Oleh
Imam Radianto Anwar Setia Putra1
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Dalam Negeri
Abstrak
Kajian pembangunan wilayah selalu menarik untuk ditulis, kebijakan pembangunan desa di
indoensia sudah terjadi perubahan yang cukup baik, tetapi masih saja terdapat tantangan
dalam pelaksanaan pembangunan, mulai dari pelaku/aktor pelaksana kebijakan sampai capian
program yang dilaksankan di desa. Tulisan ini, menggunakan metode Goal Free Evaluation
Model dengan didukung evaluasi sumatif dengan pertimbangaan kebijakan pembangunan
masih berjalan sampai saat ini dengan teknik analisi isi. Politisasi pengelolaan dana desa pada
tingkat kabupaten/kota yang terbentuk akibat dari transfer tidak langsung Rekenig Kas Desa,
melainkan terlebih dulu singgah di Rekening kas umum daerah RKUD dari Rekening Kas
Umum Negara. Pengawasan yang masih rendah dalam pengelolaan dana desa ditingkat
daerah ditambah dengan praktek pemanfaatan dana desa yang masih berpihak penuh dalam
pemberdayaan masyarakat.
Pendahuluan
Pemerataan pembangunan masih menjadi isu seksi dalam target
pemerintahan. Dengan membandingan pembangunan antara Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), persebaran daerah tertinggi
sebesar 84,42 persen dari 122 jumlah daerah tertinggal dan 49,76 persen dari
jumlah seluruh kabupaten di Indonesia. Sebanyak 103 kabupaten dikategorikan
sebagai daerah tertinggal yang terdapat di KTI. (Rencana Strategis (Renstra)
Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019).
Isu pembangunan menjadi penitng mengingat pembangunan
menghasilkan suatu pertubuhan dan perubahan terencana, Pembangunan
menurut Sondang P. Siagian (2008: 4) adalah suatu usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan yang berencana yag dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara, dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka
pembinaan bangsa. Hal ini, menjelaskan bahwa pembangunan didesa yang
menjadi salah satu punggung pembangunan daerah, dimana desa menjadi bagian
bagi geografis ataupun kefungsian dari wilayah kabupaten itu sendiri. Sesuai
dengan pendapat Saeful hakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit
geografis yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsiona, dengan
demikian mempertegas desa turut berperan dan menjadi penyokong keberhasilan
pembangunan pada wilayahnya.
Pembangunan desa menjadi pengungkit pembangunan dengan target
capaian yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
1
Peneliti Muda pada BPP Kemendagri & Kepala Subbagian Kerjasama Litbang Hukum, dan PUU
Korespondensi imamradianto@gmail.com
Nasional (RPJMN) yang memiliki dua sasaran yaitu 1) Penurunan desa tertinggal
-- s.d. 5.000 desa tertinggal 2). Peningkatan desa -- Paling sedikit 2.000 desa
mandiri (Buku I Agenda Pembangunan Nasional. hal 5 -11, 2014). Target tersebut
menjadi ukuran dalam pencapaian nawacita membangun indonesia dari
pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan. Target tersebut didukung dengan pengalokasian anggaran dana desa
dalam tabel Roadmap Alokasi Dana Desa 2015-2019 sebagai berikut:
Sumber: Paparan Kebijakan dana desa dan Alokasi Dana Desa (Kemenkeu), 2016
1
a. mayoritas Desa di Indonesia didominasi oleh Desa Tertinggal (Desa Pra-
Madya). Untuk Desa Tertinggal (Desa Pra-Madya) berjumlah 33.592 Desa
(46%) dan
b. Desa Sangat Tertinggal (Desa Pratama) berjumlah 13.453 Desa (18%).
c. Sedangkan jumlah Desa memiliki status Desa Mandiri (Desa Sembada)
terdapat 174 Desa (0,24%), sementara
d. Desa Maju (Desa Pra-Sembada) adalah 3.608 Desa (5%) dan
e. Desa Berkembang (Desa Madya) 31% atau 22.882 desa.
Terget peningkatan status desa tersebut terus diupayakan oleh pemerintah,
dengan menyiapkan berbagai bentuk program yang disesuaikan dan diatur oleh
pemerintah pusat dalam kerangka kebijakan. Prioritas penggunaan Dana Desa
difokuskan pada pembangunan fisik di bidang pendidikan, kesehatan, sarana,
prasarana, dan energi. (Permendes No. 22 Tahun 2016 tentang Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2017). Pembangunan fisik berimplikasi kepada
penyusunan rencana proyek beserta anggarannya.
Pada pelaksanaanya, pengelolaan dana desa masih terus selalu
disempurnakan guna menghasilkan kinerja pembangunan desa yang efektif.
Tantangan dan kendala dalam pengimplementasian kebijakan tersebut juga
ditemui, semenjak bergulirnya kebijakan tersebut. Terdapat beberapa isu strategis
pengelolaan (transfer) dana desa yang berhasil dirangkum yaitu:
2
• Berdasarkan simulasi, proporsi 90:10 msh mengindikasikan
kebutuhan dana APBN terendah jika dikaitkan dengan Dana
Desa minimal Rp1-1,4 miliar/desa.
Sumber: Data dioleh, Kementerian Keuangan, 2016
3
Kebijakan dan penganggaran menjadi instrument dalam mendukung
pembangunan desa saat ini. Melalui kebijakan yang dikeluarkan untuk
penggelolaan dana desa, pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat
menjadi satu kesatuan yang saling bersinergi dan saling mendukung guna
keerhasilan Pembangunan desa tersebut
Instrument pendukungnya berupa kebijakan dan penganggaran guna
mendukung keberhasilan dan pencapaian target-target pembangunan itu sendiri.
Dipahami Kebijakan publik/pemerintah merupakan rangkaian pilihan yang
kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak
bertindak) yang dibuat oleh badan atau pejabat pemerintah (Dunn, 2003).
Pemerintahan memiliki pernan utama menentukan arah dalam pelaksanaan
pembangunan dengan merumuskannya dalam sebuah norma peraturan yang
dibuat dan ditetapkan sendiri guna dilaksanakan oleh para pemangku
kepentingan, sehingga hal ini sangat dibutuhkan guna pelaksanaan
pembangunan.
Selanjunya guna memepertegas kebijakan sebagai sebuah tiidakan yang
ditepakan baik dalam aturan yang mengikat atau peraturan perundan-undangan
seperti disampaikan oleh (Nugroho R, 2003) kebijakan public adalah suatu aturan
yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat
seluruh warganya. Guna kelancaran pembangunan tersebut peran-peran para
pemangku kepentingan sangat diperlukan menciptakan kebersamaan dan
kesinambungan dalam pembangunan tersebut.
Tidak berhenti pada kebijakan saja, pengganggaran menjadi hal yang
sangat penting dan dibutuhkan sebagai instrument dalam terwujudnya
pembangunan serta menjamin keberlangsungan suatu program yang ditetapkan
guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Seperti yang disampaikan, Mardiasmo
(2004: 63) mengungkapkan pentingnya Anggaran sektor publik karena beberapa
alasan berikut:
a. Anggaran merupakan alat pemerintah untuk mengarahkan pembangunan
sosial ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
b. Anggaran diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat
yang tak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada
terbatas. Anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber
daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs.
c. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah
bertanggung jawab terhadap rakyat. Pembangunan social dan ekomomi
diharapkan menghasilkan penignkatan kualitas hidup dan mendorong
terciptanya kesinambungan didalamnya.
Kebijakan dan penaggaran menjadi hal yang penting dalam mendukung
pelaksanaan berbagai kegiatan guna mewujudkan capaian-capian yang
ditetapkan dalam pembangunan desa khusunya. Berbagai regulasi sudah
ditetapkan baik itu berupa Undang-undang sampai dengan peraturan menteri
sebagai pedoman teknis bagi para pelaksana dilapangan. Dana desa merupakan
kebijakan pemerintah pusat dalam mendorong perubahan dan pertumbuhan di
desa. Kebijakan penggunaan Dana desa setiap tahunya diarahkan oleh
4
pemerintah pusat dengan mengunakan peraturan menteri guna mengarahkan
pelaksanaan pertumbuhan desa.
Permasalahan penggaran terutama terkait dengan bentuk/mekanisme
pengelolaan dana desa serta penetapan kerangka pembangunan yang ditetapakan
oleh pemerintah pusat menjadi simpul bahasan dalam evaluasi pembangunan
desa ini, dimana kebijakan pembangunan dan penmanfaatan dana desa sudah
berjalan beberapa tahun terakhir ini. Untuk selanjutnya, guna mendapatkan
gambaran deskriptif dalam pelaksanaan pembangunan desa.
5
evaluator adalah pengambil keputusan dan sekaligus penyedia informasi. Dengan
demikian ia membedakan antara “Goal of evaluation dan role of evaluation”2.
Penerapan model goal free Evaluation nantinya dapat mendeskripsikan
kinerja program yang terjadi hingga saat ini dengan evaluasi formatif dari Scriven,
Evaluasi formatif digunakan untuk memperbaiki program selama program
tersebut sedang berjalan. Caranya dengan menyediakan bahan tentang seberapa
baik program tersebut telah berlangsung. Melalui evaluasi formatif ini dapat
dideteksi adanya ketidakefisienan sehingga segera dilakukan revisi. (Yusuf Farida
T, 2008).
Penggunaan model evaluasi tersebut menjadi bentuk penganalisisan
terhadap pembangunan desa yang dilihat dari dua dimensi yang dijelasakan
sebelumnya dengan pemilihan teknik analisis isi (content analysis). Hal tersebut
dilakukan, untuk mensarikan berbagai informasi baru terkait dengan
perkembangan pengelolaan dana desa
6
disalurkan langsung ke rekening desa akan meminimalisir politisasi dana
desa oleh pemerintah kabupaten dan kota.3
3 http://nasional.harianterbit.com/nasional/2016/01/04/52233/25/25/2016-Pemerintah-Harus-Transfer-Dana-Desa-Langsung-ke-Kas-Desa :
2016 Pemerintah Harus Transfer Dana Desa Langsung ke Kas Desa.
4 http://www.kompasiana.com/wiratama_adi_nugraha/dana-desa-implementasi-masalah-serta-solusi_56795a2906b0bdf104cb839a : Dana
7
Evaluasi capat dan tanggap dari pemerintah menghasilkan kebijakan
untuk memangkas jalur administrasi, tapi sayangnya hal tersebut tidak
menyelesaikan permasalahan utama dalam pengelolaan dana desa. Keluhan
adanya “ganguan” dari pelaksanaan transfer tersebut masih tetap berlangung
dalam pengelolaan dana desa. Sementara itu, pemerintah desa mengingikan
transfer langsung dari RKUN ke RKD. Lewat pemelintiran politik dan korupsi
politik (Porta, 1996) bisa saja agenda publik yang sudah dengan susah payah
digelar rapi sejak di tingkat desa akan mudah dikebiri dan dikalahkan oleh agenda
institusional yang penuh muatan politik. Hal ini menjadi permasalahan dalam
implementasi kebijakan pengelolaan dana desa. Berbagai kebijakan yang sudah
disusun oleh desa dalam mencapai target pembangunan desa menjadi bergeser
sedikit agendanya guna memenuhi kebutuhan pembangunan kabupaten/kota.
Adanya perlakuan demikian terhadap pengelolaan dana desa dari paihal
kabupaten/kota dimana tempat anggaran tersebut singgah sebentar, maka
anggaran sebagai intrumen pembangunan yang dibutuhkan untuk mengatasi
permasalahan keterbatasan sumberdaya, pilihan sector pembangunan, dan trade
offs yang pada akhirnya menghasilkan capian pembangunan social dan ekomomi
guna peningkatan kualitas hidup dan mendorong terciptanya kesinambungan
didalamnya dirasakan makin jauh untuk dapat terwujud dengan sesegera
mungkin.
Pemilihan metode transfer pendanaan desa menjadi area kritis guna
mendukung pembangunan desa di Indonesia saat ini. Hal itu, menjadi
pertimbangan kedepanya dalam penetapan kebijakan pengelolaan dana desa.
Apa yang sudah terjadi saat ini, menjadi rumusan permasalahan untuk
menyiapkan kebijakan anggaran yang lebih baik lagi bagi pembangunan desa.
Juga menjadi perhatian dalam penetapan kebijakan yang berkesinambungan
dalam pengelolaan dana desa yang mennopang pembangunan desa dengan
sinergitas pembangunan di dalam satu kawasan atau wilayah di kabupaten/kota
8
No Tingkatan Desa/ Sasaran capaian Pembangunan
Jumlah Desa
1. Untuk Desa Tertinggal (Desa Desa tertinggal dan/atau sangat tertinggal, mengutamakan
Pra-Madya) berjumlah 33.592 kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada
Desa (46%) dan membuka lapangan kerja dan atau usaha baru, serta bantuan
Desa Sangat Tertinggal (Desa penyiapan infrastruktur bagi terselenggaranya kerja dan
Pratama) berjumlah 13.453 usaha warga atau masyarakat baik dari proses produksi
Desa (18%). sampai pemasaran produk, serta pemenuhan kebutuhan
atau akses kehidupan masyarakat desa;
2. Desa Berkembang (Desa Desa berkembang, memprioritaskan pemberdayaan
Madya) 31% atau 22.882 desa. masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kuantitas
dan kualitas kerja dan atau proses produksi sampai
pemasaran produk, serta pemenuhan kebutuhan atau akses
modal/fasilitas keuangan;
3. Sedangkan jumlah Desa Desa maju dan atau mandiri, mengembangkan kegiatan
memiliki status Desa Mandiri pemberdayaan masyarakat yang visioner dengan
(Desa Sembada) terdapat 174 menjadikan desa sebagai lumbung ekonomi atau kapital
Desa (0,24%), sementara rakyat, dimana desa dapat menghidupi dirinya sendiri atau
Desa Maju (Desa Pra-Sembada) memiliki kedaulatan ekonomi, serta mampu
adalah 3.608 Desa (5%) mengembangkan potensi atau sumberdaya ekonomi atau
manusia dan kapital desa secara berkelanjutan.
Sumber: data dioleh dari berbagai sumber, 2017
9
Sayangnya pekerjaan masih diberikan pada pihak ketiga dan kurang
memberdayakan masyarakat.
Salah satu kerangka acuan yang wajib dipenuhi dalam pengelolaan
dana desa, termasuk tidak mempihak ketigakan terutama pembangunan fisik.
“Untuk meningkatkan kesejahteraan serta kualitas hidup masyarakat, setiap
kegiatan yang sudah direncanakan melalui Anggaran Pendapatan Belanja
Desa (APBDes) hendaknya melibatkan masyarakat desa. Sehingga dengan
demikian masyarakat merasa dilibatkan dalam setiap pemanfaatan anggaran
maupun proses pengawasan,”6
Simpulan
Perlu ditinjau pergeseran bentuk transfer dana desa dengan memperhatikan
juga peningkatan pengawasan transfer dana desa guna kelancaran
pemanfaatan dana desa dalam pembangunan.
untuk Pemberdayaan
10
Kebijakan pembangunan fisik yang dilakukan sampai dengan saat ini, belum
banyak membawa perubahan yang nyata dan massif bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat di desa sehingga perlu melakukan reorientasi pada
kebijakan pembangunan desa dengan keterlibatan masyarkat secara utuh dan
menyeluruh.
Daftar Pustaka
Peraturan/Regulasi:
1. Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2015-2019
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.07/2016 tentang Tata Cara
Pengalolkasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan dan Evaluasi Dana
Desa.
11
3. Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 22
Tahun 2016 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017
Dokumen:
1. Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah
Tertinggal Tahun 2015-2019.
2. Buku I Pembangunan Nasional, Bappenas RI
12