Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ASI yang terbaik diberikan secepat mungkin setelah bayi dilahirkan

yang dinamakan kolostrum. Kolostrum adalah ASI yang diproduksi pada

beberapa hari pertama setelah bersalin. Bentuk kolostrum seperti cairan

bening kekuningan. Kolostrum kaya akan nutrisi dan antibodi yang dapat

melindungi bayi dari berbagai infeksi. Semakin cepat proses menyusui

dimulai setelah melahirkan akan semakin baik untuk bayi (Suririnah, 2009).

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menyatakan bahwa masalah

ASI dianggap sebagai suatu hak asasi. Hak untuk hidup (kelangsungan hidup)

dan mendapatkan makanan yang berstandar emas di mulai dari inisiasi

menyusu dini (IMD), pemberian ASI eksklusif, MP-ASI setelah bayi 6 bulan,

dan ASI sampai bayi berusia 2 tahun tidak hanya itu IMD juga dapat

menurunkan 22% kematian bayi baru lahir dan menurunkan angka kematian

ibu akibat pendarahan setelah melahirkan. Bayi yang mendapat ASI lebih

jarang menderita penyakit kanker anak (leukimia), 16,7% kali lebih jarang

pneumonia dan sekitar 47% lebih jarang menderita diare (Ningsih, 2015).

ASI mengandung gizi tinggi yang sangat bermanfaat untuk kesehatan

bayi. Badan Kesehatan Dunia, WHO, merekomendasikan bayi mendapat ASI

eksklusif selama 6 bulan. Namun, tidak semua perempuan mempunyai

kesempatan untuk memberikan ASI ekslkusif kepada bayi mereka. Capaian

1
2

ASI eksklusif di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu

sebesar 80%. Berdasarkan laporan SDKI tahun 2012 pencapaian ASI eksklusif

adalah 42%. Sedangkan, berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan provinsi

tahun 2013, cakupan pemberian ASI 0-6 bulan hanyalah 54,3% (Kemenkes,

2015).

Jika kolostrum dibuang maka bayi akan kurang atau tidak

mendapatkan zat-zat pelindung terhadap infeksi. Pada bayi yang diberi susu

selain ASI mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami Diare dan 3-4

kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA di banding bayi yang mendapat

ASI (Nurhidayah, 2013).

Bayi yang mendapatkan kolostrum terbukti jarang menderita sakit dan

infeksi, karena kolostrum mengandung berbagai zat antibodi yang sangat

bermanfaat bagi kesehatan bayi. Sayangnya belum banyak ibu yang

mengetahui manfaat kandungan kolostrum karena bentuknya yang tidak mirip

ASI sehingga banyak ibu membuang kolostrum (Sutomo dan Anggraini,

2010).

Selama ini banyak ibu-ibu tidak menyusui bayinya karena merasa ASI

nya tidak cukup encer atau tidak keluar sama sekali. Padahal menurut

penelitian WHO hanya ada satu dari seribu orang yang tidak bisa menyusui.

Banyaknya permasalahan dalam pemberian kolostrum yang terjadi

dimasyarakat yang masih percaya mitos seputar menyusui hal tersebut bisa

dilihat dari banyaknya ibu masih belum memberikan kolostrum pada bayinya

disebabkan adat istiadat, dan tatanan norma yang berlaku. Ketidahuan ibu
3

tentang kolostrum akan membentuk perilaku membuang kolostrum masih

sering ditemukan karena dianggap susu kotor, warna masih kuning tidak baik

buat bayi dan menyebabkan sakit perut. Pembuangan kolostrum tersebut

menyebabkan kematian neonatus sebesar 30,56% (lebih kurang 12% dari

AKB). Jika kolostrum dibuang maka bayi akan kurang atau tidak

mendapatkan zat-zat pelindung terhadap infeksi (Nurhidayah, 2013).

Peran yang diberikan petugas kesehatan sangat dibutuhkan, maka

mereka harus mampu memberikan kondisi yang dapat mempengaruhi perilaku

positif terhadap kesehatan, salah satunya pada ibu-ibu dalam pemberian

kolostrum. Pengaruh tersebut tergantung pada komunikasi persuasif yang

ditujukan pada ibu, yang meliputi perhatian, pemahaman, ingatan penerima

dan perubahan perilaku. Interaksi tersebut akan tercipta suatu hubungan yang

baik untuk mendorong atau memotivasi ibu dalam melakukan pemberin

kolostrum. Peran yang diberikan petugas kesehatan akan mempengaruhi pola

pikir responden yang nantinya akan menanamkan motivasi dalam pemberian

kolostrum pada bayinya (Nurhidayah, 2013)

Penelitian Aryani (2014) mengenai hubungan persepsi dan motivasi

ibu nifas tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di Puskesmas

Indragiri Hilir didapat sebesar 61,4% ibu nifas memiliki persepsi negatif dan

sebesar 69,4% ibu nifas memiliki motivasi rendah terhadap pemberian

kolostrum pada bayi baru lahir dan adanya hubungan yang bermakna antara

persepsi dengan pemberian kolotrum dengan p-value 0,006.


4

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Persepsi Ibu Nifas dan Peran

Petugas Kesehatan Terhadap Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir di

Puskesmas . . . . . . Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, didapat bahwa masih banyaknya ibu yang

belum mengetahui dan memahami pemberian kolostrum, maka peneliti

merumuskan masalah yaitu “Adakah Hubungan Persepsi Ibu Nifas dan Peran

Petugas Kesehatan Terhadap Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir di

Puskesmas . . . . . . Tahun 2017 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan persepsi ibu nifas dan peran petugas

kesehatan terhadap pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di

Puskesmas . . . . . . tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran persepsi ibu

nifas dan peran petugas kesehatan terhadap pemberian kolostrum pada

bayi baru lahir di Puskesmas . . . . . . tahun 2017.


5

b. Untuk mengetahui hubungan persepsi ibu

nifas terhadap pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di

Puskesmas . . . . . . tahun 2017.

c. Untuk mengetahui hubungan peran petugas

kesehatan terhadap pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di

Puskesmas . . . . . . tahun 2017

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi :

1. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan dapat sebagai masukan untuk bahan pertimbangan

dalam perencanaan, pengembangan dan pemberian penyuluhan tentang

kolostrum.

2. Bagi Insititusi Pendidikan

Diharapkan dapat menambah bahan bacaan dan sebagai

sumbangan ilmu di bidang penelitian tentang kolostrum.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang akan

melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang kolostrum dengan

variable yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai