Anda di halaman 1dari 122

PENERAPAN TEKNIK MENGONTROL EMOSI DENGAN RELAKSASI

OTOT PROGRESIF TERHADAP PENGENDALIAN MARAH PADA


PASIEN Nn. D DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN PERILAKU
KEKERASAN DIRUANGAN SAWO RSUD MADANI
PROVINSI SULAWESI TENGAH

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program Pendidikan
Diploma III Kesehatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu
Jurusan Keperawatan Program Studi D-III Keperawatan Poso

OLEH :

MURNI
NIM : PO02202160 36

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PALU


J U R U S A N K E P E R A W A T A N
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN POSO
TAHUN 2019

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk diujikan oleh tim Penguji Poltekkes

Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu Jurusan Keperawatan Palu Program Studi

D-III Keperawatan Poso Pada Tanggal 26 juli 2019

Nama : MURNI
NIM : PO0220216036

Poso, 23 Juli 2019

Pembimbing I

Abdul Malik Lawira,.S.Kep,Ns,M.Kes


NIP : 197111021996031001

Poso, 25 Juli 2019

Pembimbing II

Dafrosia Darmi,S. Kep.M.Biomed


NIP :198106082005012003

Mengetahui
Ketua Program Studi

Abdul Malik Lawira,.S.Kep,Ns,M.Kes


NIP : 197111021996031001

ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Penguji Poltekkes

Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Program Studi D-III Keperawatan Poso.

Senin pada tanggal 26 Maret 2019.

Nama : MURNI
NIM : PO0220216036
Poso, 7 Agustus 2019
Penguji I

Agusrianto.S.Kep, Ns. MM
NIP : 197307271997031002
Penguji II

I Made Nursana.S.Kep.Ns,M.Kes
NIP : 197106231995031002
Penguji III

Ns.Dewi Nurviana Suharto,M.Kep.Sp.Kep.MB


NIP : 198511102010122003

Mengetahui
Ketua Program Studi

Abdul Malik Lawira,.S.Kep,Ns,M.Kes


NIP : 197111021996031001

iii
POLITEKNIK KESEHATAN KESEHATAN PALU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII KEPERAWATAN POSO

Murni 2019. “Penerapan Teknik Mengontrol Emosi Dengan Relaksasi Otot


Progresif Terhadap Pengendalian Marah Pada Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Perilaku Kekerasan Di RSD Madani Palu. Pembimbing: (1) Abdul
Malik Lawira (2) Dafrosia Darmi

ABSTRAK

X + 114 Halaman + 2 Gambar + 2 Tabel + Lampiran


Insiden gangguan jiwa di indonesia dari tahun ketahun mengalami
peningkatan. Pada tahun 2018 di RSUD Madani palu sulawsi tengah jumlah
penderita gangguan jiwa tercatat sebanyak 1.094 jiwa. Salah satu gejala yang
dialami gangguanjiwa adalah perilaku kekerasan. Gangguan jiwa dapat terjadi
kerena sesorang tidak dapat menggunakan kopingnya dengan baik sehingga tidak
mampu menghadapi masalah-masalah yang ada. Tindakan yang dapat mencegah
perilaku kekerasan adalah pemberian terapi relaksasi otot progresif yang mampu
membantu mengandalikan emosi. Tujuan penelitian ini adalah penerapan Asuhan
Keperawatan pada pasien Perilaku Kekerasan.
Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan menerapkan asuhan
keperawatan komprehensif pada pasien.
Hasil Penelitian didapatkan data pasien tidak dapat mengontrol perasaan
marahnya. Tujuan dari asuhan keperawatan yaitu pasien mampu mengontrol
emosinya dari marah menjadi tidak marah. Diagnosa keperawatan perilaku
kekerasan. Intervensi keperawatan yaitu tarik napas dalam, pukul bantal/kasur,
secara verbal, spiritual, minum obat, dan pemberian terapi relaksasi otot
progresif. Implementasi keperawatan melakukan pemberian SPI-5 dan relaksasi
otot progresif pada pagi dan sore hari. Evaluasi setelah 6 hari pemberian
intervensi pasien sudah tidak marah-marah lagi.
Penerapan teknik mengontrol emosi dengan relaksasi otot progresif dapat
mengendalikan marah pada pasien PK di RSUD Madani Palu. Saran bagi perawat
penerapan intervensi keperawatan pada pasien dengan masalah utama perilaku
kekerasan selain intervensi SP1–SP5 juga dengan pemberian intervensi terapi
relaksasi otot progresif.
Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Terapi relaksasi otot progresi.
Daftar rujukan : 37 referensi (2005-2018)

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.PohonMasalah ......................................................................... 38

Tabel 2.IntervensiKeperawatan............................................................ 39

Tabel 3.Rencana Keperawatan Dalam Bentuk SP ............................... 45

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Biodata Penulis

Lampiran 2 : Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 3 : Surat telah melakukan penelitian

Lampiran 4 : Persyaratan keaslian penulisan

Lampiran 5 : infor consert

Lampiran 6 : Jadwal kegiatan penelitian

Lampiran 7 : Penjelasan sebelum penelitian

Lampiran 8 : koesioner Perilaku Kekerasan

Lampiran 9 : SOP Relaksasi otot progresif

Lampiran 9 : Dokumentasi

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat yang telah

diberikan-Nya, sehingga proposal studi kasus yang berjudul “Penerapan teknik

mengontrol emosi dengan relaksasi otot progresif terhadap pengendalian marah

pada asuhan keperawatanklien perilaku kekerasan di RSUD Madani palu” ini bisa

terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.Proposal studi kasus ini tidak akan

selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima

kasih banyak kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis, diantaranya :

1. Bapak Nasrul, SKM,M.Kes. Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian

Kesehatan Palu

2. Ibu Selvi Alfrida Mangundap,S.Kp.M,Si Ketua Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu

3. Bapak Abd. Malik Lawira, S.Kep.Ns.M.Kes. Ketua Program Studi

Keperawatan Politekknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu Prodi D-III

Keperawatan Poso Sekaligus Pembimbing 1yang selalu sabar dan tidak pernah

lelah memberikan masukan dan bimbingannya,

4. Pembimbing 2 Ibu Dafrosia Darmi Manggasa,S.Kep,M.Biomed yang telah

memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian penulisan proposal studi

kasus ini.

5. Ibu Tasnim, S.Kep.Ns.M.Kes selaku pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis selama belajar di Poltekkes Kemenkes Palu Prodi Posa.

vii
6. Kepada kedua orang tua saya. Bapak saya Firman dan Ibu saya Nur Walang

yang telah membesarkan dan mendidik saya sehingga menjadi seperti

sekarang. Dan saudara kembar saya yang selalu mendukung dan memberikan

nasehat agar saya selalu sabar dan ikhlas selama penyusunan Proposal ini.

7. Bapak/Ibu dan Tenaga Kependidikan Program Studi Keperawatan Poso yang

selama ini telah banyak memberikan bantuan kepada penulis

8. Kepada sahabat-sahabat saya Esih Saputri, Dewi Rahmadani, Ni wayan wiras

miasi, Iloh devi, Kadek ayu purnama sari, Jumriani dan Resti novianti yang

telah memberikan dukungan dan motivasi dan selalu menemani dalam senang

maupun susah, sehingga saya dapat menyelesaikan Proposal studi kasus ini.

9. Kepada temen-teman seangkatan 2016 yang selalu menyemangati dan

memberikan dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan Proposal Studi

kasus ini.

Penulis menyadari dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang

dimiliki penulis maka Proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu,

saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan penulis untuk

dijadikan sebagai perbaikan dalam penyusunan hasil penelitian.

Poso, 26 Maret 2019

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ....................................................................... iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan masalah.................................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................... 7

A. Tinjauan Tentang gangguan Jiwa ........................................................................... 8


1. Pengertian .......................................................................................................... 8
2. Faktor yang Menyebabkan gangguan Jiwa ....................................................... 8
3. Klasifikasi Gangguan Jiwa................................................................................ 11
B. Tinjauantentang Perilaku Kekerasan....................................................................... 15
1. Pengertian .......................................................................................................... 15
2. Tanda dan gejala ............................................................................................... 15
3. Tingkatan Perilaku Kekerasan .......................................................................... 16
4. Rentang Respon Marah ..................................................................................... 17
5. Etiologi Perilaku Kekerasan .............................................................................. 18
6. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan .............................................................. 19
7. Faktor Yang Menyebabkan Perilaku Kekerasan ............................................... 20
C. Tinjauan tentang Mengontrol Emosi....................................................................... 24
1. Pengertian .......................................................................................................... 24
2. Tanda dan gejala Stress/emosi .......................................................................... 25
3. Rentang Respon Emosional .............................................................................. 26

ix
D. Tinjauan tentang relaksasi Otot Progresif ............................................................... 28
1. Definisi ............................................................................................................. 28
2. Tujuan Relaksasi Otot Progresif ...................................................................... 29
3. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif ......................................................... 29
4. Teknik terapi relaksasi otot progresif ............................................................... 29
E. Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan .............................................................. 32
1. Pengkajian ......................................................................................................... 32
2. Pohon Masalah .................................................................................................. 40
3. Diagnosa Keperawatan...................................................................................... 40
4. Fokus Intervensi ................................................................................................ 41
5. Rencana Keperawatan dalam bentuk Strategi Pelaksanaan .............................. 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................................ 62

A. Jenis Penelitian ........................................................................................................ 62


B. Lokasi Penelitian ..................................................................................................... 62
C. Subjek Studi Kasus ................................................................................................. 62
D. Fokus Studi ............................................................................................................. 62
E. Definisi Operasional................................................................................................ 63
F. Pengumpulan Data .................................................................................................. 64
G. EtikaPenelitian ........................................................................................................ 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................... 67

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................................... 67


B. Hasil Penelitian ....................................................................................................... 67
C. Pengkajian ............................................................................................................... 70
D. Analisa Data ............................................................................................................ 77
E. Masalah Keperawatan ............................................................................................. 78
F. Pohon Masalah ........................................................................................................ 78
G. Intervensi ................................................................................................................. 79
H. Implementasi .......................................................................................................... 107
I. Evaluasi ................................................................................................................... 109

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 112

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 112


B. Saran ........................................................................................................................ 113

DAFTAR PUSTAKA

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara

klinis berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan

gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2011).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014

bahwa orang dengan gangguan jiwa adalah orang yang mengalami

gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam

bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna,

serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan

fungsi orang sebagai manusia.

Gangguan jiwa mengalami peningkatan yang signifikan saat ini.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2016 menunjukkan bahwa

sekitar 268 juta orang terkena depresi, 40 juta orang terkena bipolar, 21

juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia (WHO, 2016).

Menurut WHO regional Asia Pasifik (WHO SEARO) tahun 2017, jumlah

kasus gangguan depresi terbanyak di India (56.675.969 kasus atau 4,5%

dari jumlah populasi), terendah di Maldives (12.739 kasus atau 3,7% dari

populasi). Adapun di Indonesia sebanyak 9.162.886 kasus atau 3,7% dari

populasi (WHO, 2017).

1
2

Seseorang dengan gangguan jiwa dapat melakukan perilaku

kekerasan 2,5 kali lebih banyak dari populasi umum (Corrigan & Watson,

2005 dalam Subu et al., 2016). Data perilaku kekerasan menunjukkan

adanya perbedaan dari tiap negara. Australia 36,85%, Kanada 32,61%,

Jerman 16,06%, Italia 20,28%, Belanda 24,99%, Norwegia 22,37%,

Kanada 32,61%, Swedia 42,90%, Amerika Serikat 31,92% dan Inggris

41,73% (Bowers et al., 2011).

Pada tahun 2018 jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia

mencapai 282,654 jiwa yang artinya klien dengan gangguan jiwa

berdasarkan tempat tinggal diperkotaan mencapai 155,248 jiwa dan

dipedesaan mencapai 127.406 jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh dari

Riskesdas tahun 2018 jumlah penderita gangguan jiwa terbanyak berada di

Jawa Barat mencapai 55.133 jiwa sedangkan jumlah penderita gangguan

jiwa paling sedikit berada di Kalimantan Utara mencapai 695 jiwa. Di

sulawesi tengah sendiri penderita gangguan jiwa mencapai 3.055 jiwa.

(Remenkes, 2018).

Data dari RSUD Madani Palu menunjukkan pasien gangguan

jiwapada tahun 2017 sebanyak 1.190 orang, sedangkan pada tahun 2018

mengalami penurunan dengan jumlah 1.094 orang. Jumlah gangguan jiwa

terbanyak dengan diagnosa medis Skizofrenia pada tahun 2017 sebanyak

1.012 orang, dan terjadi penurunan pada tahun 2018 dengan jumlah 850

orang. Data diruangan sawo tercatat jumlah pasien RPK pada tahun 2017

dgn jumlah 78,5 orang, sedangkan pada tahun 2018 terjadi peningkatan
3

dengan jumlah 281,8 orng. Dokter yang menangani pasien jiwa 3 orang

dan perawat sebanyak 66 orang (Rekam Medis RSUD Madani, 2017 &

2018).

Orang dengan gangguan jiwa baik yang dirawat maupun tidak

dirawat, harus dipertimbangkan potensi untuk melakukan perilaku

kekerasan. Perilaku kekerasan adalah reaksi emosional yang menyebabkan

terjadinya kemarahan sehingga dapat membahayakan secara fisik, baik

kepada diri sendiri maupun orang lain (Afnuhazi, 2015).

Perilaku kekerasan terjadi karena ketidakmampuan dalam

melakukan koping terhadap stres, ketidakpahaman terhadap situasi sosial,

tidak mampu untuk mengidentifikasi stimulus yang dihadapi, dan tidak

mampu mengontrol dorongan untuk melakukan perilaku kekerasan

(Volavka & Citrome, 2011). Dampak dari perilaku kekerasan yang muncul

dapat mencederai atau bahkan menimbulkan kematian (Volavka, 2012).

Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menurunkan perilaku

kekerasan pada orang dengan gangguan jiwa dengan teknik mengontrol

emosi. Menurut Keliat (2011), teknik mengontrol emosi yang dapat

diajarkan pada pasien perilaku kekerasan yaitu latihan fisik (tarik napas

dalam), latihan fisik II (pukul kasur & bantal), cara verbal, cara spiritual,

dan patuh minum obat.

Manfaat diberikanya intervensi pengendalian marah yang diberikan

kepada pasien rpk yaitu pemenuhan sp 1 dimana ketika pasien marah

diberikan tehnik napas dalam,manfaat diberikan tehnik ini mengajarkan


4

pasien rileks ketika pasien marah selanjutnya mengajarkan teknik

memukul bantal yang teknik ini bermanfaat untuk melatih pasien yang

marah agar tidak memukul orang lain dan narang-barang, selanjutnya

mengajarkan teknik verbal dimana pasien akan mengkomunikasikan ketika

dia menolak atau tidak mau melakukan sesuatu, manfaat dari tehnik

spiritual yaitu untuk membantu pasien mengingat tuhan ketika pasien

emosi tehnik ini untuk membantu pasien lebih tenang ketika marah, teknik

terakhir yaitu patuh minum obat tehnik ini bermanfaat dalam pengendalian

marah karna dapat menenangkan pasien. Ke-5 tindakan ini harus

dilakukan secara bertahap agar pasien mampu mengendalikan marah

sesuai dengan tahapannya sehingga perilaku kekerasan pasien tidak

muncul lagi.

Penelitian Awaludin (2016) di RSJD dr. Arif Zainudin Surakarta

diperoleh hasil bahwa setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan

menggunakan strategi pendekatan didapatkan hasil klien mampu

mengontrol perilaku kekerasan. Penelitian Sumirta, dkk (2013)

menunjukkan ada pengaruh yang signifikan terapi relaksasi nafas dalam

terhadap pengendalian marah klien dengan perilaku kekerasan di Ruang

Bratasena RSJ Propinsi Bali. Penelitian oleh Zelianti (2011)

membuktikan ada pengaruh yang signifikan teknik relaksasi napas dalam

terhadap tingkat emosi klien perilaku kekerasan. Relaksasi napas dalam

dipercaya dapat menurunkan ketegangan dan memberikan ketenangan.

Relaksasi napas dalam merangsang tubuh untuk melepaskan opioid


5

endogen yaitu endorphin dan enkefalin. Dilepaskannya hormon endorphin

dapat memperkuat daya tahan tubuh, menjaga sel otak tetap muda,

melawan penuaan, menurunkan agresifitas dalam hubungan antar manusia,

meningkatkan semangat, daya tahan, dan kreativitas (Smeltzer & Bare,

2002). Relaksasi otot progresif dapat mengurangi ketegangan otot,

menurunkan laju metabolisme, meningkatkan rasa kebugaran, dan

konsentrasi, serta memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stressor

(Potter & Perry, 2005). Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh

relaksasi otot progresif terhadap kemampuan mengontrol marah pada

pasien resiko perilaku kekerasan di RSJD Dr.Amino Gondohutomo

Provinsi jawa tengah. hal ini dikarenakan relaksasi otot progresif dapat

meningkatkan keterampilan dasar relaksasi untuk mengontrol marah dan

memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres (Armelia et al 2018).

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan,memiliki

tanggung jawab untuk mengatasi masalah pasien yaitu dalam mengatasi

masalah perilaku kekerasan dengan menggunakan latihan fisik (tarik

napas dalam), latihan fisik II (pukul kasur & bantal), cara verbal, cara

spiritual, patuh minum obat,dan mengajarkan relaksasi otot progresif.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan Studi

kasus terkait Penerapan teknik mengontrol emosi dengan Relaksasi Otot

Progresif terhadap pengendalian marah pada askep dengan perilaku

kekerasan di RSUD Madani Palu.


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat

disampaikan rumusan masalah yaitu “ Bagaimanakah Penerapan teknik

mengontrol emosi dengan Relaksasi Otot Progresif terhadap pengendalian

marah pada askep dengan perilaku kekerasan di RSUD Madani Palu?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui penerapan teknik mengontrol emosi terhadap

pengendalian marah pada askep dengan perilaku kekerasan di RSUD

Madani Palu.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan

b. Merumuskan dan menegakkan masalah keperawatan pada klien

dengan perilaku kekerasan

c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan

perilaku kekerasan

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan perilaku

kekerasan

e. Melaksanakan evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan


7

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi institusi

Merupakan salah satu bahan informasi bagi pendidikan khususnya bagi

perpustakaan yang berkaitan dengan penerapan teknik mengontrol

emosi terhadap pengendalian marah pada askep klien dengan perilaku

kekerasan.

2. Manfaat bagi tempat penelitian

Sebagai masukan untuk perencanaan dan pelaksanaan program

khususnya dalam upaya meningkatkan penerapan teknik mengontrol

emosi pada klien dengan kasus perilaku kekerasan dan dapat dijadikan

bahan pertimbangan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan.

3. Manfaat bagi peneliti

Bagi peneliti sendiri untuk menambah pengalaman dalam

melaksanakan penelitian dan mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi penerapan teknik mengontrol emosi pada klien dengan

perilaku kekerasan.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat di jadikan referensi oleh peneliti selanjutnya agar

lebih mengembangkan teknik mengontrol emosi terhadap pengendalian

marah pada asuhan keperawatan klien dengan perilaku kekerasan di

tahun-tahun berikutnya.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan tentang Gangguan Jiwa

1. Pengertian

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010) adalah suatu

perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada

fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu dan

hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Gangguan jiwa atau

mental illenes adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena

hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang

kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Budiman, 2010).

Menurut Maramis (2010), gangguan jiwa adalah gangguan alam:

cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective),

tindakan (psychomotor).

2. Faktor yang Menyebabkan Gangguan Jiwa

Menurut Stuart & Sundeen (2008) penyebab gangguan jiwa dapat

dibedakan atas :

a. Faktor Biologis/Jasmaniah

1) Keturunan

Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin terbatas

dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami gangguan

8
9

jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor

lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.

2) Jasmaniah

Beberapa peneliti berpendapat bentuk tubuh seseorang

berhubungan dengan ganggua jiwa tertentu. Misalnya yang

bertubuh gemuk/endoform cenderung menderita psikosa manik

depresif, sedang yang kurus/ectoform cenderung menjadi

skizofrenia.

3) Temperamen

Orang yang terlalu peka/sensitif biasanya mempunyai masalah

kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan mengalami

gangguan jiwa.

4) Penyakit dan cedera tubuh Penyakit-penyakit tertentu misalnya

penyakit jantung, kanker, dan sebagainya mungkin dapat

menyebabkan merasa murung dan sedih. Demikian pula

cedera/cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa rendah diri.

b. Ansietas dan Ketakutan

Kekhawatiran pada sesuatu hal yang tidak jelas dan perasaan

yang tidak menentu akan sesuatu hal menyebabkan individu

merasa terancam, ketakutan hingga terkadang

mempersepsikan dirinya terancam.


10

c. Faktor Psikologis Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan

dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap,

kebiasaan dan sifatnya. Pemberian kasih sayang orang tua

yang dingin, acuh tak acuh, kaku dan keras akan menimbulkan

rasa cemas dan tekanan serta memiliki kepribadian yang

bersifat menolak dan menentang terhadap lingkungan.

d. Faktor Sosio-Kultural

Beberapa penyebab gangguan jiwa menurut Wahyu (2012) yaitu

1) Penyebab primer (primary cause)

Kondisi yang secara langsung menyebabkan terjadinya

gangguan jiwa, atau kondisi yang tanpa kehadirannya

suatu gangguan jiwa tidak akan muncul.

2) Penyebab yang menyiapkan (predisposing cause)

Menyebabkan seseorang rentan terhadap salah satu

bentuk gangguan jiwa.

3) Penyebab yang pencetus (precipatating cause)

Ketegangan-ketegangan atau kejadian-kejadian traumatik

yang langsung dapat menyebabkan gangguan jiwa atau

mencetuskan gangguan jiwa.

4) Penyebab menguatkan (reinforcing cause)

Kondisi yang cenderung mempertahankan atau

mempengaruhi tingkah laku maladaptif yang terjadi.


11

5) Multiple cause

Serangkaian faktor penyebab yang kompleks serta saling

mempengaruhi. Dalam kenyataannya, suatu gangguan

jiwa jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal,

bukan sebagai hubungan sebab akibat, melainkan saling

mempengaruhi antara satu faktor penyebab dengan penyebab

lainnya.

e. Faktor Presipitasi

Faktor stressor presipitasi mempengaruhi dalam kejiwaan

seseorang. Sebagai faktor stimulus dimana setiap

individu mempersepsikan dirinya melawan tantangan, ancaman,

atau tuntutan untuk koping. Masalah khusus tentang konsep

diri disebabkan oleh setiap situasi dimana individu tidak

mampu menyesuaikan. Lingkungan dapat mempengaruhi

konsep diri dan komponennya. Lingkungan dan stressor yang

dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian

badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan

struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan

prosedur tindakan serta pengobatan (Stuart&Sundeen, 2008).


12

3. Klasifikasi Gangguan Jiwa

Klasifikasi berdasarkan diagnosis gangguan jiwa menurut Dalami

(2009) dibagi menjadi:

a. Gangguan Jiwa Psikotik

Gangguan jiwa psikotik yang meliputi gangguan otak organik

ditandai dengan hilangnya kemampuan menilai realita,

ditandai waham (delusi) dan halusinasi, misalnya skizofrenia dan

demensia.

1) Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai

dengan berbagai tingkat kepribadian diorganisasi yang

mengurangi kemampuan individu untuk bekerja secara efektif

dan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Gejala

klinis skizofrenia sering bingung, depresi, menarik diri atau

cemas. Hal ini berdampak pada keinginan dan kemampuan untuk

meakukan tindakan oral hygiene. Skizofrenia mempunyai

macam-macam jenisnya, menurut Maramis (2004) jenis-

jenis skizofrenia meliputi:

a) Skizofrenia residual, merupakan keadaan skizofrenia

dengan gejala-gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas

adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul

sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.


13

b) Skizofrenia simpleks, sering timbul pertama kali pada masa

pubertas. Gejala utama ialah kedangkalan emosi dan

kemunduran kemauan.

c) Skizofrenia hebefrenik atau disebut juga

hebefrenia, menurut Maramis (2004) permulaannya

perlahan-lahan dan sering timbul pada masa remaja atau

antara 15–25 tahun. Gejala yang menyolok adalah

gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya

depersonalisasi. Gangguan psikomotor seperti perilaku

kekanak-kanakan sering terdapat pada jenis ini.

Waham dan halusinasi banyak sekali.

d) Skizofrenia katatonik atau disebut juga katatonia, timbulnya

pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya

akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin

terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

e) Pada skizofrenia skizoafektif, di samping gejala-gejala

skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan, juga

gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini

cenderung untuk menjadi sembuh tanpa efek, tetapi

mungkin juga timbul lagi serangan.


14

2) Demansia

Demansia diklasifikasikan sebagai gangguan medis dan

kejiwaan, demensia terkait dengan hilangnya fungsi otak.

Demensia melibatkan masalah progresif dengan

memori, perilaku, belajar, dan komunikasi yang

mengganggu fungsi sehari-hari dan kualitas hidup.

3) Kerusakan kognitif reversibel Sering dikaitkan dengan obat-

obatan, resep atau lainnya, endokrin, kekurangan gizi, tumor, dan

infeksi.

4) Kerusakan kognitif ireversibel Alzheimer dan vaskular

demensia merupakan kerusakan kognitif ireversibel yang

paling umum. Alzheimer memiliki resiko meliputi usia,

genetika, kerusakan otak, sindroma down. Demensia

vaskular melibatkan kerusakan kognitif yang permanen

akibat penyakit serebrovaskuler. Tingkat keparahan dan durasi

gangguan tergantung pada penyakit serebrovaskular dan

respon individu terhadap pengobatan.

b. Gangguan Jiwa Neurotik

Gangguan kepribadian dan gangguan jiwa yang lainnya

merupakan suatu ekspresi dari ketegangan dan konflik

dalam jiwanya, namun umumnya penderita tidak menyadari

bahwa ada hubungan antara gejala-gejala yang dirasakan

dengan konflik emosinya. Gangguan ini tanpa ditandai


15

kehilangan intrapsikis atau peristiwa kehidupan yang

menyebabkan kecemasan (ansietas), dengan gejala-gejala obsesi,

fobia, dan kompulsif.

c. Depresi

Depresi merupakan penyakit jiwa akibat dysphoria (merasa

sedih), tak berdaya, putus asa, mudah tersinggung, gelisah atau

kombinasi dari karakteristik ini. Penderita depresi sering mengalami

kesulitan dengan memori, konsentrasi, atau mudah terganggu

dan juga sering mengalami delusi atau halusinasi. Ketika

seseorang dalam keadaan depresi ada penurunan signifikan

dalam personal hygiene dan mengganggu kebersihan mulut.

B. Tinjauan tentang Perilaku Kekerasan

1. Pengertian

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang

bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun

psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk

pada suatu perangkat perasaan –perasaan tertentu yang biasanya

disebut dengan perasaan marah (Dermawan dan Rusdi, 2013).

Suatu keadaan di mana klien mengalami perilaku yang dapat

membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan

barang – barang (Fitria, 2010).


16

2. Tanda dan Gejala

Menurut Keliat (2017), tanda dan gejala yang ditemui pada

pasien melalui observasi atau wawancara tentang perilaku kekerasan

adalah sebagai berikut : muka merah, dan tegang, pandangan tajam,

mengatupkan rahang dengan kuat mengepalkan tangan, jalan modar-

mandir, bicara kasar, suara tinggi, menjerit atau berteriak, mengancam

secara verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/orang lain,

merusak barang atau benda, tidak memiliki kemampuan

mencegah/mengendalikan perilaku kekerasan. Akibat dari perilaku

kekerasan yaitu orang dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan

risiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkunga. Risiko

mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat

melukai/membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Erick dan Sally (2018) mengelompokkan bentuk-bentuk

perilaku kekerasan menjadi tiga yaitu bentuk emosional verbal,

meliputi sikap membenci baik yang diekspresikan dalam kata-kata

maupun tidak, seperti marah, terlibat dalam pertengkaran, mengutuki,

mencaci maki, menertawakan dan menuduh secara jahat. Bentuk fisik

bersifat sosial, meliputi perbuatan berkelahi dalam rangka

mempertahankan diri atau mempertahankan objek cinta, membalas

dendam terhadap penghinaan, dan membalas orang yang melakukan

penyerangan. Bentuk fisik bersifat anti sosial (fisik asosial), meliputi

perbuatan menyerang, melukai, berkelahi tanpa alasan, membalas


17

penderitaan secara brutal dengan pengrusakan yang berlebihan,

menentang petugas medis dan perilaku kekerasan secara seksual.

3. Tingkatan Perilaku Kekerasan

Tingkat perilaku kekerasan menurut Jeffrey dkk (2016) :

a. Ringan

Merupakan perilaku kekerasan yang diperlihatkan pasien dengan

gangguan jiwa hanya sebatas intimidasi terhadap orang-orang

disekitarnya. Pasien belum melakukan kekerasan verbal tetapi

sudah menunjukkan kekerasan emosional. Bentuknya merupakan

emosional verbal seperti mata melotot, melihat dengan tajam atau

mengepalkan tangan.

b. Menengah (sedang)

Merupakan perilaku kekerasan yang sudah dilakukan pasien tetapi

tidak mengakibatkan cedera yang berarti. Pasien dengan gangguan

jiwa sudah menyerang dengan intensitas yang rendah, misalnya

memukul tapi dengan jenis pukulan yang tidak terlau keras.

c. Berat

Merupakan perilaku kekrasan yang benar-benar dilakukan pasien

dengan gangguan jiwa dalam intensitas yang berat. Biasanya akan

mengakibatkan cedera serius pada orang yang diserang.


18

4. Rentang Respon Marah

Perilaku atau respon kemarahan dapat berflutuatif dalam rentang

adaptif sampai maladaptive. Rentang respon marah menurut Stuart

(2018), dimana amuk (perilaku kekerasan) dan agresif berada pada

rentang maladaptive, seperti pada gambar berikut :

Gambar 1.1

rentang respon marah (Yosep,2010)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/ PK

Keterangan :

a. Asertif

Merupakan ungkapan rasa tidak setuju atau kemarahan yang

dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain sehingga

akan memberikan kelegahan dan tidak menimbulkan masalah.

b. Frustasi

Adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang

tidak realistis atau hambatan dalam pencapaian tujuan.

c. Pasif

Meruupakan kelanjutan dari frustasi dalam keadaan ini individu

tidak menemukan alternative lain penyelesaian masalah, sehingga

terlihat pasif dan tidak mampu mengungkapkan perasaanya.


19

d. Agresif

Adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan

untuk bertindak destruktif tapi masih terkontrol. Perilaku yang

tampak berupa muka masam, bicara kasar, menuntut dan kasar.

e. Amuk (perilaku kekerasan)

Yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai

kehilangan kontrol diri, sehingga individu dapat merusak diri

sendiri, orang lain dan lingkungan.

5. Etiologi Perilaku Kekerasan

Etiologi kemarahan, ada dua yaitu teori neurobiologi dan teori

psikososial yaitu (Videbeck, 2016):

a. Teori neurobiologi

Peran neurotransmitter dalam studi tentang kemarahan telah

dipelajari pada hewan dan manusia, tetapi tidak ada satupun

penyebab yang ditemukan. Hasil temuan menyatakan bahwa

serotonin berperan sebagai inhibitor utama perilaku agresi.

b. Teori psikososial

Bayi dan toddler mengekspresikan diri dengan suara keras dan

intens. Hal normal pada tahap pertumbuhan dan perkembangan

tersebut. Tempetantrum merupakan respons yang biasa pada

toddler yang keinginannya tidak terpenuhi.


20

6. Proses Terjadinya Perilaku kekerasan

Stres, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari

yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stres dapat menyebabkan

kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan

terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Respon

terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara, yaitu

menungkapkan secara verbal, menekan dan menetang.

Kemarahan diawali oleh adanya stresor yang berasal dari

internal atau eksternal. Stresor internal seperti penyakit, hormonal,

dendam, kesal sedangkan stresor eksternal bias berasal dari ledekan,

cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran,

bencana dan sebagainya, hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan

atau gangguan pada system individu (disruption and los). Videbeck

(2016) mengatakan pemaknaan dari individu pada setiap kejadian

yang menyedihkan atau menjengkelkan menjadi hal terpenting.

7. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan

a. Faktor Prediposisi

Beberapa faktor yang berkaitan dengan timbulnya perilaku

kekerasan menurut (Keliat, 2017) ;

1) Faktor biologis

Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif

mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiology

mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan


21

pada hipotalamus (yang berada ditengah system limbic)

binatang ternyata menimbulkan perilaku agresif. Perangsangan

yang diberikan terutama pada nucleus perifornik hipotalamus

dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya,

mengangkat ekornya, mendesis, bulunya berdiri, menggeram,

matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi dan hendak menekan

tikus atau objek yang ada disekitarnya.

Faktor-faktor yang mendukung, menurut Yosep (2016) :

a) Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan

b) Sering mengalami kegagalan

c) Kehidupan yang penuh tindakan agresif

d) Lingkungan yang tidak kondusif (bising,padat)

e) Kecacatan fisik

f) Tumor otak

g) Trauma otak

h) Penyakit menahun

2) Faktor Psikologis

Psychoanalytical Theory, teori ini mendukung bahwa

perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud

(2018) berpendapat bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh

dua insting. Kesatu insting hidup yang diekspresikan dengan

seksualitas dan kedua insting kematian yang diekspresikan

dengan agresivitas (Yoseph, 2017).


22

Frustaion-agression theory: teori yang dikembangkan oleh

Freud (2018) ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha

seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan

maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan

memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau

objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hamper semua orang

melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku

agresif. Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif,

mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi

atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa

manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak

merusak, missalnya ketidak percayaan, tidak terpenuhinya

kepuasan, ketidakberdayaan (Yosep, 2017).

Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan

frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa

kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak,

dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaaan (Keliat, 2017).

3) Faktor sosial budaya

Sosial learning theory, teori yang dikembangkan oleh

Bandura (2017) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda

dengan respon-respon yang lain. Agresif dapat dipelajari melalui

observasi atau imitasi dan semakin sering mendapatkan

penguatan, maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi


23

seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya

secara agresif sesuai dengan respon yang dipelejarinya.

Pembelajaran ini bias internal atau eksternal . contoh internal:

orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton

film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka yang

tidak menonton film tersebut, seorang anak yang marah karena

tidak boleh belies kemudian ibunya memberinya es agar si anak

berhenti marah. Anak tersebut akan belajar bahwa bila ia marah

maka ia akan mendaptkan apa yang ia inginkan. Contoh

eksternal: seorang anakmenunjukkan perilaku agresif setelah

melihat seorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk

perilaku agresif terhadap sebuah boneka, seorang anak yang

sering melihat kedua orang tuanya bertengkar sehingga anak

tersebut bias meniru (Stuart, 2018). Budaya tertutup dan

membahas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang

tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan

seolah-seolah perilaku kekerasan diterima (Keliat, 2017).

4) Perilaku

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,

sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah,

semua aspek ini mestimulasi individu mengadopsi perilaku

kekerasan (Keliat, 2017).


24

5) Bioneurologis

Pendapat bahwa kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus

temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut

berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Keliat, 2017)

b. Faktor Presipitasi

Stuart (2018) mengatakan secara umum, sesorang akan berespon

dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman tersebut

dapat berupa injury secara psikis atau lebih dikenal dengan adanya

ancaman terhadap konsep diri sesorang. Ketika seseorang merasa

terancam , mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi

sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien

harus bersama-sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa

internal ataupun eksternal. Contoh stresor eksternal :serangan secara

psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna dan adanya

kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari stresor internal : merasa

gagal dalam bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai dan

ketakutan terhadap penyakit yang diderita. Bila dilihat dari sudut

perawat-klien, maka factor yang mencetuskan terjadinya perilaku

kekerasan, menurut Stuart (2017) terbagi dua yakni :

1) Klien

Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya

diri.
25

2) Lingkungan

Rebut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik interaksi

sosial.

C. Tinjauan tentang Mengontrol Emosi

1. Definisi

Chaplin (terjemahan Kartono, 2011) merumuskan emosi

sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organism

mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

sifatnya dan perubahan perilaku. Emosi merupakan keadaan

yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus) dan emosi

cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku approach

(mengarah) atau avoidance (pengelakan) terhadap sesuatu dan

perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi

kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa

seseorang sedang mengalami emosi (Walgito, 2010).

Chaplin (terjemahan Kartono, 2011) mendefinisikan

marah merupakan suatu reaksi emosional akut yang ditimbulkan

oleh sejumlah situasi yang merangsang termasuk ancaman lahiriah,

pengekangan diri dari lisan dan kekecewaan.


26

2. Tanda dan gejala Stress/emosi

a. Gejala emosional/kongnitif

1) Mudah merasa ingin marah (sensitif)

2) Merasa putus asa saat harus menunggu

3) Merasa gelisah

4) Tidak dapat berkonsentrasi

5) Sulit berkonsentrasi

6) Mudah bingung

7) Bermasalah dengan ingatan (mudah lupa susah mengingat)

8) Setiap saat memikirkan hal-hal negatif

9) Berfikir negatif tentang diri sendiri

10) Moot naik turun

11) Makan terlalu banyak

12) Makan padahal tidak lapar

13) Merasa tidak memiliki cukup energiuntuk menyelesaikan

sesuatu.

14) Merasa tidak mampu mengatasi masalah

15) Sulit membuat keputusan

16) Emosi suka meluap-luap

17) Biasanya merasa marah dan bosan

18) Kurang memiliki selera humor


27

b. Gejala fisik :

1) Oto-otot tegang

2) Sakit punggung bagian bawah

3) Sakit dibahu atau leher

4) Sakit dada

5) Sakit perut

6) Kram otot

7) Iritasi atau ruam kulit yang tidak dapat dijelaskan kategorinya

8) Denyut jantung cepat

9) Telapak tangan berkeringat

10) Berkeringat padahal tidak melakukkan aktivitas fisik

3. Rentang respon emosional

Gambar 1.2

Rentang respon emosional (Yosep,2009)


Respon adaktif Respon mal adaktif

Reaksi kehilangan reaksi kehillangan mania/


Responsif yang wajar Supresi yang memanjang depresi

Rentang respon emosi seseorang yang normal bergerak secara

dinamis.Tidak merupakan suatu titik yang statis dan tetap.Dinamisasi

tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor seperti

organobiologis,psikoedukatif,sosiokultural.Pada klien yang


28

mengalami gangguan alam perasaan,reaksianya cenderung menetap

dan memanjang.Tetapi hal tersebut juga sangat tergantung pada tipe

gangguan alam perasaanya.Apakah termaksud tipe

manic,depresif,atau kombinasi dari keduanya.Rentang respon

emosibergerak dari emotional responsif sampai mania/depresi dengan

ciri sebagai berikut: (Iyus Yosep, 2009)

Keterangan Gambar :

a. Responsif adalah respon emosional individu yang terbuka dan

sadar akan perasaanya.pada rentang ini individu dapat

berpartisipasi dengan dunia eksternal (memahami harapan orang

lain)dan internal (memahami harapan dirinya.

b. Reaksi kehilangan yang wajar merupakan posisi rentang yang

normal dialami oleh individu yang mengalami kehilangan. Pada

rentang ini individu menghadapi realita dari kehilangan dan

mengalami proses kehilangan,misalnya bersedih,berfokus pada

diri sendiri,berhenti melakukan kegiatan sehari-hari. Reaksi

kehilangan yang wajar ini tidak berlangsumg lama.

c. Supresi merupakan tahap awal respon emosional yang

maladaptif,individu menyangkal, menekan atau

menginternalisasikan semua aspek perasaanya terhadap

lingkungan.

d. Reaksi berduka yang memanjang merupakan penyangkalan yang

menetap dan memanjang, tetapi tidak tampak reaksi emosional


29

terhadap kehilangan.reaksi berduka yang memanjang ini dapat

terjadi beberapa tahun.

e. Mania/depresi merupakan respon emosional yang berat dan dapat

dikenal melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik individu

dan fungsi sosial. Yang hebat dan lama, menetap pada individu

yang bersangkutan.(Ernawati Dalami,2009).

D. Tinjauan tentang relaksasi otot progresif


1. Definisi

Relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak

memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti (herodes, 2015) dalam

(setyoadi & kushariyadi, 2016). Terapi relaksasi otot progresif yaitu

terapi dengan cara peregangan otot kemudian dilakukan relaksasi otot

(Gemilang, 2016). Relaksasi progresif adalah cara yang efektif untuk

relaksasi dan mengurangi kecemasan ( sustrani, Alam, & hadibroto,

2017).

2. Tujuan relaksasi otot progresif

Menurut herodes (2015), Alim (2016) dan potter (2017) dalam

setyoadi dan kushariyadi (2017) bahwa tujuan dari teknik ini adalah :

a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan

punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolik.

b. Mengulangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen

c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar

dan tidak memfokus perhatian seperti relaks


30

d. Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres

f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot,

fobia ringan, gagap ringan, dan

g. Membangun emosi positif dari emosi negatif

3. Indikasi terapi relaksasi otot progresif

Menurut setyoadi dan kushariyadi (2017, hlm 108) bahwa indikasi dari

terapi relaksasi otot progresif, yaitu :

a. Klien yang mengalami insomnia

b. Klien sering stres

c. Klien yang mengalami kecemasan

d. Klien yang mengalami depresi

4. Teknik terapi relaksasi otot progresif

Menurut setyoadi dan kushariyadi (2017) persiapan untuk melakukan

teknik ini yaitu :

a. Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, seta lingkungan yang

tenang dan sunyi.

1) Pahami tujuan, manfaat, prosedur.

2) Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata

tertutup menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau

duduk di kursi dengan kepala ditopang,hindari posisi berdiri.


31

b. Prosedur

1). Gerakan 1: ditunjukan untuk melatih otot tangan.

a) Gerakan tanagn kiri sambil membuat suatu kepalan

b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi

c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10

detik.

d) Garakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga

dapat membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan

keadaan relaks yang dialami

e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan

2). Gerakan 2 : ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian

belakang.

a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan

sehingga di tangan bagian belakang dan bagian bawah

menegang.

b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.


32

3). Gerakan 3 : dirujukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada

bagian atas pangkal lengan).

a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan

b) Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga

otot biseps akan menjadi tegang.

4). Gerakan 4: ditujukan untuk melatih otot bahu supaya mrngendur

a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyentuh kedua telinga

b) Fokuskan perhatian gerakan pada kontrak ketegangan yang

terjadi di bahu punggung atas,dan leher


33

5). Gerakan 5 dan 6 : ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah

(seperti dahi,mata,mulut,rahang)

a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi sampai

otot terasi kulitnya keriput

b) Tutup rapat-rapat mata sehingga dapat dirasakan

ketegangan disekitar mata dan otot-otot yang

mengendalikan gerakan mata

6). Gerakan 7 : ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan

mengigit gigi sehingga terjadi ketegangan disekitar otot

rahang.

7). Gerakan 8 : ditujukan untuk mengendurkan otot-otot disekitaran

mulut. Bibir di moncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan

dirasakan ketegangan di sekitar mulut.


34

8). Gerakan 9 : ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian

depan maupun belakang.

a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudianotot leher bagian depan.

b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian

rupa sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian

belakang leher dan punggung atas.

9). Gerakan 10 : ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan

a) Gerakan membawa kepala ke muka

b) Benamkan dagu kedada, hingga dapat merakan ketegangan

diarea leher bagian muka.

10). Gerakan 11 : ditujukan untuk melatih otot punggung

a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

b) Punggung dilengkungkan.

c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,

kemudian rileks

d) Saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil

membiarkan otot menjadi lurus


35

11). Gerakan 12 : ditujukan untuk melemaskan otot dada

a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan

udara sebanyak-banyaknya.

b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan

ketegangan dibagian dada sampai turun keperut,

kemudian dilepas.

c) Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan

lega.

d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan

antara kondisi tegang dan relaks

12). Gerakan 13 : ditujukan untuk melatih otot perut

a) Tarik dengan kuat perut kedalam

b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik,

lalu dilepaskan bebas

c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut


36

13). Gerakan 14 dan 15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki

(seperti paha dan betis)

a) Luruskan ke dua telapak kaki sehingga otot paha terasa

tegang

b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa

sehingga ketegangan pindak ke otot betis.

c) Tahan posisi tegang selama 10 detik,lalu dilepas.

d) Ulangi masing-masing dua kali.


37

E. Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan

1. Pengkajian

a. Identitas

Biasanya identitas terdiri dari: nama klien, umur, jenis kelamin,

alamat, agama, pekerjaan, tanggal masuk, alasan masuk, nomor

rekam medik, keluarga yang dapat dihubungi.

b. Alasan Masuk

Biasanya apa yang menyebabkan pasien atau keluarga datang,

atau dirawat dirumah sakit. Biasanya masalah yang di alami pasien

yaitu senang menyendiri, tidak mau banyak berbicara dengan orang

lain, terlihat murung, penampilan acak-acakan, tidak peduli dengan

diri sendiri dan mulai mengganggu orang lain.

c. Faktor Predisposisi.

Tanyakan kepada klien/keluarga apakah klien pernah mengalami

gangguan jiwa dimasa lalu jika ya tanyakan hasil pengobatan

sebelumnya berhasil, kurang berhasil atau tidak berhasil. Tanyakan

pada klien apakah pernah melakukan dan atau mengalami atau

menyakskan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari

lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan kriminal.

Tanyakan pada klien apakah ada anggota keluarga yang mengalami

gangguan jiwa.
38

d. Pemeriksaan Fisik

Biasanya pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tanda

tanda vital (TTV), pemeriksaan secara keseluruhan tubuh yaitu

pemeriksaan head to toe yang biasanya penampilan klien yang

kotor dan acak-acakan.

e. Psikososial

1) Genogram

Biasanya menggambarkan pasien dengan anggota keluarga

yang mengalami gangguan jiwa, dilihat dari pola komunikasi,

pengambilan Keputusan dan pola asuh.

2) Konsep diri

a. Citra tubuh

Biasanya persepsi pasien tentang tubuhnya, bagian tubuh

yang disukai, reaksi pasien terhadap bagian tubuh yang

disukai dan tidak disukai.

b. Identitas diri

Biasanya dikaji status dan posisi pasien sebelum pasien

dirawat, kepuasan pasien terhadap status dan posisinya,

kepuasan pasien sebagai laki-laki atau perempuan ,

keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelamin dan

posisinnya.
39

c. Peran diri

Biasanya meliputi tugas atau peran pasien dalam keluarga/

pekerjaan/ kelompok/ masyarakat, kemampuan pasien

dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang

terjadi saat pasien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan

pasien akibat perubahan tersebut.

d. Ideal diri

Biasanya berisi harapan pasien terhadap kedaan tubuh yang

ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau

sekolah, harapan pasien terhadap lingkungan sekitar, serta

harapan pasien terhadap penyakitnya.

e. Harga diri

Biasanya mengkaji tentang hubungan pasien dengan orang

lain sesuai dengan kondisi, dampak pada pasien berubungan

dengan orang lain, fungsi peran tidak sesuai harapan,

penilaian pasien terhadap pandangan atau penghargaan

orang lain.

f. Hubungan sosial

Biasanya hubungan pasien dengan orang lain sangat

terganggu karena penampilan pasien yang kotor sehingga

orang sekitar menghindari pasien. Adanya hambatan dalam

behubungan dengan orang lain, minat berinteraksi dengan

orang lain.
40

g. Spiritual

a). Nilai dan keyakinan

biasanya nilai dan keyakinan terhadap agama pasien

terganggu karna tidak menghirauan lagi dirinya.

b). Kegiatan ibadah

kegiatan ibadah pasien tidak dilakukan ketika pasien

menglami gangguan jiwa

h. Status mental

i. Penampilan

Biasanya penampilan pasien sangat tidak rapi, tidak tahu

cara berpakaian, dan penggunaan pakaian tidak sesuai.

j. Cara bicara/ pembicaraan

Biasanya cara bicara pasien lambat, gagap, sering

terhenti/bloking, apatisserta tidak mampu memulai

pembicaraan.

k. Aktivitas motoric

Biasanya klien tampak lesu, gelisah, tremor dan kompulsif.

l. Alam perasaan

Biasanya keadaan pasien tampak sedih, putus asa, merasa

tidak berdaya, rendah diri dan merasa dihina.

m. Afek

Biasanya afek pasien tampak datar, tumpul, emosi pasien

berubah-ubah, kesepian, apatis, depresi/sedih dan cemas.


41

n. Interaksi selama wawancara

Biasanya respon pasien saat wawancara tidak kooperatif,

mudah tersinggung, kontak kurang serta curiga yang

menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada

pewawancara atau orang lain.

o. Persepsi

Biasanya pasien berhalusinasi tentang ketakutan terhadap

hal-hal kebersihan diri baik halusinasi pendengaran,

penglihatan serta halusinasi perabaan yang membuat pasien

tidak mau membersihkan diri dan pasien mengalami

depersonalisasi.

p. Proses piker

Biasanya bentuk pikir pasien otistik, dereistik,

sirkumtansial, kadang tangensial, kehilangan asosiasi,

pembicaraan meloncat dari topik satu ke topik lainnya dan

kadang pembicaraan berhenti tiba-tiba.

f. Kebutuhan pasien pulang

1) Makan

Biasanya pasien kurang makan, cara makan pasien terganggu

serta pasien tidak memiliki kemampuan menyiapkan dan

membersihkan alat makan.


42

2) Berpakaian

Biasanya pasien tidak mau mengganti pakaian, tidak bisa

menggunakan pakaian yang sesuai dan tidak bisa berdandan.

3) Mandi

Biasanya pasien jarang mandi, tidak tahu cara mandi, tidak

gosok gigi, tidak mencuci rambut, tidak menggunting kuku,

tubuh pasien tampak kusam dan bdan pasien mengeluarkan

aroma bau.

4) BAB/BAK

Biasanya pasien BAB/BAK tidak pada tempatnya seperti di

tempat tidur dan pasien tidak bisa membersihkan WC setelah

BAB/BAK.

5) Istirahat

Biasanya istirahat pasien terganggu dan tidak melakukan

aktivitas apapun setelah bangun tidur.

6) Penggunaan obat

Apabila pasien mendapat obat, biasanya pasien minum obat

tidak teratur.

7) Aktivitas dalam rumah

Biasanya pasien tidak mampu melakukan semua aktivitas di

dalam maupun diluar rumah karena pasien selalu merasa

malas.
43

g. Mekanisme koping

1) Adaptif

Biasanya pasien tidak mau berbicara dengan orang lain, tidak

bisa menyelesikan masalah yang ada, pasien tidak mampu

berolahraga karena pasien selalu malas.

2) Maladaptif

Biasanya pasien bereaksi sangat lambat atau kadang

berlebihan, pasien tidak mau bekerja sama sekali, selalu

menghindari orang lain.

3) Masalah psikososial dan lingkungan

Biasanya pasien mengalami masalah psikososial seperti

berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Biasanya

disebabkan oleh kurangnya dukungan dari keluarga,

pendidikan yang kurang, masalah dengan sosial ekonomi

dan pelayanan kesehatan.

4) Pengetahuan

Biasanya pasien defisit perawatan diri terkadang mengalami

gangguan kognitif sehingga tidak mampu mengambil

keputusan.

5) Sumber Koping

Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan

koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi

stress dan ansietas dengan menggunakan sumber koping


44

yang ada di lingkungannya.Sumber koping tersebutdijadikan

sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan

sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seorang

mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stressdan

mengadopsi strategi koping yang efektif.


45

2. Pohon Masalah

Resiko
mencederai
diri
sendiri,orang
lain &
Lingkungan
Perilaku kekerasan Perubahan
Persepsi
Sensori :
Halusina
si
Infektif Gangguan
konsep Isolasi Sosial
pros
es diri: harga
terapi diri rendah

Koping Berduka
kelu Disfungsional
arga Di
Tidak
efek
tif Gambar 1.3.Pohon Masalah Perilaku kekerasan
Sumber (Yosep,2017)
3. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan perilaku kekerasan

adalah sebagai berikut :

a. Perilaku kekerasan

b. Harga Diri rendah

c. Isolasi Sosial

d. Halusiansi
46

4. Fokus intervensi

Dalam Intervensi Keperawatan perilaku kekerasan diri memakai format yang

didalamnya terdapat beberapa kolom yang terdiri dari Diagnosa keperawatan,

tujuan, dan kriteria hasil. Adapun Intervensi Keperawatan Defisit Perawatan

Diri sebagai berikut :

DX
N KEP. PERENCANAAN INTERVENSI
O
. TUJUAN KRITERIA
EVALUASI

Perilaku
1 TUM: Dalam berinteraksi klien · Beri salam /
kekerasan
. - Pasien dapat dapat menunjukan panggil nama
melanjutk tanda-tanda percaya pasien.
an pada perawat : · Sebut nama
hubungan perawat sambil
peran a. Pasien mau Salaman
sesuai membalas salam. · Jelaskan
tanggu b. Pasien mau maksud
ng jabatan hubungan
jawab. c. Pasien Interaksi
TUK: menyebutkan · Beri rasa
1. Pasie Nama nyaman dan
n d. sikap Empatis
dapat · Lakukan
Memb P kontrak singkat
ina as tapi sering
Hubun ie
gan n
saling te
percay rs
a e
n
y
u
m
e. Pasien ada kontak
Mata
f. Pasien tahu nama
Perawat
47

Pasien
menyediak
an waktu
untuk
kontrak
TUK: a. Pasien dapat · Beri
2. Pasie Mengungkapkan kesempatan
n perasaannya. untuk
dapat b. Pasien dapat Mengungkapka
mengi menyebutkan n perasaannya.
dentifi perasaan marah / · Bantu pasien
kasi jengkel untuk
penye mengungkapka
bab n marah atau
marah jengkel.
/ amuk

TUK: a. Pasien dapat · Anjurkan pasien


3. Pasie mengungkapkan mengungkapkan
n perasaan saat perasaan saat
dapat marah /jengkel. marah /jengkel.
mengi b. Pasien dapat · Observasi tanda
dentifi menyimpulkan perilaku
kasi tanda-tanda kekerasan pada
tanda jengkel / kesal pasien
marah

TUK: a. Pasien · Anjurkan pasien


4. Pasien mengungkapkan mengungkapkan
dapat marah yang biasa marah yang biasa
mengu dilakukan dilakukan
ngkap b. Pasien dapat · Bantu pasien
kan bermain peran bermain peran
perilak dengan perilaku sesuai perilaku
u marah yang kekerasan yang
marah dilakukan biasa dilakukan.
yang c. Pasien dapat - Bicarakan dengan
sering mengetahui cara pasien apa
dilaku marah yang dengan cara itu
kan dilakukan bisa
menyelesaikan menyelesaikan
masalah atau tidak masalah
TUK: · Bicarakan akibat
5. Pasien a. Pasien / kerugian cara
48

dapat dapat yang dilakukan


mengi menjelaska · Bersama pasien
dentifi n akibat menyimpulkan
kasi dari cara cara yang
akibat yang digunkana
perilak digunakan pasien.
u Tanyakan
Keker pasien
asan apakah
mau
tahu
cara
marah
yang
sehat
TUK: a. Pasien · Tanyakan pada
6. dapat pasien apakah
Pasien melakukan berespon pasien mau tahu
mengi terhadap kemarahan cara baru yang
dentifi secara konstruktif. sehat
kasi · Beri pujian jika
cara pasien engetahui
constr cara lain yang
uksi ehat
dalam · Diskusikan cara
beresp marah yang sehat
on dengan pasien.
terhad a) Pukul bantal
ap untuk
perilak melampiaskan
u marah
kekera b) Tarik nafas
san dalam
c) Mengatakan
pada teman
saat ingin
marah
Anjurkan pasien
sholat atau
berdoa
49

TUK: a. Pasien · Pasien dapat


7. Pasie dapat memilih cara
n mendemonstra yang paling
dapat sikan tepat.
mende cara · Pasien dapat
monstr mengontrol mengidentifikas
asikan perilaku i manfaat yang
cara kekerasan terpilih
mengo a) Tarik nafas · Bantu pasien
ntrol dalam menstimulasi
marah b) Mengatakan cara tersebut.
secara · Beri
langsung reinforcement
tanpa positif atas
menyakiti keberhasilan.
c) Dengan Anjurk
sholat/berdoa an
d) minum obat pasien
menggu
nakan
cara
yang
telah
dipelaja
ri.
2 RPK TUK: a. Keluarga · Identifikasi
. (Resik 8. Pasie pasien kemampuan
o n dapat : keluarga
Perilak dapat · Menyebutkan cara merawat pasien
u dukun merawat pasien dari sikap apa
Kekera gan dengan perilaku yang telah
san) keluar kekerasan. dilakukan
ga · Mengungkapkan · Jelaskan peran
mengo rasa puas dalam serta keluarga
ntrol merawat pasien dalam merawat
marah pasien.
· Jelaskan cara-
cara merawat
pasien.
· Bantu keluarga
mendemonstras
ikan cara
merawat pasien.
· Bantu keluarga
mengungkapka
50

n perasaannya
setelah
melakukan
demonstrasi.
TUK: a. Pasien dapat · Jelaskan jenis-
9. Pasien menggunakan jenis obat yang
dapat obat-obat yang diminum pasien
mengg diminum dengan dan keluarga.
unaka kegunaannya. 1 Diskusikan
n obat b. Pasien dapat manfaat minum
denga minum obat sesuai obat.
n program 2 Jelaskan
benar pengobatan prinsip 5 benar
minum obat
3 Anjurkan
pasien minum
obat tepat
waktu
TUK: · Jelaskan peran
10. Pasien a. Lingkungan serta
dapat mengetahui lingkungan
dukun bagaimana cara terhadap
gan menyikapi pasien kondisi pasien
dari dengan perilaku · Beri penjelasan
lingku kekerasan. bagaimana cara
ngan menyikapi
untuk pasien dengan
mengo perilaku
ntrol kekerasan
marah · Diskusikan
cara -cara yang
dilakukan untuk
menyikapi
pasien dengan
perilaku
kekerasan

(tabel 2.1.intervensi keperawatan )


51

5. Rencana Keperawatan Periaku Kekerasan dalam bentuk Strategi

Pelaksanaan

No Klien Keluarga
SP1P SP1K
1. Mengidentifikasi penyebab Mendiskusikan masalah yang
perilaku kekerasan. dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala klien.
perilaku kekerasan. Menjelaskan pengertian perilaku
Mengidentifikasi perilaku kekerasan, tanda dan gejala perilaku
3. kekerasan yang dilakukan. kekerasan, serta proses terjadinya
Mengidentifikasi akibat perilaku perilaku kekerasan.
kekerasan.
4. Menyebutkan cara mengontrol
perilaku kekerasan.
Membantu klien mempraktekan
5. latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan secara fisik 1: latihan
napas dalam.
6. Menganjurkan klien memasukkan
dalam kegiatan harian.

SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Melatih keluarga mempraktekkan
harian klien. cara merawat klien dengan perilaku
2. Mengajarkan klien mengontrol kekerasan. Melatih keluarga
perilaku kekerasan dengan cara melakukan cara melawan langsung
memukul-mukul bantal jika ada kepada klien perilaku kekerasan.
yang menyebabkan rasa marah.
3. Menganjurkan klien memasukkan
ke dalam kegiatan latihan.
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Membantu keluarga membuat
harian klien. jadwal aktivitas dirumah termasuk
2. Melatih klien mengontrol perilaku minum obat (discharge planning).
kekerasan dengan cara Menjelaskan follow up klien setelah
3. sosial/verbal. pulang.
Menganjurkan klien memasukkan
ke dalam harian .
SP4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien.
2. Melatih klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual.
3. Menganjurkan klien memasukkan
52

ke dalam kegiatan harian.


SP5P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien.
Melatih klien mengontrol pelaku
kekerasan dengan minum obat.
Menganjurkan klien memasukkan
ke dalam giatan harian.
( Tabel 2.2. rencana keperawatan )
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan pada penelitian ini adalah studi kasus

yaitu untuk mendapatkan Gambaran Penerapan Teknik Mengontrol Emosi

dengan relaksasi otot progresif terhadap Pengendalian Marah Pada Asuhan

Keperawatan Pasien Dengan Perilaku Kekerasan Di RSUD Madani Palu

Provinsi Sulawesi Tengah.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian di lakukan di Ruangan Sawo Rumah Sakit Daerah Madani Palu

Provinsi Sulawesi Tengah, Waktu Penelitian dilaksanakan selama 6 hari

pada bulan Mei 2019.

C. Subjek Studi Kasus

Subjek dalam penelitian ini yaitu pasien yang mengalami Perilaku

Kekerasan yang belum mampu mengontrol emosi terhadap pengendalian

marah di Ruangan Sawo Di RSUD Madani Palu.

D. Fokus studi

Fokus studi dalam penelitian studi kasus ini yaitu Penerapan Teknik

Mengontrol Emosi Tdengan relaksasi otot progresif terhadap Pengendalian

Marah Pada Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Perilaku Kekerasan.

53
54

E. Definisi operasional

Definisi operasional adalah unsur penilitian yang menjelaskan

bagaimana penerapan tindakan keperawatan yang di berikan dan evaluasi

tindakan secara komprehensif.

1. Asuhan keperawatan pada pasien Perilaku Kekerasan

Asuhan Keperawatan pada pasien isolasi sosial merupakan proses

keperawatan yang di mulai dari pengkajian, penentuan diagnosa,

penyusunan intervensi, implementasi, dan evaluasi.

2. Penerapan Teknik Mengontrol Emosi

teknik mengontrol emosi yang dapat diajarkan pada pasien perilaku

kekerasan yaitu latihan fisik (tarik napas dalam), latihan fisik II (pukul

kasur & bantal), cara verbal, cara spiritual, dan patuh minum obat.

3. Penerapan relaksasi otot progresif

Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik yang dilakukan

untuk mengurangi ketegangan pada otot. Dengan cara merilekskan

otot-otot dalam 7 gerakan pada otot, yang dimulai dari otot wajah dan

berakhir pada otot kaki. Setiap gerakan otot dirilekskan selama kurang

lebih 20-30 detik. Relaksasi ini dilakukan bersamaan dengan

mengajarkan relaksasi napas dalam. Relaksasi ini dilakukan setiap hari

dalam waktu 6 hari.


55

F. Pengumpulan data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu:

1. Wawancara

Data yang didapatkan dari pasien melalui wawancara yaitu hasil

anamnesis tentang identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga.

Informasi / data dapat diperoleh melalui pasien, keluarga atau sesama

perawat.

2. Observasi

Observasi adalah data yang diperoleh melalui pemeriksaan fisik pada

pasien yaitu Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi pada sistem tubuh.

3. Studi Dokumentasi dan hasil pemeriksaan diagnostic (laboratorium,

catatan pasien).

G. Etika penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus memahami prinsip-prinsip

etika dalam penelitian, karena penelitian yang akan di lakukan

menggunakan subjek manusia, dimana setiap manusia mempunyai hak

masing-masing yang tidak bisa di paksa. Beberapa etika dalam melakukan

penelitian di antaranya adalah :

1. Informent consent (persetujuan menjadi klien)

Informent contet adalah suatu persetujuan atau sumber izin, yang di

berikan setelah mendapatkan informasi atau pernyataan

pasien/keluarga yang berisi persetujuan atas rencana tindakan medis


56

yang di anjurkan setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat

penolakan.

2. Anonimity ( tanpa Nama)

Anonimity adalah kiasan yang menggambarkan seorang tanpa nama

atau tanpa identitas pribadi. dalam pendokumentasian asuhan

keperawatan istilah Anonimity di pakai untuk menyembunyikan

identitas pasien. contoh : nama klien anak sevila, dapat

pendokumentasian asuhan keperawatan nama klien di tulis dalam

istilah yaitu An.S

3. confidentiality (kerahasiaan)

confidentiality (kerahasiaan) adalah pemecahan bagi mereka yang

tidak berkepentingan dapat mencapai informasi, hubungan data yang

di berikan ke pihak lain untuk keperluan tertentu dan hanya di

perbolehkan untuk keperluan tertentu.

4. prinsip autonomi

prinsip autonomi di dasarkan pada keyakinan bahwa individu

mampu berfikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. tidak

ada paksaan ataupun ancaman. kesediaan berasal dari keputusan klien

setelah di jelaskan prosedur dan tujuan dari pemberian tindakan

keperawatan yang akan di lakukan.


57

5. Prinsip Beneficience

Prinsip Beneficience berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik.

kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,

penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh

diri dan orang lain. Dalam penelitian ini di harapkan tindakan

keperawatan yang di berikan kepada klien untuk mencegah terjadinya

kerusakan kulit karena kurangnya monitoring perawat.

6. Non Maleficience

Non Maleficience adalah prinsip yang berarti segala tindakan

keperawatan yang di lakukan pada klien perilaku kekerasan dan tidak

menimbulkan bahaya/cedera secara fisik dan psikologi

7. Prinsip justice

Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat

bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan

keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan

kesehatan.tidak memilih pasien berdasarkan status sosial, RAS suku

dan agama dalam memberikan tindakan keperawatan.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama 6 hari pada tanggan 11-16 juni

2019 di ruangan Sawo RSUD Madani Palu, terletak di Jln. Thalua Konci

No.11 Kelurahan Mambahli mamboro Kec. Palu utara, Kota Palu Provinsi

Sulawesih Tengah. RSUD Madani ini mulai di bangun sejak tahun 1979 dan

resmi berdiri pada tanggal 5 juli 1984 dengan di berlakukanya keputusan

Menkes RI nomor 350/menkes/SK/VII/1984 tentang pembentukan RSJ Pusat

kelas B di Palu. RSUD Madani merupakan Rumah Sakit tipe B dan

merupakan RS rujukan untuk kesehatan jiwa di Provinsi Sulawesi

Tengah.Yang dipimpin oleh Direktur Utama dr. Nirwansyah Patipe B

rampasi, Sp. PA menempati areal seluas 92.010 m. Pelayanan yang ada untuk

rawat jalan dengan gangguan jiwa yaitu poli jiwa, konsultasi psikolog,

konsultasi ahli jiwa tumbuh kembang anak, rawat inap dengan beberapa

ruangan, akut (sawo), ruangan tenang untuk pasien laki-laki salak dan

srikaya, untuk pasien perempuan langsat dan anggur.

B. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menjelaskan tentang ringkasan pelaksanaan asuhan

keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan yang telah di laksanakan

di ruangan sawo Rumah Sakit Umum Daerah Madani Palu pada tanggal 11-

16 juni 2019. Gambaran asuhan keperawatan yang telah peneliti lakukan

meliputi pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosa keperawatan,

58
merumuskan intervensi keperawatan selain dengan terapi individu juga

dengan pemberian terapi kolaborasi salah satunya yaitu terapi relaksasi otot

prrogresif, melakukan implementasi keperawatan sampai dengan melakukan

evaluasi keperawatan.

Sebelum melakukan pengkajian pada pasien untuk mendapatkan data,

terlebih dahulu dilakukan tindakan Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP),

yaitu dengan strategi pelaksanaan sebagai berikut :

1. Fase Orientasi

“Assalamualaikum, Ibu? Bagaimana perasaan ibu pagi ini?”

“Ibu nama saya Murni, saya mahasiswa Poltekkes Poso. Saya senang

dipanggil Murni. Saya dinas disini selama 6haridan saya yang akan

merawat ibu. Nama ibu siapa? Senang dipanggil siapa? Boleh saya

berbincang-bincang dengan ibu? Tujuannya agar kita saling mengenal.

Waktunya 10 menit , bagaimana bu?”.

2. Fase Kerja

“Ibu sekarang dirawat disini,dan saya yang akan merawat ibu selama 1

minggu ini. Baiklah ibu kalo boleh saya tau kenapa ibu dibawah

kesini?oh jadi begitu. Apa yang bapak rasakan sekarang? Saya mengerti

apa yang ibu rasakan sek arang. Namun alangkah baiknya apa yg ibu

rasakan ibu mau menceritakannya. Saya harap bapak mau menceritakan

semua apa yang ibu rasakan kepada saya dan saya akan menjaga semua

yang ibu ceritakan. Jadi bapak tidak memendamnya sendiri dan kita bisa

cari solusi untuk masalah yang ibu hadapi.

105
106

3. Fase terminasi

“ibu tadi kita sudah berbincang-bincang tentang keadaanibu dan

berkenalan yaa ibu! Bagaimana perasaan ibu?Nah ibu tadi kita sudah

berkenalan, ibu masih ingat dengan saya? Ya bagus. Ibu juga sudah mau

menceritakan nama ibu? Dan apa yang ibu rasakan saat ini? ibu apa bila

ada hal yang ingin disampaikan boleh ibu ceritakan kepada saya, agar

kita dapat memecahkan masalah bersama”

“ibu sekitar jam 15.30 WITA saya akan datang lagi ya ibu! Untuk

berbincang-bincang dengan ibu, bagaimana ibu mau? Baiklah. Kalau

begitu saya permisi dulu. Selamat pagi”.

4. Implementasi dan Evaluasi

Nama : Nn. D Pertemuan : I

Ruang : Langsat No. RM : 001288

Tabel 4.1

Implementasi Evaluasi

Hari Selasa, 11 juni 2019 S:


Pukul 15.30 - “Nama saya D, saya suka
Melakukan BHSP pada Nn. D di dipanggil D”.
ruang langsat RSUD Madani Palu - “Hobi saya menonton, menyapu,
a. Mengajak klien berkenalan cuci piring”.
b. Membina hubungan saling O:
percaya - Kontak mata ada
- Pasien nampak gelisa
- Pasien nampak berfikir saat di
ajak berbicara
- Pasien nampak sesekali tiba-tiba
marah, senang.
- Pasien sesekali terdiam saat
107

berbicara
- Pasien mau berkomunikasi
A: BHSP tercapai
P: lanjutkan SP1P

C. Pengkajian

1. Identitas Klien

Klien dengan inisialNn. Dberusia 22 tahun masuk rumah RSUD

Madani Palu pada tanggal 10Juni 2019dengan nomor rekam medis 04-91-

78, jenis kelamin perempuan, beragama Islam status klien belum menikah,

pendidikan terakhir adalah SMP, bertempat tinggal diDesa Wani II jln. M.

Thalib. Keluarga yang bertanggung jawab atas klien adalah Ny. T yang

merupakan ibu kandung dari klien yang tinggal serumah bersama klien

yang berusia 50 tahun.

2. Alasan masuk

a. Alasan masuk rumah sakit

Klien mengatakan 2 hari sebelum dibawah oleh keluarganya kerumah

sakit, klien mengatakan mudah marah dan klien juga mengatakan

memukul adiknya karna klien merasa diganggu.

b. Keluhan saat dikaji

Klien mengatakan merasa marah ketika diganggu oleh teman didalam

ruanganya. Terlihat klien tampak marah saat bercicara.


108

3. Faktor predisposisi

Klien merupakan pasien yang sudah 3 kali dirawat di RSJ, pengobatan

Nn. D sebelumnya kurang berhasil karena pasien tidak mau minum obat

dan tidak mau kontrol teratur. Pada tanggal 10 juni 2019 Pasien kembali

dibawah oleh keluarganya karna pasien mengamuk dirumah dan tidak mau

minum obat sejak 2 hari sebelum dibawah ke rumah sakit. Klien

mengatakan pernah mengalami penganiayaan fisik yang dilakukan oleh

ayahnya, klien mengatakan sering dipukuli ayahnya karna pasien sering

marah-marah, dan klien pernah dipukul oleh ayahnya hingga pasien tidak

sadarkan diriketika klien berusia 20 tahun sehingga membuat klien takut

bila bertemu ayahnya, klien mengatakan tidak mengalami aniaya seksual,

penolakan dan tindakan kriminal.

4. Pemeriksaan fisik

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil bahwa TD:110/70 mmhg, Nadi :

50x/m, respirasi : 32x/m, suhu : 36.0˚C, bentuk kepala bulat, rambut hitam

tidak berminyak, leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, mulut

mukosa bibir lembab, tidak terjadi sianosis, gigi tampak bersih,

pendengaran baik. Keluhan fisik, klien tidak mempunyai keluhan pada

fisiknya.
109

5. Psikososial

a. Genogram

A B Keterangan :
Laki-laki

Perempuan

X Sudah

Meninggal

Klien

A Keluarga

Ibu klien

4.1Gambar Genogram B Keluarga

Ayah klien

Garis pernikahan

Garis keturunan

Klien adalah seorang anak perempuan yang berusia 22 tahun anak ke

dua dari empat bersaudar, dan klien memiliki satu orang kakak dan dua

orang adik. Didalam anggota keluarganya tidak ada yang menderita

gangguan jiwa, ibu dan ayah klien telah berpisah sejak klien berusia 15

tahun. Klien tinggal serumah bersama ibu, kakak, dan kedua adiknya. Klien

belum menikah.
110

b. Konsep diri

1) Gambaran Diri

Pasien menganggap tubuhnya adalah anugrah dari tuhan. Pasien

bersyukur dan menerima tubuhnya apa adanya. Dan bagian tubuh

yang pasien sukai yaitu wajahnya karna klien merasa sangat cantik

dan banyak yang menyukai klien.

2) Identitas diri

Pasien mengatakan dirinya adalah seorang anak perempuan dan

merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara.sebelum sakit, pasien

pernah bersekolah sampai tamat SMP alamat Desa wani II jln. M.

Thalib.

3) Peran diri

Pasien mengatakan dirinya sebagai anak 2 dari empat bersaudara.

Pasien menyadari betul peranya sebagai anak perempuan ke dua

yang harus bekerja dan membantu ibunya. Pasien mengatakan

Semenjak pasien sakit, pasien tidak dapat melaksanakan

kawajibanya.

4) Ideal diri

Pasien berharap cepat sembuh dan segerapulang berkumpul

kembali bersama keluarganya dirumah agar bisa membantu ibunya

mencari uang.
111

5) Harga diri

Pasien mengatakan malu kar na belum bisa membantu orang tuanya

mencari uang. Pasien juga mengatakan merasa malu karena sering

di ejek oleh orang-orang disekitarnya mengatakan dirinya adalah

orang gila.

Masalah Keperawatan : Harga diri rendah

c. Hubungan sosial

Klien mengatakan orang yang paling dekat dan berarti dalam hidupnya

adalah ibunya. Pasien jarang mengikuti kegiatan masyarakat karna

kondisinya yang mengalami gangguan jiwa, dan klien dilarang oleh

ibunya untuk pergi terlalu jauh. Klien mengatakan sering bergabung

dengan orang-orang disekitarnya.

d. Spiritual

Klien mengatakan beragama islam, dan meyakini tuhanya adalah Allah.

Sebelum sakit klien menagtakan selalu menjalankan sholat 5 waktu.

Saat klien dirawat dirumah sakit jiwa klien jarang melaksanakan ibadah

sholat 5 waktu.

6. Status mental

a. Penampilan

Pasien berpakaina tidak rapi, pakain jaranga di ganti, celana yang di

gunakan longgar, bepakaian sesuai dengan jenis kelamin, pasien

mengatakan malas mandi. Berbadan sedikit gemuk, rambut pendek, dan

kulit hitam.
112

Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri

b. Pembicaraan

Pembicaraan kelien lambat, nada bicara klien keras, klien belum

mampu memulai pembicaraan, dalam berkomunikasi klien mudah

mengalihkan pembicaraaan, dapat menjawab pertanyaan, selalu

bertanya kapan pulang.

c. Aktivitas motorik

Klien terlihat gelisah, tegang, sering berpindah-pindah.

d. Alam perasaan

Ketika diajak berkomunikasi klien kooperatif, Klien merasa cemas

ingin cepat pulang .

Masalah keperawatan : Ansietas

e. Afek

Pada saat dilakukan wawancara Afek klien labil, klien tampak sesekali

terdiam, tertawa sendiri, berteriak tidak jelas, sesekali afek klien sesuai

dengan stimulus yang diberikan.

f. Interaksi selama wawancara

Klien kurang mampu menjawab pertanyaan yang diajukan, klien

berhadapan dengan lawan bicara namun pandangan klien mudah

beralih, klien tampakgelisa, klien kooperatif.

g. Persepsi

Klientidak mengalami gangguan halusinasi penglihatan maupun

pendengaran.
113

h. Proses pikir

Klienmampu menjawabapa yang ditanyakan oleh perawat sesuai

dengan topik pembicaraan namun sesekali klien bepindah topik.

i. Isi pikir

Klienterusbertanyakapan keluarganya datang menjemput klien dan

pulang bersama keluarganya.

j. Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien cukup baik, klien juga mengetahui dirinya saat

ini berada dirumah sakit.

k. Memori

Memori jangka panjang klien mempu menyebutkan tanggal lahirnya.

l. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Klien berkonsentrasi cukup baik, ketika diberikan pertanyaan dan dapat

menjawab pertanyaan tetapi dalam jangka waktu yang lambat.

m. Kemampuan penilaian

Klienmengalamigangguankemampuanpenilianringanyaitudapatmengam

bilkeputusansederhanadenganbantuan orang lain

n. Daya titik diri

Klien menyadari dirinya sedang sakit dan dirawat di rumah sakit agar

sembuh.
114

7. Mekanisme koping

a. Adaptif

Klien suka berkomunikasi dengan orang lain

b. Maladaptif

Klien malas beraktivitas cenderung berdiam diri dikamar

8. Masalahh psikologi dan lingkungan

Klien lebih banyak menyendiri dan jarang berkomunikasi dengan orang lain

9. Pengetahuan

Klienmengatakankurangmengetahuitentangpenyakitnyatetapidiaberharapdapa

tsembuhdari proses pengobatannya

10. AspekMedik

a. Diagnosa medis : Skizofrenia

b. Terapi medis : - CPZ 100 mg 3 kali sehari

- THP 1 mg /,hari

- HLP 1-3 mg tiap 8 jam


115

D. Analisa Data

Tabel 4.2

No Analisa data Poblem


DS : Gangguan perilaku
- Klien mengatakan pernah memukul kekerasan
adiknya karna klien merasa diganggu
- klien mengatakan 2 hari sebelum masuk
Rs klien sering marah-marah dan
mengamuk
- klien mengatakan merasa marah jika
klien diganggu saat melakukan sesuatu.
- Klien mengatakan susah tidur
DO:
- Klien tampak gelisah
- mata merah
- wajah tampak tegang
- pandangan tahjam
- Klien tidak dapat duduk dengan tenang
- Klien berbicara dengan intonasi yang
cepat

DS : Harga Diri Rendah


- klien mengatakan tidak berguna karna
tidak bisa membantu ibunya mencari
uang
- Klien mengatakan malu karna tidak
bisa melanjutkan sekolahnya.
- Klien mengatakan sering di ejek oleh
orang disekitarnya mengatakan dirinya
orang gila.
DO:
- klien terlihat sedih
- Klien terlihat melamun

DS : Defisit Perawatan Diri


- Klien mengatakan malas mandi
- Klien tidak mau mengganti pakaian

DO:
- klien terlihat kotor
- klien berbau

Sumber : Data primer, 2019


116

E. Masalah keperawatan

a. Perilaku kekerasan

b. Harga Diri rendah

c. Defisit perawatan diri

F. Pohon masalah

Resiko mencederai diri


sendiri,orang lain & Effek
Lingkungan

Perilaku kekerasan Core problem

Gangguan konsep
diri: harga diri
rendah

Koping individu tidak


efektif causa
117

G. Intervensi

Tabel 4.3
Nama Pasien : Nn. D NO. RM : 049178

Umur :22 Tahun Ruang : Sawo

Perencanaan

Tgl Diagnosa Kriteria Intervensi


Tujuan
Evaluasi

Perilaku Klien Dalam BHSP


dapatmembina berinteraksi klien 1. Berikan salam
kekerasan
hubungan saling dapat setiap berinteraksi
percaya dengan menunjukan 2. Perkenalkan nama,
perawat. tanda-tanda nama panggilan
percaya pada perawat dan tujuan
perawat : perkenalan
1. Wajahcerah, perawat.
tersenyum 3. Tanyakan nama
2. Mau dan nama
berkenalan panggilan
3. Ada kontak
kesukaan klien.
mata
4. Menerima 4. Tunjukkan sikap
kehadiran jujur dan menepati
perawat janji setiap kali
5. Bersedia berinteraksi.
menceritakan 5. Tanyakan perasaan
perasaannya dan masalah yang
dihadapi klien.
6. Dengarkan
ungkapan perasaan
klien dengan
empati.
118

. Pasien dapat Diharapkan klien SP1P


mengidentifikasi mampu 1. Mengidentifikasi
penyebab marah mengungkapkan penyebab perilaku
/ amuk, tanda penyebab kekerasan.
dan gejala,akibat marah/amuk, 1. Mengidentifikasi
dari perilaku tanda dan gejala, tanda dan gejala
kekrasan serta akibat dari perilaku kekerasan.
dapat perilaku 2. Mengidentifikasi
mempraktekan kekerasan dalam perilaku kekerasan
cara mengontrol waktu 2 kali yang dilakukan.
marah dengan pertemuan : 3. Mengidentifikasi
cara fisik 1 (tarik akibat perilaku
napas dalam) kekerasan.
serta cara 4. Menyebutkan cara
relaksasi otot mengontrol
progresif. perilaku kekerasan.
5. Membantu klien
mempraktekan
latihan cara
mengontrol
perilaku kekerasan
secara fisik 1:
latihan napas
dalam relaksasi
otot progresif.
6. Menganjurkan
klien memasukkan
dalam kegiatan
harian.

P SP2P
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan
harian klien.
2. Mengajarkan klien
mengontrol perilaku
kekerasan dengan
cara memukul-
mukul bantal jika
ada yang
menyebabkan rasa
marah.
3. Menganjurkan klien
memasukkan ke
dalam kegiatan
latihan.
119

SP3P
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan
harian klien.
2. Melatih klien
mengontrol perilaku
kekerasan dengan
cara sosial/verbal.
3. Menganjurkan klien
memasukkan ke
dalam harian .
SP4P
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan
harian klien.
2. Melatih klien
mengontrol perilaku
kekerasan dengan
cara spiritual.
3. Menganjurkan klien
memasukkan ke
dalam kegiatan
harian.

SP5P
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan
harian klien.
2. Melatih klien
mengontrol pelaku
kekerasan dengan
minum obat.
3. Menganjurkan klien
memasukkan ke
dalam giatan harian.
120

F. Implementasi / evaluasi

Pelaksanaan

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SP1P Perilaku kekeran

Nama : Nn. D

Ruangan : Sawo

Pertemuan : II

Hari/tanggal : Rabu, 12 juni 2019

A. Proses Keperawatan

1. Kondisi klien

Klien tampak menyendiri dikamar, klien tampak gelisah, klien sering

berteriak, klien selalu bicara sendiri, mulut klien tampak komat kamit,

dan tertawa sendiri.

2. Diagnosa Keperawatan

Gangguan perilaku kekerasan

3. Tindakan keperawatan

a. Membantu pasien mengidentifikasi penyebab perasaan marah, tanda

dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,

akibatnya.

b. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dan relaksasi otot

progresif.

c. Memasukkan dalam jadwal kegiatan harian


121

B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan

1. Fase Orientasi :

“Selamat pagi ibu, masih ingat dengan saya?sesuai dengan janji kita

kemarin kirta akan berbincang-bincang tentang keadaan ibu.

“Bagaimana perasaan ibu saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”

“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah

ibu”

“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10

menit?

“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana

kalau di ruang tamu?”

2. Fase Kerja :

“Apa yang menyebabkan ibu marah?, Apakah sebelumnya ibu pernah

marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya,

apakah ada penyebab lain yang membuat ibu marah”

“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena ibu minta

uang kepada orang tua ibu tapi tidak dikasi atau ada orang yang membuat

kesal ibu, apa yang ibu rasakan?”

“Apakah ibu merasakan kesal kemudian dada ibu berdebar-debar, mata

melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”

“Setelah itu apa yang ibu lakukan?.apakah dengan cara ini stress ibu

hilang? Iya, tentu tidak. Apakerugian cara yang bapak lakukan?Menurut


122

ibu adakah cara lain yang lebih baik?Maukah ibu belajar cara

mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”

”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan,ibu. Salah satunya

adalahlah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa

marah.”

”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”

”Beginiibu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah ibu rasakan maka ibuberdiri,

lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –

lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik

dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali.

Bagus sekali, ibu sudah bisa melakukannya. Nah sekarang saya akan

mengajarkan relaksasi otot progresif untuk menurunkan ketegangan pada

otot-otot bapak. Nah sekarang ibu ikut yang saya ajarkan ya pak,...kita

mulai dari gerakan yang pertama yaitu ;

1). Gerakan 1: ditunjukan untuk melatih otot tangan.

a) Gerakan tanagn kiri sambil membuat suatu kepala

b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi ketegangan

yang terjadi

c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.

d) Garakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat

membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan

relaks yang dialami


123

e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan

2). Gerakan 2 : ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada pergelangan tangan

sehingga di tangan bagian belakang dan bagian bawah

menegang.

b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.

3). Gerakan 3 : dirujukan untuk melatih otot biseps (otot besar pada

bagian atas pangkal lengan).

a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan

b) Kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot

biseps akan menjadi tegang.


124

4). Gerakan 4: ditujukan untuk melatih otot bahu supaya mrngendur

a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyentuh kedua telinga

b) Fokuskan perhatian gerakan pada kontrak ketegangan yang

terjadi di bahu punggung atas,dan leher


125

5). Gerakan 5 dan 6 : ditujukan untuk melemaskan otot-otot wajah (seperti

dahi,mata,mulut,rahang)

a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi sampai otot

terasi kulitnya keriput

b) Tutup rapat-rapat mata sehingga dapat dirasakan ketegangan

disekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata

6). Gerakan 7 : ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami

oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan mengigit gigi

sehingga terjadi ketegangan disekitar otot rahang.

7). Gerakan 8 : ditujukan untuk mengendurkan otot-otot disekitaran

mulut. Bibir di moncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan

ketegangan di sekitar mulut.


126

8). Gerakan 9 : ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan

maupun belakang.

a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudianotot leher bagian depan.

b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang

leher dan punggung atas.

9). Gerakan 10 : ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan

a) Gerakan membawa kepala ke muka

b) Benamkan dagu kedada, hingga dapat merakan ketegangan

diarea leher bagian muka.

10). Gerakan 11 : ditujukan untuk melatih otot punggung

a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

b) Punggung dilengkungkan.

c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,

kemudian rileks

d) Saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil membiarkan

otot menjadi lurus


127

11). Gerakan 12 : ditujukan untuk melemaskan otot dada

a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan udara

sebanyak-banyaknya.

b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan ketegangan

dibagian dada sampai turun keperut, kemudian dilepas.

c) Saat ketegangan dilepas, lakukan napas normal dengan lega.

d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan perbedaan antara

kondisi tegang dan relaks

12). Gerakan 13 : ditujukan untuk melatih otot perut

a) Tarik dengan kuat perut kedalam

b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik, lalu

dilepaskan bebas

c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut


128

13). Gerakan 14 dan 15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti

paha dan betis)

e) Luruskan ke dua telapak kaki sehingga otot paha terasa tegang

f) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa sehingga

ketegangan pindak ke otot betis.

g) Tahan posisi tegang selama 10 detik,lalu dilepas.

h) Ulangi masing-masing dua kali.

“Sekarang coba bapak lakukan, “bagus sekali bapak sudah bisa

melakukanya.

“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila

sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa

melakukannya”
129

3. Fase Terminasi :

“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan

ibu sekaligus setelah kita latihan cara mengontrol perilaku kekerasan?”

”Iya tadi ibu sudah bisa memperagakan latihan-latihan yang sdh saya

ajarkan dan ibu tadi sudah sebutkan penyebab-penyebabibu marah

(sebutkan) dan yang ibu rasakan (sebutkan) dan yang ibu lakukan

(sebutkan) serta akibatnya (sebutkan)

”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang

lalu, apa yang ibu lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan

lupa latihan napas dalam dan juga latihan relaksasi otot progresifnya ya

ibu. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya ibu, berapa kali sehari ibu mau

latihan napas dalam?, jam berapa saja ibu?”

”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang

lain untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya ibu,

Selamat pagi”

1. Evaluasi Implementasi

Tabel 4.4

Diagnosa Implementasi Evaluasi

Gangguan Perilaku Hari Rabu, 12 juni 2019. S:


kekeran Pukul 08.30 - Pasien mengatakan
Melakukan SP1P semalam tidurnya
gangguan perilaku nyenyak.
kekerasan pada - Pasien mengatakan masi
Nn.Ddiruang Sawo sering emosi
130

RSUD Madani Palu. - Pasien mengatakan masi


1. Mengidentifikasi ingat cara menarik napas
penyebab perilaku
dalam ketika lagi emosi
kekerasan.
2. Mengidentifikasi tanda - Pasien mengatakan akan
dan gejala perilaku
menarik napas dalam
kekerasan.
3. Mengidentifikasi ketika lagi emosi
perilaku kekerasan
O:
yang dilakukan.
4. Mengidentifikasi - Klien mampu
akibat perilaku
memperagakan cara
kekerasan.
5. Menyebutkan cara mmenarik napas dalam
mengontrol perilaku
- Pasien dapat menyebutkan
kekerasan.
6. Membantu klien dan mempraktekktindakan
mempraktekan latihan
yang bisa dilakukanan
cara mengontrol
perilaku kekerasan untuk mengendalikan
secara fisik 1: latihan
perilaku kekerasanya yaitu
napas dalam relaksasi
otot progresif. dengan cara 1 tarik napas
7. Menganjurkan klien
dalam
memasukkan dalam
kegiatan harian. - Pasien tampak gelisah,
tatapan mata tajam
- Suara pasien keras dan
lantang.
A: SP1P tercapai
P : Lanjutkan SP2P perilaku
kekeran
Klien : anjurkan pasien untuk
selalu mengontrol marah
dengan tarik napas dalam
131

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SP2P Perilaku Kekerasan
Nama : Nn. D

Ruangan : Sawo

Pertemuan : III

Hari/tanggal : kamis, 13 juni 2019

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
klien masih cenderung menyendiri di kamar, klien tampak gelisah,tertawa

dan marah secara tiba-tiba

2. Diagnosa keperawatan

Gangguan perilaku kekeran

3. Tindakan keperawatan

a. Membantu klien mengontrol marah

b. Melatih klien untuk mengontrol marah dengan cara memukul bantal

atau kasur.

B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan

1. Orientasi :

“Selamat pagi ibu, sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang saya datang

lagi”

“Bagaimana perasaan ibu saat ini, adakah hal yang menyebabkan ibu

marah?”

“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan

kegiatan fisik untuk cara yang kedua”


132

“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan

tempatnya disini di ruang tamu,bagaimana ibu setuju?”

2. Fase Kerja :

“Kalau ada yang menyebabkan ibu marah dan muncul perasaan kesal,

berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam ibu dapat melakukan

pukul kasur dan bantal”.

“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar ibu?

Jadi kalau nanti ibu kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan

lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah,

coba ibu lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali ibu

melakukannya”.

“Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal.”

“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah.

Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya

3. Fase Terminasi :

“Bagaimana perasaan ibu setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”

“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba ibu sebutkan lagi?Bagus!”

“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari ibu. Pukul kasur

bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi

jam 05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah

sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya ibu. Sekarang kita buat

jadwalnya ya ibu, mau berapa kali sehari ibu latihan memukul kasur dan

bantal serta tarik nafas dalam ini?”


133

“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah

dengan belajar bicara yang baik. Mau jam berapa ibu? Baik, jam 10 pagi

ya. Sampai jumpa&istirahat ya ibu”.

4. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi

Gangguan perilaku Hari kamis, 13 juni 2019 S:


kekerasan Pukul 10.00 - Pasien mengatakn
Melakukan SP2P sealam dia hampir
gangguan pergilaku bertengkar dengan
kekerasan pada Nn. D teman kaarnya karena
yang dirawat di ruang tidur ditempat tidurnya
Sawo RSUD Madani - Pasien mengatakan dia
Palu menghindari dan
1. Mengevaluasi jadwal menarik napas
kegiatan harian klien - Pasien mengatakan
2. Melatih klien sedikit lebih tenang
mengendalikan
perilaku kekerasan O:
terhadap pengendalian - Pasientampak
marah dengan mepraktekkan cara
mengajarkan pukul memukul kasur/bantal
kasur atau bantal yang sudah diajarkan
3. Menganjurkan klien - Pandanhgan pasien
memasukkan kedalam tajam
kegiatan harian - suara pasien keras dan
lantang
A: SP2P tercapai
- masalah sudah teratasi
134

sebagian belum
tercapai
- pasien mampu
mengatasi perilaku
kekerasan dengan cara
tarik napas dalam dan
pukul bantal dan
kasur
P: Pertahankan SP2P
intervensi dilanjutkan
Anjurkan pasien untuk
memasukan alam jadwal
kegiatan sehari-hari

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SP3P Perilaku kekerasan
Nama : Nn. D

Ruangan : Sawo

Pertemuan : IV

Hari/tanggal : jumat, 14 juni 2019

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
klien masih cenderung menyendiri di kamar, klien tampak gelisah, tertawa

dan marah secara tiba-tiba.


135

2. Diagnosa keperawatan

Gangguan perilaku kekerasan

3. Tindakan keperawatan

c. Membantu mengontrol perilaku kekerasan

d. Melatih klien untuk meminta,menolak dan mengungkapkan secara baik

B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan

1. Orientasi :

“Selamat pagi ibu, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi”

“Bagaimanaibu, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur

bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”

“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.”

“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya

mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau

diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang

sama?”

“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”

2. Fase Kerja :

“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau

marah sudah dusalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal,

dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah.

Ada tiga caranya ibu:


136

1). Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta

tidak menggunakan kata-kata kasar.Coba ibu minta uang dengan baik:”Bu,

saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa dicoba di sini untuk

meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba ibu praktekkan. Bagus ibu.”

2). Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin

melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena

sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus ibu”

3). Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang

membuat kesal ibu dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena

perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”

3. Fase Terminasi :

“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol

marah dengan bicara yang baik?”

“Coba ibu sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”

“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari

ibu mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”

Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat,

uang, dll. Bagus nanti dicoba ya ibu!”

“Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?”

“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak

yaitu dengan cara ibadah, ibusetuju? Mau di mana ibu? Di sini lagi? Baik

sampai nanti ya”


137

4. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi

Gangguan Hari jumat, 14 juni 2019 S:


pergilaku kekerasan Pukul 10.00 - Pasien mengatakan
Melakukan SP3P bisa mengontrol
gangguan perilaku marahnya dengan tarik
kekerasan pada . Nn. D napas dalam dan
yang dirawat di ruang memukul kasur/bantal
Sawo RSUD Madani - Pasien mengatakan
Palu perasaanya bisa lebih
1. Mengevaluasi jadwal tenang
kegiatan harian klien O:
2. Melatih klien - Pasien tampak
mengendalikan mempraktekkan cara
perilaku kekerasan tarik napas dalam
dengan cara verbal - Pasien tampak
3. Menganjurkan klien mempraktekkan cara
memasukkan kedalam memukul kasue/bantal
kegiatan harian - Pasien tampak
mempraktekkan cara
mengungkapkan
perasaaan dengan baik
A: SP3P tercapai
masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
Pertahankan SP3P
intervensi dilanjutkan
Anjurkan pasien untuk
memasukan alam jadwal
138

kegiatan sehari-hari

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SP4P Perilaku kekerasan
Nama : Nn. D

Ruangan : Sawo

Pertemuan :v

Hari/tanggal : sabtu, 16 juni 2019

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
klien sudah lebih tenang, klien sudah lebih baik

2. Diagnosa keperawatan

Gangguan perilaku kekerasan

3. Tindakan keperawatan

a. Membantu mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

b. Melatih klien untuk sholat/berdoa

c. memasukkan dalam jadwal kegiatan sehari-hari

B. Strategi komunikasi tindakan keperawatan

1. Orientasi :

“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu

lagi” “Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul
139

kasur bantal, bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah

melakukan latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.

“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum

obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat

kemarin?”

“Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15

menit”

2. Fase Kerja :

“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa ibu lakukan! Bagus. Baik, yang

mana mau dicoba?

“Nah, kalau ibu sedang marah coba ibu langsung duduk dan tarik napas

dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak

reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.

“ibu bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”

“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba

sebutkan caranya (untuk yang muslim).”

3 Fase Terminasi :

Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang

ketiga ini?”

“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
140

“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau

berapa kali ibu sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai

kesepakatan pasien)

“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak

merasa marah”

“Setelah ini coba ibu lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat

tadi”

“Besok kita ketemu lagi ya ibu, nanti kita bicarakan cara keempat

mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa

pak? Seperti sekarang saja, jam 10 ya?”

“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk

mengontrol rasa marah ibu, setuju ibu?”

4. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi

Gangguan Hari jumat, 14 juni 2019 S:


pergilaku Pukul 10.00 - pasien mengatakan
kekerasan Melakukan SP3P bisa mnegontrol
gangguan perilaku perilaku
kekerasan pada . Nn. D kekerasanyadengan
yang dirawat di ruang cara tarik napas dalam,
Sawo RSUD Madani memukul bantal kasur,
Palu dan mengungkapkan
4. Mengevaluasi jadwal perasaan dengan baik
kegiatan harian klien - pasien mengatakan
5. Melatih klien bisa mengikuti
141

mengendalikan instruksi perawat


perilaku kekerasan - pasien mengatakan
dengan cara verbal merasa lebih tenang
6. Menganjurkan klien - pasien mengatakan
memasukkan kedalam emosinya berkurang
kegiatan harian O:
- pasien tampak
mengerti
- suara keras pasien
sudah tidak terasa lagi
- pandangan mata sudah
tidak tajam lagi
A: masalah teratasi
sebagian
- pasien tahu
kewajibanya unttuk
melakanakan sholat
- pasien dapat
mengaplikasikan cara
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara-
cara yang sudah
diajarkan
P: intervensi dilanjutkan
SP5P
Anjurkan pasien
memasukakan dalam
kegiatan sehari-hari
142

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


SP5P Perilaku kekerasan
Nama : Nn. D

Ruangan : Sawo

Pertemuan : vi

Hari/tanggal : minggu, 17 juni 2019

C. Proses keperawatan
4. Kondisi klien
klien masih cenderung menyendiri di kamar, klien tampak gelisah, tertawa

dan marah secara tiba-tiba.

5. Diagnosa keperawatan

Gangguan perilaku kekerasan

6. Tindakan keperawatan

a. Membantu mengontrol perilaku kekerasan secara minum obat

b. melatih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar

(benar nama pasien, benar nama obat,benar cara minum obat, benar

waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat

dan akibat berhenti minum obat.

c. memasukan dalam jadwal harian

D. Strategi komunikasi tindakan keperawatan

1. Orientasi :

“Selamat pagi ibu, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang

saya datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”


143

“Bagaimanaibu, latihan apa yang sudah dilakukan?Apa yang dirasakan

setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa

marahnya”

“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa

marah yaitu dengan ibadah?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat

tadi?”

“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

2. Fase Kerja :

“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”

Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam

berapa Bapak minum? Bagus!

“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ

gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks, dan

yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah

berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam

1 sian g, dan jam 7 malam”.

“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu

mengatasinya bapak bisa minum air putih yang tersedia di ruangan”.

“Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan

beraktivitas dulu”

“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat

apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum,
144

jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah

benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah benar

obatnya!”

“Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan

dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”

“Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak.”

3 Fase Terminasi :

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum

obat yang benar?”

“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara

minum obat yang benar?”

“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?.

Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan

lupa laksanakan semua dengan teratur ya”.

“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma mana bapak

melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai

jumpa”.

4. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi

Gangguan Hari sabtu, 16 juni 2019 S:


pergilaku kekerasan Pukul 10.00 - Pasien mengatakan
Melakukan SP5P msih memngingat cara
gangguan perilaku mengontrolperilaku
kekerasan pada . Nn. D kekerasan dengan cara-
145

yang dirawat di ruang cara yangsudah


Sawo RSUD Madani diajarkan
Palu - Pasien mengatakan
1. Mengevaluasi jadwal tidak lagi eosi
kegiatan harian klien.
- Pasien mengatakan
2. Melatih klien
mengontrol pelaku akan menerapkan cara
kekerasan dengan
mengontrol perilaku
minum obat.
3. Menganjurkan klien kekerasan dengan cara-
memasukkan ke dalam
cara yang sudah
giatan harian.
diajarkan
- Pasien mengatakan
minum obat 3 kali
sehari, warnanya putih,
orange, merah muda
- Pasien mengatakan
akan minum obat
secara teratur
O:
- Pasien tapak mengerti
macam-macam obat
dan manfaaatnya
- Pasien tampak minum
obat setelah makan
A: masalah teratasi
sebagian
- pasien dapat
mengaplikasikan cara
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara-
cara yang sudah
diajarkan
146

P: intervensi dilanjutkan
- anjurkan pasien untuk
rutin melakukan cara
mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara-
cara yang sudah di
ajarkan.
- Anjurkan pasien
memasukakan dalam
kegiatan sehari-hari

A. Pembahasan

1. Pengkajian

Pada kasus ini penulis melakukan pengkajian pada klien dengan

gangguan Perilaku Kekerasan. Pengumpulan data pengkajian meliputi

aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, pemeriksaan

fisik, psikososial, status mental, dan aspek medik. Dalam pengumpulan

data penulis menggunakan metode wawancara dengan pasien Nn.D,

observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku pasien Nn.D

Pada gangguan Perilaku Kekerasan didapatkan data pasien nampak

gelisah, pasien berteriak-teriak, pasien tiba-tiba tertawa sendiri, pasien

mengancam secara verbal atau fisik, pasien juga melempar atau merusak

barang-barang. Data Tersebut Sesuai dengan Teori menurut keliat (2017)

Bahwa salah satu data Subjektif dari perilaku kekerasan yaitu menjerit
147

atau berteriak ,mengancam secara verbal atau fisik, melempar atau

memukul benda/orang lain.

Menurut Erick dan Sally (2018) mengelompokkan bentuk-bentuk

perilaku kekerasan menjadi tiga yaitu bentuk emosional verbal, meliputi

sikap membenci baik yang diekspresikan dalam kata-kata maupun tidak,

seperti marah, terlibat dalam pertengkaran, mengutuki, mencaci maki,

menertawakan dan menuduh secara jahat. Bentuk fisik bersifat sosial,

meliputi perbuatan berkelahi dalam rangka mempertahankan diri atau

mempertahankan objek cinta, membalas dendam terhadap penghinaan,

dan membalas orang yang melakukan penyerangan. Bentuk fisik bersifat

anti sosial (fisik asosial), meliputi perbuatan menyerang, melukai,

berkelahi tanpa alasan, membalas penderitaan secara brutal dengan

pengrusakan yang berlebihan, menentang petugas medis dan perilaku

kekerasan secara seksual.

Menurut Yosep 2017 pada penderita gangguan jiwa dengan

masalah perilaku kekerasan dapat terjadi halusinasi. Saat pengkajian hal

ini tidak ditemukan pada Nn. D.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa yang didapatkan berdasarkan hasil pengkajian yaitu

gangguan perilaku kekerasan , harga diri rendah, defisit perawatan diri.

Menurut NANDA (2012) pada diagnosa keperawatan gangguan Perilaku

kekerasan memiliki batasan karakteristik : muka merah dan tegang, mata

melotot/pandangan tajam, bicara kasar, membentak atau


148

berteriak,melempar atau memukul benda/orang lain, merusak

lingkungan,amuk/agresif. Data subjektif yang didapatkan penulis Dari

pasien Nn. D, Pasien lebih banyak tertawa, berteriak, dan memanggil

nama orang yang membuatnya kesal. Data objektif yang di peroleh dari

pasien Nn. D yaitu klien tampak berteriak-teriak, suara keras, tertawa

sendiri, keliat tampak gelisah, Pasien juga melempar atau merusak

barang-barang.

3. Intervensi Keperawatan

Setelah di lakukan pengkajian dan penegakan diagnosa maka

langkah selanjutnya yaitu merencanakan tindakan keperawatan. Pada

klien perilaku kekerasan, intervensi yang dilakukan yaitu membina

hubungan saling percaya, pemberian relaksasi napas dalam, pukul

bantal/kasur, secara verbal, spiritual, minum obat secara teratur. Hal ini

sesuai dengan teori keliat (2011) cara mengatasi perilaku kekerasan

antara lain : dapat membina hubungan saling percaya. kedua, dapat

mengidentifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang

dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan serta akibatnya dan melitih

klien mengontrol emosi dengan cara tarik napas dalam, pukul

bantal/kasur, melatih secara verbal, spiritual, minum obat secara teratur.

Hasil penelitian sebelumnya menurut Nany & Sujarwo (2015),

membuktikan bahwa setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3

hari, pasien dengan gangguan perilaku kekerasan dapat mengenal

perilaku kekerasn yang dialami dan dapat mengontrol serta mengurangi


149

perilaku kekerasan. Selain terapi individu juga diberikan intervensi

tambahan yaitu terapi relaksasi otot progresif. Dimana terapi relaksasi

otot progresif ini dapat mengurangi stress.

Hal ini sesuai dengan teori menurut (Kozier, et al., 2010) bahwa

Terapi relaksasi otot progresif merupakan salah satu terapi kolaborasi

yang dilakukan perawat untuk mengurangi stress. Yaitu dimana

menegangkan dan melemaskan otot secara berururtan dan memfokuskan

perhatian pada perbedaan perasaan yang dialami antara saat otot rileks

dan saat otot tersebut tegang. Perubahan yang diakibatkan oleh relaksasi

otot progresif yaitu dapat mengurangi ketegangan otot, menurunkan laju

metabolisme, meningkatkan rasa kebugaran, dan konsentasi, serta

memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stressor (Potter & Perry,

2005).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Armelia et al

(2018) Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh relaksasi otot progresif

terhadap kemampuan mengontrol marah pada pasien resiko perilaku

kekerasan di RSJD Dr.Amino Gondohutomo Provinsi jawa tengah. hal ini

dikarenakan relaksasi otot progresif dapat meningkatkan keterampilan

dasar relaksasi untuk mengontrol marah dan memperbaiki kemampuan

untuk mengatasi stres.


150

4. Implementasi

Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan implementasi

keperawatn atau tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada klien

dengan gangguan perilaku kekerasan dilakukan secara interaksi dalam

melaksanakan tindakan asuhan keperawatan (Afnuhazi, 2015). Dalam

melakukan implementasi keperawatan atau tindakan keperawatan yang

sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan

(Kusmawati & hartono 2010). Hari selasa tanggal 11 juni 2019 pertemuan

pertama, dalam tahap ini penulis tidak mendapatkan hambatan karena

klien dapat berkomunikasi dengan baik dan dapat membina BHSP. Sambil

melakukan BHSP penulis juga melakukan pengkajian keperawatan. Hari

rabu 12 juni 2019, penulis melakukan pertemuan SP 1 yaitu dimana

terlebih dahulu mengidentifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan

gejalah yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, dan akibatnya.

Kemudian mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan

mengajarkan tarik napas dalam. setelah itu, pasien diajarkan cara

mengontrol perilaku kekerasan dengan terapi relaksasi otot progresif.

Adapun hasil yang penulis dapatkan yaitu klien mau diajarkan cara

mengontrol perilaku kekerasan. Sehingga pada saat implementasi pertama

pasien mengatakan “ Ya, saya merasa marah dan kesal jika adik saya

mengganggu saya, dan saat sya meminta sesuatu dari ibu saya”, ”pada saat

saya marah saya merasakan tangan saya mengepal, wajah saya terasa

merah, mata saya menjadi melotot”, “saya memukul adik saya yang
151

membuat saya marah”, “adik saya merasa takut setelah saya

memukulnya”, “ saya mau diajarkan cara mengontrol marah yang baik

denngan cara tarik napas dalam dan juga terapi relaksasi otot progresif”.

Pada hari kamis 13 juli 2019 mengajarkan klien cara mengontrol perilaku

kekerasan dengan pukul bantal/kasur. Klien memperagakan cara memukul

bantal/kasur, klien terlihat meluapkan emosinya dengan memukul

bantal/kasur didalam kamarnya. Jumat 14 juni 2019 mengajarkan klien

cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal. Klien memperagakan

cara meminta, menolak, dan mengungkapkan secara baik. Sehingga pada

saat implementasi pasien memperagakannya “ adik tolong jangan ganggu

saya, sekarang saya ingin sendiri, “ ibu tolong sediakan makan karna

sekarang saya lapar” sabtu tanggal 15 juni 2019 mengajarkan klien cara

mengontrol marah dengan spiritual “sebelum sholat, sya mengambil air

wudhu kemudian memakai mukenah dan saya sholat”. Minggu tanggal 16

juni 2019 mengajarkan dan melatih klien minum obat secara teratur

dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar

cara minum obat, dan benar dosis obat). Sehingga pada saat implementasi

dengan hasil klien mengatakan “obat saya ada tiga macam, yang warna

orange namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, warna putih THP agar

pikiran rileks, warna merah jambu namanya HLP agar pikiran teratur dan

rasa marah berkurang”, “saya minum obat tiga kali sehari mulai dari jam 7

pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”. Oh iya nnti diperhatikan kembali

orang lain. Mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara


152

tarik napas dalam, pukul bantal/kasur, secara verbal, spiritual, minum oba.

Dan di perkuat oleh penelitian sebelumnya hasil penulitian sebelumnya

menurut chandra (2008), membuktikan bahwa setelah dilakukan intervensi

keperawatan, pasien dengan gangguan perilaku kekerasan dapat

mengontrol perilaku kekerasan. Selain terapi individu juga diberikan

intervensi terapi relaksasi otot progresif. Terapi relaksasi otot progresif ini

diberikan setelah mengajarkan SP 1 yaitu terapi relaksasi napas dalam.

Hasil penelitian sebelumnya menurut Pratiwi (2006) menunjukan bahwa

relaksasi otot progresif dapat mengurangi ketegangan otot, kecemasan, dan

kelelahan yang dialami klien sehingga akan mempengaruhi status mental

klien. Tehnik relaksasi akan mengembalikan proses mental, fisik dan

emosi.

5. Evaluasi

a. Gangguan Perilaku Kekerasan

1). Sp 1

Sp1 yaitu mengajarkan kepada pasien menarik napas dalam untuk

mengontrol emosi terhadap mengendalikan marah. Tarik napas dalam

ini dilakukan dengan cara menarik napas melalui hidung kemudian

menghembuskanya melalui mulut dengan memoncongkan bibir. Tarik

napas ini dilakukan secara berulang sampai perasaan kesal yang pasien

rasakan hilang. Hal ini dilakukan agar pasien dapat meredahkan

amarahnya ketika pasien merasa kesal, dengan demikian pasien akan

merasakan lebih tenang.


153

2). Sp 2

Sp2 yaitu mengajarkan kepada pasien cara memukul bantal/kasur untuk

mengontrol emosi terhadap pengendalian marah. Memukul bantal/kasur

diajarkan kepada pasien dengan menyuruh pasien memukul sekencang-

kencangnya kasur/bantal yang ada dikamar pasien sampai rasa kesalnya

redah. Hal ini dilakukan agar pasien dapat meluapkan emosinya hanya

dibantal/kasur tanpa harus membanting barang-barang atau bahkan

sampai memukul seseorang. Dengan demikian, pasien akan merasa

lebih legah dalam mengeluarkan emosinya.

3). Sp 3

Sp3 yaitu mengajarkan kepada pasien cara mengungkapkan secara

verbal untuk mengontrol emosi terhadap pengendalian marah.

Mengungkapkan secara verbal ini dilakukan dengan cara mengajarkan

cara meminta, menolak, dan mengungkapkan perasaan kesal dengan

cara yang lebih baik. Hal ini dilakukan agar pasien bisa mengendalikan

emosinya tanpa harus berteriak atau berbicara kasar kepada orang lain.

Sehingga pasien dapat merasa lebih tenang.

4). Sp 4

Sp4 yaitu mengajarkan kepada pasien cara spiritual untuk mengontrol

emosi terhadap mengendalikan marah. Dimana jika pasien merasa kesal

atau marah pasien bisa kita bimbing untuk dekat kepada Allah dengan

mengajaknya untuk sholat dan berdoa meminta kepada Allah supaya

diberikan kesembuhan. Cara ini dapat membuat pasien merasa lebih


154

tenang karena pasien dapat mengendalikan emosinya dengan cara yang

lebih baik.Agar pasien dapat mengendalikan emosinya dengan cara yang

lebih baik. Sehingga dengan cara itu pasien dapat merasakan

ketenangan hati.

5). Sp 5

Sp5 yaitu mengajarkan kepada pasien minum obat secara teratur untuk

mengontrol emosi terhadap pengendalian marah. Minum obat secara

teratur dikakukan dengan mengajarkan kepada pasien prinsip 5 benar

(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar

waktu minum obat, dan benar dosis obat). Kemudian menjelaskan

kepada pasien nama, warna, dan fungsi obat yang pasien minum yaitu

warna oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, putih

namanya THP agar rileks, dan yang merah jambu namanya HLP agar

pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semunya harus dminum 3 kali

sehari pada jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Dengan

menjelaskan demikian pasien dapat mengetahui obat yg dia minum.

Sehingga yang diharapkan pasien bisa sembuh dan kemballi berkumpul

dengan keluarganya.

b. Rrelaksasi otot progresf


155

Setelah dilakukan penerapan terapi relaksasi otot progresif dalam

waktu 6 hari, klien terlihat lebih rileks dan lebih tenang. Pada pertama kali

dilakukan penerapan terapi rekasasi otot progresif pada klien didapatkan

data klien tampak gelisah, jalan mondar mandir, sulit tidur, dan sering

marah-marah dengan suara yang keras. Pada saat penerapan terapi relaksasi

otot progresif pada hari ke 4 klien sudah menunjukan perubahan yang lebih

baik yaitu klien terlihat lebih tenang, klien sudah tidak sulit tidur, dan sura

keras klien sudah tidak tampak terdengar lagi.

Peneliti sebelumnya yang dilakukan oleh Pratiwi (2006), Penerapan

relaksasi otot progresif dilakukan selama kurang lebih 20 menit setiap

harinya dilakukan selama 6 hari. Menunjukan hasil bahwa relaksasi otot

progresif efektif untuk mengurangi ketegangan otot, kecemasan,

meningkatkan kualitas tidur, dan kelelahan yang dialami klien sehingga

akan mempengaruhi status mental klien.


156

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penulis telah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Nn. D

dengan perilaku kekerasan di ruang sawo RSUD madani palu. Penulis

mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada hasil pengkajian klien mengatakan mudah marah, klien mengatakan

pernah memukul adiknya karna klien merasa diganggu, klien mengatakan

sulit tidur, klien tampak gelisah, jalan mondar-mandir, wajah tampak

tegang, berbicara berteriak.

2. Diagnosa Keperwatan pada Tn. D adalah gangguan perilaku kekerasan

3. Intervensi Keperawatan pada Pasien Nn. D yaitu bina hubungan saling

percaya, mengidentifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala,

periaku kekerasan yang dilakukan serta akibatnya, mengontrol marah

dengan tarik napas dalam, memukul bantal/kasur, mengungkapkan secara

verbal, secara spiritual, minum obat, dan pemberian terapi relaksari otot

progresif.

4. Implementasi keperawatan pada pasien Nn. D yaitu SP 1 mengidentifikasi

penyebab perasaan marah, tanda dan gejala, periaku kekerasan yang

dilakukan serta akibatnya, mengajarkan cara mengontrol marah dengan

relaksasi napas dalam, mengontrol marah juga diberikan intervensi terapi

relaksasi otot progresif, SP 2 melatih klien memukul bantal/kasur, SP 3


114

melatih klien mengungkapkan secara verbal, SP 4 melatih klien secara

spiritual, SP 5 melatih klien minum obat.

5. Evaluasi hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan dari tanggal 11-17

juli 2019 gangguan perilaku kekerasan masalah teratasi. Hal ini ditunjukan

dengan klien mengatakan sudah dapat mengontrol marah, klien sudah

terlihat lebih tenang dan tidak gelisah.

B. Saran

1. Bagi perawat

penerapan intervensi keperawatan pada pasien dengan masalah utama

Perilaku Kekerasan selain dengan intervensi SP1-SP5 juga dengan

pemberian intervensi terapi Relaksasi Otot Progresif.

2. Bagi klien dan keluarga

hendaknya mampu berlatih dan melaksanakan interaksi sosial secara

bertahap, mengikuti program terapi, serta di butuhkan pemahaman

keluarga tentang perawatan klien dengan gangguan Perilaku Kekerasan di

rumah secara tepat agar klien selalu dapat beriteraksi dengan orang lain

dan merasa mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitar.

3. Bagi institusi RS

banyak klien di RSJ yang jarang di kunjungi keluarga dalam hal tersebut,

pihak RSJ harus melibatkan keluarga dalam proses perawatan klien,

memperhatikan keadaan klien dan meningkatkan kualitas pelayanan

dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan

jiwa.
115

Anda mungkin juga menyukai