Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

JARIMAH PEMBUNUHAN DAN QISHAS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Jinayah

Dosen Pengampu : Ahmad Fauzan, M. S. I.

Disusun oleh:

1. M. Adni Mura 1118009


2. M. Faiz Nurmaulana 1118041
3. Novita Rahma Dewi 1118058
4. Farakhatul Fadhila 1118071

Kelas: A

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

PEKALONGAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dapat kami selesaikan tepat
waktu.

Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata Fikih Jinayah. Dalam
kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Namun kami sangat menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,


petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam mengembangkan wawasan dan
meningkatkan pengetahuan mengenai hal-hal tentang maksud dari pembunuhan
beserta sanksinya.

Pekalongan, 27 November 2019

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTARi

DAFTAR ISIii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pembunuhan
a. Pengertian Pembunuhan
b. Sejarah Terjadinya Pembunuhan
c. Dasar Hukum
d. Macam-macam pembunuhan
e. Sanksi Hukum bagi Pembunuh

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama islam sebagai Rahmatan Lil Alamin telah mengatur sedemikian


rupa mengenai peraturan dimuka bumi bagi pemeluknya. Termasuk dalam hal ini
juga telah mengatur mengenai had atau hukuman bagi pelaku pembunuhan serta
hukuman qishash nya. Sebagaimana prinsip hukum islam, yaitu Khifdzun Aql,
Nasl, Nasb, Maal, dan Khifdzun Nafs, Islam telah mengatur sedemikian rupa
agara setiap makhluk hidup memiliki hak hidup dan jaminan hidup tentram di
dunia melaalui Al-Qur’an dan Al-Hadist.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana maksud dari Pembunuhan


2. Bagaimana maksud dari Qishash

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui tujuan dari pembunuhan


2. Untuk mengetahui tujuan qishash

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pembunuhan
1. Pengertian Pembunuhan
Pembunuhan dalam bahasa Indonesia diartikan dengan proses,
perbuatan, atau cara membunuh. Sedangkan membunuh adalah
mematikan, meghilangkan (menghabisi; mencabut) nyawa.1 Dalam
bahasa Arab, pembunuhan disebut ‫ اقتلققتتلل‬berasal dari kata ‫ ققتققل‬sinonimya
‫ أقماَ ق‬yang berarti mematikan. Menurut Wahbah Zuhaili, pembunuhan
‫ت‬
adalah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa
seseorang.2 Jadi, pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap
orang lain yang mengakibatkan hilangnya nyawa, baik perbuatan
tersebut dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.
2. Sejarah Terjadinya Pembunuhan.
Pembunuhan pertama dalam kehidupan manusia adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh qabil terhadap habil, hal ini
dijelaskan oleh allah dalam alquran surah Al-Maidah ayat 27 sampai
31. Dalam ayat 30, antara lain disebutkan:
”maka hawa nafsu qabil menjadikanya menganggap mudah
membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah maka jadilah ia
seorang di antara orang-orang yang merugi.”(QS.AL-Maidah:30).
3. Dasar Hukum.
Hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud :
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ra. Katanya: Rasulullah
saw bersabda: Setiap pembunuhan secara zalim, maka putra Nabi
Adam yang pertama itu akan mendapat bahagian darahnya,
(mendapat dosa) karena dialah orang yang pertama melakukan
pembunuhan”.

4. Macam-macam Pembunuhan

1 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 136.

2 Ibid, hlm. 137

2
Pembunuhan secara garis besar dapat dibagi kepada dua bagian
sebagai berikut.
a. Pembunuhan yang dilarang, yaitu pembunuhan yang
dilakukan dengan melawan hokum.
b. Pembunuhan dengan hak, yaitu pembunuhan yang
dilakukan dengan tidak melawan hokum, seperti membunuh
orang murtad atau pembunuhan seorang algojo yang diberi
tugas untuk melaksanakan hukuman mati.

Pembunuhan yang dilarang dapat dibagi kepada dua bagian. Dalam


hal ini terdapat perbedaan pendapat sebagai berikut:

a. Menurut imam malik, pembunuhan dibagi kepada dua


bagian. Yaitu:
1.) Pembunuhan sengaja
2.) Pembunuhan karena kesalahan
b. Menurut jumhur fuqoha, pembunuhan dibagi kepada tiga
bagian, yaitu:
1.) Pembunuhan sengaja
2.) Pembuhan menyerupai sengaja,
3.) Pembunuhan karena kesalahan
1.) Pembunuhan sengaja
a. Pengertian pembunuhan sengaja
Pembunuhan sengaja sebagaimana dikemukakan oleh abdul
qadir audah adalah “pembunuhan sengaja adalah suatu
pembunuhan dimana pembuatan yang mengakibatkan
hilangnya nyawa ini disertai dengan niat untuk membunuh
korban”. Dalam redaksi lain sayyid sabiq memberikan definisi
pembunuhan sengaja yaitu “pembunuhan sengaja adalah
suatu pembunuhan dimana seorang mukallaf sengaja untuk
orang lain yang dijamin keislamanya, dengan menggunakan
alat yang menurut dugaan kuat dapat membunuh.”
a) Unsur-unsur pembunuhan sengaja
Dari definisi yang telah dikemukakan diatas, dapat
diketahui bahwa unsurunsur pembunuhan sengaja itu ada
tiga macam, yaitu sebagai berikut.

3
1.) Korban yang dibunuh adalah manusia yang hidup,
salah satun dari unsur pembunuhan sengaja adalah
korban harus berupa manusia yang hidup.
2.) Kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku, antara
perbuatan dan kematian terdapat hubungan sebab
akibat, yaitu bahwa kematian yang terjadi merupakan
akibat dari perbuatann yang dilakukan oleh pelaku
apabila hubungan tersebut terputus.
3.) Pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian,
pembunuhan dianggap sebagai pembunuhan sengaja
apabila dalam diri pelaku terdapat niat untuk
membunuhan.
2.) Pembunuhan menyerupai sengaja
Menurut Hanafiyah, seperti dikutip oleh Abdul Qadir
Audah, pengertian pembunuhan menyerupai sengaja adalah
sebagai berikut:
Pembunuhan menyerupai sengaja adalah suatu
pembunuhan dimana pelaku sengaja memukul korban dengan
toongkat, cambuk, batu, tangan, atau benda lainya yang
mengakibatkan kematian.
3.) Pembunuhan karena kesalahan
Membunuh karena kesalahan yaitu pembunuhan karena
kesalahan atau keliru semata-mata, tanpa direncanakan dan tanpa
maksud sama sekali. misalnya seseorang melempar batu atau
menembak burung, akan tetapi terkena orang kemudian meninggal.

5. Sanksi Hukum Bagi Pembunuh


a. Pelaku pembunuhan yang sengaja, pihak dari salah satu
korban dapat memutuskan salah satu dari tiga pilihan, yaitu
a) Qisash, yaitu hukuman pembalasan setimpal dengan
penderitaanya korbanya.
b) Diat, yaitu pembunuh harus membayardenda 1.000 ekor
kambing, atau bentuk lain seperti uang senilai hargamya.
c) Pihak keluarga memaafkanya apakah harus dengaan syarat
atau tanpa syarat.

4
b. Pelaku pembunuhan yang tidak sengaja, pihak keluarga
diberikan pilihan, yaitu
a) Pelaku membayar diat.
b) Membayar kifarah
c) Jika tidak mampu pelaku pembunuhan maka harus diberi
hukuman moral, yaitu harus berpuasa selama dua bulan
berturut-turut.
1. Pelaku pencedra dalam bentuk menusukan parang
kebagian perut dengan sesuai perbuatan yang membuatnya korban
menderita. Selain itu, dapat juga tidak dikenai hukuman bila pihak
korban memafkanya.
B. Hukuman Qishash
1. Pengertian Qishash
Qishash menurut bahasa adalah ‫ تقتتبقثثقع اتلقثقثثقر‬yang artiya menelusuri
jejak. Menurut istilah syara’, qishash adalah ‫ لمقجاَقزاةل اتلقجاَهنىِ بههمتثهل فهتعلههه‬yang
artinya memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan
perbuatannya. Menurut Ibrahim Unais, qishash ialah menjatuhkan
hukuman kepada pelaku persis apa yang dilakukannya.3 Karena
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa
orang lain (membunuh), maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh
atau hukuman mati.
2. Dasar Hukum Qishash
a. Q.S Al-Baqarah ayat 178

ٰ ِ‫ص هفيِ اتلققتتقلىِ اتللحرُر هباَتللحرر قواتلقعتبلد هباَتلقعتبهد قواتللتنثقىىِ هباَتللتنثقىى‬ ‫صاَ ل‬ ‫ب قعلقتيلكلم اتلقه ق‬ ‫قيِاَ أقرُيِقهاَ التهذيِقن آقملنوُا لكته ق‬
‫ف همتن قربرلكتم‬ ‫ك تقتخهفي ف‬ ‫ف قوأققدافء إهلقتيهه بهإ هتحقساَنن ٍ ىقذله ق‬
‫ع هباَتلقمتعلرو ه‬ ‫فققمتن لعفهقيِ لقهل همتن أقهخيهه قشتيِفء قفاَترقباَ ف‬
‫ب أقهليفم‬‫ك فقلقهل قعقذا ف‬ ‫قوقرتحقمةف ٍ فققمهن اتعتققدىى بقتعقد ىقذله ق‬
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi
3 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 149.

5
maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka-baginya siksa yang sangat
pedih.”

b. Q.S Al-Baqarah ayat 179

‫ص قحقياَةف قيِاَ لأوهليِ اتلقتلقباَ ه‬


‫ب لققعلتلكتم تقتتلقوُقن‬ ‫قولقلكتم هفيِ اتلقه ق‬
‫صاَ ه‬
Artinya:
“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
c. Q.S Al-Maidah ayat 45

‫ف قواتلللذقن هباَتلللذهن قوالرستن هباَلرسرن‬ ‫ف هباَتلقتن ه‬ ‫س قواتلقعتيقن هباَتلقعتيهن قواتلقتن ق‬ ‫س هباَلنتتف ه‬‫قوقكتقتبقناَ قعلقتيههتم هفيقهاَ أقتن النتتف ق‬
‫ال فقلأو ىلقئه ق‬
‫ك هللم‬ ‫ق بههه فقهلقوُ قكتفاَقرةف لقهل ٰ قوقمتن لقتم يِقتحلكتم بهقماَ أقتنقزقل ت‬
‫صتد ق‬ ‫ص ٰ فققمتن تق ق‬
‫صاَ ف‬ ‫قواتللجلروقح قه ق‬
‫ال ت‬
‫ظاَلهلموُقن‬
Artinya :
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At
Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan
mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan
gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang
melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu
(menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan
perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang zalim.”
3. Syarat Wajib Qishash
Syarat-syarat qishash antara lain:4
1) Syarat Pelaku (pembunuh)
a. Pelaku harus orang mukalaf, yaitu balig dan berakal.
Qishash tidak bisa dilaksanakan kepada anak yang masih di
bawah umur dan orang gila, karena keduanya tidak layak untuk

4 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 151-155

6
dikenai hukuman. Adapun orang yang mabuk karena minum-
minuman keras dan dilakukan dengan sengaja lalu ia
membunuh, menurut fuqaha mazhab yang empat harus
dikenakan hukuman qishash apabila ia membunuh orang pada
saat mabuknya itu. Hal ini dimaksuskan untuk menutup jalan
dilakukannya tindak pidana, sebab apabila ia tidak dihukum
qishash, seolah-olah terbuka peluang untuk melakukan tindak
pidana pembunuhan atau yang lainnya dengan menggunakan
alasan mabuk, kemudian dibebaskan dari hukuman.
b. Pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja. Yaitu
dengan perbuatannya itu pelaku bermaksud menghilangkan
nyawa korban. Apabila pelaku tidak berniat menghilangkan
nyawa korban, ia tidak dikenakan hukuman qishash.
c. Pelaku (pembunuh) harus orang yang mempunyai
kebebasan. Menurut kalangan Hanafiyah, kecuali Imam Zufar,
tidak ada hukuman qishash bagi orang yang dipaksa melakukan
pembunuhan. Menurut jumhur ulama termasuk Imam Zufar,
orang yang dipaksa untuk melakukan suatu pembunuhan tetap
dikenakan hukuman qishash.
2) Syarat Korban (yang dibunuh)
a. Korban harus orang yang ma’shum ad-dam. Artinya ia
(korban) adalah orang yang dijamin keselamatanya oleh negara
islam. Dengan demikian, apabila korban kehilangan jaminan
keselamatannya, misalnya karena ia murtad, pezina muhshan,
atau memberontak, pelaku (pembunuh) tidak dapat dikenkan
hukuman qishash.
b. Korban bukan bagian dari pelaku. Artinya, amtara
keduanya tidak ada hubungan bapak dan anak. Dengan
demikian, seorang ayah atau ibu, kakek atau nenek tidak dapat
diqishash karena membunuh anak atau cucunya. Pendapat
tersebut dikemukakan oleh jumhur ulama. Sedangkan menurut
Imam Malik, ayah atau kakek dapat dikenakan hukuman

7
qishash apabila sengaja menidurkannya dan menyembelihnya
(membunuhnya).
c. Jumhur ulama selain Hanafiyah mensyaratkan, hendaknya
korban seimbang dengan pelaku. Dasar keseimbangan dalam
hal ini adalah iman dan merdeka. Seorang muislim tidak bisa
diqishash karena ia membunuh seorang kafir. Demikian pula
seorang merdeka tidak boleh diqishash karena ia membunuh
seorang hamba. Sedangkan menurut kalangan Hanafiyah, tidak
mensyaratkan keseimbangan dalam merdeka dan agama,
melainkan cukup dengan sifat kemanusiaan saja.
3) Syarat untuk Perbuatan (Pembunuhan)
Menurut kalangan Hanafiyah, untuk bisa diterapkannya
hukuman qishash bagi pelaku disyaratkan perbuatan pembunuhan
harus perbuatan langsung (mubasyarah), buakn perbuatan tidak
langsung (tasabbub). Apabila perbuatan tidak langsung (tasabbub),
hukumannya buka qishash melainkan diat.
4) Syarat untuk Wali (keluarga) Korban
Menurut Hanafiyah, wali dari korban yang memiliki hak
qishash harus jelas diketahui. Apabila wali korban tidak diketahui,
hukuman qishash tidak bisa dilaksanakan. Akan tetapi, ulama-
ulama yang lain tidak mensyaratkan hal ini.
4. Pembuktian Hukum Qishash
Hukum qishash ditetapkan karena bberapa hal berikut ini :5
1) Pengakuan. Ini merupakan bukti yang paling kuat menurut
ulama fikih.
2) Kesaksian dua lelaki adil. Diriwayatkan dari Rafi’ bin
Khudaij, ia berkata, “ pada suatu pagi seorang Anshar terbunuh
di Khaibar, kemudian para wali korban pergi mendatangi Nabi
SAW. Mereka menyampaikan hal itu kepada beliau. Beliau
bertanya, “kalian punya dia saksi yang bersaksi atas
pembunuhan terhadap kawan kalian ?..”. Hadis ini
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dishohihkan oleh Syeikh

5 Sayyid Sabiq, Ringkasan Fiqih Sunnah, Terj. Ahmad Zaeni Dachlan, (Depok: Senja Media Utama,
2017), hlm. 516.

8
Albani di dalam kitabnya Shohih Sunan Abi Dawud juz 2, hal
858 sampai seterusnya.
5. Pelaksanaan Hukuman Qishash
a. Mustahik (yang berhak) atas Qishash
Dalam keadaan ahli waris yang banyak, sifat kepemilikan
dari hak qishash diselisihkan oleh para ulama. Menurut
Syafi’iyyah, Hanabilah, Imam Muhammad bin Hassan, daan Imam
Abu Yusuf, hak qishash merupakan hak bersama dari semua ahli
waris. Hal ini dikarenakan bahwa hak qishash harusnya hanya pada
korban, namun dikarenakan korban meninggal dunia maka dia
tidak mungkin menjalankan haknya sendiri. Oleh karena hak itu
bisa berpindah tangan pada ahli warisnya korban tersebut. Hal ini
disamakan sebagaimana mereka memiliki harta warisan bersama.
Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah,
qishash merupakan hak yang sempurna dan mandiri bagi setiap
ahli waris. Hal ini dikarenakan hak tersebut adalah hak ahli waris
dari awal meninggalnya korban. Tujuan diadakannya qishash
dalam pembunuhan adalah untuk mengobati rasa duka, sedangkan
orang yang sudah meninggal itu tidak bisa diobati. Dengan
demikian apabila ahli warisnya banyak, semua ahli waris memiliki
hak penuh, seolah-olah tidak ada ahli waris lain.6
b. Kekuasaan Untuk Melaksanakan Hukuman Qishash

Apabila mustahik qishash tersebut sendirian dan dalam


keadaan yang baligh, berakal sehat, ia berhak melaksanakan
hukuman qishash. Allah berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 33 ;

” ..... dan barangsiapa dibunuh secara dzalim, sesungguhna


kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh.

6 Ibid, hlm. 156

9
Sesungguhnya itu adalah orang-orang yang mendapat
pertolongan.” (QS. Al-Isra:33)

Akan tetapi apabila mustahik qishash tersebut masih belum


baligh atau gila, menurut sebagian ulama Hanafiyah, pelaksanaan
hukuman qishash menunggu sampai ia dewasa atau sembuh dari
gilanya tersebut. Sedangkan sebagian yang lain mengaatakan
bahwa hukuman qishash dilaaksanakan oleh qadhi (hakim) yang
mewakili mustahik tersebut. Lalu menurut Malikiyah pelaksanaan
hukuman qishash tidak perlu menunggu anak tersebut dewasa
ataupun sembuh dari giilanya, dan wali atau washy diberi
kekuasaan untuk melakukan qishash, atau mengambil diat kamilah.
Dan menurut Syafi’iyyah dan Hanabilaah, pelaksanaan hukuman
qishash harus menungguanak tersebut dewasa, dikarenakan tujuan
qishash adalah untu mengobati rasaaa duka, dan tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lai, baik itu hakim atau wali.7

c. Teknik Pelaksanaan Hukuman Qishash

Dikalangan para fuqaha tidak ada kesepakatan mengenai


cara atau teknis pelaksanaan hukuman qishash. Menurut Hanafiyah
dan pendapat yang shahih dari kelompok Hanabilah, qishash pada
jiwa harus dilaksanakaan menggunakaan pedang, baik tindak
pidana pembunuhannya dilakukan dengan pedang atau alat yang
lainnya, dan bagaimanapun cara atau bentuk perbuatannya. Nabi
bersabda, yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Al-Bazzar, Baihaqi,
dan Daruquthni dari Nu’man Ibn Basyir;

‫ل قوُد ال باَلسيف‬

“ Tidak ada qishash kecuali dengan pedang.”

10
Menurut Malikiyah dan Syafi’iyyah orang yang melakukan
pembunuhan harus di qishash (dibunuh) dengan alat yang sama
sebagaimana yang digunakan dalam membunuh korban. Apabila ia
membunuh dengan pedang maka di qishash dengan pedang juga.
Apabila ia membunuh dengan cara membakar korban, maka diqishash
dengan dibakar. Namun jika seandainya wali korban mengubah
pikirannya untuk mengqishash dengan pedang juga itu diperbolehkan.

6. Hal-hal yang Menggugurkan Hukuman Qishash


a. Hilangnya Objek Qishash

Objek qishash yang dimaksud dalam hal ini adalah


pelaku (pembunuh). Apabila objek qishash tidak ada
dikarenakan meninggal dunia, maka dengan sendirinya
hukuman qishash menjadi gugur. Dalam hal ini pula ulama
berbeda pendapat mengenai wajibnya ahli waris untuk
membayar diat akibat pelaku pembunuhan tersebut meninggal.
Menurut hanafiyah dan Malikiyah, sebagaimana dikutip oleh
Wahbah Zuhaili, apanila qishash gugur karena meninggalnya
pelaku, ahli waris tidak diwajibkan membayar diat, karena
qishash adalah wajib ‘ain. Apabila pelaku meninggal maka
kewajiban tersebut menjadi gugur, dan wali (keluarga) korban
tidak berhak untuk mengambil diat kecuali dengan persetujuan
pelaku.8

Menurut hanabilah, apabila qishash gugur karena


pelaakunya meninggal maka wali berhak memilih diat. Hal ini
dikarenakan kewajiban yang di bebankan oleh pembunuhan
sengaja adalah salah satu dari dua perkara, yaitu qishash atau
diaat. Apabila wali korban memilih diat makaa wajib dibayar,
walaupun pelaku pembunuhan tidak menyetujui. Menurut
madzhab Syafi’I, walaupun pendapat yang rajah mengakui

11
qishash sebagai wajib ain, sebagaimana pendapat Hanafiyah
dan Malikiyah, namun Syafi’iyah berpendapat bahwa diat
merupakan pengganti qishash apabila qishash tersebut gugur
karena meninggalnya pelaku atau sebab pengampunan. Dengan
demikian maka Korban atau keluargaanya tetap berhak untuk
mengambil diat tanpa menunggu persetujuan pelaku.

b. Pengampunan

Menurut kesepakataan fuqoha pengampunan terhadap


qishash diperbolehkan bahkan lebih utama disbanding
pelaksanaannya. Berdasarkan surat al-baqarah ayat 178 ;

“… maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan


dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti
dengan caraa yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik pula… “ (QS. Al-baqarah :178)
Pernyataan untuk memberi maaf tersebut dapat dilakukan
secara lisan maupun tulisan. Redaksinya juga bisa
menggunaakan lafadz (kata) memaafkan, membebaskan,
menggugurkan, melepaskan, memberikan, dan sebagainya.
Orang yang berhak memiliki dan memberikan pengampunan
adalah orang yang memiliki hak qishash yang menurut jumhur
ulama adalah ahli waris baik itu dzawil furud, mapun ashabah
entah itu laki-laki atau perempuan dengan syarat mereka adalah
orang yang akil dan baligh. Sedangkan menurit imam malik
pemilik hak itu adalah ahli waris dari kalangan ashabah yang
paling dekat derajatnya dengan korban, dan adapun jika itu ahli
waris dari kalangan perempuan itu ada syarat-syarat tertentu
yang harus dipenuhi.

12
c. Shulh (Perdamaian)

Shulh atau ‫ قطثثع المنثثاَ زعثثة‬, yang artinya memutuskan


perselisihan. Dalam istilah syarak, seperti dikemukakan oleh
Sayid Sabiq, Shulh adalah

‫عقد يِنهىِ الخصوُمة بين الخصاَ صمين‬

Suatu akad (perjanjian) yang menyelesaikan persengkataan


antara dua orang yang bersengketa (berperkara).

Para ulama bersepakat tentang dibolehkannya shulh dalam


qishash, dengan demikian menyebabkan qishash menjadi
gugur. Shulh dalam qishash ini dalam meminta imbalan boleh
lebih besar daripada diat. Boleh juga dengan cara tunai atau
angsuran asal kedua belah pihak telah menyetujui. Alasan
dibolehkannya shulh atas qishash dengan imbalan yang
melebihi diat adalah karena qishash itu sendiri bukanlah suatu
harta sehingga tidak aka nada riba didalamnya. Adapun Shulh
atas nama diat, tidak boleh mengambil imbalan lebih dari harga
diat, karena jika ini terjadi bisa termasuk riba.

Perbedaan shulh dengan pengampunan adalah pada


imbalannya. Jika pengampunan itu merupakan pembebasan
qishash tanpa imbalan sedangkan Shulh adalah pembebasan
qishash dengan imbalan.

d. Diwarisnya Hak Qishash


Had qishash dapat gugur apabila wali korban menjadi
pewaris hak qishash. Contohnya seperti seorang yang telah
divonis qishash, kemudian pemilik qishash meninggal, dan
pembunuh mewarisi hak qishash tersebut, baik seluruhnya
maupun sebagiannya, atau qishash tersebut diwarisi oleh orang
yang tidak memiliki hak qishash dari pembunuh, yaitu

13
anaknya. Dari contoh ini akan dijabarkan lagi agar dapat
mudah dipahami.
 Contoh pembunuh sebagai ahli waris qishash;
seorang anak(pembunuh) membunuh ayahnya, anak
tersebut memiliki saudara (pemilik hak qishash) dan
kemudian saudara anak (pembunuh) tersebut meninggal.
Dalam kondisi ini, pembunuh menjadi ahli waris atas hak
qishash dari saudaranya. Dengan demikian hak qishash
menjadi gugur karena tidak mungkin seseorang akan
melaksanakan qishash bagi dirinya sendiri.
 Contoh yang mewarisi hak qishash orang yang tidak
bisa mengqishash pembunuh; misalnya Ayah membunuh
Ibu, dan mereka memiliki anak, baik laki-laki maupun
perempuan. Dalam hal ini, qishash menjadi gugur karena
anak menjadi pemilik hak qishash dan dia tidak bisa
mengqishahs orangtuanya sendiri. Sebagai mana sabda
Rasulullah SAW;
‫ل يِقاَد الوُالد باَلوُلد‬
“tidaklah di qishash orangtua karena membunuh
ananknya“

14
BAB III

PENUTUP

15
DAFTAR PUSTAKA

16

Anda mungkin juga menyukai