Anda di halaman 1dari 3

Setelah lebih dari 30 (tiga puluh) tahun dan melalui proses pro dan kontra yang cukup panjang,

pengampunan pajak yang serupa dengan pengampunan pajak di tahun 1984 akhirnya diberlakukan
kembali di Indonesia. Pengampunan pajak kali ini hanya berlaku selama 9 (sembilan) bulan,
terhitung sejak 1 Juli 2016 hingga Maret 2017. Aturan mainnya dijelaskan di dalam Undang-undang
(UU) No. 11 Tahun 2016 (UU Pengampunan Pajak) dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.

Sesuai UU di atas, pengampunan pajak merupakan penghapusan pajak, sanksi administrasi dan
sanksi pidana pajak dengan cara mengungkapkan harta dan membayar uang tebusan. Pengampunan
pajak ini dapat dimanfaatkan bagi orang pribadi ataupun badan usaha yang telah memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Yang terkendala untuk dapat menggunakan pengampunan pajak sebagai sarana penebusan dosa
‘pajak’ hanyalah Wajib Pajak yang sedang:

1. Dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan;


2. Dalam proses peradilan; atau
3. Menjalani hukuman pidana atas tindak pidana perpajakan.

Prosedur Pengajuan Pengampunan Pajak


Untuk dapat menikmati fasilitas dari pengampunan pajak, diperlukan pengeluaran yang boleh jadi
tidak sedikit dan pekerjaan administrasi yang tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Prosedurnya sebagai berikut:
1. Menyampaikan Surat Pernyataan Harta, untuk deklarasi harta yang belum dilaporkan, ke KPP
atau tempat tertentu.

Penyampaikan dilakukan secara langsung, baik oleh Wajib Pajak sendiri ataupun kuasa kepada
konsultan pajak. Format Surat Pernyataan telah dicontohkan dalam Lampiran huruf A Peraturan
Menteri Keuangan Nomor: 118/PMK.03/2016.
2. Membayar uang tebusan.

Tarif uang tebusan bervariasi, tergantung periode deklarasi atau pengungkapan harta melalui
penyampaian Surat Pernyataan, lokasi harta yang diungkapkan, atau omzet usaha Wajib Pajak.
3. Melunasi seluruh tunggakan pajak.

Tunggakan yang dimaksud hanya meliputi pokok pajak yang belum dibayar dan tambahan pajak
yang masih harus dibayar, termasuk pajak yang seharusnya tidak dikembalikan. Untuk itu Wajib
Pajak perlu melakukan konfirmasi ke KPP untuk mengetahui saldo tunggakan pajak.
4. Melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar, termasuk pajak yang seharusnya tidak
dikembalikan.

Hal ini berlaku bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau
penyidikan.
5. Menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir.

Ketentuan ini diberlakukan khusus untuk yang telah berkewajiban menyampaikan SPT Tahunan
PPh. Jika baru memiliki NPWP di tahun 2016 dan pengampunan pajak diajukan di tahun 2016,
maka tidak ada SPT Tahunan PPh yang perlu disampaikan.
6. Mencabut permohonan:
o Restitusi;
o Pengurangan/penghapusan sanksi menurut Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak;
o Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar;
o Keberatan;
o Pembetulan atas Surat Ketetapan Pajak dan surat keputusan;
o Banding;
o Gugatan; dan/atau
o Peninjauan Kembali.
7. Melampirkan surat pernyataan dengan:
o Bukti pembayaran uang tebusan;
o Bukti pelunasan tunggakan pajak (bila ada);
o Bukti pelunasan pajak;
o Daftar rincian harta serta informasi kepemilikan harta yang diungkapkan;
o Daftar utang dan dokumen pendukung;
o Fotokopi SPT Tahunan PPh terakhir;
o Surat pernyataan mencabut permohonan-permohonan pada angka 6 di atas;
o Surat pernyataan tidak mengalihkan harta ke luar negeri sebelum melampaui 3 (tiga) tahun
sejak diterbitkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak, jika mengungkapkan harta yang
berada di dalam negeri;
o Surat pernyataan menginvestasikan harta ke dalam negeri selama minimal 3 (tiga) tahun
sejak dialihkan, jika akan mengalihkan harta di luar negeri ke dalam negeri;
o Surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha, bagi Wajib Pajak dengan peredaran
usaha tidak lebih dari Rp4,8 Milyar; dan
o Surat Kuasa, jika Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan Surat Pernyataan secara langsung
atau pemimpin tertinggi Wajib Pajak berhalangan.

Tarif Uang Tebusan


Jenis Tarif Periode Penyampaian
Surat Pernyataan
I Deklarasi Harta di Dalam Negeri atau 2% 1 Juli – 30 September 2016
Repatriasi
3% 1 Oktober – 31 Desember 2016
5% 1 Januari 2017 – Maret 2017
II Deklarasi Harta di Luar Negeri 4% 1 Juli – 30 September 2016
6% 1 Oktober – 31 Desember 2016
10% 1 Januari 2017 – Maret 2017
III Wajib Pajak UMKM
a. Harta s/d. Rp10 Milyar 0,5% 1 Juli 2016 – 31 Maret 2017
1. Harta > Rp10 Milyar 2%

Manfaat Pengampunan Pajak


Dengan membayar tunggakan pajak dan uang tebusan dengan tarif yang jauh lebih kecil dari pajak
yang kurang dibayar, Wajib Pajak dapat memperoleh lebih dari 1 (satu) manfaat, yaitu:

1. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak;


2. Penghapusan sanksi administrasi (bunga atau denda);
3. Tidak dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan;
4. Penghentian pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, atau penyidikan, jika tengah
dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan pada saat ;
5. Jaminan kerahasiaan atas data pengampunan pajak, sehingga tidak dapat dijadikan dasar
Penyelidikan atau penyidikan tindak pidana apapun; dan
6. Pembebasan PPh untuk balik nama atas Harta Tambahan (terbatas pada harta berupa tanah,
bangunan dan saham).

Pilihan atau Kewajiban?


Pengampunan pajak bukan merupakan kewajiban bagi Wajib Pajak. Wajib Pajak dengan korupsi
tingkat tinggi sekali pun dapat memilih untuk tidak mengajukan pengampunan pajak. Namun
pengampunan pajak adalah sarana yang layak dimanfaatkan Wajib Pajak untuk memulai kewajiban
pajak dengan benar, apabila kewajiban pajak yang terkait dengan penghasilan dan harta selama ini
belum dilaporkan sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.

Selain itu, tidak memanfaatkan pengampunan pajak memiliki resiko yang salah satunya dijelaskan
dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b UU Pengampunan Pajak. Disebutkan bahwa apabila:

1. Dirjen Pajak menemukan informasi mengenai harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak 1 Januari
1985 – 31 Desember 2015;
2. Harta tersebut belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh; dan
3. Wajib Pajak tidak mengikuti program pengampunan pajak,

maka:

1. Harta tersebut dianggap sebagai penghasilan pada saat harta tersebut ditemukan; dan
2. Wajib Pajak akan dikenai pajak dan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.

Artinya, bagi Wajib Pajak yang tidak mengajukan pengampunan pajak, daluwarsa penagihan pajak
tidak lagi 5 (lima) tahun ke belakang, Melainkan diperpanjang menjadi 30 (tiga puluh) tahun ke
belakang. Penagihan selama 30 (tiga puluh) tahun ke belakang ini berlaku selama 3 (tiga) tahun
sejak UU Pengampunan Pajak terbaru ini diterapkan. Apakah 3 (tiga) tahun waktu yang singkat?

Saat ini sudah banyak konsultan pajak Jakarta yang menawarkan jasa pendampingan dalam proses
pengajuan pengampunan pajak, salah satunya adalah MUC Registered Tax Consultant. Apabila ingin
ingin berdiskusi lebih lanjut mengenai proses pengampunan pajak, silakan menghubungi konsultan
pajak kami.

Anda mungkin juga menyukai