Anda di halaman 1dari 6

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tumor kelenjar parotis


Tumor kelenjar parotis dapat berupa jinak ataupun ganas, dan dapat berupa tumor
primer ataupun metastasis. Tumor kelenjar parotis merupakan 80% kejadian tumor pada
kelenjar saliva dibandingkan kelenjar submandibular atau sublingual. Secara umum
pemeriksaan histopatoloogis 80% tumor kelenjar parotis merupakan jinak dimana 20%
merupakan ganas. Tumor kelenjar parotis memiliki karakteristik histopalogis yang beragam
namun memiliki gejala yang serupa antara ganas dan jinak, namun tumor parotis ganas dapat
menimbulkan gejala parese NVII, inflitrasi kulit, dan metastasis ke leher. Sehingga dibutuhkan
Fine needle aspiration Biopsi untuk membedakan jenis tumor.1
3.2 Epidemiologi tumor kelenjar parotis
Tumor kelenjar saliva hanya 12% kejadian dari tumor pada mulut dan leher.
Keganasan kelenjar saliva sering muncul pada uisa lebih dari 60 tahun, sedangkan tumor jinak
muncul pada usia 40-59 tahun. 2Tumor jinak lebih sering muncul pada wanita dibandingkan
laki-laki, sedangkan tumor ganas tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Adenoma pleimorfik meripakan jenis tumor yang paling sering berkisar 2,4-4,9/100.000
orang/ tahun, dan kejadian 40-60% dari tumor keseluruhan. Warthin tumor merupakan
tumor ke dua dengan frekuensi berkisar 30%. Kejadian tumor epitel ganas berkisar 0,3-
3/100.000 orang/ tahun. Dengan jenis histologi acinic cell carcinoma (10-18%), kista adenoid
(9-15%0, adenocarcinoma (13-32%), mucoepidermoid carcinoma (11-31%) dan carcinoma ex
pleomorphic adenoma (7-13%), squamous cell carcinoma (9-17%), salivary duct carcinoma
(3-6%). 1
3.3 Etiologi tumor kelenjar parotis
Etiologi dari tumor kelenjar parotis masih belum dapat ditentukan dan faktor resiko
pengaruh masih belum jelas yang mempengaruhi. Pengaruh rokok dan alkohol tidak
konsisten menyebabkan tumor kelenjar saliva, alkohol dan rokok berpengaruh terhadap
keganasan sel skuamosa. Namun, terdapat faktor resiko yang berpengaruh yaitu terpapar
radiasi pengion seperti study pada korban bomb atom. Paparan x ray pada leher, kepala, dan
mulut juga meningkatkan resiko terjadinya tumor kelenjar saliva. Zat nitrosamine (zat pada
karet) dapat menginduksi tumor kelenjar parotis pada tikus, hal tersebut dapat menjelaskan
keadian tumor kelenjar parotis pada pekerja industri karet.2
Mekanisme terjadinya tumor kelenjar parotis masih belum sepenuhnya dipahami.
Satu teori menyebutkan adanya asosiasi dengan Vacuolar protein sorting associated protein
4B, protein yang penting terhadap pengaturan vesikel dan maturase autofagosom sel. Pada
manusia EGFR menstimulus aktivitas intrasel protein tirosin kinase sehingga menimbulkan
autofosfolirasi dari beberapa sisa tyrosin pada domain terminal C. autofosfolirasi
menyebabkan penurunan aktivasi dan sinyal pada protein lain yang menginisiasi rantai
tranduksi migrasi sel, adesi, proliferasi, diferensiasi, dan kematian. Pada bagian proses
endositosis VPS berperan dalam regulasi EGFR. Fungsi protein VPS sebagain besar merupakan
sebagai subunit heterooligomeric endosomal sorting complex required for transport (ESCRT).
ESCRT berperan dalam inaktivasi EGFR endositosis untuk degradasi lisosom. Pada proses
endositosis VPS4 dan ATP ase berhubungan dengan kompleks ESCRT-III yang berperan dalam
memperbarui membrane protein sel. Bila fungsi VPS4 menghilang akan menyebabkan
tumorigenesis yang berfek pada pemanjangan durasi sinyal EGFR.2
3.4 Stadium pada tumor parotis
Stadium tumor ganas parotis1

Stadium tumor ganas kelenjar parotis


Stadium 0 Tis N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1, T2, T3 N1 M0
Stadium IVa T1 ,T2,T3 N1 M0
T4a N0, N1, N2 M0
Stadium IVb T4b any N M0
Any T N3 M0
Stadium IVc Any T any N M1

Klasifikasi TNM tumor parotis

TNM kalsifikasi tumor ganas parotis


T – Tumor primer TX tumor tidak dapat dinilai
T0 tidak ada bukti tumor primer
T1 tumor 2 cm atau kurang dimensi tanpa ekstensi jaringan
extraparenkim
T2 tumor lebih dari 2 cm hingga 4 cm pada dimensi terbesar tanpa
ekstensi jaringan extraparenkim
T3 tumor lebih 4 cm pada dimensi terbesar dengan atau tanpa
ekstensi jaringan extraparenkim

T4a tumor menginvasi kulit, mandibula, CAE, dan atau nervus


facialis
T4b tumor menginvasi basis cranii, dan/atau pterygoid, dan/atau
arteri carotis
N – kelenjar limfe N1 Metastasis pada satu ipsilateral limfonodi, 3 cm atau kurang
regional pada dimensi terbesar tanpa ekstensi extrannodal
N2a Metastasis pada satu ipsilateral limfonodi, lebih dari 3 cm
tetapi kurang dari 6 cm pada dimensi terbesar tanpa ekstensi
extrannodal
N2b Metastasis pada satu ipsilateral limfonodi, lebih dari 6 cm
pada dimensi terbesar tanpa ekstensi extrannodal
N2c Metastasis pada bilateral limfonodi, tidak lebih dari 6 cm pada
dimensi terbesar tanpa ekstensi extrannodal
N3a Metastasis pada bilateral limfonodi, lebih dari 6 cm pada
dimensi terbesar tanpa ekstensi extrannodal
N3b Metastasis pada satu atau lebih limfonodi, dengan ekstensi
extrannodal

M – metastasis jauh M0 tidak ada metastasi jauh


M1 metastasis jauh

WHO klasifikasi histologis tumor kelenjar saliva

3.5 Histopatologis tumor kelenjar parotis

Pentingnya mengetahui klasifikasi histopatologis adalah menentukan terapi adjuvant setelah


terapi pembedahan berdasarkan low grade dan high grade tumor.1
3.6 Diagnosis tumor kelenjar parotis
Diagnosis harus diawali dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang komperhensif, yang
dapat membedakan proses infeksi, autoimun maupun obstruktif dari suatu neoplasma.
Anamnesis dilakukan untuk mencari faktor risiko, gejala dari pasien dan riwayat
penyakitnya. Anamnesis berfokus pada presentasi massa, lokasi, pertumbuhan massa,
perubahan pada ukuran, keluhan dari pasien saat makan, kelemahan pada wajah dan bila
ditemukan merot, serta rasa nyeri. Pasien dengan neoplasma di kelenjar parotid biasanya
akan mengeluhkan massa yang bertambah besar secara perlahan. Rasa nyeri jarang
ditemukan, namun pada neoplasma jinak dapat terjadi infeksi, perdarahan ataupun
peningkatan jaringan kistik.
Pada malignansi ganas, rasa nyeri dapat mengindikasikan adanya invasi ke saraf. Meskipun
begitu, nyeri tidak bias dijadikan parameter untuk diferensiasi jenis neoplasma. Adanya
parese pada nervus fasialis kuat hubungannya dengan tumor ganas, meskipun bukan
merupakan gejala patognomonis. Parese nervus fasialis juga dapat terjadi pada tumor jinak
bila terdapat kompresi pada saraf tersebut. Tanda adanya suatu malignansi juga dapat
berupa adanya massa yang terfiksasi dan sulitnya mendefinisikan struktur-struktur yang
berdekatan. Dalam anamnesis juga dapat ditanyakan mengenai riwayat adanya suatu
keganasan sebelumnya pada diri sendiri dan keluarga, apakah ada trismus maupun disfagia.
Pemeriksaan fisik pada massa parotis dilakukan dengan melakukan pemeriksaan THT-KL.
Perhatikan ukuran, mobilitas, batas dari massa, fiksasi massa, warna, permukaan, jumlah,
lokasi dan konsistensi dari massa. Lakukan palpasi pada lateral dari dinding faring, kelenjar
getah bening leher, pemeriksaan telinga, pemeriksaan dalam mulut, pemeriksaan
orofaring, pemeriksaan laring, pemeriksaan hidung. Perhatikan pula bila didapatkan adanya
suatu darah maupun pus pada ductus stensen. Lakukan pemeriksaan nervus VII guna
melihat bila ada suatu kelemahan maupun parese.
Pemerisaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Dalam menegakkan adanya massa pada parotis, pemeriksaan laboratorium tidak terlalu
signifikan nilainya, meskipun begitu dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis
banding berupa infeksi maupun proses autoimun. Pemeriksaan laboratorium darah
digunakan guna menginvestigasi adanya suatu tanda dehidrasi dan leukositosis bila
terdapat kecurigaan yang mengarah menuju ke parotitis. Pemeriksaan elektrolit
terutama sodium, osmolaritas dan pemeriksaan hitung jenis darah putih dapat
dilakukan bila terdapat parotitis supuratif.
2. Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan imaging untuk massa parotis yang berukuran kecil tidak perlu dilakukan.
CT scan dan MRI dapat dilakukan untuk menentukan luas dan besar dari tumor,
mengevaluasi ekstensi dari tumor, kedalaman, dan untuk mengidentifikasi adanya
tumor lain pada kelenjar maupun struktur yang bedekatan. Selain itu CT scan dan MRI
berguna guna membedakan tumor intra-parotid dengan tumor di ruangan parafaring
serta mengevaluasi kelenjar limfe leher untuk menentukan adanya metastasis.
MRI lebih baik digunakan dari CT scan dalam memprediksi kemungkinan suatu
keganasan melalui observasi dari batas tumor yang tidak jelas, gambaran T2 yang
hipointens, difusi yang terbatas, dan nekrosis fokal. Namun dalam menentukan lokasi
dan jumlah infiltrasi dari tumor parotid, tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara CT scan dan MRI. Biopsi dengan menggunakan CT dapat dilakukan guna
mengevaluasi tumor yang dalam. Suatu pemeriksaan imaging tidak dapat menegakkan
suatu diagnosis secara pasti kecuali juga dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.
Gambaran CT scan aksial menunjukan suatu gambaran peningkatan massa parotis yang
mengindikasikan suatu neoplasma.

3. Fine-needle aspiration biopsy (FNAB)


Sensitivitas dari FNAB dalam membedakan massa jinak dan ganas dari tumor parotis
dan kelenjar saliva lainnya sekitar 95% dengan spesifisitas 98%. Hasil yang menunjukan
limfosit predominan mungkin perlu asessmen yang lebih lanjut yang mengarah ke
limfoma, namun tetap memungkinkan bahwa itu adalah suatu neoplasma di kelenjar
saliva. FNAB dapat negatif meskipun memang benar adanya suatu massa. FNAB dapat
memperjelas tipe histologis dari massa sehingga dapat mempersiapkan operator dan
pasien pre-operasi bila pada akhirnya ada kemungkinan dilakukan operasi yang lebih
ekstensif apabila ditemukan keganasan yang sudah grade tinggi. FNAB untuk tumor
warthin dapat terjadi positif palsu yang pada akhirnya dapat terjadi misdiagnosa kearah
tumor yang lebih berbahaya seperti adenoma pleimorfik dan karsinoma sel asinus.
4. Temuan histologis
Neoplasma mulai jinak hingga ganas dapat terjadi di kelenjar saliva, diagnosis
histopatologis yang akurat sangat penting guna mendiagnosis dan menentukan terapi
bagi pasien.
Neoplasma kelenjar saliva yang jinak :
a. Adenoma pleomorfik
Merupakan tumor kelenjar saliva jinak terbanyak, dalam gambaran mikroskopik,
karakteristiknya adalah diversitas dari morfologi tumor ini dengan ditemukan
elemen epithelial dan mesenkimal. Sel epitel membentuk region selular
sedangkan sel mioepitelial membentuk area stromal yang dapat tampak
miksoid, fibroid maupun kondroid.
b. Tumor warthin
Merupakan tumor kelenjar saliva jinak nomer dua terbanyak, lebih banyak
terjadi pada laku-laki dengan rasio 5:1. Tumor warthin memiliki kapsul yang
halus, yang bila di insisi akan tampak ruang-ruang kistik multipel yang berisi
musin. Dalam pemeriksaan mikroskopik, ditemukan papillae multipel yang
terdiri dari epitel berlapis dua.
c. Onkositoma
Tumor ini kalus dan keras. Secara mikroskopik mengandung sel eosinofilik
dengan sitoplasma bergranula, nukleusnya kecil dan terdapat indentasi.
d. Adenoma monomorfik
Tumor ini secara mikroskopis mengandung epitel parenkim yang tampak
berpalisade pada bagian perifer dari tumornya.
Neoplasma kelenjar saliva yang ganas :
a. Karsinoma mucoepidermoid
Suatu neoplasma ganas yang tersering pada kelenjar parotid. Mengandung dua
tipe sel yaitu mucus dan epidermoid. Rasio dua sel ini membedakan grading dari
tumor. Gambaran mikroskopik pada tumor grade rendah

1. Thielker J, Grosheva M, Ihrler S, Wittig A, Guntinas-Lichius O. Contemporary Management of


Benign and Malignant Parotid Tumors. Frontiers in surgery. 2018;5:39.
2. Ho K, Lin H, Ann DK, Chu PG, Yen Y. An overview of the rare parotid gland cancer. Head &
neck oncology. 2011;3:40.

Anda mungkin juga menyukai