sekeliling nukleus menyusun korteks lensa. Nutrisi lensa didapat dari aqueous
humor, sementara metabolismenya terutama bersifat anaerob akibat rendahnya
kadar oksigen terlarut di dalam aqueous.6

3
Gambar 2.1 Anatomi Mata

a. Kapsul
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang elastis dan transparan tersusun
dari kolagen tipe IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul ini mengandung
isi lensa serta mempertahankan bentuk lensa pada saat akomodasi. Bagian paling
tebal kapsul berada di bagian anterior dan posterior zona preekuator, dan bagian
paling tipis berada di bagian tengah kutub posterior.1
b. Serat Zonula
Lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat zonula
tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior
dari kapsul lensa. 1
c. Epitel Lensa
Tepat dibelakang kapsul anterior lensa terdapat satu lapis sel-sel epitel. Sel-
sel epitel lensa dapat melakukan aktivitas seperti yang dilakukan sel-sel lainnya,
seperti sintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel tersebut juga dapat membentuk
ATP untuk memenuhi kebutuhan energi lensa. Sel-sel epitel yang baru terbentuk
akan menuju equator lalu berdiferensiasi menjadi serat lensa.1
d. Nukleus dan Korteks
Sel-sel berubah menjadi serat, lalu serat baru akan terbentuk dan akan
menekan serat-serat lama untuk berkumpul di bagian tengah lensa. Serat-serat yang
baru akan membentuk korteks dari lensa.1

4
Gambar 2.2 Komponen Lensa

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Katarak disebabkan oleh berbagai faktor atau multifaktorial, dibagi menjadi faktor
internal dan eksternal.1
2.4.1 Faktor Internal
2.4.1.1 Usia
Proses normal penuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh.
Seiring dengan meningkatnya usia, maka ukuran lensa akan bertambah dengan
timbulnya serat-serat lensa yang baru, lensa berkurang kejernihannya selanjutnya
keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya katarak. Prevalensi
katarak meningkat tiga sampai empat kali pada pasien berusia diatas 65 tahun.2
2.4.1.2 Riwayat penyakit
Diabetes Melitus (DM) dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks
refraksi, dan kemampuan akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga akan
meningkatkan kadar glukosa di aqueous humor. Glukosa dari aqueous akan masuk
ke lensa melalui difusi dimana sebagian dari glukosa ini diubah menjadi sorbitol
oleh enzim aldose reduktase melalui jalur poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap
tinggal di lensa. Akumulasi intraselular sorbitol menyebabkan perubahan osmotic
sehingga air masuk ke lensa, yang akan mengakibatkan pembengkakkan serabut
lensa. Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa akumulasi poliol
intraseluler menyebabkan kolaps dan likuifaksi (pencairan) serabut lensa, yang
akhirnya terjadi pembentukan kekeruhan pada lensa.6

5
2.4.1.3 Herediter
Katarak yang disebabkan oleh herediter sering diakibatkan oleh autosomal
dominan.

2.4.2 Faktor eksternal


2.4.2.1 Trauma
Trauma sering menyebabkan katarak unilateral pada individu. Kekeruhan yang
terjadi akibat trauma bervariasi tergantung penetrasi trauma yang mengenai lensa.
2.4.2.2 Obat-obatan
Toksik, obat-obatan juga dapat mengakibatkan terjadinya katarak diantaranya
kortikosteroid, amiodarone, fenotiazin atau golongan tiazin lainnya dan klorpromazin.
2.4.2.3 Merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya katarak. Merokok dapat
menyebabkan katarak dengan beberapa mekanisme biologis seperti kerusakan
oksidatif, yang memiliki peran utama dalam pembentukan katarak. Merokok
menyebabkan pertambahan zat oksidatif melalui aktifitas radikal bebas, oksidasi dan
peroksidasi lipid. Selain itu, merokok dapat menyebabkan stres oksidatif (keadaan
dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk
menetralkannya) secara tidak langsung pada lensa melalui penipisan antioksigen
endogen, seperti vitamin C, vitamin E, dan beta-karoten.7

2.5 Patofisiologi Katarak


Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial. Sel lensa terus bertumbuh
sepanjang hidup, tidak ada sel-sel yang dibuang. Semakin bertambah usia lensa,
maka akan semakin tebal dan berat sementara daya akomodasinya semakin
melemah. Pada kondisi lapisan kortikal bertambah dalam pola yang konsentris,
nukleus sentral tertekan dan mengeras, disebut nuklear sklerosis. Terdapat banyak
mekanisme yang memberi kontribusi dalam progresifitas kekeruhan lensa. Epitel
lensa berubah seiring bertambahnya usia, terutama dalam hal penurunan densitas
(kepadatan) sel epitelial dan penyimpangan diferensiasi sel serat lensa (lens fiber

6
cells). Akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan
gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan
hilangnya kejernihan lensa walaupun epitel lensa yang mengalami katarak
menunjukkan angka kematian apoptotik yang rendah.8
Bertambahnya usia lensa, penurunan rasio air dan mungkin metabolit larut
air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui
epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien dan
antioksidan. Kerusakan oksidatif pada lensa akibat pertambahan usia kemudian
mengarahkan pada terjadinya katarak senilis.1,6
Selain dari itu, terdapat juga teori free radical, dimana free radical terbentuk
jika terjadi reaksi intermediate reaktif kuat. Free radical mengakibatkan degenerasi
molekul normal, dan dapat dinetralisir oleh vitamin E dan antioksidan. Teori Across-
Link dari para ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan asam nukleat dan
molekul protein sehingga terjadi gangguan fungsi.2,7

2.6 Klasifikasi Katarak


2.6.1 Katarak Menurut Usia
2.6.1.1 Katarak Kongenital
Katarak Kongenital merupakan katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Kekeruhan sebagian pada
lensa yang sudah didapatkan pada waktu lahir umumnya tidak meluas dan jarang
sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhan tergantung pada saat
mana terjadi gangguan pada kehidupan janin. Katarak kongenital dapat terjadi
karena malformasi lensa gestasional, ibu malnutrisi, infeksi, obat-obatan, radiasi,
faktor janin/anoksia infantil, gangguan metabolisme, trauma saat lahir, malnutrisi,
kelainan kongenital, idiopatik. 1,6
2.6.1.2 Katarak Juvenil
Katarak juvenil adalah katarak yang mulai terbentuknya pada usia lebih dari
1 tahun dan kurang dari 50 tahun. Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi
pada anak-anak sesudah lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih

7
terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek
seperti bubur dan disebut sebagai soft cataract. Biasanya katarak juvenil merupakan
bagian dari suatu gejala penyakit keturunan lain.1,6
2.6.1.3 Katarak Senilis
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia di atas 50 tahun kadang-kadang pada usia 40 tahun. Perubahan yang
tampak ialah bertambah tebalnya nukleus dengan berkembangnya lapisan korteks
lensa. Penyebab katarak senilis antara lain perubahan lensa karena penuaan,
penyakit sistemik, merokok, stres oksidatif, dan kurangnya unsur diet esensial.1,6

2.6.2 Katarak Menurut Lokasi Kekeruhan


2.6.2.1 Katarak Nuklear
Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi sklerotik. Lama
kelamaan inti lensa yang mulanya menjadi putih kekuningan menjadi coklat dan
kemudian menjadi kehitaman. Keadaan ini disebut katarak brunesen atau nigra.7
2.6.2.2 Katarak Kortikal
Katarak kortikal terjadi apabila bagian dari serat lensa di sekitar nukleus
menjadi keruh. Pengaruh terhadap gangguan penglihatan bergantung pada letak
opasitas. Gejala yang sering dikeluhkan dari katarak kortikal adalah glare, terutama
saat berkendara di malam hari. 7
2.6.2.3 Katarak Subkapsular Posterior
Katarak subkapsular posterior ini sering terjadi pada usia yang lebih muda
dibandingkan tipe nuklear dan kortikal. Katarak ini terletak di lapisan posterior
kortikal dan biasanya axial. Indikasi awal adalah terlihatnya gambaran halus seperti
pelangi dibawah slit lamp pada lapisan posterior kortikal. Pada stadium lanjut
terlihat granul dan plak pada korteks subkapsul posterior ini. Gejala yang dikeluhkan
penderita adalah penglihatan yang silau, penurunan penglihatan di bawah sinar
terang, dan terjadi penurunan penglihatan pada jarak dekat. 7

2.6.3 Katarak Menurut Derajat Kekeruhan

8
2.6.3.1 Katarak Insipien
Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi
dasar di perifer dan daerah jernih membentuk gerigi dengan dasar di perifer dan
daerah jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya teletak di korteks anterior atau
posterior. Kekeruhan ini pada umumnya hanya tampak bila pupil dilebarkan.7 Pada
stadium ini terdapat keluhan poliopia karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bila dilakukan uji bayangan iris akan positif.4,7
2.6.3.2 Katarak Imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi
tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian
yang jernih pada lensa.4,7 Terjadi hidrasi korteks pada stadium ini yang
mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan
memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi miopik.
Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik
mata depan akan lebih sempit.4,7 Pada stadium intumensen ini akan mudah terjadi
penyulit glaukoma. Uji bayangan iris pada keadaan ini positif. 4,7
2.6.3.3 Katarak Matur
Proses degenerasi berjalan terus maka akan menyebabkan terjadinya
pengeluaran air bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Pada stadium ini
lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan
akan mempunyai kedalaman normal kembali. Pada stadium ini terlihat lensa
berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium. Bila
dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.6

2.6.3.4 Katarak Hipermatur


Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks mengkerut dan
berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya korteks, nukleus lensa
tenggelam ke arah bawah (katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan
mengakibatkan bilik mata menjadi dalam. Uji bayangan iris memberikan gambaran

9
pseudopositif. Akibat masa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat
menimbulkan penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik.6,10

2.7 Diagnosis
Diagnosis katarak dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang yang komperhensif. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai. Tujuan dari evaluasi
komperhensif pada pasien yang mengeluhkan gejala yang berkaitan dengan katarak
adalah untuk menentukan adanya katarak, mengkonfirmasi bahwa katarak
merupakan faktor signifikan yang berkontribusi pada gangguan peneglihatan dan
gejala yang dikeluhkan pasien dan mengidentifikasi kondisi mata dan sistemik yang
berkontribusi pada gangguan pengelihatan.9
Anamnesis yang cermat penting dalam menentukan progresi dan gangguan
fungsional penglihatan akibat katarak dan juga dalam mengidentifikasi penyebab
lain kekeruhan pada lensa. Beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya:
• Penurunan tajam penglihatan
Penurunan tajam penglihatan merupakan keluhan paling umum pada pasien
dengan katarak. Keluhan berupa penglihatan berasap dan tajam penglihatan
yang menurun secara progresif. Visus mundur yang derajatnya tergantung pada
lokalisasi dan tebal tipisnya kekeruhan. Bila kekeruhan lensa tipis, kemunduran
visus sedikit atau sebaliknya. Jika kekeruhan terletak di equator, penderita tidak
akan mengalami keluhan penglihatan.2,6
• Pandangaan buram seperti berasap atau berkabut 2,10
• Pandangan silau
Keluhan ini berupa menurunnya sensitivitas kontras pada cahaya terang atau
silau pada siang hari atau pada arah datangnya sinar pada malam hari. Gangguan
seperti ini muncul utamanya pada pasien dengan katarak subkapsular posterior
dan pada pasien dengan katarak kortikal.2,6
• Myopic shift

10
Progresi katarak seringkali meningkatkan kekuatan dioptrik lensa menyebabkan
terjadinya myopia or myopic shift derajat ringan hingga sedang. Akibatnya, ada
pasien presbiopi melaporkan peningkatan penglihatan jarak dekat dan tidak
membutuhkan kacamata baca saat mereka mengalami hal yang disebut second
sight. Namun, munculnya sementara dan saat kualitas optis lensa mengalami
gangguan, maka second sight tersebut akan hilang. Myopic shift dan second
sight tidak terjadi pada katarak kortikal dan subkapsular posterior.2,6
Pemeriksaan fisik katarak meliputi pemeriksaan mata lengkap dimulai dari
tes tajam penglihatan. Pada katarak senilis, tajam penglihatan akan menurun secara
perlahan-lahan. Pemeriksaan pada lensa dilakukan dengan menyinarinya dari
samping. Lensa akan tampak keruh keabuan atau keputihan dengan latar hitam. 2,6
Pemeriksaan dengan ophthalmoskopi langsung maupun tak langsung
penting untuk mengevaluasi bagian posterior mata sehingga dapat diketahui
prognosis setelah ekstraksi lensa. Pada fundus refleks dengan pemeriksaan
opthalmoskop kekeruhan tersebut tampak hitam dengan latar oranye, dan pada
stadium matur hanya didapatkan warna putih atau tampak kehitaman tanpa latar
orange, hal ini menunjukkan bahwa lensa sudah keruh seluruhnya.2,6
Untuk menilai kondisi, tipe dan derajat katarak dievaluasi dengan
menggunakan slit lamp dan kriteria LOCS III. Terdapat 4 (empat) kondisi dari
klasifikasi LOCS III yaitu: nuclear opalescence (NO), nuclear color (NC), cortical
cataract (C), posterior subcapsular caratact (Pemeriksaan dengan slit lamp juga
penting selain untuk memeriksa kekeruhan lensa juga untuk struktur mata lainnya
(misal konjungtiva, kornea, iris, kamera anterior). 11
Klasifikasi katarak seperti dikemukakan oleh Buratto dan kawan-kawan.
Buratto membagi densitas kekerasan lensa menjadi 5 jenis ; dimana grade 1
adalah katarak yang paling lunak dan grade 5 adalah katarak yang sangat keras.
Klasifikasi katarak menurut burrato adalah sebagai berikut :
Grade 1: Nukleus lunak. Pada katarak grade 1 biasanya visus masih
lebih baik dari 6/12, tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan.

11
Refleks fundus juga masih dengan mudah diperoleh dan usia penderita juga biasanya
kurang dari 50 tahun.
Grade 2: Nukleus dengan kekerasan ringan. Pada katarak jenis ini tampak
nukleus mulai sedikit berwarna kekuningan, visus biasanya antara 6/12 sampai 6/30.
Reflek fundus juga masih mudah diperoleh dan katarak jenis ini paling sering
memberikan gambaran katarak subkapsularis posterior.
Grade 3: Nukleus dengan kekerasan medium. Katarak ini paling sering
ditemukan dimana nukleus tampak berwarna kuning disertai dengan kekeruhan
korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus biasanya antara 3/60 sampai 6/30
dan bergantung juga dari usia pasien. Semakin tua pasien tersebut maka semakin
keras nukleusnya.
Grade 4: Nukleus keras. Pada katarak ini warna nukleus sudah berwarna
kuning kecoklatan, dimana usia penderita biasanya sudah lebih dari 65 tahun. Visus
biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana reflek fundus maupun keadaan
fundus sudah sulit dinilai.Grade 5 : Nukleus sangat keras. Pada katarak ini nukleus
sudah berwarna kecoklatan bahkan ada yang sampai berwarna agak kehitaman.
Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek dan usia penderita sudah di atas 65 tahun.
Katarak ini sangat keras dan disebut juga brumescent cataract atau black kataract.
Pemeriksaan kelengkungan kornea menggunakan tomografi, topografi, atau
menggunakan keratometri dibutuhkan untuk pasien katarak sehubungan untuk
penentuan lensa intraouler yang akan dipasang. Pemeriksaan biometri diperlukan
untuk mengukur kebutuhan lensa intra okuler.8
Apabila katarak yang terjadi sudah sangat padat, sehingga menyebabkan
segmen posterior mata tak dapat diamati, pemeriksaan ultrasonografi diperlukan
untuk mengevaluasi segmen posterior mata.8
Untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut, pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan seperti pemeriksaan menggunakan slit lamp yang dapat membantu untuk
staging dari katarak, pemeriksaan segmen posterior lebih lanjut, pemeriksaan,
biometri, retinometri, ultrasonografi (USG) bola mata, pemeriksaan spekular
mikroskop.

12
2.8 Tatalaksana
Penanganan katarak yang menghasilkan hasil signifikan hingga saat ini
adalah tata laksanan pembedahan. Hingga saat ini belum ditemukan tata laksana non
pembedahan yang efektif untuk menangani pasien katarak. Indikasi utama dilakukan
pembedahan katarak adalah adanya penurunan penglihatan fungsional yang
menyebabkan gangguan aktifitas penderita dan diharapkan pembedahan dapat
memperbaiki penglihatan. Indikasi yang lain adalah: 8
1) Anisometropia yang signifikan dengan adanya katarak
2) Kekeruhan lensa mempersulit diagnosis atau manajemen kelainan segmen
posterior
3) Lensa menyebabkan inflamasi atau glaukoma sekunder.
4) Lensa menyebabkan penyempitan sudut bilik mata depan.
5) Indikasi sosial dan kosmetik.

Metode pembedahan yang dapat dipilih untuk tata laksanan katarak : 6


• Metode “Ekstraksi intrakapsuler (ICCE)”, yang jarang lagi dilakukan
sekarang adalah mengangkat lensa in toto yakni berserta kapsulnya (termasuk
kapsul posterior) melalui limbus superior 140-160 derajat. ICCE dilakukan
pada negara-negara dimana terdapat keterbatasan mikroskop untuk melakukan
operasi katarak. ICCE diindikasikan pada kasus-kasus katarak tidak stabil,
intumesen, hipermatur, dan katarak luksasi. Kontraindikasi absolut ICCE
adalah katarak pada anak dan dewasa muda serta katarak traumatik dengan
ruptur kapsul. Kontraindikasi relatif ICCE adalah miopi tinggi, sindrom
Marfan, katarak Morgagni.1,6,8

13
Gambar 2.7 Teknik ICCE

• Metode “Ekstraksi ekstra kapsuler (ECCE)”, yang saat ini masih sering
dipakai juga memerlukan insisi limbus superior. Bagian anterior kapsul
dipotong atau diangkat, nukleus diekstraksi dan korteks lensa diruang dari mata
dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi, sehingga meninggalkan kapsul
posterior. ECCE diindikasikan untuk operasi katarak yang diiringi dengan
pemasangan IOL atau penambahan kacamata baca, terjadinya perlengketan luas
antara iris dan lensa, ablasi atau prolaps badan kaca. Kontraidikasi ECCE adalah
pada keadaan dimana terjadi insufisiensi zonula zinni.6,8

14
Gambar 2.8 Teknik ECCE

• Metode “Small Incision Cataract Surgery (SICS)”, teknik ini merupakan


bagian dari ECCE dengan irisan yang lebih kecil sehingga hampir tidak perlu
dijahit. Kondisi ideal untuk dilakukan manual SICS adalah kondisi kornea
jernih, ketebalan normal, endotelium sehat, KOA cukup dalam, dilatasi pupil
cukup, zonula utuh, tipe katarak kortikal, atau sklerosis nuklear derajat II dan
III.1

Gambar 2.9 Teknik SICS

• Metode fakoemulsifikasi adalah operasi pemecahan nukleus katarak dan


aspirasi lensa menggunakan ujung yang mengeluarkan gelombang ultrasonik
yang dimasukkan melalui insisi kecil (sekitar 2.2-2.8 mm) pada limbus,
sehingga biasanya tidak membutuhkan penjahitan. Teknik ini diikuti dengan
penanaman foldable IOL. Apabila menggunakan lensa intraokular yang kaku,
maka dibutuhkan insisi yang sedikit lebih besar. Ada berbagai keuntungan dari
metode tersebut, antara lain tanpa dijahit, mempermudah penyembuhan luka

15
operasi dan keluhan mata merah tidak lama. Ini karena sayatannya kecil.
Kalaupun perlu jahitan hanya satu jahitan. Metode ini adalah metode yang lebih
sering digunakan saat ini.8

Gambar 2.10 Teknik Fakoemulsifikasi

Setelah operasi semua pasien membutuhkan koreksi kekuatan tambahan


untuk memfokuskan benda dekat dibandingkan untuk melihat jauh. Akomodasi
hilang dengan diangkatnya lensa. Kekuatan yang hilang pada sistem optik mata
tersebut harus digantikan oleh kacamata afakia yang tebal, lensa kontak yang tipis
atau implantasi lensa plastik (IOL) di dalam bola mata.12

2.9 Prognosis
Prognosis katarak setelah menjalani operasi cukup baik. Hasil tata laksana
dari pasien katarak yang diharapkan pada pasien mencakup penurunan gejala visual,
peningkatan fungsi visual, pencapaian hasil refraktif yang diinginkan, serta
peningkatan fungsi fisik, kesehatan mental, serta kualitas hidup pasien. Penelitian
yang dilakukan oleh American Academy of Opthamology National Eyecares
Outcomes Network (NEON) menunjukkan terjadi perbaikan tajam penglihatan pada
92% katarak. Sebanyak 89 % kasus terjadi perbaikan dalam perbaikan tajam

16
penglihatan hingga visus diatas 20/40. Menurut penelitian yang dilakukan oleh The
Cataract Patient Outcomes Research Team (PORT) mengidentifikasi faktor– faktor
memprediksi hasil operasi yang baik antara lain usia muda (di bawah 65 tahun),
faktor komorbid yang rendah, serta fungsi visual pre operasi yang baik. 8

17
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


No RM : 19051xxx
Nama : IGAKW
Umur : 76 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Menikah
Agama : Hindu
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Badung, Bali
Tanggal Pemeriksaan : 25 November 2019 pukul 11.30 WITA
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pandangan kabur pada mata kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh pandangan kabur seperti ada kabut yang menghalangi yang
dirasakan pada mata kiri sejak 1 Tahun yang lalu. Pada awalnya kedua mata terasa
kabur dan pada mata kanan telah dilakukan operasi katarak pada Bulan Mei 2019
yang lalu dan sudah tidak kabur lagi, namun pada mata kiri belum dilakukan
operasi sehingga terasa semakin kabur secara perlahan sampai saat ini. Pandangan
kabur menetap sepanjang hari, sedangkan keluhan silau berkurang pada malam
hari. Sepanjang proses perburukan tersebut, pasien juga mengeluhkan pandangan
silau bila melihat lampu atau cahaya yang terang. Riwayat mata merah, nyeri, dan
trauma disangkal.

18
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit serupa yaitu katarak pada mata kanan yang
sudah dilakukan operasi. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang terkontrol.
Riwayat kencing manis, stroke, dan penyakit sistemik lainnya disangkal. Pasien
mengaku tidak memiliki alergi terhadap makanan, minuman, obat-obatan, dan
lainnya.

Riwayat Pengobatan
Pasien pernah melakukan operasi katarak dan pemasangan IOL pada Bulan Mei
2019 pada mata kanan. Pasien mendapatkan pengobatan berupa tetes mata yang
dibeli di apotek (obat tetes mata penyegar). Pasien rutin mengkonsumsi obat
penurun tekanan darah tinggi yaitu captopril dan amlodipine.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama pada keluarga pasien disangkal. Tetapi ibu dari pasien
memiliki riwayat hipertensi.

Riwayat Pribadi dan Sosial


• Pasien sebelumnya bekerja sebagai bidan dan sekarang sudah pensiun.
Kegiatan sehari-hari pasien saat ini adalah mengurus menantunya. Riwayat
konsumsi alkohol dan merokok disangkal.

3.3 Pemeriksaan fisik


Status Present
Kesadaran : GCS E4 V5 M6
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 74 kali/menit
Respirasi : 18 kali/menit
Suhu Aksila : 36 0C

19
Status Oftalmologi

OD OS
6/21 PH 6/9 Visus 6/45 PH 6/12
Normal Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Tenang
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik mata depan Dalam
Bulat, regular Iris Bulat, regular
RP (+), RAPD (-) Pupil RP (+), RAPD (-)
IOL (+) Lensa Keruh, iris shadow (+)
Refleks fundus (+) Funduskopi Refleks fundus (+)
Tekanan Intraokuler
N/P N/P

Normal Kedudukan Bola Mata Normal


Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Gerakan Bola Mata

+ + + + + +
+ + + Lapang Pandang + + +
+ + + + + +

20
Foto Klinis Pasien

Gambar 2.11 Mata Kanan dan Mata Kiri

3.4 Diagnosis Banding


 OS Katarak Senilis Matur
 OS Katarak Metabolik

3.5 Diagnosis
• OS Katarak senilis imatur
• OD Pseudofakia

3.6 Penatalaksanaan
• OS Pro Fakoemulsifikasi + IOL dengan LA

21
3.7 KIE
 Menjelaskan mengenai penyakit yang diderita pasien.
 Menjelaskan rencana terapi yang akan dilakukan.
 Menjelaskan prosedur operasi.
 Menjelaskan agar menjaga mata atau menghindari mata dari pajanan sinar
matahari berlebihan, dapat menggunakan kacamata pelindung.
 Menjelaskan bahwa mata tidak boleh terkena air selama masa penyembuhan.
 Menjelaskan komplikasi bila menolak tindakan.

3.8 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang terjadi akibat
penambahan cairan (hidrasi) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya.
Berdasarkan World Health Organization (WHO), katarak adalah suatu kondisi keruh
pada lensa yang menyebabkan terhalangnya pengelihatan yang jernih
Berdasarkan usia terjadinya, katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak
kongenital, juvenil, dan senilis. Katarak kongenital merupakan katarak yang sudah
terlihat pada usia dibawah satu tahun. Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi
sesudah usia satu tahun. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling sering
ditemukan. Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia
lanjut, yaitu di atas usia 50 tahun. Seperti pada pasien laporan kasus dimana pasien
berumur di atas 50 Tahun yaitu 76 Tahun.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan diagnosis katarak
yang dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis bisa didapatkan
penurunan tajam penglihatan yang merupakan keluhan paling umum pada pasien
dengan katarak. Keluhan berupa penglihatan berasap dan tajam penglihatan yang
menurun secara progresif. Visus mundur yang derajatnya tergantung pada lokalisasi
dan tebal tipisnya kekeruhan. Bila kekeruhan lensa tipis, kemunduran visus sedikit atau
sebaliknya. Jika kekeruhan terletak di equator, penderita tidak akan mengalami keluhan
penglihatan. Kemudian pandangaan buram seperti berasap atau berkabut juga menjadi
keluhan lainnya. Pandangan silau juga biasanya dikeluhkan oleh pasien. Keluhan ini
berupa menurunnya sensitivitas kontras pada cahaya terang atau silau pada siang hari
atau pada arah datangnya sinar pada malam hari. Gangguan seperti ini muncul
utamanya pada pasien dengan katarak subkapsular posterior dan pada pasien dengan
katarak kortikal. Myopic shift juga didapatkan oleh pasien. Progresi katarak seringkali
meningkatkan kekuatan dioptrik lensa menyebabkan terjadinya myopia or myopic shift
derajat ringan hingga sedang. Akibatnya, ada pasien presbiopi melaporkan peningkatan
penglihatan jarak dekat dan tidak membutuhkan kacamata baca saat mereka mengalami

23
hal yang disebut second sight. Namun, munculnya sementara dan saat kualitas optis
lensa mengalami gangguan, maka second sight tersebut akan hilang. Myopic shift dan
second sight tidak terjadi pada katarak kortikal dan subkapsular posterior. Pada katarak
senilis faktor utamanya adalah penuaan. Riwayat trauma dan obat-obatan yang dapat
menyebabkan katarak tidak ditemukan pada katarak senilis. Pasien pada laporan kasus
ini mengeluh pandangan kabur seperti melihat kabut yang dirasakan pada mata kiri
sejak satu tahun lalu. Keluhan tersebut semakin memberat secara perlahan. Pasien juga
mengeluhkan pandangan silau jika melihat cahaya terang. Pasien mengaku memiliki
tekanan darah yang tinggi namun terkontrol dengan obat. Riwayat penyakit diabetes
mellitus, trauma, konsumsi obat-obatan, dan merokok disangkal oleh pasien.
Selain dari anamesis, untuk menegakan diagnosis katarak perlu dilakukan
pemeriksaan mata lengkap dimulai dari tes tajam penglihatan. Pada katarak senilis,
tajam penglihatan akan menurun secara perlahan-lahan. Setelah pemeriksaan tajam
pengelihatan dilakukan pemeriksaan lapang pandang, gerakan bola mata, kedudukan
bola mata dan pemeriksaan segmen anterior. Pada pemeriksaan segmen anterior, pada
lensa akan tampak keruh keabuan atau keputihan dengan latar hitam jika disinari
dengan senter. Pemeriksaan dengan ophthalmoskopi langsung maupun tak langsung
penting untuk mengevaluasi bagian posterior mata sehingga dapat diketahui prognosis
setelah ekstraksi lensa. Pada fundus refleks dengan pemeriksaan opthalmoskop
kekeruhan tersebut tampak hitam dengan latar oranye. Pemeriksaan kelengkungan
kornea menggunakan tomografi, topografi, atau menggunakan keratometri dibutuhkan
untuk pasien katarak sehubungan untuk penentuan lensa intraouler yang akan dipasang.
Pemeriksaan biometri diperlukan untuk mengukur kebutuhan lensa intra okuler.
Apabila katarak yang terjadi sudah sangat padat, sehingga menyebabkan
segmen posterior mata tak dapat diamati, pemeriksaan ultrasonografi diperlukan untuk
mengevaluasi segmen posterior mata.
Untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut, pada pasien perlu dilakukan
pemeriksaan seperti pemeriksaan menggunakan slit lamp yang dapat membantu untuk
staging dari katarak, pemeriksaan segmen posterior lebih lanjut, pemeriksaan,

24
biometri, retinometri, ultrasonografi (USG) bola mata, pemeriksaan spekular
mikroskop.
Berdasarkan status opthalmologis didapatkan penurunan visus pada mata
kanan yaitu 6/21 PH 6/9 serta mata kiri 6/45 PH 6/12, palpebral normal, konjungtiva
normal, kornea jernih, bilik mata kanan dalam, bilik mata kiri dalam, kedua iris regular
dan bulat, kedua reflek pupil (+), pada lensa mata kanan terdapat IOL dan kiri tampak
keruh dengan adanya iris shadow, pergerakan kedua bola mata pasien baik ke segala
arah, lapang pandang mata kanan dan kiri normal, dan refleks fundus mata kanan dan
kiri positif. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis banding yang
dapat diajukan adalah OS katarak senilis matur, OS katarak metabolik.
Diantara semua diagnosis tersebut, diagnosis yang ditegakkan adalah OS katarak
senilis imatur dan OD pseudofakia. Untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut, pada
pasien perlu dilakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan menggunakan slit lamp yang
dapat membantu untuk staging dari katarak, pemeriksaan, biometri, retinometri,
ultrasonografi (USG) bola mata, pemeriksaan spekular mikroskop.
Penatalaksanaan pada kasus katarak dengan pembedahan merupakan solusi
terbaik untuk mengobati katarak dengan angka keberhasilan mencapai kurang lebih
95%. Beberapa pilihan terapi pembedahan antara lain ICCE, ECCE, SICS, serta
fakoemulsifikasi. Pada pasien ini indikasi direncanakan untuk dilakukan operasi
katarak Fakoemulsifikasi. Pada Fakoemulsifikasi dilakukan pemecahan nukleus
katarak dan aspirasi lensa menggunakan ujung yang mengeluarkan gelombang
ultrasonik yang dimasukkan melalui insisi kecil (sekitar 2.2-2.8 mm) pada limbus,
sehingga biasanya tidak membutuhkan penjahitan. Pada katarak senilis nukleus belum
terlalu keras jika dibandingkan pada katarak matur sehingga mudah untuk dihancurkan.
Indikasi operasi pada pasien ini adalah untuk menghindari terjadinya hidrasi korteks
yang semakin parah yang dapat mengakibatkan lensa bertambah cembung. Lensa yang
terlalu cembung dapat menyebabkan lensa terdorong ke depan dan menutup trabecular
meshwork di bilik mata depan sehingga menyebabkan glaucoma sekunder. Selain itu,
operasi juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien supaya dapat melihat
dengan lebih jelas saat beraktivitas. Prognosis katarak setelah menjalani operasi cukup

25
baik. Hasil tata laksana dari pasien katarak yang diharapkan pada pasien mencakup
penurunan gejala visual, peningkatan fungsi visual, pencapaian hasil refraktif yang
diinginkan, serta peningkatan fungsi fisik, kesehatan mental, serta kualitas hidup
pasien. Penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Opthamology National
Eyecares Outcomes Network (NEON) menunjukkan terjadi perbaikan tajam
penglihatan pada 92% katarak. Sebanyak 89 % kasus terjadi perbaikan dalam
perbaikan tajam penglihatan hingga visus diatas 20/40. Seperti pada pasien ini,
prognosis setelah dilakukan operasi adalah baik.

26
BAB V
SIMPULAN

Katarak merupakan penyebab kebutaan paling banyak di dunia, salah satunya


adalah di Indonesia. Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata akibat
hidrasi lensa atau denaturasi protein lensa, yang menghalangi sinar masuk ke dalam
mata. Terjadinya kekeruhan pada lensa dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
usia, jenis kelamin, herediter, kongenital, trauma, lingkungan, obat-obatan, dan infeksi.
Pasien biasanya memiliki keluhan subjektif seperti pandangan berkabut seperti tertutup
asap atau pandangannya mulai kabur, semakin nyata apabila dalam keadaan gelap, serta
mengalami pandangan silau saat melihat cahaya terang. Diagnosis katarak ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan
status ophtamologis yang khas pada katarak adalah adanya kekeruhan pada lensa.
Tatalaksana pada pasien katarak yaitu dilakukan pembedahan.
Pasien laki-laki berinisial IGAKW yang berusia 76 tahun ini, berdasarkan
anamnesis didapatkan bahwa keluhan yang dialami oleh pasien termasuk dalam
penurunan visus perlahan, dan pada pemeriksaan fisik ditemukan kekeruhan pada lensa
dan iris shadow pada mata kiri. Oleh karena itu, diagnosis yang dapat diajukan adalah
OS katarak senilis imatur dan OD pseudofakia karena terdapat riwayat pemasangan
IOL pada mata kanan. Untuk menegakkan diagnosis lebih lanjut, pada pasien perlu
dilakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan menggunakan slit lamp yang dapat
membantu untuk staging dari katarak, pemeriksaan segmen posterior lebih lanjut,
pemeriksaan, biometri, retinometri, ultrasonografi (USG) bola mata dan pemeriksaan
spekular mikroskop. Pada pasien ini, jenis operasi fakoemulsifikasi dipilih sebagai
penatalaksanaan.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, dkk. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
2. World Health Organization. 2018. Blindness and vision impairment prevention.
[Internet]. Tersedia di: http://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/blindness-and-visual-impairment
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Katarak. Tersedia di
www.depkes.go.id. Diakses pada 23 Oktober 2019.
4. World Health Organization. WHO | Priority eye diseases. 2018. [Internet]
Tersedia di: http://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Riset Kesehatan Dasar 2013. 2013; h. 231-242.
6. Gracella F.L., Sutyawan I.W.E., Putrawati T.A.A.M. 2017. Karakteristik
Penderita Katarak Senilis di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Tahun 2014.
E-Jurnal Medika Udayana, [S.l.], v. 6, n. 12, p. 151-156, dec. 2017. ISSN 2303-
1395.Tersedia di: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/view/.
7. Augsburger J. & Asbury T. Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology. 18
ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
2011.
8. Johns J.K. Lens and Cataract. Basic and Clinical Science Section 11. American
Academy of Ophthalmology. 2011.
9. Gupta V.B., Rajagopala M., Ravishankar B. Etiopathogenesis of cataract: An
appraisal. Indian J Ophthalmol 2014;62:103
10. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000.
11. Magalhães F.P., Costa E.F., Cariello A.J., Rodrigues E.B., Hofling-Lima A.L.
Comparative analysis of the nuclear lens opalescence by the Lens Opacities
Classification System III with nuclear density values provided by Oculus
Pentacam: a cross-section study using Pentacam Nucleus Staging software.

26
Arq. Bras. Oftalmol. [Internet]. 2011. Apr;74 2 ): 110-113. Tersedia
di:http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0004-
27492011000200008&lng=en.
12. Coaxial Phacoemulsification and Coaxial Microincision Phacoemulsification.
Iranian Journal of Opthalmology. 2010; 22(4): 13-24.

27

Anda mungkin juga menyukai