Anda di halaman 1dari 2

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SITOLOHI EKSFOLIATIF

Kelebihan dari sitopatologi eksfoliatif diantaranya: metode ini lebih mudah dan cepat untuk
diagnosis penunjang dibandingkan histopatologi. Dari hasil penelitian oleh Navone dkk tahun
2004 didapatkan bahwa pemeriksaan sitopatologi dapat meningkatkan keakuratan pemeriksaan
histopatologi di rongga mulut untuk lesi-lesi jinak dan menjadi sarana screening untuk
menentukan lesi-lesi ganas. Dibandingkan eksisi atau insisi biopsi, proses pengambilan sediaan
sitopatologi secara eksfoliasi tidak menimbulkan luka atau jejas yang besar, karena luka yang
besar akan menyulitkan evaluasi progresivitas penyakit. Metode ini juga dapat mengambil
permukaan yang lebih luas dibandingkan insisi atau eksisi terhadap lesi di permukaan mukosa.
Struktur

Sel terkadang dapat dilihat lebih jelas dibanding histopatologis karena pengerutan minimal, dan
suatu sel dapat dilihat secara tiga dimensi. Selain itu teknik ini juga dapat diwarnai dengan
pewarnaan imunositokimia.

Sitopatologi eksfoliatif juga memiliki beberapa kekurangan yang harus diperhatikan yaitu
perubahan morfologis satu sel tidak bisa dibandingkan dengan sel yang disebelahnya karena
pada saat pengambilan sel, jaringan akan terpisah. Kekurangan lainnya, jika sel yang terambil
tidak mencukupi, diagnosis harus tetap dikonfirmasi dengan histopatologisnya. Karena gambaran
sel manusia secara umum memiliki kemiripan, jaringan (asal sel) terkadang tidak diketahui jika
data tidak lengkap atau pada metode washing. Akibat hal ini juga interrelasi dan susunan sel
terkadang tidak diketahui. Pengambilan sampel pada lebih dari satu organ dapat menyebabkan
sel yang bertetangga pada suatu sediaan dapat berasal dari organ lain dan hubungan antara sel
dengan stroma yang menghubungkannya tidak dapat diketahui. Karena jumlah sel yang
tereksfoliasi tidak berhubungan dengan besar lesi, ukuran lesi tidak dapat dilihat dari gambaran
sitologis. Dibandingkan dengan pengambilan eksisi luas, tipe lesi (lesi in situ, invasi awal,
adenokarsinoma atau sarkoma) lebih sulit ditentukan dengan sitologi saja.

. Kelebihan pemeriksaan sitologi


 Mudah
 Murah
 Cepat
 Sederhana
 Pendarahan sedikit, bahkan tanpa rasa nyeri.
 Dapat dilakukan pada beberapa pasien dalam waktu singkat.
 Dapat dilakukan sebagai tindakan massal.
 Untuk screening lesi yang derajat keganasannya tinggiàtidak menimbulkan stimulasi
metastase.
 Efektif untuk diagnosis tumor saluran pencernaan, paru, saluran air kemih, dan lambung.
 Dapat memberikan hasil positif meskipun pada pemeriksaan langsung dan palpasi tidak
menunjukkan kelainan. Karsinoma dapat terdiagnosis meskipun masih dalam stadium in situ.

2. Kekurangan pemeriksaan sitologi


 Diagnosa sitologi hanya berdasar perubahan sitoplasma dan inti sel
 Perubahan yang terjadi harus dipastikan bukan akibat kesalahan teknis
 Hanya dapat untuk mendeteksi lesi yang letaknya di permukaan mukosa mulut
 Hanya untuk lesi yang yang tidak tertutup keratin tebal
 Tidak efektif untuk digunakan pada lesi nonulseratif dan hiperkeratotik karena sel-sel
abnormal masih tertutup oleh lapisan keratin
 Hasil pemeriksaan sitologi yang mengindikasikan keganasan masih perlu dikonfirmasi
dengan biopsi
 Sering kali bahan yang terambil tidak representatif

Diagnosa sitologi sering lebih sukar daripada diagnosa histologi, oleh karena diagnosa
sitologik hanya berdasar pada keainan-kelainan dari sitoplasma dan inti dan perubahan-perubahan
ini hanya akan berarti bila kelainan-kelainan tersebut dapat dipastikan tidak disebabkan oleh
kesalahan teknis.
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan pada pemeriksaan sitologi perlu adnya kerja
sama yang baik antara : pengirim bahan (dokter umum atau spesiali klinis dengan ahli sitologi).

Sumber :

Perbandingan Antara Hasil Pemeriksaan Sitologi Sikatan dan Biopsi Buta pada Penderita
Karsinoma Nasofaring. Azwar. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Syah Kuala. Desember
2010.Vol 10(3).137.

Sitologi Eksfoliatif Mukosa Oral sebagai Pemeriksaan Penunjang di Kedokteran Gigi. Sabirin
IPR. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. Vol 2(1). Januari 2015: 157-161

Anda mungkin juga menyukai