Anda di halaman 1dari 7

Penurunan Tingkat Kecemasan Mahasiswa…………………………..Tirta Vira Cakti Yudha, Hal.

148 - 154

PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN MAHASISWA DENGAN


PEMBERIAN TERAPI MUSIK DI SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

Tirta Vira Cakti Yudha*, Kiswati**, Khofi Hadidi***

*, *** Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES dr. Soebandi Jember


** Poltekkes Kemenkes Malang

ABSTRAK

Penyebab kecemasan karena beban skripsi dan kekurangmampuan mengatur


waktu menyelesaikannya serta semester pendek. Prevalansi kecemasan dunia mencapai
20%, kecemasan di Indonesia berkisar 2-5% (Pietra, 2001). Angka kecemasan di STIKES
dr. Soebandi Jember sebanyak 17 mahasiswa pada semester delapan.
Tujuan penelitian adalah mengetahui keefektifan penurunan tingkat kecemasan
mahasiswa dengan pemberian terapi musik di STIKES dr. Soebandi Jember. Jenis
penelitian quasy eksperiment dengan rancangan one group pre-test and post-test treatment
design. Sampel penelitian sebanyak 17 mahasiswa STIKES dr. Soebandi Jember Prodi S1
keperawatan semester delapan menggunakan tekhnik total sampling dengan kriteria inklusi
bersedia menjadi responden dan dapat dilakukan pengukuran tingkat kecemasan. Analisis
menggunakan wilcoxon match pairs test dengan p < 0,05.
Hasil penelitian sebelum dilakukan terapi musik adalah kecemasan sedang
sebanyak 11 mahasiswa (68,75%), dan kecemasan ringan sebanyak 5 mahasiswa (31,25%).
Tingkat kecemasan setelah dilakukan terapi musik adalah tingkat kecemasan ringan
sebanyak 8 mahasiswa (50%), kecemasan sedang 5 mahasiswa (31,25%) dan terdapat
mahasiswa yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 3 mahasiswa (18,75%), rata-rata
penurunan kecemasan 3,06. Hasil uji wilcoxon didapatkan nilai p=0,007, yang berarti ada
perbedaan tingkat kecemasan pada mahasiswa yang menyusun tugas akhir sebelum dan
setelah diberikan terapi musik. Koping menanggulangi kecemasan dengan mendengarkan
musik. Secara psikologis musik membuat rileks dengan musik sedatif. Untuk itu musik
efektif digunakan sebagai terapi mengurangi kecemasan.

Kata kunci : tingkat kecemasan, terapi musik

LATAR BELAKANG delapan tentang kecemasan yang dihadapi


Kecemasan pada mahasiswa biasanya saat menyusun skripsi didapatkan bahwa
merupakan kecemasan karena frustasi semua mahasiswa menyatakan cemas
yang menggangu kemampuan individu misalnya: tampak raut muka muram,
untuk mencapai tujuannya dengan kehilangan kepercayaan pada orang lain,
berbagai tanggungan, kecemasan juga mendiamkan orang lain, menarik diri dan
mempengaruhi hasil belajar, karena penurunan konsentrasi. Hal ini muncul
kecemasan menghasilkan distorsi dan karena dari dalam diri mahasiswa sendiri
menggangu belajar dengan menurunkan berupa kekurangmampuan mengatur
kemampuan memusatkan perhatian, waktu belajar karena banyaknya kegiatan
menurunkan daya ingat, menggangu yang harus diselesaikan, dan penyebab
kemampuan menghubungkan beberapa dari luar berupa kegiatan atau tugas
hal (Kaplan dan Saddock, 2005). Pada perkuliahan yang harus diselesaikan
studi pendahuluan melalui observasi dan dengan baik dan tepat waktu, misalnya:
wawancara terhadap mahasiswa semester semester pendek, dan riset sebagai tugas
JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 2 148
Penurunan Tingkat Kecemasan Mahasiswa…………………………..Tirta Vira Cakti Yudha, Hal. 148 - 154

akhir. Hasil wawancara dengan dosen Soebandi Jember sebanyak 17


keperawatan diidentifikasi banyak mahasiswa.
mahasiswa mengalami permasalahan Penyebab kecemasan ditimbulkan
kecemasan. Permasalahan yang dialami karena bahaya dalam diri sendiri yaitu
adalah gejala kecemasan yang stimulus internal atau juga bahaya dari
diakibatkan dari beban skripsi. Kenyataan luar yang bersangkutan (Salan, 1997
ini dirasa cukup serius dan perlu dalam Prayogi, 2009). Berdasarkan
diberikan penanganan secara tepat. konsep psikoneuroimunologi, kecemasan
Mengingat hal ini penting sekali, karena merupakan stressor yang bisa
apabila dibiarkan terus-menerus maka menurunkan imun tubuh, hal ini terjadi
akan menggangu kelancaran melalui serangkaian aksi yang
pembelajaran, proses skripsi dan diperantarai oleh HPA-Axis
kelulusan mahasiswa pada akhirnya. (Hipotalamus-Pituatry-Adrenal),
Prevalansi penderita kecemasan sebanyak kecemasan akan merangsang hipotalamus
20% dari populasi di dunia (Gail, 2002), untuk meningkatkan produksi CRF
dan sebanyak 47,7% remaja sering (Corticotropin Releasing Factor)
merasa cemas (Haryadi, 2007). Angka sehingga merangsang hormon pituitary
kecemasan di Indonesia setiap tahunnya anterior untuk meningkatkan produksi
semakin meningkat berkisar antara 2-5% ACTH (Adrenocorticotrofic hormone).
dari populasi umum atau 7-16% dari ACTH akan merangsang korteks adrenal
semua penderita gangguan jiwa (Pietra, untuk meningkatkan sekresi kortisol,
2001). Hasil penelitian Susanti dan yang akan menekan sistem imun tubuh
Rohmah (2011) pemberian terapi musik (Sholeh, 2005; Gayton & Hall, 1997).
pada 115 siswa SMA Negeri 5 Seseorang yang memiliki kecenderungan
Yogyakarta kelas XI jurusan ilmu tingkat kecemasan yang tinggi biasanya
pengetahuan sosial yang mengalami memiliki keyakinan diri rendah.
kecemasan saat pelajaran matematika, Akibatnya seseorang akan selalu ragu
bahwa terdapat perbedaan tingkat dalam bertindak. Tingkat cemas sedang
kecemasan matematika yang signifikan dan berat menimbulkan perilaku
antara sebelum dan sesudah perlakuan. menyerang, biasanya digunakan untuk
Siswa yang belajar matematika dengan mengatasi hambatan pemenuhan
mendengarkan musik klasik mengalami kebutuhan, perilaku menarik diri baik
penurunan skor kecemasan matematika. secara fisik maupun psikologi untuk
Hasil penelitian terdapat selisih rerata memudahkan seseorang dari sumber stres
sebesar 49,5 dan pada kelompok kontrol dan perilaku kompromi cara ini
sebesar 43,5. Hasil penelitian Prayogi digunakan untuk mengubah cara
(2009) pemberian terapi musik pada seseorang mengoperasikan, mengganti
pasien preoperasi di bangsal bedah RSD. tujuan atau mengorbankan aspek
Balung Jember, bahwa dari 30 pasien kebutuhan personal seseorang, tetapi bila
yang akan menjalani operasi mengalami berlangsung pada tingkat tidak sadar dan
kecemasan, kemudian diberikan terapi melibatkan penipuan diri dan distorsi
musik dengan mendengarkan lagu klasik. realitas, maka dapat merupakan respon
Hasil penelitian diperoleh tingkat maladaftif terhadap cemas.
kecemasan pasien preoperasi sebelum Penanganan masalah kecemasan
dilakukan terapi musik adalah cemas secara farmakologi ataupun non
sedang sebanyak 21 orang (70%), dan farmakologi digunakan untuk
sesudah dilakukan terapi musik adalah mengurangi atau menurunkan kecemasan.
cemas ringan sebanyak 20 orang (66,7%). Strategi koping yang dilakukan
Angka kecemasan di STIKES dr. mahasiswa untuk menanggulangi
kecemasan dengan bermain game on line,

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 2 149


Penurunan Tingkat Kecemasan Mahasiswa…………………………..Tirta Vira Cakti Yudha, Hal. 148 - 154

bermain alat musik, mendengarkan (kecemasan sedang); 4) 28–41


musik. Data yang ditemukan penulis (kecemasan berat) 5) 42–56 (kecemasan
bahwa, mendengarkan musik adalah cara berat sekali). Pengisian lembar kuisioner
yang dilakukan oleh sebagian besar membutuhkan waktu 10 menit.
mahasiswa dalam mengatasi Instrumen terapi musik
kecemasannya. Salah satunya dengan menggunakan Tehnik terapi diadopsi dari
cara non farmakologi yaitu seperti latihan buku terapi musik karangan Djohan,
fisik/olahraga, terapi musik, pijat/masage berisi jenis musik dengan genre pop
ataupun secara spiritiual. Metode musik dengan waktu terapi 30 menit. Terdapat
merupakan salah satu cara relaksasi yang tiga tahapan yaitu tahap orientasi, tahap
paling banyak digunakan untuk kerja, tahap terminasi.
mengatasi kecemasan. Secara Penelitian ini menggunakan uji
keseluruhan musik berpengaruh secara wilcoxon matched pairs test dengan
fisik maupun psikologis. Secara tingkat kemaknaan p < 0,05 untuk
psikologis musik membuat seseorang menguji hipotesis komparatif dua sampel
menjadi rileks, mengurangi kecemasan, yang berkolerasi bila datanya berbentuk
menimbulkan rasa aman dan sejahtera, ordinal.
melepaskan rasa gembira dan sedih, dan
membantu serta melepaskan rasa sakit
(Djohan, 2006). HASIL PENELITIAN
Data Umum
METODE PENELITIAN Data umum Frekuens Persentas
Jenis penelitian adalah quasy i e (%)
eksperiment, tanpa menggunakan a. Umur
kelompok kontrol. Rancangan penelitian 1. 17-25 tahun 14 87,5
ini menggunakan one group pre-test and 2. 26-35 tahun 2 12,5
post-test treatment design. Tujuan Total 16 100
penelitian membandingkan tingkat b. Jenis kelamin
kecemasan sebelum diberikan perlakuan 1. Laki-laki 12 75
dan setelah diberikan perlakuan. 2. Perempuan 4 25
Total 16 100
Alat pengumpil data dengan
menggunakan Instrumen Hamilton Data umum mengenai
Anxiety Rating Scale, kuesioner berisi 13 karakteristik responden yang terdiri dari
gejala kecemasan: perasaan cemas, umur mahasiswa dan jenis kelamin
ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, mahasiswa dapat dilihat pada tabel 5.1
gangguan kecedasan, perasaan depresi, Tabel 5.1 Karakteristik Umum
gejala somatik/fisik (otot), gejala Responden Berdasarkan Umur dan Jenis
somatik/fisik (sensorik), gejala Kelamin Di STIKES dr. Soebandi
kardiovaskuler, gejala respiratori, gejala Jember Periode April-Mei 2014
gastrointestinal, gejala urogenital, gejala Sumber : Data Primer 2014
autonom, dan 1 kategori tingkah laku
(sikap) pada wawancara. Jumlah skor 0- Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian
56 dengan penilaian: 1) tidak ada gejala besar umur responden berada dalam usia
sama sekali= 0; 2) satu gejala dari pilihan 17-25 tahun sebanyak 14 mahasiswa
yang ada= 1; 3) separuh dari gejala yang (87,5%), sedangkan usia 26-35 tahun
ada= 2; 4)lebih dari separuh dari gejala sebanyak 2 mahasiswa (12,5%). Sebagian
yang ada= 3; 5) semua gejala ada= 4. besar jenis kelamin responden adalah
Kategori kecemasan meliputi: 1) <14 laki-laki sebanyak 12 mahasiswa (75%),
(tidak ada kecemasan); 2) 14-20 sedangkan perempuan sebanyak 4
(kecemasan ringan); 3) 21–27 mahasiswi (25%).

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 2 150


Penurunan Tingkat Kecemasan Mahasiswa…………………………..Tirta Vira Cakti Yudha, Hal. 148 - 154

Distribusi usia dan jenis kelamin Tabel 5.2 Distribusi Usia dan Jenis
dengan tingkat kecemasan mahasiswa di Kelamin Dengan Tingkat Kecemasan
STIKES dr. Soebandi Jember Mahasiswa Di STIKES dr. Soebandi
Jember Periode April-Mei 2014
Data Tidak ada Kecemasan Kecemasan Kecemasa Kecemasan Total
umum kecemasan ringan sedang n berat berat sekali
f % f % f % f % f %

17-25 0 0 5 31,25 9 56,25 0 0 0 0 87,5


26-35 0 0 0 0 2 12,5 0 0 0 0 12,5

Total 0 0 5 31,25 11 68,75 0 0 0 0 100

Laki-laki 0 0 4 25 8 50 0 0 0 0 75
Perempuan
0 0 1 6,25 3 18,75 0 0 0 0 25

Total 0 0 5 31,25 11 68,75 0 0 0 0 100

Sumber : Data Primer 2014

Hasil tabel 5.2 menunjukkan bahwa


sebagian besar usia 17-25 tahun Sumber : Data Primer 2014
mengalami kecemasan sedang sebanyak 9 Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian
mahasiswa (56,25%). Sedangkan besar tingkat kecemasan mahasiswa
sebagian kecil pada usia 26-35 adalah tingkat kecemasan sedang yaitu
mengalami kecemasan sedang yaitu sebanyak 11 mahasiswa (68,75%).
sebanyak 2 mahasiswa (12,5%). Dari data Sedangkan sebagian kecil memiliki
jenis kelamin menunjukkan bahwa tingkat kecemasan ringan sebanyak 5
sebagian besar responden laki-laki mahasiswa (31,25%).
memiliki tingkat kecemasan sedang yaitu Tingkat Kecemasan Mahasiswa
sebanyak 8 mahasiswa (50%). Sedangkan Sesudah Diberikan Terapi Musik
mahasiswa yang berjenis kelamin
perempuan sebagian besar memiliki Tabel 5.4 Tingkat Kecemasan Mahasiswa
tingkat kecemasan sedang sebanyak 3 Sesudah Terapi Musik Di STIKES dr.
mahasiswa (18,75%). Soebandi Jember Periode April-Mei 2014
Tingkat Frekuensi Persen
Data Khusus Kecemasan tase
Tingkat Kecemasan Mahasiswa (%)
Sebelum Terapi Musik Tidak cemas 0 0
Tabel 5.3 Tingkat Kecemasan Mahasiswa Cemas ringan 5 31,25
Sebelum Terapi Musik Di STIKES dr. Cemas sedang 11 68,75
Soebandi Jember Periode April-Mei 2014 Cemas berat 0 0
Cemas berat 0 0
Tingkat Frekuensi Persenta sekali
Kecemasan se (%)
Tidak cemas 3 18,75 Total 16 100
Cemas ringan 8 50
Cemas sedang 5 31,25 Sumber : Data Primer 2014
Cemas berat 0 0 Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebagian
Cemas berat 0 0 besar tingkat kecemasan mahasiswa
sekali setelah dilakukan terapi musik adalah
Total 16 100 tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 2 151


Penurunan Tingkat Kecemasan Mahasiswa…………………………..Tirta Vira Cakti Yudha, Hal. 148 - 154

8 mahasiswa (50%), dan sebagian kecil tahun memiliki jumlah responden yang
adalah mahasiswa yang tidak memiliki paling banyak mengalami kecemasan
kecemasan setelah diberikan terapi musik yaitu 14 mahasiswa. Hal ini sesuai
sebanyak 3 mahasiswa (18,75%). dengan teori bahwa umur yang lebih
Perbedaan Tingkat Kecemasan muda akan mengalami tingkat kecemasan
Mahasiswa Sebelum Dan Sesudah yang lebih tinggi daripada yang berusia
Diberikan Terapi Musik lebih tua (Soewardi, 2009). Kecemasan
pada usia remaja akhir terjadi karena
berbagai hal, misalnya dukungan
emosional yang kurang pada usia ini.
Tabel 5.5 Hasil Uji Wilcoxon Perbedaan Seperti yang kita ketahui bahwa pada fase
Tingkat Kecemasan Mahasiswa Sebelum dan kondisi ini, mahasiswa membutuhkan
dan Sesudah Diberikan Terapi Musik di dukungan emosional dan mekanisme
Stikes Dr. Soebandi Periode April-Mei koping yang tepat untuk mengurangi
2014 kecemasannya.
Sebelum - Hasil penelitian pada hubungan
Sesudah
jenis kelamin dengan tingkat kecemasan
Nilai Z -2,714ª
Sign (2-tailed) 0,007
mahasiswa didapatkan hasil bahwa jenis
kelamin laki-laki 50% memiliki tingkat
Sumber : Data Primer 2014 kecemasan sedang yaitu sebanyak 8
mahasiswa dan kecemasan ringan
Pada tabel 5.5 didapatkan nilai Z sebanyak 4 mahasiswa (12,5%). Dengan
uji= -2,714ª dan nilai Wilcoxon yaitu demikian dapat disimpulkan bahwa jenis
0,007. Karena p<0,05, maka Ho ditolak, kelamin laki-laki memiliki jumlah
artinya terdapat perbedaan yang responden yang paling banyak
signifikan antara tingkat kecemasan mengalami kecemasan. Menurut hasil
mahasiswa sebelum dan sesudah wawancara hal ini bisa terjadi karena
diberikan terapi musik. mahasiswa laki-laki lebih serius dalam
menanggapi mata kuliah di semester
PEMBAHASAN delapan ini dan menginginkannya cepat
Tingkat kecemasan yang dialami selesai sehingga tidak bisa bersikap santai
mahasiswa sebelum diberikan terapi hingga akhirnya lebih merasa terbeban.
musik pada penelitian ini menunjukkan Dari hasil penelitian pada tingkat
bahwa tingkat kecemasan sedang lebih kecemasan mahasiswa setelah diberikan
tinggi dibandingkan dengan tingkat terapi musik terdapat persentase yang
kecemasan ringan. Hal ini dikarenakan cukup besar pada kategori cemas ringan
mahasiswa belum siap dalam menyusun sebanyak 8 mahasiswa (50%), kecemasan
skripsi, dan masih ada beban pikiran sedang terdapat 5 mahasiswa (31,25%)
dalam melaksanakan semester pendek dan mahasiswa yang tidak mengalami
sehingga mereka mengalami kecemasan. kecemasan sebanyak 3 mahasiswa
Hasil penelitian pada hubungan usia (18,75%). Hal tersebut mengindikasikan
dengan tingkat kecemasan mahasiswa bahwa responden membutuhkan
didapatkan hasil bahwa usia 17-25 tahun dukungan dan mekanisme koping yang
mengalami kecemasan ringan sebanyak 5 tepat dalam menghadapi skripsi
mahasiswa (31,25%) dan kecemasan khususnya saat para mahasiswa
sedang sebanyak 9 mahasiswa (56,25%). mengalami kecemasan. Hal ini
Sedangkan pada usia 26-35 mengalami menunjukkan penurunan tingkat
kecemasan sedang yaitu sebanyak 2 kecemasan yang sebelum diberikan terapi
mahasiswa (12,5%). Dengan demikian musik paling banyak adalah cemas
dapat disimpulkan bahwa usia 17-25 tingkat sedang turun menjadi tingkat

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 2 152


Penurunan Tingkat Kecemasan Mahasiswa…………………………..Tirta Vira Cakti Yudha, Hal. 148 - 154

ringan, rata-rata penurunan tingkat yang mengalami penurunan ke tingkat


kecemasan 3,06 setelah dilakukan terapi tidak mengalami kecemasan. Pernyataan
musik. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tersebut mendukung tinjauan teori bahwa
musik dapat mengurangi ketegagan otot, terapi musik dapat digunakan untuk
meningkatkan endofrin, Mengatur mengatur hormon yang bisa menurunkan
hormon yang bisa menurunkan stress dan stress dan kecemasan (Yuanitasari, 2008).
kecemasan (Yuanitasari 2008). Musik Cara kerja musik dapat
juga dapat merangsang sistem saraf mempengaruhi kondisi psikologis pasien
simpatis dan sistem saraf parasimpatis adalah musik dari korteks auditorius yang
yang akan mempengaruhi kontraksi dan terdapat pada korteks serebri, jaras
relaksasi organ-organ. Relaksasi dapat berlanjut ke sistem limbik, melalui
merangsang hipotalamus sehingga timbul korteks limbik. Korteks yang
ketenangan. Sebagai ejector dari rasa mengelilingi srtuktur subkortikal limbik
rileks dan ketenangan yang timbul, akan ini berfungsi sebagai zona transisional
mengeluarkan Gamma Amino Butyric yang dilewati sinyal yang dijalarkan dari
Acid (GABA), enkhephalin, dan beta sisi korteks ke dalam sistem limbik dan
endorphin. Zat tersebut dapat juga kearah berlawanan. Dari korteks
menimbulkan efek analgesia (Ganong, limbik, impuls pendengaran dilanjutkan
2002). ke hipotalamus yang merupakan
Sehubungan dengan persentase pengaturan fungsi endokrin tubuh seperti
kecemasan ringan pada responden yang halnya banyak aspek perilaku emosional,
dinilai cukup besar, maka dapat jaras pendengaran diteruskan ke formatio
disimpulkan bahwa sebagian besar retikularis sebagai penyalur impuls
mahasiswa masih mengalami kondisi menuju serat saraf otonom. Serat saraf
cemas. Namun mahasiswa dapat tersebut mempunyai dua sistem saraf
mengurangi atau bahkan tidak mengalami yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
kondisi cemas apabila selalu mendapat saraf parasimpatis (Prayogi 2009).
dukungan emosional, dan menggunakan Kedua sistem ini mempengaruhi
mekanisme koping yang tepat dalam kontraksi dan relaksasi organ. Relaksasi
mengatasi kecemasan salah satunya dapat merangsang hipotalamus sehingga
dengan terapi musik. timbul ketenangan. Sebagai ejector dari
Berdasarkan uji wilcoxon didapatkan rasa rileks dan ketenangan yang timbul,
tingkat signifikansi (p) sebesar 0,007. akan mengeluarkan Gamma Amino
Menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Butyric Acid (GABA), enkhephalin, dan
tingkat kecemasan mahasiswa sebelum beta endorphin. Zat tersebut dapat
dan sesudah diberikan terapi musik di menimbulkan efek analgesia (Prayogi
STIKES dr. Soebandi Jember. Hasil 2009). Musik dapat meningkatkan suatu
tersebut dibuktikan dengan tingkat respon seperti endorphin, yang dapat
kecemasan yang dialami oleh responden mempengaruhi suasana hati yang dapat
ketika sebelum diberikan terapi musik menurunkan kecemasan pasien. Dalam
lebih tinggi dibandingkan dengan cemas penataan praktek, musik dapat membantu
yang dialami sesudah diberikan terapi pasien untuk rileks sebelum dan selama
musik. prosedur pemicu kecemasan, perawatan
Artinya terdapat penurunan dan terapi yang berhubungan dengan
tingkat kecemasan yang sangat bermakna kecemasan (Prayogi 2009).
pada responden. Hampir seluruh
responden dengan cemas sedang SIMPULAN
mengalami penurunan kecemasan Tingkat kecemasan mahasiswa sebelum
ketingkat yang lebih rendah yaitu tingkat diberikan terapi musik di Sekolah Tinggi
cemas ringan, bahkan terdapat mahasiswa Ilmu Kesehatan dr. Soebandi Jember

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 2 153


Penurunan Tingkat Kecemasan Mahasiswa…………………………..Tirta Vira Cakti Yudha, Hal. 148 - 154

sebagian besar adalah tingkat kecemasan Pieter, H. & Lubis, N. 2012. Pengantar
sedang. Psikologi Dalam Keperawatan.
1. Tingkat kecemasan mahasiswa Jakarta: Kencana Prenada Media
setelah diberikan terapi musik di Group.
sekolah tinggi ilmu kesehatan dr. Potter, A. P & Perry G. A. 2005. Buku
Soebandi Jember sebagian besar ajar Fundamental Keperawatan :
adalah tingkat kecemasan ringan. Konsep, Proses, dan praktik edisi 4.
2. Terdapat perbedaan antara tingkat Jakarta : EGC.
kecemasan mahasiswa sebelum dan Rasyid, F. 2010. Cerdaskan Anakmu
sesudah diberikan terapi musik di Dengan Musik. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan dr. DIVApress.
Soebandi Jember. Setiawan, A dan Saryono. Metode
DAFTAR PUSTAKA Penelitian Kebidanan. Yogyakarta:
Bandiyah, S dan Lukaningsih, Z. 2011. Muha Medika.
Psikologi Kesehatan. Yogyakarta: Stuart, G W. 2007. Buku Saku
Muha Medika. Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta:
Bassano, M. 2009. Terapi Musik dan EGC.
Warna. Yogyakarta: Rumpun. Sugiono. 2013. Statistika untuk
Bisepta, P. 2009. Perbedaan Tingkat Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Kecemasan Pada Pasien Preoperasi Wilkinson, J. 2007. Buku Saku Diagnosis
Sebelum Dan Sesudah Diberikan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Terapi Musik Di Bangsal Bedah Rsd. Yuanita, L. 2008. Terapi Musik untuk
Balung Jember. Skripsi. Jember: Anak Balita. Yogyakarta: Cemerlang
Program Studi Ilmu Keperawatan Publising.
Universitas Negeri Jember. Rohmah, F. Efektivitas Musik Klasik
Carpenito, L. 2006. Buku Saku Diagnosis Dalam Menurunkan kecemasan
Keperawatan. Jakarta: EGC. Matematika (Math Anxiety)Pada
Djohan. 2006. Terapi Musik Teori dan Siswa Kelas XI. Skripsi. Yogyakarta:
Aplikasi.Yogyakarta: Galangpress. Fakultas Psikologi Universitas
Ganong, WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Ahmad Dahlan. Bersumber dari:
Kedokteran. Jakarta: EGC. http://faridahainur.wordpress.com
Guyton, AC & Hall, JE. 2002. Buku Ajar (diakses 9 maret 2014).
Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hadidi, K. 2011. Pengaruh Terapi Musik
Terhadap Tingkat Perkembangan
Anak Usia Prasekolah Di Tk Aba
Kalisat Kabupaten Jember. Skripsi.
Jember: Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Negeri
Jember.
Hawari, D. 2013. Manajemen Stres
Cemas Dan Depresi. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
Maslim, R. 2003. Buku Saku Diagnosis
Gangguan Jiwa. Jakarta: Nuh Jaya
Muttaqin, M. 2008. Seni Musik Klasik.
Jakarta: DEPDIKNAS.
Notoatmodjo, S. 2012. Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

JURNAL KESEHATAN dr. SOEBANDI Vol. 3 No. 2 154

Anda mungkin juga menyukai