Anda di halaman 1dari 28

KONSEP DASAR KESEHATAN JIWA

OLEH :

EMILIA A.
FAHRIYANSYAH F.
FANIADYAH
FE. M. ISNAENI
ENDANG SUSILO
ENDANG YULIANI
ERLINA SURYANI
ERWIN WIKSUARINI
HENDRI AGUS
HUSNIA RUAEDA
ISTISARAH
L. WIDYAWATI
LINDAWATI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM


STIKES YARSI MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN NON-REGULER
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
Konsep Dasar Kesehatan Jiwa ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai pengertian kesehatan jiwa, kriteria jiwa
sehat, gejala gangguan jiwa, stres dan adaptasi. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang
kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Mataram, Juni 2013

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR............................................................................................... 2

DAFTAR ISI............................................................................................................ 3

KONSEP DASAR KESEHATAN JIWA.................................................................. 4


A. PENGERTIAN KESEHATAN JIWA................................................................. 4
B. KRITERIA JIWA SEHAT.................................................................................. 5
C. RENTANG SEHAT JIWA………………………………………………………….. 7
D. STRES DAN ADAPTASI.................................................................................. 8
E. GEJALA GANGGUAN JIWA.......................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 29

3
KONSEP DASAR KESEHATAN JIWA

A. PENGERTIAN KESEHATAN JIWA


Pengertian kesehatan jiwa banyak dikemukakan oleh para ahli termasuk oleh
organisasi, diantaranya menurut :

1. Menurut WHO
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya.

2. UU Kesehatan Jiwa No 3 tahun 1996


Kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelectual, emocional
secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras
dengan orang lain.

3. Stuart & Laraia


Indikator sehat jiwa meliputi sifat yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh,
berkembang, memiliki aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki
persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam beradaptasi dengan
lingkungan.

4. Rosdahl
Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan
mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta terbebas dari
stress yang serius.

B. KRITERIA JIWA SEHAT


1. Menurut WHO
a. Sikap positif terhadap diri sendiri

4
Hal ini dapat dipercayai jika melihat diri sendiri secara utuh/total
contoh: membendingkan dengan teman sebaya pasti ada kekurangan
dan kelebihan. Apakah kekurangan tersebut dapat diperbaiki atau tidak.
Ingat, jangan mimpi bahwa anda tidak punya kelemahan.

b. Tumbuh dan berkembang baik fisik dan psikologis dan puncaknya


adalah aktualisasi diri.

c. Integrasi
Harus mempunyai satu kesatuan yang utuh. Jangan hanya menonjolkan
yang positif saja tapi yang negatif juga merupakan bagian anda. Jadi
seluruh aspek merupakan satu kesatuan.

d. Otonomi
Orang dewasa harus mengambil keputusan untuk diri sendiri dan
menerima masukan dari orang lain dengan keputusan sendiri sehingga
keputusan pasienpun bukan diatur oleh perawat tapi mereka yang
memilih sendiri.

e. Persepsi sesuai dengan kenyataan


Stressor sering dimulai secara tidak akurat. Contoh: putus pacar karena
perbedaan adat

Dadang Hawari (PR,19-1-1995) mengemukakan pendapat WHO (organisasi


kesehatan dunia), bahwa ada delapan kriteria jiwa (mental) yang sehat, yaitu
sebagai berikut:
a. Mampu belajar dari pengalaman
b. Mudah beradaptasi
c. Lebih senang memberi daripada menerima
d. Lebih senang menolong daripada ditolong
e. Mempunyai rasa kasih sayang
f. Memperoleh kesenangan dari hasil usahanya
g. Menerima kekecewaan untuk dipakai sebagai pengalaman
h. Berpikir positif (positive thingking)

2. Menurut DEPKES
Pandangan sehat menurut Depkes RI UU No. 23, 1992 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara social dan ekonomi.
Ciri –ciri kesehatan menurut Depkes RI yaitu :
a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.

5
b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, sedih, dan
sebagainya.
c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan
rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu
diluar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.
d. Kesehatan social terwujud apabila seseorang mampu berhubungan
dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan
ras, suku, agama atau kepercayaan, social, ekonomi, politik, dan
sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
e. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa)
produktif,dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu
yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya
secara finansial.

3. A. H. Maslow
Bila kebutuhan dasar terpenuhi maka akan tercapai aktualisasi diri. Cirinya
adalah:
a. Persepsi akurat terhadap realitas
b. Menerima diri orang lain, dan hakekat manusia tinggi
c. Mewujudkan spontanitas
d. Promblem centered yang akhirnya memerlukan self centered
e. Butuh privasi
f. Otonomi dan mandiri
g. Penghargaan baru, hal ini bersifat dinamis sehingga mampu
memperbaiki diri
h. Mengalami pengalaman pribadi yang dalam dan tinggi
i. Berminat terhadap kesejahteraan manusia
j. Hubungan intim dengan orang terdekat
k. Demokrasi
l. Etik kuat
m. Humor/tidak bermusuhan
n. Kreatif
o. Bertahan atau melawan persetujuan asal bapak senang

6
C. RENTANG SEHAT JIWA
Sehat dan sakit berada pada suatu rentang dimana setiap orang bergerak
sepanjang rentang tersebut

Rentang sehat sakit menurut model “ Holistik Health “

Rentang sehat sakit :


1. Suatu skala ukur secara relatif dalam mengukur keadaan sehat / kesehatan
seseorang
2. Kedudukannya pada tingkat skala ukur: dinamis dan bersifat individual
3. Jarak dalam skala ukur : keadaan sehat secara optimal pada satu titik dan
kematian pada titik lain.
Model Holistic Health juga berfungsi sama pada rentang kesehatan jiwa.
Sehingga rentang sehat jiwa :
1. Bersifat dinamis
2. Dimulai dari sehat optimal-mati
3. Bervariasi pada setiap individu
4. Menggambarkan kemampuan adaptasi
5. Berfungsi secara efektif: sehat.

D. STRES DAN ADAPTASI

1. Pengertian Stress dan Stressor


a. Stress didefinisikan sebagai respon fisik dan emosional terhadap
tuntutan yang dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu
yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
b. Stres adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang
menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang” (Soeharto
Heerdjan, 1987).
c. Secara umum, yang dimaksud “Stres adalah reaksi tubuh terhadap
situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan, ketegangan emosi, dan
lain-lain”. “Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri,
dan karena itu, sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita”
(Maramis, 1999).

7
d. Menurut Vincent Cornelli, sebagaimana dikutip oleh Grant Brecht (2000)
bahwa yang dimaksud “Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran
yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang
dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam
lingkungan tersebut”
e. Stress adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak dapat dihindari.
Stres disebabkan oleh perubahan yang memerlukan penyesuaian
(Keliat, B.A., 1999).
f. Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat
mengubah individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress.
(Menurut Emanualsen & Rosenlicht)

Jadi dapat disimpulkan stress adalah dampak dari stressor( penyebab


stress) yang dianggap sebagai tekanan oleh individu sehingga membuatnya
terpaksa untuk terus memikirkan hal tersebut dan akhirnya akan mengganggu
kesehatan psikologinya.

2. Faktor yang Mempengaruhi Stress


Sesuatu yang merupakan akibat pasti memiliki penyebab atau yang disebut
stressor, begitupula dengan stress, seseorang bisa terkena stress karena
menemui banyak masalah dalam kehidupannya. Menurut Grant Brecht
(2000), penyebab dari stress dibedakan menjadi dua macam:
a. Penyebab makro, yaitu menyangkut peristiwa besar dalam kehidupan,
seperti kematian, perceraian, pension, luka batin, dan kebangkrutan.
b. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil sehari-hari, seperti
pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaan, masalah apa yang akan
dimakan, dan antri.

Seperti yang telah diungkapkan di atas, stress dipicu oleh stressor. Tentunya
stressor tersebut berasal dari berbagai sumber, yaitu :

a. Lingkungan

8
Yang termasuk dalam stressor lingkungan di sini yaitu :
 Sikap lingkungan, seperti yang kita ketahui bahwa lingkungan itu
memiliki nilai negatif dan positif terhadap prilaku masing-masing
individu sesuai pemahaman kelompok dalam masyarakat tersebut.
Tuntutan inilah yang dapat membuat individu tersebut harus selalu
berlaku positif sesuai dengan pandangan masyarakat di lingkungan
tersebut.
 Tuntutan dan sikap keluarga, contohnya seperti tuntutan yang sesuai
dengan keinginan orang tua untuk memilih jurusan saat akan kuliah,
perjodohan dan lain-lain yang bertolak belakang dengan keinginannya
dan menimbulkan tekanan pada individu tersebut.
 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), tuntutan
untuk selalu update terhadap perkembangan zaman membuat
sebagian individu berlomba untuk menjadi yang pertama tahu tentang
hal-hal yang baru, tuntutan tersebut juga terjadi karena rasa malu
yang tinggi jika disebut gaptek.

b. Diri sendiri, terdiri dari


 Kebutuhan psikologis yaitu tuntutan terhadap keinginan yang ingin
dicapai
 Proses internalisasi diri adalah tuntutan individu untuk terus-menerus
menyerap sesuatu yang diinginkan sesuai dengan perkembangan.

c. Pikiran
 Berkaitan dengan penilaian individu terhadap lingkungan dan
pengaruhnya pada diri dan persepsinya terhadap lingkungan.
 Berkaitan dengan cara penilaian diri tentang cara penyesuaian yang
biasa dilakukan oleh individu yang bersangkutan.

Penyebab-penyebab stress di atas tentu tidak akan langsung membuat


sesorang menjadi stress. Hal tersebut dikarenakan setiap orang berbeda
dalam menyikapi setiap masalah yang dihadapi, selain itu stressor yang

9
menjadi penyebab juga dapat mempengaruhi stress. Menurut Kozier & Erb,
1983 dikutip Keliat B.A., 1999, dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu:
a. Sifat stressor . Pengetahuan individu tentang bagaimana cara mengatasi
dan darimana sumber stressor tersebut serta besarnya pengaruh
stressor pada individu tersebut, membuat dampak stress yang terjadi
pada setiap individu berbeda-beda.
b. Jumlah stressor yaitu banyaknya stressor yang diterima individu dalam
waktu bersamaan. Jika individu tersebut tidak siap menerima akan
menimbulkan perilaku yang tidak baik. Misalnya marah pada hal-hal
yang kecil.
c. Lama stressor, maksudnya seberapa sering individu menerima stressor
yang sama. Semakin sering individu mengalami hal yang sama maka
akan timbul kelelahan dalam mengatasi masalah tersebut.
d. Pengalaman masa lalu, yaitu pengalaman individu yang terdahulu
mempengaruhi cara individu menghadapi masalahnya.
e. Tingkat perkembangan, artimya tiap individu memiliki tingkat
perkembangan yang berbeda.

Selain itu adapula beberapa faktor yang juga ikut mempengaruhi stress,
yaitu:
a. Faktor biologis-herediter, kondisi fisik, neurofisiologik dan
neurohormonal.
b. Faktor psikoedukatif/ sosio cultural, perkembangan kepribadian,
pengalaman dan kondisi lain yang memengaruhinya.

3. Jenis-Jenis Stress
Seperti yang sudah disebutkan bahwa stressor dan sumbernya memiliki
banyak keragaman, sehingga dapat disimpulkan stress yang dihasilkan
beragam pula. Menurut Sri Kusmiati dan Desminiarti (1990), berdasarkan
penyebabnya stress dapat digolongkan menjadi :

10
a. Stres fisik, disebabkan oleh suhu atau temperatur yang terlalu tinggi
atau rendah, suara amat bising, sinar yang terlalu terang, atau tersengat
arus listrik.

b. Stres kimiawi, disebabkan oleh asam-basa kuat, obat-obatan, zat


beracun, hormone, atau gas.Stres mikrobiologik, disebabkan oleh virus,
bakteri, atau parasit yang menimbulkan penyakit.

c. Stres fisiologik, disebabkan oleh gangguan struktur, fungsi jaringan,


organ, atau sistemik sehingga menimbulkan fungsi tubuh tidak
normal.Stres proses pertumbuhan dan perkembangan, disebabkan oleh
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi hingga tua.
Menurut Maramis (1999), ada empat sumber atau penyebab stres
Psikologis, yaitu :
 Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada
rintangan, frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan
kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam,
kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran,
perselingkuhan, dan lain-lain).
 Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-
macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-
approach conflict, approach-avoidance conflict, avoidance
-avoidance conflict.
 Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat
berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang
terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar individu, misalnya orang
tua menuntut anaknya agar disekolahkan selalu rangking satu atau
istri menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami.

11
 Krisis
Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres pada
individu, misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan
penyakit yang harus segera operasi.
Namun keadaan stres yang dialami oleh individu dapat terjadi beberapa
sebab sekaligus, misalnya kombinasi antara frustasi, konflik dan
tekanan.

d. Stres psikis/ emosional, disebabkan oleh gangguan hubungan


interpersonal, sosial, budaya, atau keagamaan

4. Tahap-Tahap Terjadinya Stress dan Tingkatannya


Suatu stimulus(stressor) yang datang tidak akan langsung membuat individu
tersebut mengalami stress, tentunya setiap individu dibekali cara, teman atau
tempat untuk menhgilangkan stress sejenak atau untuk selamanya.
Tahapan-tahapan tersebut oleh Dr. Robert J. Van amberg (1979) dibagi
menjadi enam tahapan, yaitu :

a. Stres Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres paling ringan, dan biasanya
disertai dengan perasaan-perasaan seperti :
1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting)
2) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya.
3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya;
Namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai
rasa gugup yang berlebihan pula.
4) Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah
semangat, Namun tanpa disadari cadangan energi semakin
menipis.
b. Stres Tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan”
sebagaimana diuraikan pada tahap I mulai menghilang, dan timbul

12
keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi
cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat.
Istirahat yang dimaksud seperti tidur yang cukup bermanfaat untuk
mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami
pengurangan. Analoginya seperti handphone (HP) yang sudah lemah
harus kembali diisi ulang (di-charge) agar dapat digunakan lagi dengan
baik.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada
pada stres tahap II adalah sebagai berikut :
1) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar.
2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
3) Lekas merasa capai menjelang sore hari.
4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel
discomfort).
5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar)
6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
7) Tidak bisa santai.

c. Stres tahap III


Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa
menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap
II, maka individu tersebut akan menunjukkan keluhan-keluhan yang
semakin nyata dan mengganggu, yaitu :
1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan
“maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare)
2) Ketegangan otot semakin terasa.
3) Perasaan ketidak-tenangan dan ketegangan emosional semakin
meningkat.
4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk
tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar
kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/ dini hari
dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia).

13
5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa sempoyongan dan serasa
mau pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus
berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga
beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh
kesempatan untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang
berkurang.

d. Stres Tahap IV
Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri karena keluhan-
keluhan stres tahap III , oleh dokter individu tersebut dinyatakan tidak
sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ
tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan
diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV
akan muncul :
1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit.
2) Aktivitas menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
3) Kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai
(adequate)
4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari.
5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang
menegangkan.
6) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiidak ada semangat
dan kegairahan.
7) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun.
8) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat
dijelaskan apa penyebabnya.

e. Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap
V yang ditandai dengan hal-hal berikut :
1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and
psychological exhaustion)

14
2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang
ringan dan sederhana.
3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal
disorder).
4) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin
meningkat, mudah bingung dan panik

f. Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami
serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang
orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang-kali dibawa ke Unit
Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan
karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap
VI ini adalah sebagai berikut :
1) Debaran jantung teramat keras
2) Susah bernafas (sesak dan mengap-mengap)
3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
4) Tidak ada tenaga untuk hal-hal yang ringan
5) Pingsan atau kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan di
atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh
gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stresor
psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

Selain tahapan, stress juga memiliki tingkatan-tingkatan. Manfaaat yang dapat


diambil dari menetahui tingkatan stress sama manfaatnya dengan mengetahui
tahapan-tahapan dari stress, sebab dengan hal tersebut setiap individu dapat
segera mengetahui apakah mereka memiliki stress dan dalam tahap atau
tingkatan apa stress yang sedang dialami. Tentunya tujuan yang pasti ingin
dicapai adalah supaya stress tersebut tidak berlanjut. Stuart dan Sundeen
(1998) mengklasifikasikan tingkat stres, sebagai berikut :

15
a. Stres Ringan
Stress pada tingkat ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan
kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana
mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.

b. Stres Sedang
Pada tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan
persepsinya.

c. Stres Berat
Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung
memusatkan perhatian pada hal-hal lain, semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi stres, individu tersebut mencoba memusatkan perhatian
pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.

5. Respon Individu Terhadap Stress

Hans Selye (1956) Mengidentifikasi dua respon fisiologis terhadap Stress,


yaitu :
a. Local Adaptation Syndrom (LAS) Tubuh menghasilkan
banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini
termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata
terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.

b. General Adaptation Syndrom (GAS)


1) Fase Alarm (Waspada) Melibatkan pengerahan mekanisme
pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor.
Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik :
curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di perifer

16
dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak
organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi,
ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
2) Fase Resistance (Melawan) Individu mencoba berbagai macam
mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah
serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi
fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba
mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi gejala stress
menurun atau normal
3) Fase Exhaustion (Kelelahan) Merupakan fase perpanjangan stress
yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi
penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap
lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit arteri
koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka
kelelahan dapat mengakibatkan kematian.

Sedangkan menurut Dadang Hawari (2001) respon tehadap stress dapat


mengenai hampir seluruh sistem tubuh, seperti :
a. Perubahan warna rambut dari hitam menjadi kecoklat-coklatan, ubanan
atau kerontokan.
b. Gangguan ketajaman penglihatan.
c. Thinitus (pendengaran berdenging)
d. Daya mengingat, konsentrasi, dan berpikir menurun.
e. Wajah tegang, serius, tidak santai, sulit tersenyum, dan kedutan pada kulit
wajah (tic facialis).
f. Bibir dan mulut terasa kering, tenggorokan terasa tercekik.
g. Kulit dingin atau panas, banyak berkeringat, kulit kering timbul eksim,
biduran (urtikaria), gatal-gatal, tumbuh jerawat (acne), telapak tangan
dan kaki berkeringat dan kesemutan.
h. Napas terasa berat dan sesak.
i. Jantung berdebar-debar, muka merah atau pucat.
j. Lambung mual, kembung dan pedih, mulas, sulit defekasi, atau diare.

17
k. Sering berkemih
l. Otot sakit, seperti ditusuk-tusuk, pegal, dan tegang.
m. Kadar gula meninggi, pada wanita terjadi gangguan menstruasi.
n. Libido menurun atau bisa juga meningkat

Kemudian reaksi psikologis individu terhadap stress, adalah


a. Kecemasan adalah respon yang paling umum. Merupakan tanda bahaya
yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar
digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan seperti jantung
berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan
susah tidur.
b. Kemarahan dan agresi. Adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman.Merupakan reaksi umum
lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi,
agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan
secara kasar dengan jalan yang tidak wajar.Kadang-kadang disertai
perilaku kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang.
c. Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat.
Terkadang disertai rasa sedih

6. Mekanisme Koping
Individu dari semua umur mengalami stress dan mencoba untuk
mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai
stress menimbulkan ketidaknyamanan, seseorang menjadi termotivasi untuk
melakukan sesuatu untuk mengurangi stress.
Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan respons
terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu.
Mekanisme koping merupakan skumpulan strategi mental baik disadari
maupun tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang

18
berpotensi mengancam dan membuat kembali ke dalam keseimbangan
(Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan
stres. Hal tersebut bergantung pada :
a. Sifat dan hakikat stres, yaitu intensitas, lamanya, lokal, dan
umum (general).
b. Sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi.

Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas


emosional, menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan
hidup, dan memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh karena
sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku koping adalah humor, distraksi,
bertanya untuk suatu informasiberbicara dengan yang lain tentang
keluhan/perasaan-perasaannya, mendefinisikan kembali masalah kedalam
istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah dengan dengan melakukan
beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan
ketegangan dengan minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri,
menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri sendirimenghindar
dan berkonsultasi dengan ahli agama

Metode koping menurut Folkman & Lazarus (Folkman & Lazarus, 1988;
Folkman et al., 1986), skill dan strategi coping diuraikan sebagai berikut :
a. Planful problem-solving
b. Confrontive coping
c. Seeking social support
d. Distancing (emotion-focused)
e. Escape-avoidance
f. Self-control
g. Accepting responsibility
h. Positive reappraisal

19
7. Konsep Adaptasi

a. Pengertian Adaptasi
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial
berubah dalam berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak
dapat dihindari, promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi
individu, keluarga atau komunitas terhadap stress.
Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan
homeostasis fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang
serupa dalam dimensi psikososial dan dimensi lainnya.
Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan
eksternal menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme.
Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan
fungsi yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis
untuk perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah
pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen,
Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi
mungkin berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang
seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal,
seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi
terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi
membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.

b. Dimensi Adaptasi
Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik, perkembangan, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual. Sumber adaptif terdapat dalam setiap
dimensi ini. Oleh karenanya, ketika mengkaji adaptasi klien terhadap
stress, perawat harus mempertimbangkan kondisi individu secara
menyeluruh.

1) Adaptasi Fisiologis

20
Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah
diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun
demikian, indicator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada
semua klien yang mengalami stress, dan indikator tersebut bervariasi
menurut individunya. Tanda vital biasanya meningkat dan klien
mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat
aberkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress.
Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan
durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis
timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang
stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem.
Indikator fisiologis stress, yaitu kenaikan tekanan darah, peningkatan
ketegangan di leher, bahu, punggung, peningkatan denyut nadi dan
frekwensi pernapasan, telapak tangan berkeringat, tangan dan kaki
dingin, postur tubuh yang tidak tegap, keletihan, sakit kepala,
gangguan lambung, suara yang bernada tinggi, mual,muntah dan
diare, perubahan nafsu makan, perubahan berat badan perubahan
frekwensi berkemih, dilatasi pupil, gelisah, kesulitan untuk tidur atau
sering terbangun saat tidur temuan hasil laboratorium abnormal,
yaitu peningkatan kadar hormon adrenokortikotropik, kortisol dan
katekolamin dan hiperglikemia.

2) Adaptasi Psikologis
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan
mengamati perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan
emosional dalam berbagai cara. Karena kepribadian individual
mencakup hubungan yang kompleks di antara banyak faktor, maka
reaksi terhadap stress yang berkepanjangan ditetapkan dengan
memeriksa gaya hidup dan stresor klien yang terakhir, pengalaman
terdahulu dengan stressor, mekanisme koping yang berhasil di masa
lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan yang merupakan
kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga menjadi

21
media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa kontrol
terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang
berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan
untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993).
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
 Ansietas
 Depresi
 Kepenatan
 Peningkatan penggunaan bahan kimia
 Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
 Kelelahan mental
 Perasaan tidak adekuat
 Kehilangan harga diri
 Peningkatan kepekaan
 Kehilangan motivasi.
 Ledakan emosional dan menangis.
 Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
 Kecendrungan untuk membuat kesalahan (mis. buruknya
penilaian).
 Mudah lupa dan pikiran buntu
 Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
 Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
 Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
 Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
 Letargi
 Kehilangan minat
 Rentan terhadap kecelakaan.

3) Adaptasi Perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk
menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap

22
perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat
mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap
perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang
berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah . Jika
diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka
mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya
belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan.
Mereka mulai mnyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan
penguasaan keterampilan dapat membantu mereka mencapai
tujuan, dan harga diri berkembang melalui hubungan berteman dan
saling berbagi di antara teman. Pada tahap ini, stress ditunjukkan
oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan
hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi
pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya.
Remaja dengan sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan
suatu peningkatan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap
stressor, tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering
menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja
ke tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara
tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik
antara harapan dan realitas.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga,
menciptakan kasrier yang stabil dan kemungkinan merawat orang
tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada
beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak,
atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun demikian dapat

23
timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab
yang membebani mereka.
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan
dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan
atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan
terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis.
Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension
juga menegangkan.

4) Adaptasi Sosial Budaya


Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial
mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan
kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat
menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga
secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993).
Perawat juga harus waspada tentang perbedaan kultural dalam
respon stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku
Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan
sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional
(Murata, 1994).

5) Adaptasi Spritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress
dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam
dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan
pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai
hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang
yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan
dapat menyebabkan depresi.
Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual,
perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik

24
keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan
nilai telah berubah.

8. Manajemen Stress
Stress adalah suatu kondisi normal pada waktu menghadapi perubahan dan
ancaman dengan respon yang dapat adaptive. Stress management adalah
usaha seseorang untuk mencari cara yang paling sesuai dengan kondisinya
untuk mengurangi stress yang terjadi dalam dirinya. Manajemen stress
kemungkinan melihat promosi kesehatan sebagai aktivitas atau intervasi
atau mengubah pertukaran rrespon terhadap penyakit. Fokusnya tergantung
pada tujuan dari intervensi keperawatan berdasarkan keperluan pasien.
Perawat bertanggung jawab pada implemenetasi pemikiran yang dikeluarkan
pada beberapa daerah perawatan.

Kiat untuk mengendalikan stres menurut Grant Brecht (2000) sebagai


berikut:
a. Sikap, keyakinan dan pikiran harus positif, fleksibel, Rasional, dan
adaptif terhadap orang lain. Artinya, jangan menyalahkan orang lain
sebelum introspeksi diri dengan pengendalian internal.
b. Mengendalikan faktor-faktor penyebab stres dengan jalan :
1) Kemampuan menyadari (awareness skills).
2) Kemampuan untuk menerima (acceptance skills)
3) Kemampuan untuk menghadapi (coping skills)
4) Kemampuan untuk bertindak (action skills).
c. Mamperhatikan diri, proses interpersonal dan interaktif, serta lingkungan
kita.
d. Mengembangkan sikap efisien.
e. Relaksasi
f. Visualisasi (angan-angan terarah).
Teknik singkat untuk menghilangkan stres, misalnya melakukan pernafasan
dalam, mandi santai dalam bak, tertawa, pijat, membaca, kecanduan positif
(melakukan yang disukai secara teratur), istirahat teratur dan ngobrol.

25
E. GEJALA GANGGUAN JIWA
Tanda-tanda gangguan jiwa dapat dilihat dari gejala-gejala gangguan jiwa yang
merupakan hasil interaksi yang kompleks antara unsur somatic, psikologik dan
sosiobudaya. Gejala gejala inilah sebenarnya menandakan dekompensasi
proses adaptasi dan terdapat terutama pemikiran, perasaan dan perilaku
(Maramis, 1990).
Gangguan mental dan penyakit mental dalam taraf awal tanda-tandanya sulit
dibedakan, bahkan gejala itu kadangkala menampak pada orang normal yang
sedang tertekan emosinya dalam batas-batas tertentu. Pada taraf awal sulit
dibedakan dengan gejala pada gangguan mental gejala umum yang muncul
mengenahi keadaan fisik, mental dan emosi.

Menurut Maramis (1990), secara umum tanda-tanda gangguan jiwa adalah


berikut:
1. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini
dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
3. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
4. Sulit dalam berpikir abstrak.

Menurut Sundari (2005), dalam keadaan fisik dapat dilihat pada anggota tubuh
seseorang yang menderita gangguan jiwa, diantaranya sebagai berikut:
1. Suhu Badan berubah --- Orang normal rata-rata mempunyai suhu badan
sekitar 37 derajat celcius. Pada orang yang sedang mangalami gangguan
mental meskipun secara fisik tidak terkena penyakit kadangkala mengalami
perubahan suhu.
2. Denyut nadi menjadi cepat --- Denyut nadi berirama, terjadi sepanjang hidup.
Ketika menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan, seseorang dapat
mengalami denyut nadi semakin cepat.

26
3. Nafsu makan berkurang --- Seseorang yang sedang terganggu kesehatan
mentalnya akan mempengaruhi pula dalam nafsu makan.

Keadaan mental dan emosi nampak ditandai dengan:


1. Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal)
meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak
rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.
2. Halusinasi yaitu pengelaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya
penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara/bisikan itu.
3. Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya,
misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
5. Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan
serba malas dan selalu terlihat sedih (Sundari, 2005).

27
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi .2008. Konsep Dasar Keperawatan . Jakarta : EGC

Lubis, Namora Lumongga .2009. Depresi Tinjauan Psikologis .Jakarta : Kencana

Sunaryo .2004. Psikologi Untuk Keperawatan . Jakarta : EGC

http://askep.blogdetik.com

http://lensakomunika.blogspot.com

http://lensaprofesi.blogspot.com

http://perawatsupri.wordpress.com

http://tropicalstorm.blogsome.com

28

Anda mungkin juga menyukai