Anda di halaman 1dari 24

Emansyukur collection

Perspektif dan Prinsip


Transkultural dalam
Keperawatan serta
Aplikasinya
makalah
EMAN SYUKUR

13
MAKALAH

PERSPEKTIF DAN PRINSIP TRANSKULTURAL


DALAM KEPERAWATAN SERTA APLIKASINYA

NAMA : MARIANA RUSLINDA

JURUSAN : S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARIMUN

KEPRI

2013
DAFTAR ISI

Daftar Isi ………………………………………………………………………….. i

Kata Pengantar ……………………………………………………………………. ii

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ……………………………………………………………. 1


B. Tujuan …………………………………………………………………….. 2

BAB II: PEMBAHASAN ……………………………………………………...... 3

A. Prinsip Transkultural dalam Keperawatan ……………………………... 3


B. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural………. 4
C. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya…….………………………... 6
D. Diagnosa keperawatan…………………………………………………… 7
E. Perencanaan dan Pelaksanaan…………………………………………… 8
F. Evaluasi…………………………………………………………………... 9
G. Aplikasi Konsep dan Prinsip Trnaskultural Sepanjang Hidup………… 9

BAB III : PENUTUP…………………………………………………………….. 17

A. Kesimpulan ……………………………………………………………….. 17
B. Saran …………………………………………………………………….... 17

Daftar Pustaka
Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkati kami
sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih
bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam proses penyelesaian makalah ini.
Mengakui keterbatasan kami dalam menyusun makalah ini, maka dengan
rendah hati mohon kritik dan saran yang membangun sehingga dapat membantu kami
di kesempatan lain dalam menyusun makalah. Tidak semua hal dapat kami hadirkan
dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang kami miliki.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat.
Semoga dengan adanya makalah tentang Perspektif dan Prinsip Transkultural dalam
Keperawatan serta Aplikasinya ini dapat memberi gambaran pengetahuan yang
cukup serta menjadi panduan yang berguna dalam pelaksanaan pembelajaran.
Akhir kata, dengan rendah hati kami sekali lagi mengucapkan terima kasih
banyak kepada semua pihak yang telah membantu, dan khusus kepada dosen mata
kuliah karena telah mendorong kami dengan memberikan tugas membuat makalah,
dan ini merupakan pembelajaran yang sangat berarti bagi kami di masa yang akan
datang.

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi peningkatan jumlah
penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini memungkinkan adanya
multikultural atau variasi kultur pada setiap wilayah. Tuntutan kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan yang berkualitas pun semakin tinggi. Hal ini menuntut setiap
tenaga kesehatan profesional termasuk perawat untuk mengetahui dan bertindak setepat
mungkin dengan prespektif global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai
macam latar belakang kultur atau budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia
dengan memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya disebut
dengan transkultural nursing. Tanskultural nursing adalah suatu daerah/wilayah keilmuan
budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokusnya memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda
manusia (Leininger, 2002). Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk
mengurangi konflik perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai
profesional dan pasien.

Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat
adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun
peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat
penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis
dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,
dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”.
Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga,
seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan.
Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang
sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat
mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam memberi
intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.
Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani).
Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi
juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS
Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang
mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami
penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian
saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977)

B. Tujuan
Adapun beberapa tujuan yang perlu disampaikan dari penulisan makalah ini sebagai
berikut :
 Menjelaskan konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan transkultural
 Mengetahui dan memahami pengkajian asuhan keperawatan budaya dan berbagai
instrumen pengkajian budaya
 Dapat mengaplikasikan konsep dan prinsip keperawatan transkultural di sepanjang
fase kehidupan manusia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan


Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti
kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil
karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat.
(koentjoroningrat, 1986). Wujud-wujud kebudayaan antara lain :

 Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan


 Kompleks aktivitas atau tindakan
 Benda-benda hasil karya manusia
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat
dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Teori transkultural dari
keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang didasari oleh
pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam
masyarakat.
Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai
dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh
perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh
klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan
nilai budaya.
Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan
pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan
perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya.
Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan
keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan
budaya.
Tujuan dari transkultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti
dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan
kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori
caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga
meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur
polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
B. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural
Konsep dalam keperawatan transkultural adalah :
1) Budaya; Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari,
dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil
keputusan.
2) Nilai budaya; Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu
tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan
dan keputusan
3) Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan; Merupakan bentuk yang optimal
dalam pemberian asuhan keperawatan
4) Etnosentris; Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang
dimiliki individu menganggap budayanya adalah yang terbaik
5) Etnis; Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim
6) Ras; Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid.
7) Etnografi/Ilmu budaya; Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi
memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada
pemberdayaan budaya setiap individu.
8) Care; Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia
9) Caring; Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau
antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia
10) Culture care; Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola
ekspresi digunakan untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan
individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan
berkembang bertahan hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan
damai.
11) Cultural imposition; Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan
kepercayaan, praktek dan nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh
perawat lebih tinggi dari kelompok lain.

Paradigma keperawatan transkultural (Leininger 1985) , adalah cara pandang,


keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai latar
belakang budaya, terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :
1) Manusia; Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-
nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan
danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia
memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2) Sehat; Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam
mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan
suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan
untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat
diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang
samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit
yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3) Lingkungan; didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai
suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan
fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah
katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah
Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang
tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan
dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang
lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan
aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah
keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok
merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang
digunakan.
4) Keperawatan; Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu
sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan
adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya
dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
C. Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem
perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan
keperawatan. Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip
asuhan keperawatan yaitu:
1) Mempertahankan budaya; Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien
tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan
diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya
budaya berolahraga setiap pagi.
2) Negosiasi budaya; Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini
dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya
klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat
diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
3) Restrukturisasi budaya; Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang
dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup
yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan
yang dianut.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise
Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh
perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah
kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise Model” yaitu:
a) Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu
mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah
kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan ini.
b) Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk
mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status
pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
c) Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama
panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala
keluarga.
d) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut
budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu kaidah
yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu
di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga,
bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi
sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan
membersihkan diri.
e) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew
and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan
yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f) Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus
dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
g) Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat
belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal
yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan
serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman
sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.
Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
1) Jangan menggunakan asumsi.
2) Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang pelit,orang
Jawa halus.
3) Menerima dan memahami metode komunikasi.
4) Menghargai perbedaan individual.
5) Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
6) Menyediakan privasi terkait kebutuhan pribadi.
D. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang
dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and
Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam
asuhan keperawatan transkultural yaitu :
a. gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
b. gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
c. ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
E. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses
keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih
strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai
denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and
Boyle, 1995) yaitu :
1) mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan
dengan kesehatan,
2) mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan
dan
3) merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan.
Dan ada 3 pedoman pelaksanaan yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural
tersebut, antara lain :
1) Cultural care preservation/maintenance
 Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
 Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
 Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
2) Cultural careaccomodation/negotiation
 Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
 Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
 Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan
berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
3) Cultual care repartening/reconstruction
 Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
 Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
 Gunakan pihak ketiga bila perlu
 Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang
dapat dipahami oleh klien dan orang tua
 Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui
proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami
budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.

F. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien
tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien
yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin
sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

G. Aplikasi Konsep dan Prinsip Transkultural Sepanjang Daur Kehidupan


Manusia
1. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya dalam
suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara universal
sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh
aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993).
Berbagai kelompok yang memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang
kehamilan dan kelahiran menganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang harus
dijalani didunia. Salah satu kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi misalnya,
wanita hamil dilarang makan rebung karena menurut masyarakat setempat jika wanita
hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu seperti rebung. Makan jantung pisang
juga diyakini menurut keyakinan mereka akan membuat bayi lahir dengan ukuran yang
kecil.
Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh bulan
diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam proses
melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos tondi
kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendong anaknya
dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebut dinamakan
ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini,
pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya berbeda, serta
berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang sering
menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kehamilan dan
kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat mereka terdapat berbagai
upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni,
procotan, dan brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiran oleh
dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern
penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi penangana
dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi
umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan tertentu, dukun bayi
adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut balian manak dengan
usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat digantikan oleh perempuan karena dalam
proses menolong persalinan, sang dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya
boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam macam. Ada
dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar yang diwariskan dari
nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari seorang guru karena merasa
terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses semata
mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun harus
terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian, sehingga
kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur unsur yang kotor atau
keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang sesuai keperluan itu. Jika dokter
memiliki obat obat medis maka dukun bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani
ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan
bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses
persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan
kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai proses
yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya mengenai
kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan,
wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan bahaya, penggunaan ramuan atau
obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran, pusat kekuatan dalam pengambilan
keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya yang
memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan dalam
pengkajian budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu berdasarkan warisan
etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial, agama dan kepercayaan
serta pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang dan
mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi waktu wanita yang
mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap warisan budaya keluarganya.

2. Perawatan dan Pengasuhan Anak


Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari awal masa
kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi peralihan tersebut.
Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan bias mengaplikasikan
pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu contohnya yaitu aplikasi
transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak.
Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik
perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar kesehatan, yaitu
sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan berbagai unsur yang terlibat
dalam proses perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.Menurut
Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak,yaitu:Pertama,sistem mikro yang terkait dengan setting individual
di mana anak tumbuh dan berkembang yang meliputi:keluarga,teman sebaya,sekolah dan
lingkungan sekitar tetangga. Kedua,sistem meso yang merupakan hubungan di antara
mikro sistem,misalnya hubungan pengalaman-pengalam an yang didapatkan di dalam
keluarga dengan pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya.
Ketiga,sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting sosial
yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap
perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa. Keempat,sistem makro
yang merupakan budaya di mana individu hidup seperti:ideologi,budaya,sub-budaya atau
strata sosial masyarakat. Kelima,sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis
transisional (kondisi sosio-historik).
Keempat sistem pertama harus mampu dioptimalkan secara sinergis dalam
pengembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan,pola
pembelajaran,pola pergaulan termasuk penggunaan media massa,dan pola kebiasaan
(budaya) yang koheren dan saling mendukung. Proses sosialisasi pada anak secara umum
melalui 4 fase, yaitu:
1) Fase Laten (Laten Pattern),pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat jelas.
Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan dapat
melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap
sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuan
yang disebut “two persons system”.
2) Fase Adaptasi (Adaption),pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan dan
memberikan reaksi atas rangsangan-rangsang an dari lingkungannya. Orangtua
berperan besar pada fase adaptasi,karena anak hanya dapat belajar dengan baik
atas bantuan dan bimbingan orangtuanya.
3) Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment),pada fase ini dalam sosialisasinya
anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas rangsangan yang
diberikan oleh lingkungannya,tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak
cenderung mengulangi tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan
penghargaan dari lingkungannya.
4) Fase Integrasi (Integration),pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanya
sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan penghargaan,tapi
sudah menjadi bagian dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri.

Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah mengenalkan


dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan dan
keluarga turut berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari
pengaruh-pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan
pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang
normal, membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan
kemampuannya untuk koping dengan membantu mencapai keseimbangan perkembangan
yang penting. Perawat juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses
perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang
meningkat sehingga dapat merencnakan aktifitas perkembangan.

Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif dalam
kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam proses ini, anak
mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya
kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan
dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang
intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji kultur yang berkembang
pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan mengakibatkan
tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.

3. Perawatan Menjelang Kematian


Perawat sebagai pelayan kesehatan memiliki peran yang sangat penting bagi
keluaraga dan pasien yang akan menjelang ajal.Seorang perawat harus dapat berbagi
penderitaan dan mengintervensi pada saat klien menjelang ajal untuk meningkatkan
kualitas hidup.
Menjelang ajal atau kondisi terminal adalah suatu proses yang progresi menuju
kematian berjalan melalui tahapan proses penurunan fisik,psikososial,dan spiritual bagi
individu. Secara umum pengaplikasian caring pada klien menjelang ajal berupa:
a. Peningkatan kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan perbedaan distress
(oncology society and the American Nurses Association,1974). Hal hal yang harus
diperhatikan dalam peningkatan kenyamanan:
 Kontrol nyeri; Seluruh pelayan kesehatan dan keluarga harus dapat membantu
klien mengatasi rasa nyeri,karena nyeri dapat mempengaruhi klien dalam
memenuhi kebutuhan istirahat tidur,nafsu makan,mobilitas dan fungsi
psikologis.
 Ketakutan; Tenaga kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien
mengurangi rasa ketakutan terhadap gejala yang ditimbulkan seperti nyeri
umum yang selalu datang setiap saat yang dapat membuat sagala aktifitas
terganggu.
 Pemberian terapi dan pengendalian gejala penyakit; Pemberian terapi
merupakan bagian yang dapat mengurangi rasa tidak nyaman seperti rasa nyeri
dapat teratasi setelah pemberian terapi,pemberian chemotherapi,dan radiasi
dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit.
 Higiene personal ; Pemenuhan kebersihan diri merupakan salah satu yang
harus dipenuhi agar klien merasa segar dan nyaman.
b. Pemeliharaan Kemandirian
Adalah pilihan yang diberikan kepada klien menjelang ajal untuk memilih tempat
perawatan dan memberikan kebebasan sesuai kemampuan klien,karena sebagian
besar klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin mapan diri.
Dalam pemeliharaan kemandirian dapat dilakukan bisa perawatan akut dirumah
sakit,ada juga perawatan dirumah atau perawatan hospice.
1) pemeliharaan kemandirian di rumah sakit
Klien yang memilih tempat perawatan menjelang ajal dirumah sakit diberikan
kebebasan sesuai kemampuan. Sikap perawat dalam pemeliharaan kemandirian di
rumah sakit :
 Perawat harus mengimformasikan klien tentang pilihan
 Perawat dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan
keputusan untuk memberikan rasa kontrol klien
 Perawat tidak boleh memaksakan bantuan
 Perawat memberikan dorongan kepada keluarga untuk memberikan kebebasan
klien membuat keputusan.
2) pemeliharaan kemandirian dirumah (perawatan hospice)
Adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk membantu
klien sakit terminal untuk dapat dengan nyaman dan mempertahankan gaya
hidupnya senormal mungkin sepanjang proses menjelang ajal. Menurut Pitorak
(1985) mengambarkan komponen perawatan hospice sebagai berikut :
 Perawatan dirumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah
administrasi rumah sakit
 Kontrol gejala (fisik,sosiologi,fisiologi, dan spiritual ).
 Pelayanan yang diarahkan dokter
 Perawtan interdisiplin ilmu
 Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu
 Klien dan keluarga sebagai unit perawatan
 Tindak lanjut kehilangan karena kematian
 Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian tim
 Penerimaan kedalam program berdasarkan pada kebutuhan perawatan
kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar.
c. Pencegahan Kesepian dan isolasi
Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori perawat menintervensi kualitas
lingkungan. Hal-hal yang dilakukan untuk mencegah kesepian dan isolasi.
 Tempatkan pasien pada ruangan biasa ( bergabung dengan pasien lain) tidak
perlu ruangan tersendiri, kecuali pada keadaan kritis atau tidak sadar.
 libatkan klien dalam program perawatan sesuai kemampuan klien, agar klien
merasa diperhatikan.
 Berikan pencahayaan yang baik dan bisa diatur agar memberikan stimulus
yang bermakna.
 memberikan stimulus berupa gambar, benda yang menyenangkan, atau surat
dari anggota keluarga.
 Libatkan keluarga dan teman untuk lebih perhatian
 Berikan waktu yang cukup kepada keluarga untuk menjenguk atau menemani
klien.
d. Peningkatan ketenangan spiritual
Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjung
rohani. Perawat dapat memberikan dukungan kepada klien dalam mengekspresikan
filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan
dengan menganalisa nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati.
Perawat dan keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong
klien untuk mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan, perawat dan keluarga
dapat memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan
komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa dengan klien.
e. Dukungan untuk keluarga yang berduka
Dukungan diberikan agar keluarga dapat menerima dan tidak terbawa kedalam
situasi duka berkepanjangan. Hal-hal yang dilakukan perawat, perhatikan
 perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan
membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.
 mengembangkan hubungan suportif.
 menghilangkan ansietas dan ketakutan keluarga
 menetapkan apakah mereka/ kelurga ingin dilibatkan.
4. Perawatan Setelah Kematian
Perawat mungkin orang yang paling tepat untuk merawat tubuh klien setelah
kematian karena hubungan terapeutik perawat-klien yang telah terbina selama fase
sakit. Dengan demikian perawat mungkin lebih sensitif dalam menangani tubuh klien
dengan martabat dan sensitivitas.
Peran perawat :
 perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan
senyaman mungkin
 perawat memberikan kesempatan pada keluarga untuk melihat tubuh klien
 perawat memberikan pendampingan pada keluar pada saat melihat tubuh klien
 perawat harus meluangkan wakyu sebanyak mungkin dalam membantu
keluarga yang berduka
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan :
1) Proses keperawatan transkultural merupakan salah satu dasar teori untuk
memenuhi asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
pasien.
2) Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik
perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan
pasien.
3) Perilaku budaya terkait sehat sakit masyarakat secara umum masih banyak
dilakukan pada keluarga secara turun temurun.
4) Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing diartikan
pandangan masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada kelompok
kebudayaannya teknologi dan non-teknologi pelayanan kesehatan yang diterima
bergantung pada budaya nilai dan kepercayaan yang dianutnya.
5) Proses keperawatan transkultural terdiri dari tahap pengkajian keperawatan
transkultural, diagnosa keperawatan transkultural, rencana tindakan keperawatan
transkultural, tindakan keperawatan transkultural dan evaluasi tindakan
keperawatan transkultural.
6) Prinsip pengkajian keperawatan transkultural berpedoman pada model konsep
dari Leininger. Konsep utama dari model sunrise berupa cultural care, world
view, culture and social culture dimention, generic care system, proffesional
system, culture care preservation, culture care accomodation, culture care
repattering, culture congruent.
7) Rencana tindakan transkultural didasari pada prinsip rencana tindakan dari teori
Sunrise Model yang terdiri dari 3 strategi tindakan, yaitu perlindungan
perawatan budaya atau pemeliharaannya, akomodasi perawatan budaya atau
negosiasi budaya, perumusan kembali dan restrukturasi.
B. Saran
Adapun saran yang penuulis sampaikan pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Kepada mahasiswa keperawatan hendaknya lebih memahami prinsip
keperawatan transkultural serta aplikasinya baik teori maupun pelaksanaan di
lapangan.
2) Pendekatan ilmu pengetahuan hendaknya mencakup pelayanan kepada klien
sehingga profesionalitas keperawatan tetap terjaga.
3) Penggunaan alat teknologi mendukung kinerja dan tidak mengurangi
pelayanan keperawatan transkultural.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Efy. “Keragaman Budaya dan Perspektif Transkultural dalam Keperawatan”.


http://staff.ui.ac.id/internal/132051049/material/

transkulturalnursing.pdf. Aplication pdf (18 Oktober 2011)

Andrew, M.M. and Boyle, J.S. (1995). Transcultural Concepts in Nursing Care. 2nd Ed.

Philadelphia: J.B. Lippincot Company, hal 1-131.

Elsaerodji, Fahmi. “Pertumbuhan dan Perkembangan Anak: Perspektif Sosial Budaya Jawa”.

http://atfahmi.depsos.org/2011/01/27/pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-perspektif-
sosial-budaya-jawa.html. css (23 Oktober 2011)

Ginger, J. N. dan Davidhizar (1995). Transcultural Nursing: Assessment and Intervention. St.

Louis: Mosby, hal 1-157.

Kozier, B., Erb, G., Berman A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing: Concepts,

Process, and Practice . 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Hal. 205-221.

Novieastari, Enie. “Perkembangan Transkultural dalam Keperawatan”. http://staff.ui.

ac.id/internal/132014715/material/PerkembanganTranskulturaldalamKeperawatan.pdf.
Aplication pdf (18 Oktober 2011)

Novieastari, Enie. “Transcultural Nursing Care”. http://staff.ui.ac.id/internal/132014715/

material/NursingPerspectiveinTranscultural.pdf. Aplication pdf (18 Oktober 2011)

Pratiwi, Arum. (2011). Buku Ajar Keperawatan Transkultural. Yogyakarta: Penerbit Gosyen

Publishing.

Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005). Fundamentals of Nursing: Concepts, Procces, and


Practice.

6th Ed. St. Louis, MI: Elsevier Mosby. Hal. 118-136.

Potter, P. A. & Perry, A. G. (2009). Fundamentals of Nursing. 7th Ed. (Terj. dr. Adrina

Ferderika). Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai