Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

“OTOT”

KELOMPOK :
2A
ANGGOTA :

1. DEA SYARANITA (1710421003)


2. IKRIMA ASRORI (1710421021)
3. RAHMI EKA PUTRI (1710422005)
4. ANNISA LORENZA (1710423005)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG, 2019
BAB I

1.1 Latar Belakang


Salah satu fungsi otot adalah untuk melakukan pergerakan anggota tubuh.
Walaupun di zaman ini kebanyakan bisa dikerjakan secara otomatis, manusia tetap
harus bergerak untuk melakukan aktivitasnya. Penggunaan energi yang berlangsung
secara terus menerus tanpa istirahat dapat mengakibatkan terjadinya kelelahan.
Kelelahan sendiri dapat dibedakan menjadi kelelahan otot dan kelelahan saraf.
Kelelahan otot adalah sebuah kondisi ketika otot kehilangan kemampuan untuk
berkontraksi setelah kontraksi yang kuat dan lama (Guyton & Hall, 2008). Kelelahan
otot ini bisa terjadi pada siapa saja, tidak hanya manusia berusia lanjut, tetapi juga pada
manusia dewasa atau remaja, bahkan anak-anak pun bisa mengalami kelelahan otot.
Kelelahan seringkali menjadi alasan seseorang datang pada tenaga kesehatan
karena seseorang yang sering mengalami kelelahan ternyata memiliki kualitas hidup
yang buruk. Penelitian menunjukkan prevalensi kelelahan antara 400 sampai 2.500
manusia dewasa per 100.000 populasi dan lebih sering terjadi pada wanita.
Saat ini banyak ditemukan berbagai jenis suplemen, salah satunya adalah suplemen
untuk memperpanjang onset timbulnya kelelahan yang dikenal sebagai vitamin
neurotropik yang terdiri dari vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin B1, B6, dan B12 dapat
bermanfaat dalam mencegah timbulnya gejala kelelahan. Vitamin B1 dan B6 memiliki
peran dalam metabolisme karbohidrat dan protein yang nantinya akan menghasilkan
metabolit berenergi tinggi sehingga bisa digunakan dalam proses kontraksi. Vitamin
B12 membantu proses sintesis DNA yang diperlukan dalam proses pembentukan sel
darah merah. Sel darah merah ini akan berikatan dengan oksigen dan diedarkan ke
seluruh tubuh salah satunya ke dalam otot. Jika suplai oksigen otot tercukupi maka
akan mencegah terjadinya respirasi sel anaerob yang menghasilkan sedikit energi. (
Mason, Kenneth. et al. 2011).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam makalah ini dapat dirumuskan
beberapa masalah, yaitu:
1. Bagaimana mekanisme kontraksi otot?
2. Apa saja jenis-jenis kontraksi otot?
3. Bagaimanakah hubungan gaya dan kecepatan pada kerja otot?
4. Apa itu periode refraktori?
5. Bagaimana produksi panas di otot?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui mekanisme kontraksi otot
2. Untuk mengetahui jenis-jenis kontraksi otot
3. Untuk mengetahui hubungan gaya dan kecepatan pada kerja otot
4. Untuk mengetahui periode refraktori
5. Untuk mengetahui produksi panas di otot
BAB II ISI

KONTRAKSI OTOT
Dasar molekular untuk kontraksi terbagi menjadi dua bagian yaitu molekul miosin dan
molekul aktin. Molekul miosin terbentuk dari dua rantai protein berat yang identik dan
dua pasang rantai ringan mempunyai ciri yaitu bagian ekor rantai yang berat berpilin
satu sama lain dengan dua kepala protein globular, atau crossbridge, menonjol di salah
satu ujungnya, crossbridge menghubungkan filamen tebal ke filamen tipis. Setiap
crossbridge memiliki sisi pengikat aktin, sisi pengikat ATP, dan aktivitas ATPase
(enzim yang menghidrolisis aktivitas ATP), beberapa ratus molekul miosin tersusun
dalam setiap filamen tebal dengan ekor cambuknya yang saling bertumpang tindih dan
kepala globularnya menghadap ke ujung (Sloane, 2003).
Filamen tebal dibangun oleh molekul miosin dan setiap molekul miosin terdiri
dari bentuk batang yang disebut bagian ekor dengan salah satu ujungnya yang
berbentuk bulat yang disebut kepala. Kepala dari molekul miosin dikenal sebagai
jembatan silang . Jembatan silang memiliki dua tempat pengikatan, satu untuk aktin
dan lainnya untuk ATP. Setiap filamen tebal mengandung beratus-ratus molekul
miosin. Dalam keadaan otot tidak berkontraksi, posisi tropomiosin menutupi tempat
pengikatan jembatan silang (kepala miosin). Jika troponin mengikat ion Ca2+ terjadi
perubahan posisi tropomiosin sedemikian rupa sehingga kepala miosin berikatan
dengan aktif site pada aktin akibatnya otot berkontraksi. Jadi kontraksi otot rangka
baru terjadi bila di sarkoplasma banyak terdapat ion Ca2+. Ion Ca2+ ini disimpan
dalam retikulum sarkoplasma yang membentuk triad. Pada otot polos , protein yang
mengikat ion Ca2+ adalah kalmodulin.
Molekul aktin tersusun dari tiga protein dengan ciri yaitu F-aktin fibrosa
terbentuk dari dua rantai globular G-aktin yang berpilin satu sama lain, molekul
tropomiosin membentuk filamen yang memanjang melebihi subunit aktin dan melapisi
sisi yang berkaitan dengan crossbridge miosin, molekul troponin berkaitan dengan
molekuk troposin dan menstabilkan posisi penghalang pada molekul tropomiosin, jika
kalsium (Ca++) tidak ada, tropomiosin dan troponin mencegah terjadinya ikatan antara
aktin dan miosin dan jika kalsium ada, maka reorganisasi troponin-tropomiosin
memungkinkan terjadinya hubungan antara aktin-miosin (Sloane, 2003). Filamen tipis
terdiri dari 2 rantai molekul aktin yang melilit satu dengan yang lainnya dan
mengandung tempat pengikat bagi jembatan silang (cross bridge) dari filamen yang
tebal yang disebut "aktif site". Selain itu filamen tipis juga mengandung protein
tropomiosin dan troponin. Tropomiosin dan troponin dikenal sebagai protein pengatur.
Troponin mempunyai tempat pengikat ion Ca2+.
Kontraksi dibagi menjadi menjadi dua macam yaitu kontraksi after loaded dan
kontraksi preloaded. After loaded disebut juga after stimulated loaded artinya setelah
otot berkontraksi akibat rangsangan barulah otot mendapat pembebanan (after
stimulated loaded). Pembebanan tersebut mempengaruhi sifat kontraksi, yaitu dengan
bertambahnya beban pada kontraksi after loaded, maka jarak pemendekan otot
berkurang dan dengan bertambahnya berat beban pada kontraksi after loaded maka
kecepatan otot berkurang (Campbell, 2004).
Kontraksi preloaded disebut juga prestimulated loaded yaitu kontraksi yang
terjadi apabila otot diberi beban terlebih dahulu sebelum dirangsang untuk
berkontraksi. Berbeda dengan after loaded, masa laten kontraksi pre loaded relatif
lebih cepat sehingga kecepatan pemendekan otot juga menjadi lebih cepat.
Pemendekan otot juga dipengaruhi oleh beban yang diangkat. Semakin besar beban
yang diangkat menyebabkan pada suatu saat resultan kontraksi otot dengan gaya beban
sama dengan nol di mana otot tidak dapat mengangkat beban lagi (Campbell, 2004).
A. Hubungan Gaya dan Kecepatan
Efisiensi keja otot tergantung kepada jumlah beban yang dipindahkannya. Jika otot
berkontraksi dengan tanpa adanya beban, bukan merupakan kerja eksternal. Sedangkan
jika ada beban pada otot maka disebut sebagai kerja eksternal. Jika berat beban
bertambah secara gradual, kecepatan kontraksi akan berkurang hingga waktu dimana
beban sama dengan gaya optimum yang mampu dilakukan oleh otot. Pada fase ini tidak
ada pemendekan otot, jadi kecepatan kontraksi adalah nol.
Gambar 2. Hubungan gaya dan kecepatan pada otot retraktor Octopus pada suhu 180C
(kecepatan diukur berdasarkan kecepatan pemendekan, gaya diukur berdasarkan beban
dalam satuan gram).

B. Periode Refraktori
Jika sedetik stimulus diberikan secara cepat setelah stimulus pertama, tidak akan ada
respon terhadap stimulus tersebut. Periode dimana otot tidak memperlihatkan kontraksi
disebut dengan periode refraktori. Pada otot lurik, periode refraktori sangat singkat
sekitar 0.05 sekon. Dua periode refraktori terdiri atas (a) periode refraktori absolut, dan
(b) periode refraktori relatif. Pada periode refraktori absolut tidak akan ada kontraksi
yang terjadi kendati seberapapun besarnya stimulus yang diberikan. Akan tetapi respon
kedua dapat muncul secara cepat mengikuti selang tertentu ketika stimulus yang lebih
besar dari ambang batas diberikan kepada otot.

C. Kontraksi Isotonik dan Kontraksi Isomerik


Menurut Wulangi (1993), penegangan otot atau kontraksi terjadi apabila otot menerima
rangsangan. Dikenal dua macam penegangan otot yaitu isotonik dan isometrik.
Kontraksi isotonik adalah penegangan otot yang mengakibatkan otot mengalami
pemendekan, contohnya adalah orang yang mengangkat beban yang tidak terlalu berat,
sehingga beban terangkat. Kontraksi isometrik adalah timbulnya penegangan otot
tanpa mengalami pemendekan. Contohnya adalah bila orang mengangkat beban yang
terlalu berat, sehingga beban sama sekali tidak terangkat.

D. Faktor yang Mempengaruhi Kontraksi Otot


Menurut Wulangi (1993), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kuat
kontraksi (amplitudo) dan durasi (lamanya waktu) dari kontraksi otot. Pada umumnya
kuat kontraksi akan meningkat bila intensitas rangsang meningkat. Faktor lain yang
sangat berpengaruh terhadap kuat kontraksi otot adalah tegangan awal dari otot pada
waktu akan dilakukan perangsangan.

Struktur yang terlibat dalam mekanisme kontraksi dan relaksasi otot :


1. Miofibril: sebuah bentukan silindris yang memanjang sepanjang otot lurik, yang
mengandung filamen aktin dan miosin.
2. Sarkomer: Struktur dan fungsional terkecil kontraksi otot, ditemui pada miofibril.
dibagi menjadi pita H, A dan I.
3. Aktin: filamen kontraktil yang tipis yang mengandung sisi “aktif” dan “ikatan”.
4. Miosin: portein filamen yang lebih tebal dengan penonjolan yang dikenal dengan
kepala miosin.
5. Tropomiosin: sebuah protein aktin pengikat yang mengatur kontraksi otot.
6. Troponin:protein kompleks yang melekat pada Tropomiosin.
Proses kontraksi otot terjadi dalam 5 tahapan proses :
1. Impuls saraf tiba di neuromuscular junction, yang mengakibatkan pembebasan
asetilkolin. Kehadiran asetilkolin menyebabkan depolarisasi yang kemudian
menyebabkan pembebasan ion Ca keluar dari retikulum sarkoplasmik.
2. Dengan meningkatnya ion Ca, akan menyebabkan ion Ca bisa terikat pada troponin
dan mampu mengubah strukturnya. Perubahan struktur toponin karena ion Ca
ini akan terbukanya daerah aktif tropomiosin yang yang tertutup oleh troponin.
Kini kepala miosin akan mampu berikatan dengan filamen aktin membentuk
aktomiosin.
3. Perombakan ATP akan membebaskan energi yang dapat menyebabkan miosin
mampu menarik aktin ke dalam dan juga pemendekan otot. Hal ini terjadi di
sepanjang miofibril pada sel otot.
4. Miosin akan terlepas dari aktin dan jembatan aktomiosin akan putus ketika molekul
ATP terikat pada kepala miosin. Pada saat ATP dipecah kepala miosin dapat
bertemu lagi dengan aktin pada tropomiosin.
5. Proses kontraksi otot dapat berlangsung selama ada ATP dan ion Ca. Pada saat
impuls berhenti, maka ion Ca akan kembali ke retikulum sarkoplasmik dan
troponin akan kembali ke kondisi semula dan menutupi daerah tropomiosin
sehingga menyebabkan otot berelaksasi.
E. Produks Panas di Otot
Otot secara kontinu menghasilkan panas sebagai hasil oksidasi pada saat istirahat dan
aktif. Energi panas diperlukan untuk memelihara struktur dan derajat elektrokimia pada
otot. Jika otot berkontraksi maka akan terjadi dua fase produksi panas :
1. Panas inisial yaitu panas yang dihasilkan pada waktu periode laten dan pada fase
kontraksi.
2. Delayed heat yaitu panas yang dihasilkan pada fase relaksasi dan setelahnya.
Kontraksi otot dapat terjadi dalam keadaan aerob dan anaerob. Jika tidak ada oksigen,
panas yang dihasilkan sedikit dan dihasilkan asam laktat. Jika cukup oksigen akan lebih
banyak dihasilkan panas dan asam laktat sangat rendah atau tidak ada. Sebanyak
seperlima asam laktat akan dioksidasi dan sisanya akan diubah menjadi glikogen.
Selama kontraksi otot, panas inisial dihasilkan tergantung pada pemecahan ATP dan
kreatin fosfat. Setelah relaksasi dan dalam keadaan tidak ada oksigen sejumlah kecil
delayed heat dihasilkan dari hasil pembentukan asam laktat dari glikogen. Jika ada
oksigen cukup delayed heat dihasilkan dari oksidasi asam laktat.
F. Kontraksi Summasi
Apabila dua stimulus dikenakan pada otot lurik dengan selang waktu yang amat singkat
dimana stimulus kedua diberikan sebelum daur kontraksi pertama selesai maka akan
terjadi kontraksi yang lebih kuat dibandingkan jika hanya satu stimulus. dan membuat
serabut otot akan mengalami pemendekan dari kontraksi pertama.
G. Kontraksi Tetanus/Tetani
Kontraksi tetani diawali dengan timbulnya sumasi, dengan cara otot diberikan
rangsangan yang berulang-ulang. Dengan meningkatkan frekuensi kontraksi dan
diberikan rangsangan berulang-ulang sebelum fase relaksasi selesai maka akan
menimbulkan peristiwa tetanisasi, yaitu kekuatan kontraksi yang telah mencapai tigkat
maksimumnya, sehingga tambahan peningkatan apapun pada frekuensi di atas titik ini
tidak akan memberi efek peningkatan daya kontraksi lebih lanjut.
H. Kelelahan Otot (Fatigue)
Gejala kesakitan yang dirasakan otot akibat otot terlalu tegang sebagai hasil dari
stimulus yang berulang yang menghasilkan tetanus, otot akan kehilangan
kemampuannya untuk berkontraksi. Kondisi ini disebut dengan kelelahan otot.
Kelelahan otot meningkat hampir berbanding langsung dengan kecepatan penurunan
glikogen otot. Pada kondisi tubuh yang terdapat cukup oksigen, kontraksi otot akan
berlangsung secara aerobik. Sedangkan pada kondisi tubuh yang tidak terdapat cukup
oksigen, kontraksi otot akan terjadi secara anaerobik dan menghasilkan asam laktat.
Kandungan asam laktat yang tinggi menimbulkan rasa lelah.
I. Tonus Otot
Tonus otot adalah kontraksi otot yang dipertahankan oleh otot itu sendiri. Tonus yang
tidak normal dapat berupa peningkatan tous seperti pada keadaan spasme otot,
sedangkan tonus menurun seperti pada keadaan atrofi otot.
J. Kontraksi otot polos
Otot polos disebut otot dengan kerja tak sadar (involunter) karena dibawa kontrol
Sistem saraf autonom dan ditemukan pada jaringan-jaringan atau organ viseral seperti
Saluran pencernaan, saluran respirasi, ginjal, arteri, vena dan lain-lain. Kontraksinya
Lebih lamban dan kurang terogrganisasi. Otot polos juga memperlihatkan beragam
Variasi. Pada vertebrata otot polos berupa gelendong serabut atau sebagai serabut yang
Terisolasi yang akan berespon dengan senyawa kimiawi seperti asetilkolin, adrenalin,
Histamin, oksitosin dan sebagainya. Otot-otot viseral kadang kala berfungsi seperti
suatu Sinsitium dan bekerja seperti otot jantung dimana ototnya berkontraksi secara
Keseluruhan. Umumnya otot polos dikontrol oleh divisi autonom dari sistem saraf
pusat. Akan Tetapi ada beberapa yang diinervasi oleh saraf motorik dan berespon
terhadap Impuls yang melewati saraf tersebut. Potensial dasarnya (resting potential)
Bervariasi dari -30mv hingga -75mv. Kontraksi otot polos sangat berbeda dengan
kontraksi otot lurik. Otot lurik berkontraksi secara cepat, sedangkan otot polos
berkontraksi dengan
Lambat (Santoso, 2009).

K. Kontraksi Otot Jantung


Secara struktural, otot jantung mirip dengan otot lurik, tetapi ada beberapa perbedaan
mendasar dari mekanisme kontraksinya. Otot jantung berbeda dengan otot lurik dalam
hal berikut :
(a) Otot jantung menghasilkan ATP secara aerobik dan menggunakan asam lemak
untuk produksi ATP lebih banyak daripada glukosa.
(b) Asam laktat yang dihasilkan oleh otot lurik akan ditransportasikan ke jantung
melalui darah yang akan dapat dioksidasi lebih lanjut untuk menghasilkan ATP.
(c) Selama kontraksi, potensial aksinya lebih panjang dan proses repolarisasi juga
diperpanjang. Hal ini berkenaan dengan kenyataan bahwa potensi aksi berakhir sekitar
100 milisekon sedangkan pada otot lurik hanya 1 milisekon.
(d) Otot jantung memperlihatkan kontraksi rtitmik dengan tanpa adanya stimulus
eksternal dan karena itu potensi aksinya tidak stabil (Santoso, 2009).

L. Kontraksi Otot Rangka


Kontraksi otot rangka dirangsang oleh adanya pelepasan asetilkolin (ACh) di
neuromuscular junction antara terminal neuron motorik dan serat otot. Pengikatan ACh
dengan end-plate motoric suatu serat otot menyebabkan perubahan permeabilitas di
serat otot dan menghasilkan potensial aksi yang dihantarkan ke seluruh permukaan
membran sel otot. Terdapat dua struktur dalam serat otot yang berperan penting dalam
proses eksitasi dan kontraksi, yaitu tubulus transversus (tubulus T) dan retikulum
sarkoplasma. Otot rangka memiliki tiga jenis serat yang berbeda berdasarkan
kemampuan dalam hidrolisis dan sintesis ATP yaitu serat oksidatif lambat (tipe I), serat
oksidatif cepat (tipe IIa), dan serat glikolitik cepat (tipe IIx). Serat cepat memiliki
aktivitas miosin ATP-ase (pengurai ATP) yang lebih cepat daripada yang dimiliki serat
lambat. Semakin tinggi aktivitas ATP-ase maka semakin cepat ATP terurai dan
terbentuk menjadi energi untuk siklus jembatan silang. Tipe serat oksidatifdan
glikolisis dibedakan berdasarkan kemampuannya untuk membentuk ATP.
Pembentukan ATP bisa terjadi melalui fosforilasi oksidatif dan glikolisis anaerob.
Serat yang melakukan fosforilasi oksidatif menghasilkan lebih banyak ATP sehingga
lebih resisten terhadap kelelahan dibanding serat glikolitik. Serat oksidatif kaya akan
kapiler dan mioglobin sehingga menimbulkan warna merah. Serat oksidatif disebut
juga serat merah. Serat glikolitik disebut serat putih karena mengandung sedikit
mioglobin. Persentase tiap-tiap tipe terutama ditentukan oleh jenis aktivitas yang
khusus dilakukan untuk otot yang bersangkutan. Selain itu, persentasi tipe serat otot
juga berbeda tiap individu (Sherwood, 2012).

J. TEORI KONTRAKSI OTOT


1. Sliding Filament Theory
Hansen dan Huxly (l955) mengemukakan teori kontraksi otot yang disebut model
sliding filaments. Model ini menyatakan bahwa kontraksi didasarkan adanya dua set
filamen di dalam sel otot kontraktil yang berupa filamen aktin dan filamen miosin.
Rangsangan yang diterima oleh asetilkolin menyebabkan aktomiosin mengkerut
(kontraksi). Kontraksi ini memerlukan energi. Pada waktu kontraksi, filamen aktin
meluncur di antara miosin ke dalam zona H (zona H adalah bagian terang di antara 2
pita gelap). Dengan demikian serabut otot menjadi memendek yang tetap panjangnya
ialah ban A (pita gelap), sedangkan ban I (pita terang) dan zona H bertambah pendek
waktu kontraksi.
Hipotesis sliding filament memiliki ciri yaitu selama kontraksi, panjang
miofilamen aktin dan miosin tetap sama, tetapi saling bersilangan, sehingga
memperbesar tumpang tindih filamen, filamen aktin kemudian menyusup untuk
memanjang ke dalam pita A, mempersempit menghalangi pita H, panjang sarkomer
(dari garis Z ke garis Z lain) memendek saat kontraksi, dan pemendekan sarkomer akan
memperpendek serabut otot individual dan keseluruhan otot (Sloane, 2003).
Ujung miosin dapat mengikat ATP dan menghidrolisisnya menjadi ADP.
Beberapa energi dilepaskan dengan cara memotong pemindahan ATP ke miosin yang
berubah bentuk ke konfigurasi energi tinggi. Miosin yang berenergi tinggi ini
kemudian mengikatkan diri dengan kedudukan khusus pada aktin membentuk
jembatan silang. Kemudian simpanan energi miosin dilepaskan, dan ujung miosin lalu
beristirahat dengan energi rendah, pada saat inilah terjadi relaksasi. Relaksasi ini
mengubah sudut perlekatan ujung miosin menjadi miosin ekor. Ikatan antara miosin
energi rendah dan aktin terpecah ketika molekul baru ATP bergabung dengan ujung
miosin. Kemudian siklus tadi berulang Iagi.
Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan dalam
keadaan yang relatif dari filamen-filamen aktin dan miosin. Selama kontraksi otot,
filamen-filamen tipis aktin terikat pada dua garis yang bergerak ke Pita A, meskipun
filamen tersebut tidak bertambah banyak. Namun, gerakan pergeseran itu
mengakibatkan perubahan dalam penampilan sarkomer, yaitu penghapusan sebagian
atau seluruhnya garis H. selain itu filamen miosin letaknya menjadi sangat dekat
dengan garis-garis Z dan pita-pita A serta lebar sarkomer menjadi berkurang sehingga
kontraksi terjadi. Kontraksi berlangsung pada interaksi antara aktin miosin untuk
membentuk komplek aktin-miosin
Selama kontraksi otot filamen aktin bergeser kedalam arah zona H, sarkomer
memendek tetapi panjang miofilamen aktin maupun miosin tidak mengalami
perubahan. Jembatan silang dari miofilamen miosin mengait pada aktif site filamen
aktin dan aktivitas ini dapat terjadi apabila tersedia ATP. Jembatan silang selanjutnya
membengkokan diri kearah zona H dengan ini filamen aktin menggeser dan garis Z
tertarik ke arah zona H pula dengan demikian sarkomer memendek, otot berkontraksi.
Pada setiap daur, satu sarkomer memendek hanya sepanjang 2 x 10 nm atau 1%nya.
Pada kontraksi otot, pemendekan sarkomer dapat mencapai 30% hingga 50%. Untuk
mendapatkan kontraksi sejauh itu, daur pergeseran harus diulang beberapa kali. Untuk
melaksanakan daur berikutnya, jembatan silang harus lepas dari aktif site filamen aktin
dengan bantuan ATP, selanjutnya daur dimulai lagi. Kekurangan ATP dapat
menyebabkan kejang otot. Relaksasi terjadi bila ion Ca2+ disingkirkan dari
sarkoplasma dengan mekanisme pompa Ca. Apabila kadar ion Ca2+ dalam
sarkoplasma turun dibawah kadar 10-7 mol/L, troponin kembali ke posisi semula,
tropomiosin bergerak kembali menutup aktif site pada aktin dan daur jembatan silang
terhenti.

2. Teori Kontraksi Otot Szent Gyorgyi


Menurut teori ini, kontraksi berhubungan dengan peranan dari molekul myosin.
Dikemukakan bahwa kompleks myosin murni tersusun atas subunit-subunit protein.
Subunit-subunit yang sama disebut protomyosin yang akan berkaitan secara bersama-
sama melalui ikatan hidrogen. Sekitar 8 molekul protomyosin tersebut ketika bersatu
akan membentuk meromyosin yang ringan (L-meromyosin). Unit-unit yang lebih berat
disebut dengan meromyosin berat (H-meromyosin). Jika otot dieksitasi dengan adanya
ion kalsium, aktin dan myosin akan berkombinasi mebentuk kompleks aktomyosin
yang merupakan molekul yang lebih kaku. Partikel myosin akan dipertahankan dalam
kondisi meregang dengan adanya molekul air, tetapi kontraksi akan terjadi jika molekul
air keluar. Aktomyosin sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi Ca2+, Mg2+,
K+, dan H+ seperti halnya terhadap ATP. Kendati ATP yang sedikit, tetap akan
menginduksi kontraksi aktomyosin. Meromyosin berat (H-meromyosin) akan
berasosiasi dengan
ATPase untuk mengkatalis ATP sehingga dihasilkan energi yang akan ditransfer ke
meromosin yang ringan (L-meromyosin). Sebagai konsekuensinya, meromyosin
ringan akan kehilangan muatan listriknya dan terlihat melipat untuk berkontraksi.
Relaksasi dapat terjadi karena konsentrasi ATP yang sangat besar.

K. PERANAN ION CA2+ DALAM KONTRAKSI OTOT


Kerja otot baik kontraksi maupun relaksasi tidak terlepas dari mekanisme kimiawi.
Proses pertama yang mengawali mekanisme kontraksi otot adalah peristiwa yang
berlangsung antara sistem saraf dan otot. Pada sambungan neuromuscular terjadi
pelepasan asetilkolin dari saraf ke otot. Asetilkolin yang berdifusi sampai ke
neuromuskuler mengubah permeabilitas membran plasma serat-serat otot. Retikulum
endoplasmik di dalam sel otot (ER) melepas Ca2+ dan ion tersebut masuk ke
sitoplasma. Ca2+ kemudian menginduksi pengikatan myosin ke actin, yang menjadi
awal dari mekanisme kontraksi. Jika neuron motor berhenti mengirim potensial aksinya
ke serat-serat otot, maka Ca2+ akan kembali masuk ke reticulum sarkoplasma.

Gambar 8. Mekanisme kontraksi dan relaksasi otot sehubungan dengan fungsi ion
kalsium
dan melekat dan terlepasnya kepala myosin dengan aktin.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari makalah ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan,
yaitu:
1. Dasar molekular untuk kontraksi terbagi menjadi dua bagian yaitu molekul iosin
dan molekul aktin.
2. Tonus otot merupakan kondisi dimana otot-otot viseral mungkin akan tetap berada
dalam kondisi memendek untuk beberapa waktu dalam kegiatan tertentu, terjadi
pada kontraksi otot polos dan jantung. Teori mengenai kontraksi otot yaitu teori
sliding filamen dan teori kontraksi otot Szent Gyorgyi.
3. Proses dalam terjadinya kontraksi otot dopengaruhi peranan Ca2+ baik saat
kontraksi maupun relaksasi.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2004. Biologi edisi kelima jilid 3. Erlangga.
Jakarta.
Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC

Mason, Kenneth. Losos, J. 2011. Biology. New York : McGraw-Hill


Santoso, P. 2009. Baahan Ajar Fisiologi Hewan. FMIPA Unand. Padang
Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Buku kedokteran EGC.
Jakarta.
Wulangi, K. 1993.Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. U G M P r e s s .
Y o g ya k a r t a .

Anda mungkin juga menyukai