Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA II

DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

Dosen Pembimbing

Ns. Susilawati S.Kep, M.Kep

Disusun

1. Tiara Vitaloka Dwi Putri NPM 1780200003


2. Riska Rahmafitri NPM 1780200005
3. Sella Mardiana NPM 1780200010
4. M.Aksa Linuria NPM 1780200033
5. Widya Sri Utami NPM 1780200037
6. Ummi Safitriyani NPM 1780200043
7. Liza Hardiyanti Purnama NPM 1780200044
8. Ahmad Irham Prawinata NPM 1780200048
9. Sefta Tarwini NPM 1780200055
10. Muntiara L.M NPM 1780200081

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya tertama
nikamta kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Keperawatan Jiwa yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Defisit
Perawatan Diri” kemudian sholawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yaiutu Al-qur’an sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.
Makalah ini salah satu tugas dari mata kuliah Keperwatan Jiwa II di program studi
S1 keperawatan. Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam
penuliasan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran secara
konstrukif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, Oktober 2019

Kelompok 2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan Jiwa merupakan suatu kondisi sehat, emosional, psikologis, dan


sosiologi yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan
koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan
emosional. Kesehatan jiwa memiliki banyak komponen dan di pengaruhi oleh
berbagai factor (WHO dalam Yusuf dkk, 2015),
Gangguan jiwa merupakan suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku
yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan
adanya distres atau disabilitas (kerusakan pada satu atau 2 lebih area fungsi yang
penting) atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri,
disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan (Sheila, 2008). Sedangkan menurut
(Yosep, 2007) Gangguan jiwa merupakan gejala-gejala patologok dominan
berasal dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak
terganggu. Prevalensi gangguan jiwa berat skizofrenia di Indonesia hasil dari Riset
Kesehatan Dasar atau Riskesdas tahun 2013 adalah 1,7 per 1000 penduduk atau
sekitar 400.000 orang. Daerah paling banyak pasien gangguan jiwa di Indonesia
adalah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh yang mencapai 2,7%. Bali sendiri
berada di urutan ke empat dengan prevalensi skizofrenia sebesar 2,3% dan pravelensi
terrendah adalah Kalimantan Barat 0,7% (Riskesdas Bali, 2013).
Gangguan jiwa skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai
dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi,gangguan realitas
(halusinasi dan waham ), afek yang tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif
(tidak mampu berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas
sehari-hari. Salah satu gejala negatif skizofrenia adalah menarik diri dari pergaulan
sosial (isolasi sosial )(Keliat, 2005). (Nyumirah, 2013) menunjukan bahwa sekitar
72% pasien skizofrenia yang mengalami isolasi sosial dan sekitar 645 orang tidak
mampu memelihara disi sendiri, keterampilan sosial pasien buruk, umumnya
disebabkan karena onset dini penyakit. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam
paparan Mental Health Action Plan 2013-2020 menyebut, sistem jaminan kesehatan
di mana pun belum melayani pasien yang mengalami gangguan mental emosional.
Itu sebabnya terjadi kesenjangan yang tinggi antara orang-orang yang membutuhkan
penanganan masalah kejiwaannya dan angka orang-orang yang tertangani. Catatan
WHO menunjukkan 76-85 persen orang dengan gangguan mental berat di negara
yang berpendapatan rendah dan menengah tidak mendapat penanganan yang
semestinya. Di Indonesia, 96,5 persen penderita skizofrenia tidak mendapatkan
perawatan medis yang memadai. Artinya, kurang dari 10 persen penderita
skizofrenia mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan


aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Kurangnya perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan
diri menurun, kurang perawatan diri ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting (Buang Air Besar
atau Buang Air Kecil) (Mukhripah, 2008).

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Defisit Perawatan Diri

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Diharapkan Mahasiswa mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan
dengan klien Defisit Perawatan Diri
2. Tujuan Khusus
a. Diharapkan Mahasiswa mengetahi dan memahami Definisi Defisit Perawatan
Diri
b. Diharapkan Mahasiswa mengetahui dan memahami Tanda dan Gejala Defisit
Perawatan Diri
c. Diharapkan Mahasiswa mengetahui dan memahami Dampak Defisit Perawatan
Diri
d. Diharapkan Mahasiswa mengetahui dan memahami Etiologi Defisit Perawatan
Diri
e. Diharapkan Mahasiswa mengetahui dan memahami Fatofisiologi Defisit
Perawatan Diri
5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri


Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas
perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias,
makan dan BAB/BAK (toileting) (Fitria,2009).
Defisit perawatan diri toileting adalah Klien memiliki keterbatasan
atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau
bangkit dari jamban, memanipulasi pakain untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil (Keliat,
2010).
B. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri
Menurut Herman,(2011), tanda dan gejala seseorang yang mengalami
gangguan defisit perawatan diri adalah
1. Mandi / hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu, atau aliran air mandi,
mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar
dari kamar mandi.
2. Berpakaian / berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil
potongan pakaian, meninggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar
pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian
dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing
tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan
mengenakan sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container,
memanipulasi defisit perawatan diri makanan dalam mulut, mengambil makanan
dalam wadah lalu memasukkannya dalam mulut, melengkapi makanan,
mencerna makanan menurut cara yang diterima di masyarakat, mengambil
cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.
6
4. BAB / BAK
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian
untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB / BAK dengan tepat, dan
menyiram toilet atau kamar kecil.

C. Dampak
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.Dampak yang sering
timbul pada masalah personal hygiene: Wartonah (2006)
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi social.

D. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah dalam Dermawan dan Rusdi
(2013), penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
a. Kelelahan fisik.
b. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2009), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a). Faktor prediposisi
1. Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2. Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3. Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan
realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
4. Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam
perawatan diri.
7
b) Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
perawatan diri.
E. Patofisiologi
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri
secara mandiri, dan toileting buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK)
secaramandiri.

F. Pohon Masalah

Resiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial Defisit Perawat Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Mekanisme Koping : Tidak Efektif

( Damaiyanti,2013)
8

SP Pada Pasien SP Pada Keluarga


SP 1 SP I k
1. Menjelaskan pentingnya 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
kebersihan diri keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan cara menjaga 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
kebersihan diri defisit perawatan diri, dan jenis defisit
3. Melatih pasien cara menjaga perawatan diri yang dialami pasien
kebersihan diri beserta proses terjadinya
4. Membimbing pasien
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
memasukkan dalam jadwal defisit perawatan diri
kegiatan harian.
SP 2 p SP 2 k
1. Memvalidasi masalah dan 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
latihan sebelumnya. merawat pasien dengan defisit perawatan
2. Menjelaskan cara makan diri
yang baik 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Melatih pasien cara makan merawat langsung kepada pasien defisit
yang baik perawatan diri
4. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP 3 p SP 3 k
1. Memvalidasi masalah dan 1. Membantu keluarga membuat jadual
latihan sebelumnya. aktivitas di rumah termasuk minum obat
2. Menjelaskan cara eliminasi (discharge planning)
yang baik 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
3. Melatih cara eliminasi yang pulang
baik.
4. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
8
9
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK
(toileting) (Fitria,2009).
Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri, Menurut Herman,(2011), tanda dan
gejala seseorang yang mengalami gangguan defisit perawatan diri adalah : Mandi /
hygiene, Berpakaian / berhias, Makan dan BAB / BAK.
Dampak Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.Dampak yang sering timbul
pada masalah personal hygiene: Wartonah (2006)
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering
terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi social.
Etiologi Menurut Tarwoto dan Wartonah dalam Dermawan dan Rusdi
(2013), penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
a. Kelelahan fisik.
b. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2009), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a). Faktor prediposisi
- Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
- Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
- Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
- Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b) Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang
dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai