Disusun oleh:
Kelas: A
FAKULTAS SYARIAH
PEKALONGAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dapat kami selesaikan tepat
waktu.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata Fikih Jinayah. Dalam
kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Namun kami sangat menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembunuhan
a. Pengertian Pembunuhan
b. Sejarah Terjadinya Pembunuhan
c. Dasar Hukum
d. Macam-macam pembunuhan
e. Sanksi Hukum bagi Pembunuh
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembunuhan
1. Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses,
perbuatan, atau cara membunuh. Sedangkan membunuh adalah
mematikan, meghilangkan (menghabisi; mencabut) nyawa.1 Dalam
bahasa Arab, pembunuhan disebut اقتلققتتللberasal dari kata ققتققلsinonimya
أقماَ قyang berarti mematikan. Menurut Wahbah Zuhaili, pembunuhan
ت
adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa
seseorang.2 Jadi, pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap
orang lain yang mengakibatkan hilangnya nyawa, baik perbuatan
tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.
2. Sejarah Terjadinya Pembunuhan.
Pembunuhan pertama dalam kehidupan manusia adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh qabil terhadap habil, hal ini
dijelaskan oleh allah dalam alquran surah Al-Maidah ayat 27 sampai
31. Dalam ayat 30, antara lain disebutkan:
”maka hawa nafsu qabil menjadikanya menganggap mudah
membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah maka jadilah ia
seorang di antara orang-orang yang merugi.”(QS.AL-Maidah:30).
3. Dasar Hukum.
Hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud :
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra. Katanya: Rasulullah
saw bersabda: Setiap pembunuhan secara zalim, maka putra Nabi
Adam yang pertama itu akan mendapat bahagian darahnya,
(mendapat dosa) karena dialah orang yang pertama melakukan
pembunuhan”.
4. Macam-macam Pembunuhan
1 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 136.
2
Pembunuhan secara garis besar dapat dibagi kepada dua bagian
sebagai berikut.
a. Pembunuhan yang dilarang, yaitu pembunuhan yang
dilakukan dengan melawan hokum.
b. Pembunuhan dengan hak, yaitu pembunuhan yang
dilakukan dengan tidak melawan hokum, seperti membunuh
orang murtad atau pembunuhan seorang algojo yang diberi
tugas untuk melaksanakan hukuman mati.
3
1.) Korban yang dibunuh adalah manusia yang hidup,
salah satun dari unsur pembunuhan sengaja adalah
korban harus berupa manusia yang hidup.
2.) Kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku, antara
perbuatan dan kematian terdapat hubungan sebab
akibat, yaitu bahwa kematian yang terjadi merupakan
akibat dari perbuatann yang dilakukan oleh pelaku
apabila hubungan tersebut terputus.
3.) Pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian,
pembunuhan dianggap sebagai pembunuhan sengaja
apabila dalam diri pelaku terdapat niat untuk
membunuhan.
2.) Pembunuhan menyerupai sengaja
Menurut Hanafiyah, seperti dikutip oleh Abdul Qadir
Audah, pengertian pembunuhan menyerupai sengaja adalah
sebagai berikut:
Pembunuhan menyerupai sengaja adalah suatu
pembunuhan dimana pelaku sengaja memukul korban dengan
toongkat, cambuk, batu, tangan, atau benda lainya yang
mengakibatkan kematian.
3.) Pembunuhan karena kesalahan
Membunuh karena kesalahan yaitu pembunuhan karena
kesalahan atau keliru semata-mata, tanpa direncanakan dan tanpa
maksud sama sekali. misalnya seseorang melempar batu atau
menembak burung, akan tetapi terkena orang kemudian meninggal.
4
b. Pelaku pembunuhan yang tidak sengaja, pihak keluarga
diberikan pilihan, yaitu
a) Pelaku membayar diat.
b) Membayar kifarah
c) Jika tidak mampu pelaku pembunuhan maka harus diberi
hukuman moral, yaitu harus berpuasa selama dua bulan
berturut-turut.
1. Pelaku pencedra dalam bentuk menusukan parang
kebagian perut dengan sesuai perbuatan yang membuatnya korban
menderita. Selain itu, dapat juga tidak dikenai hukuman bila pihak
korban memafkanya.
B. Hukuman Qishash
1. Pengertian Qishash
Qishash menurut bahasa adalah تقتتبقثثقع اتلقثقثثقرyang artiya menelusuri
jejak. Menurut istilah syara’, qishash adalah لمقجاَقزاةل اتلقجاَهنىِ بههمتثهل فهتعلهههyang
artinya memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan
perbuatannya. Menurut Ibrahim Unais, qishash ialah menjatuhkan
hukuman kepada pelaku persis apa yang dilakukannya.3 Karena
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa
orang lain (membunuh), maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh
atau hukuman mati.
2. Dasar Hukum Qishash
a. Q.S Al-Baqarah ayat 178
ٰ ِص هفيِ اتلققتتقلىِ اتللحرُر هباَتللحرر قواتلقعتبلد هباَتلقعتبهد قواتللتنثقىىِ هباَتللتنثقىى صاَ ل ب قعلقتيلكلم اتلقه ق قيِاَ أقرُيِقهاَ التهذيِقن آقملنوُا لكته ق
ف همتن قربرلكتم ك تقتخهفي ف ف قوأققدافء إهلقتيهه بهإ هتحقساَنن ٍ ىقذله ق
ع هباَتلقمتعلرو ه فققمتن لعفهقيِ لقهل همتن أقهخيهه قشتيِفء قفاَترقباَ ف
ب أقهليفمك فقلقهل قعقذا ف قوقرتحقمةف ٍ فققمهن اتعتققدىى بقتعقد ىقذله ق
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi
3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 149.
5
maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka-baginya siksa yang sangat
pedih.”
ف قواتلللذقن هباَتلللذهن قوالرستن هباَلرسرن ف هباَتلقتن ه س قواتلقعتيقن هباَتلقعتيهن قواتلقتن ق س هباَلنتتف هقوقكتقتبقناَ قعلقتيههتم هفيقهاَ أقتن النتتف ق
ال فقلأو ىلقئه ق
ك هللم ق بههه فقهلقوُ قكتفاَقرةف لقهل ٰ قوقمتن لقتم يِقتحلكتم بهقماَ أقتنقزقل ت
صتد ق ص ٰ فققمتن تق ق
صاَ ف قواتللجلروقح قه ق
ال ت
ظاَلهلموُقن
Artinya :
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At
Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan
mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan
gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang
melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu
(menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang zalim.”
3. Syarat Wajib Qishash
Syarat-syarat qishash antara lain:4
1) Syarat Pelaku (pembunuh)
a. Pelaku harus orang mukalaf, yaitu balig dan berakal.
Qishash tidak bisa dilaksanakan kepada anak yang masih di
bawah umur dan orang gila, karena keduanya tidak layak untuk
4 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 151-155
6
dikenai hukuman. Adapun orang yang mabuk karena minum-
minuman keras dan dilakukan dengan sengaja lalu ia
membunuh, menurut fuqaha mazhab yang empat harus
dikenakan hukuman qishash apabila ia membunuh orang pada
saat mabuknya itu. Hal ini dimaksuskan untuk menutup jalan
dilakukannya tindak pidana, sebab apabila ia tidak dihukum
qishash, seolah-olah terbuka peluang untuk melakukan tindak
pidana pembunuhan atau yang lainnya dengan menggunakan
alasan mabuk, kemudian dibebaskan dari hukuman.
b. Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja. Yaitu
dengan perbuatannya itu pelaku bermaksud menghilangkan
nyawa korban. Apabila pelaku tidak berniat menghilangkan
nyawa korban, ia tidak dikenakan hukuman qishash.
c. Pelaku (pembunuh) harus orang yang mempunyai
kebebasan. Menurut kalangan Hanafiyah, kecuali Imam Zufar,
tidak ada hukuman qishash bagi orang yang dipaksa melakukan
pembunuhan. Menurut jumhur ulama termasuk Imam Zufar,
orang yang dipaksa untuk melakukan suatu pembunuhan tetap
dikenakan hukuman qishash.
2) Syarat Korban (yang dibunuh)
a. Korban harus orang yang ma’shum ad-dam. Artinya ia
(korban) adalah orang yang dijamin keselamatanya oleh negara
islam. Dengan demikian, apabila korban kehilangan jaminan
keselamatannya, misalnya karena ia murtad, pezina muhshan,
atau memberontak, pelaku (pembunuh) tidak dapat dikenkan
hukuman qishash.
b. Korban bukan bagian dari pelaku. Artinya, amtara
keduanya tidak ada hubungan bapak dan anak. Dengan
demikian, seorang ayah atau ibu, kakek atau nenek tidak dapat
diqishash karena membunuh anak atau cucunya. Pendapat
tersebut dikemukakan oleh jumhur ulama. Sedangkan menurut
Imam Malik, ayah atau kakek dapat dikenakan hukuman
7
qishash apabila sengaja menidurkannya dan menyembelihnya
(membunuhnya).
c. Jumhur ulama selain Hanafiyah mensyaratkan, hendaknya
korban seimbang dengan pelaku. Dasar keseimbangan dalam
hal ini adalah iman dan merdeka. Seorang muislim tidak bisa
diqishash karena ia membunuh seorang kafir. Demikian pula
seorang merdeka tidak boleh diqishash karena ia membunuh
seorang hamba. Sedangkan menurut kalangan Hanafiyah, tidak
mensyaratkan keseimbangan dalam merdeka dan agama,
melainkan cukup dengan sifat kemanusiaan saja.
3) Syarat untuk Perbuatan (Pembunuhan)
Menurut kalangan Hanafiyah, untuk bisa diterapkannya
hukuman qishash bagi pelaku disyaratkan perbuatan pembunuhan
harus perbuatan langsung (mubasyarah), buakn perbuatan tidak
langsung (tasabbub). Apabila perbuatan tidak langsung (tasabbub),
hukumannya buka qishash melainkan diat.
4) Syarat untuk Wali (keluarga) Korban
Menurut Hanafiyah, wali dari korban yang memiliki hak
qishash harus jelas diketahui. Apabila wali korban tidak diketahui,
hukuman qishash tidak bisa dilaksanakan. Akan tetapi, ulama-
ulama yang lain tidak mensyaratkan hal ini.
4. Pembuktian Hukum Qishash
Hukum qishash ditetapkan karena bberapa hal berikut ini :5
1) Pengakuan. Ini merupakan bukti yang paling kuat menurut
ulama fikih.
2) Kesaksian dua lelaki adil. Diriwayatkan dari Rafi’ bin
Khudaij, ia berkata, “ pada suatu pagi seorang Anshar terbunuh
di Khaibar, kemudian para wali korban pergi mendatangi Nabi
SAW. Mereka menyampaikan hal itu kepada beliau. Beliau
bertanya, “kalian punya dia saksi yang bersaksi atas
pembunuhan terhadap kawan kalian ?..”. Hadis ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syeikh
5 Sayyid Sabiq, Ringkasan Fiqih Sunnah, Terj. Ahmad Zaeni Dachlan, (Depok: Senja Media Utama,
2017), hlm. 516.
8
Albani di dalam kitabnya Shohih Sunan Abi Dawud juz 2, hal
858 sampai seterusnya.
5. Pelaksanaan Hukuman Qishash
a. Mustahik (yang berhak) atas Qishash
Dalam keadaan ahli waris yang banyak, sifat kepemilikan
dari hak qishash diselisihkan oleh para ulama. Menurut
Syafi’iyyah, Hanabilah, Imam Muhammad bin Hassan, daan Imam
Abu Yusuf, hak qishash merupakan hak bersama dari semua ahli
waris. Hal ini dikarenakan bahwa hak qishash harusnya hanya pada
korban, namun dikarenakan korban meninggal dunia maka dia
tidak mungkin menjalankan haknya sendiri. Oleh karena hak itu
bisa berpindah tangan pada ahli warisnya korban tersebut. Hal ini
disamakan sebagaimana mereka memiliki harta warisan bersama.
Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah,
qishash merupakan hak yang sempurna dan mandiri bagi setiap
ahli waris. Hal ini dikarenakan hak tersebut adalah hak ahli waris
dari awal meninggalnya korban. Tujuan diadakannya qishash
dalam pembunuhan adalah untuk mengobati rasa duka, sedangkan
orang yang sudah meninggal itu tidak bisa diobati. Dengan
demikian apabila ahli warisnya banyak, semua ahli waris memiliki
hak penuh, seolah-olah tidak ada ahli waris lain.6
b. Kekuasaan Untuk Melaksanakan Hukuman Qishash
9
Sesungguhnya itu adalah orang-orang yang mendapat
pertolongan.” (QS. Al-Isra:33)
ل قوُد ال باَلسيف
10
Menurut Malikiyah dan Syafi’iyyah orang yang melakukan
pembunuhan harus di qishash (dibunuh) dengan alat yang sama
sebagaimana yang digunakan dalam membunuh korban. Apabila ia
membunuh dengan pedang maka di qishash dengan pedang juga.
Apabila ia membunuh dengan cara membakar korban, maka diqishash
dengan dibakar. Namun jika seandainya wali korban mengubah
pikirannya untuk mengqishash dengan pedang juga itu diperbolehkan.
11
qishash sebagai wajib ain, sebagaimana pendapat Hanafiyah
dan Malikiyah, namun Syafi’iyah berpendapat bahwa diat
merupakan pengganti qishash apabila qishash tersebut gugur
karena meninggalnya pelaku atau sebab pengampunan. Dengan
demikian maka Korban atau keluargaanya tetap berhak untuk
mengambil diat tanpa menunggu persetujuan pelaku.
b. Pengampunan
12
c. Shulh (Perdamaian)
13
anaknya. Dari contoh ini akan dijabarkan lagi agar dapat
mudah dipahami.
Contoh pembunuh sebagai ahli waris qishash;
seorang anak(pembunuh) membunuh ayahnya, anak
tersebut memiliki saudara (pemilik hak qishash) dan
kemudian saudara anak (pembunuh) tersebut meninggal.
Dalam kondisi ini, pembunuh menjadi ahli waris atas hak
qishash dari saudaranya. Dengan demikian hak qishash
menjadi gugur karena tidak mungkin seseorang akan
melaksanakan qishash bagi dirinya sendiri.
Contoh yang mewarisi hak qishash orang yang tidak
bisa mengqishash pembunuh; misalnya Ayah membunuh
Ibu, dan mereka memiliki anak, baik laki-laki maupun
perempuan. Dalam hal ini, qishash menjadi gugur karena
anak menjadi pemilik hak qishash dan dia tidak bisa
mengqishahs orangtuanya sendiri. Sebagai mana sabda
Rasulullah SAW;
ل يِقاَد الوُالد باَلوُلد
“tidaklah di qishash orangtua karena membunuh
ananknya“
14
BAB III
PENUTUP
15
DAFTAR PUSTAKA
16