Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN MINI-CEX

P2A0 41 TAHUN DENGAN SUSPEK KARSINOMA SERVIKS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik

Stase Obstetri dan Ginekologi di RSUD Tugurejo Semarang

Diajukan Kepada :
dr. M. Taufiqy S, Sp.OG (K)

Disusun oleh:
Ullima Pramulasari H3A019004

KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN
ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Laporan Kasus

P2A0 41 TAHUN DENGAN SUSPEK KARSINOMA SERVIKS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh:

Ullima Pramulasari

H3A019004

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Tanggal : ...........................................

Pembimbing Klinik

Ilmu Obstetri dan Ginekologi

dr. M. Taufiqy S, Sp.OG (K)

2
BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker


serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks
(bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina). 90 % dari
kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya
berasal sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam
rahim. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 – 55 tahun.
Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel
epitel serviks.1
Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku
seksual, kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker
serviks. Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang
kompleks dan sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.2
Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua
setelah kanker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati
urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif.
Hampir 80% kasus berada di negara berkembang.2,3
Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan menduduki peringkat pertama.
Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan
pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar
500.000 penderita baru diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara
berkembang.2,3
Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama
kematian wanita dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya
teknik skrining pap smear. Namun, sayang hingga kini program skrining belum
lagi memasyarakat di negara berkembang hingga mudah dimengerti mengapa
insiden kanker serviks masih tetap tinggi.2
Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan
diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi

3
prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi
dan kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi
ini masih berupa “simptomatis” karena masih belum menyentuh dasar penyebab
kanker yaitu adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau
imunoterapi masih dalam tahap penelitian.4
Pencegahan primer kanker serviks adalah upaya mencegah terjadinya
infeksi HPV risiko tinggi. Salah satu bagian dari pencegahan primer adalah
memberikan vaksin HPV, pemberian vaksinasi HPV akan mengeliminasi infeksi
HPV.

4
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama : Ny. U
TanggalLahir : 11 Maret 1978
Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Podorejo RT 01/V, Ngaliyan, Semarang
Tanggal Periksa : 14 Oktober 2019
No. CM : 530XXX
Biaya Pengobatan : Umum

B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis tanggal 14 Oktober 2019 Pukul 09.30 WIB
Keluhan utama
Keputihan terus-menerus
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kandungan RSUD Tugurejo Semarang dengan
keluhan keputihan. Keluhan dirasakan sejak 3 bulan SMRS. Keputihan
keluar terus-menerus, berwarna kuning kecoklatan, berbau, keluar darah
saat berhubungan kurang lebih 1 bulan terakhir, dan nyeri saat haid. Pasien
sudah berobat ke klinik namun dari klinik tersebut menyarankan pasien
untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut berupa pengambilan jaringan
atau biopsi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
Hipertensi : disangkal
Kencing manis (DM) : disangkal

5
Asma : disangkal
Penyakit Jantung dan/ atau paru : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit serupa, penyakit
jantung, darah tinggi, kencing manis, asma dan alergi.
Riwayat Pribadi:
Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : 28-30 hari
Lama haid : 7 hari
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali, dengan usia pernikahan 23 tahun.
Riwayat Obstetri
Status obstetri: P2A0
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Berat
Anak Tahun Tempat Umur Jenis
Penolong Penyulit lahir
ke Partus Partus Kehamilan Persalinan
(gram)
1 1998 Puskesmas 9 bulan Spontan Bidan - 4000
RS
Dokter
2 2009 Ananda 9 bulan Spontan - 4500
Sp.OG
Mijen

Riwayat KB
- Implan (2001-2002)
- MOW (2009)
Riwayat Sosial Ekonomi
Suami pasien bekerja disuatu pabrik. Pasien bekerja di pabrik
garment. Tinggal dengan suami dan 2 orang anak. Biaya pengobatan
menggunakan biaya mandiri. Kesan ekonomi cukup.

6
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 14 Oktober 2019 Pukul 09.30 WIB
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4V5M6
Vital Sign
Tekanan darah : 101/65 mmHg
Nadi : 82x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
Status Interna
Kepala : Mesosefal
Mata : Pupil isokor Ø 3mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
Telinga : Sekret (-), perdarahan (-)
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-),
epistaksis (-)
Mulut : Sianosis (-)
Leher : Tidak terdapat pembesaran tiroid dan KGB, penggunaan
otot bantu nafas (-)
Thorax
Paru-paru (Pulmo)
Inspeksi : Normochest, retraksi (-), pergerakansimetris pada saat
statis dan dinamis
Palpasi : Sela iga tidak melebar, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung (Cor)
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

7
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V, 2 cm medial dari linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan
gallop pada ke 4 katup jantung
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+
Oedem -/- -/-
Varises -/- -/-
Capillary Refill Time <2 detik <2 detik

D. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI
Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung, warna kulit sama dengan warna sekitar,
tidak ada tanda - tanda peradangan, scar (-), distensi (-)
Palpasi : Tidak teraba massa dibagian perut dan tidak nyeri tekan
Perkusi : Redup pada regio hipogastrium
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia:
Vulva : dalam batas normal
Vagina : Tumor (-), laserasi (-)
VT : Fluxus (+), fluor (+)
Portio : berbenjol, rapuh mudah berdarah
OUE : tertutup
Corpus uteri : sebesar telur ayam
Adneksa : dalam batas normal
Cavum douglass : dalam batas normal

8
E. PEMERIKSAANPENUNJANG
1. Laboratorium
Tanggal 14 Oktober 2019
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
Darah Rutin
Leukosit 5.81 103/uL 3.6 – 11
Eritrosit 3.87 106/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 12.30 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 35.90 % 35 – 47
MCV 92.80 fL 80-100
MCH 31.80 Pg 26-34
MCHC 34.30 g/dL 32 – 36
Trombosit 250 103/uL 150 – 440
RDW 11.90 % 11.5 – 14.5
MPV 10.5 fL
PLCR 29.5 %
Diff Count
Eosinofil
0.19 103/uL 0.045 – 0.44
Absolute
Basofil
0.02 103/uL 0 – 0.2
Absolute
Netrofil
3.12 103/uL 1.8 – 8
Absolute
Limfosit
2.12 103/uL 0.9 – 5.2
Absolute
Monosit
0.36 103/uL 0.16 – 1
Absolute
Eosinofil 3.30 % 2–4
Basofil 0.30 % 0–1
Netrofil 53.70 % 50 – 70
Limfosit 36.50 % 25 – 40
Monosit 6.20 % 2–8

Kalium 4.33 mmol/L 3.5 – 5.0


Natrium 137.3 mmol/L 135 – 145
Asam Urat 3.3 mg/dL 2.4 – 5.7
Ureum 25.0 mg/dL 10.0-50.0

9
Creatinin 0.63 mg/dL 0.60-0.90
Albumin 4.7 g/dL 3.2-5.2
Glukosa
114 mg/dL <125
Sewaktu
Kolesterol
194 mg/dL <200
Total

Non
HbsAg Non Reaktif (-)
Reaktif (-)

2. Pemeriksaan Histopatologi
Makroskopis:
Keping-keping volume 0,5 cc, warna putih kecoklatan
Mikroskopis:
Sediaan biopsi serviks berupa subepitelial, stroma oedematous bersebukan
sel-sel limfosit, beberapa PMN, eosinofil. Kelenjar–kelenjar endoserviks
berdilatasi dilapisi epitel torak, inti dalam batas normal
Kesimpulan: Servisitis kronis non spesifik

F. RESUME
Pasien datang ke poli kandungan RSUD Tugurejo Semarang dengan
keluhan keputihan. Keluhan dirasakan sejak 3 bulan SMRS. Keputihan keluar
terus-menerus, berwarna kuning kecoklatan, berbau, keluar darah saat
berhubungan kurang lebih 1 bulan terakhir, dan nyeri saat haid. Pasien sudah
berobat ke klinik namun dari klinik tersebut menyarankan pasien untuk
melakukan pemeriksaan lebih lanjut berupa pengambilan jaringan atau biopsi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
compos mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan dalam
didapatkan fluxus dan fluor, portio berbenjol dan mudah berdarah, corpus uteri
sebesar telur ayam.
Pada hasil histopatologi didapatkan kelenjar endoserviks berdilatasi
dilapisi epitel torak, Servisitis kronis non spesifik.

10
G. DIAGNOSIS
P2A0 usia 41 tahun dengan suspek ca serviks stadium IIB

H. INITIAL PLAN
Initial Plan Terapi
1. Medikamentosa
a. Infus RL 20tpm
b. P.O Cefadroxil 2x1
c. P.O Asam Tranexamat 3x1
d. P.O Asam Mefenamat 3x1
2. Nonmedikamentosa
a. Rawat inap
b. Pro biopsi cervix
Initial Plan Monitor
1. Pengawasan tanda-tanda vital
2. Pengawasan tanda perdarahan
Initial Plan Edukasi
1. Memberitahukan kepada pasien dan keluarga mengenai penjelasan
penyakit pasien
2. Menjelaskan pasien dan keluarga tentang pemeriksaan – pemeriksaan
yang akan dilakukan guna menunjang diagnosis dan terapi yang akan
diberikan.
I. PROGNOSIS
Advitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan
permukaan (epitel) dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel – sel
permukaan (epitel) tersebut mengalami penggandaan dan berubah sifat tidak
seperti sel yang normal. Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi
progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami
mutasi lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel
yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang,
displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma in-situ (KIS), kemudian
berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal
juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ
diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma
invasif berkisar 3-20 tahun.4 Kanker serviks merupakan keganasan yang
berasal dari serviks. Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus,
berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium
uteri eksternum.5
2. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan distribusi umur, Dari laporan FIGO (Internasional Federation
Of Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan
kelompok umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium
IA lebih sering ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk
stadium IB dan II sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium
III dan IV sering ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998
ditmukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44
tahun, sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54
tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di

12
Ujung Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang
terbanyak berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%.3
Menurut distribusi tempat, Frekuensi kanker rahim terbanyak dijumpai
pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh,
Thailand, Vietnam dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekuensi
kanker rahim juga merupakan penyakit keganasan terbanyak dari semua
penyakit keganasan yang ada lainnya.4
Penyakit kanker serviks dan payudara merupakan penyakit kanker dengan
prevalensi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013, yaitu kanker serviks sebesar
0,8‰ dan kanker payudara sebesar 0,5‰. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi
Maluku Utara, dan Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi kanker
serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5‰, sedangkan prevalensi kanker payudara
tertinggi terdapat pada Provinsi D.I. Yogyakarta, yaitu sebesar 2,4‰.
Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker serviks dan kanker payudara
terbanyak terdapat pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah.7
3. KLASIFIKASI
Menurut ( Novel S Sinta,dkk,2010), klasifikasi kanker dapat di bagi
menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi
berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan
stadium stadium klinis menurut FIGO (The International Federation of
Gynekology and Obstetrics):8
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
- CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal
lebih kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia
yang dibatasi pada dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium
(dahulu disebut dysplasia ringan). Ini dipertimbangkan sebagai low-
grade lesion (luka derajat rendah). 8
- CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,
dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia
merujuk pada perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada

13
dasar duapertiga dari jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang
atau moderat).8
- CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka
derajat tinggi (high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-
perubahan prakanker pada sel-sel yang mencakup lebih besar dari
duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-luka ketebalan
penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma yang
parah ditempat asal.8
b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks8 :
- ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined
Significance) Kata "squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan
rata yang terletak pada permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-
pilihan ditambahkan pada akhir dari ASC: ASC-US, yang berarti
undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti tidak dapat
meniadakan HSIL (lihat bawah).8
- LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-
perubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel
cervical.8
- HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada
fakta bahwa sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.8
c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :
- FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan
klinik:6,8
KLASIFIKASI STADIUM MENURUT FIGO
0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat diabaikan)
IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan mikroskop. Semua lesi yang
terlihat secara makroskopik, meskipun invasi hanya superfisial, dimasukkan ke
dalam stadium IB
IA1 Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0 mm atau kurang
pada ukuran secara horizontal
IA2 Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0mm dengan penyebaran
horizontal 7,0 mm atau kurang
IB Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik lesi
lebih besar dari IA2

14
IB1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau
kurang
IB2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0
cm
II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul atau
mencapai 1/3 bawah vagina
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIA1 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau
kurang
IIA2 Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0
cm
IIB Tumor dengan invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding panggul/ atau mencapai 1/3 bawah vagina dan/atau
menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IIIA Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding panggul
IIIB Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan / atau menimbulkan
hidronefrosis atau afungsi ginjal
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/atau meluas
keluar panggul kecil (true pelvis)
IVB Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal, keterlibatan dari
kelenjar getah bening supraklavikula, mediastinal, atau para aorta, paru, hati,
atau tulang)

4. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI


a. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human
Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa
epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak
maupun lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu
veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital
adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik HPV
dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan peningkatan
proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian dapat
berkembang menjadi kanker9
- Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili
papillomaviridae. HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter
55 nm, mempunyai kapsid ikosahedral. Genom HPV berbentuk
sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading frames

15
(ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E
mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak
terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L
mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan
pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang
dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan karakteristik
proliferasi epitel pada tempat infeksi.9

E EProtein Perananya
E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal
E2 E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi
E4 Mengikat sitokeratin
E5 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet
derivat growth factor, p123)
E6 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi
E7 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130
L Protein Peranannya
L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein
L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

b. Faktor predisposisi
- Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit
kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan.
Aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20
tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko terjadinya kanker servks.
Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya daerah
transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi
hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada
usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua. 4,9
- Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering
melahirkan. Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko
terjangkit kanker serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan

16
hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan
infeksi HPV.4,9
- Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara
merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan
variabel konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain
memperkuatkan temuan nikotin pada cairan serviks wanita perokok
bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan
karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke
arah kanker.4,9
- Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun
1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden
kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral.
Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker
serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian
lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian 4
kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun
penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa
aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan
hal tersebut.4,9
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan
penggunaan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks,
menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan
tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontraseps oral
berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual
dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya
kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain
lebih sering melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia
dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut.
Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara

17
lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena
adanya bias dan faktor confounding.4,9
- Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi
tertentu seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat,
berhubungna dengan peningkatan resiko terhadap displasia ringan dan
sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa perbaikan
defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.4,9
- Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan
yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social
ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang
menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan
tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi,
multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan
masalah tersebut.4,9
- Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai
menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang
frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya
kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan dengan
sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian kanker
serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor
resiko yang lain.4,9
5. PATOFISIOLOGI
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat
dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel
yang terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik.
Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel
atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase
M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb berperan penting, dimana p53

18
memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol
untuk proses proliferasi sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi
jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel
basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel
bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada HPV yang
menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak adalah E6 dan E7.
mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses perkembangan
kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma
(Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara
itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor
sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri.
Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat
yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV
yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih
perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja.
Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang
menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman
invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau
darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana basalis, atau <1mm
tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah
invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara
klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai
ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran
secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum
(menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih,
yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau
kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar
limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,

19
hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut
melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-
paru, hati , ginjal, tulang dan otak.1,3,7
Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi
memerlukan waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya
ditemukan pada wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun.Ada empat stadium
kanker serviks yaitu Stadium satu kanker masih terbatas pada serviks (IA dan
IB), pada stadium dua kanker meluas di serviks tetapi tidak ke dinding pinggul
(IIA menjalar ke vagina/liang senggama, IIB menjalar ke vagina dan rahim),
pada stadium III kanker menjalar ke vagina, dinding pinggul dan nodus limpa
(IIIA menjalar ke vagina,IIIB menjalar ke dinding pinggul, menghambat
saluran kencing, mengganggu fungsi ginjal dan menjalar ke nodus limpa), pada
stadium empat kanker menjalarke kandung kencing, rektum, atau organ lain
(IVA: Menjalar ke kandung kencing, rectum, nodus limpa, IVB: Menjalar ke
panggul and nodus limpa panggul, perut, hati, sistem pencernaan, atau paru-
paru ).8

20
Gambar. Perjalanan penyakit dan staging
6. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini.
Biasanya sering ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan
postkoital atau perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan
waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk
kanker serviks, baik berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk
eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.10
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan
nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian
berlanjt ke perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal

21
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian
bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari
daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu
masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.
g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi,
edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau
timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker
serviks itu sendiri.10
7. PENCEGAHAN
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-
kanker, maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.11
a. Pencegahan Primer
- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas.
Misalnya: Tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan,
penggunaan kondom (untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak
merokok, selalu menjaga kebersihan, menjalani pola hidup sehat,
melindungi tubuh dari paparan bahan kimia (untuk mencegah faktor-
faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit kanker ini).11
- Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling
aman bagi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan
meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali
dan menghancurkan virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum
terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin
berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1
(viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal
ini dikembangkan 2 jenis vaksin:11
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar
dapat terlindung dari infeksi HPV.

22
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler
agar sel yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan
melalui uji klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix
Adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang
diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium.
Pada preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh
recombinant baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini
diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan
suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun . Preparat ini
diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali pemberian yaitu
pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6 masing-
masing 0,5 ml
2. Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 μg protein HPV 11 L1 HPV (
GARDASIL yang diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP
HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor
Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20μg
protein HPV 6 L1, 40 μgprotein HPV 11 L1, 20 μg protein HPV18
L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225 amorph aluminium
hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut juga mengandung
sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan
antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 – 80 C

23
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini
dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus
kanker serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat
ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu yang
lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10 tahun atau
lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitif
untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik,
karsinoma prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%.
Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar
35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap
mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju. Pencegahan dengan
pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker
serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).11

24
Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan
pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau
leher rahim.
Syarat:
- Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20
setelah hari pertama menstruasi.
- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon,
spermisida foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina
- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum
dilakukan tes Pap smear.12
Indikasi:
- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi
umur 21 tahun.
- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan
peralatan liquid-based.
- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan
normal.
- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra
seksual yang banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi,
imunitas yang terganggu seperti infeksi HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau pengobatan lama kortikosteroid dan riwayat terpapar
Dietilbestrol in utero.
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks
menggunakan asam asetat 3–5% dan kemudian diinspeksi secara kasat
mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan
asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat
diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau
abnormal.13

25
Syarat:
- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang datang bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual.12
Klasifikasi IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat
dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan
jinak lainnya (polip serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium).
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker
serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada
diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih
pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).13
HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-
samar dari tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes
Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa atipikal signifikansi
ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan tambahan
dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.13
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif
cara mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV
dapat mengetahui golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan
menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA HPV
juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro

26
Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV
Genotyping Test.13
8. PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker /
tim onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat
bergantung pada stadium kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa
tindakan (modalitas) dalam tata laksana kanker serviks antara lain:13
Berdasarkan Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia, 2013
penatalaksanaan kanker serviks adalah sebagai berikut:
Stadium IIB
1) Neoajuvan kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan radikal histerektomi danpelvik
limfadenektomi.
2) Radiasi atau kemoradiasi.
9. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :13
a. Umur penderita
b. Keadaan umum
c. Tingkat klinik keganasan
d. Sitopatologi sel tumor
e. Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya
f. Sarana pengobatan yang ada
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5
Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi 60
meluas ke dinding pelvis

27
III Meluas ke dinding pelvis dan 33
atau sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung 7
kemih atau rektum atau meluas
keluar pelvis sebenarnya

Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan


respons terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun
setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko
tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat
diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi
dalam 2 tahun.13

SERVISITIS
1. DEFINISI
Servisitis adalah infeksi pada serviks uteri. Infeksi serviks sering terjadi karena
luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena hubungan
seksual.14
2. ETIOLOGI15
a. Clamydia trachomatis
Merupakan penyebab penyakit menular seksual yang paling sering,
terutama pada usia muda dan remaja. Clamydia trachomatis termasuk
pathogen spesifik yang telah menggantikan gonokokus sebagai penyebab
utama radang serviko-vaginal.
b. Gonorrhea
Gonorrhea lebih popular di masyarakat dengan sebutan kencing nanah
atau GO, yang di sebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhea. Kuman ini
menyerang pada selaput lender antara lain vagina, saluran kencing, dan
daerah serviks.

28
c. Herpes simpleks II (genitalis)
Herpes simpleks II ( herpes genitalis) biasanya menginfeksi daerah di
bawah pinggang. Gejala awal yang muncul di dahului dengan hilangnya
rasa raba, di ikuti dengan pembentukan vesikel yang terdapat pada vulva,
vagina, dan serviks.
d. Human Papiloma Virus (HPV-kutil)
Human papiloma virus (HPV) merupakan infeksi yang terjadi karena
hubungan seksual, dengan pemeriksaan DNA hibridasinya hanya 30 % yang
menunjukkan manifestasi klinik, sedangkan 70 % bersifat menahun tanpa
gejala klinik. Predisposisi infeksi virus ini antara lain : diabetes mellitus,
kehamilan dan perlukaan khususnya pada serviks.
e. Trichomoniasis
Trichomoniasis merupakan penyebab kasus servisitis yang lebih sering
di temukan di banding gonorrhea di klinik penyakit menular seksual
Beberapa kasus servisitis di sebabkan oleh :
1). Penggunaan kondom wanita
Kondom wanita merupakan alat kontrasepsi yang terbentuk seperti
balon atau kantong yang terbuat dari lateks tipis atau polyurethane / nitril
dan di pasang dengan memasukannya kedalam vagina. Tujuan pemakaian
kondom wanita tidak terlepas dari dua hal yaitu mencegah sperma masuk
ke vagina dan melindungi dari penyakit menular seksual, selain manfaat
tersebut alat kontrasepsi ini memiliki efek samping yaitu menyebabkan
iritasi vagina, sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
2). Penyangga uterus (pessarium)
Penyangga uterus (pessarium) adalah alat yang di gunakan untuk
terapi pada kasus prolapsus uteri. Prinsip pemakaian penyangga uterus
(pessarium) ialah dengan mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian
atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun
dan melewati vagina bagian bawah. Penyangga uterus (pessarium) dapat
dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi secara teratur.

29
3). Alergi spermatisid pada kondom pria
Spermatisid adalah alat kontrasepsi berupa zat pembunuh sperma
sebelum sperma masuk kedalam uterus dan membuahi sel telur,
spermatisid biasanya digunakan oleh wanita, namun paling sering
dikombinasikan dengan metode lain misalnya cup atau kondom pria.
Beberapa wanita biasanya timbul efek samping berupa alergi pada
pemakaian spermatisid, alergi ini dalam bentuk iritasi atau bias
berkembang menjadi infeksi saluran kencing.
3. FAKTOR RISIKO
Perilaku seksual bebas resiko tinggi, riwayat IMS, memiliki pasangan
seksual lebih dari satu, aktivitas seksual pada usia dini, serta pasangan seksual
dengan kemungkinan menderita IMS.
4. KLASIFIKASI
A. Servisitis Akut
Infeksi yang diawali di endoserviks dan ditemukan pada gonorroe,
infeksi postabortum, postpartum, yang disebakan oleh streptococcus,
sthapilococus, dan lain-lain. Dalam hal ini streptococcus merah dan
membengkak dan mengeluarkan cairan mukopurulent, akan tetapi gejala-
gejala pada serviks biasanya tidak seberapa tampak ditengah-tengah gejala
lain dari infeksi yang bersangkutan. Pengobatan diberikan dalam rangka
pengobatan infeksi tersebut. Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau
dapat menjadi kronika.
B. Servisitis Kronik
Penyakit ini dijumpai pada sebagian wanita yang pernah melahirkan.
Luka-luka kecil atau besar pada servik karena partus atau abortus
memudahkan masuknya kuman-kuman kedalam endoserviks serta
kelenjar-kelenjarnya sehingga menyebabkan infeksi menahun.
5. PATOFISIOLOGI
Peradangan terjadi pada serviks akibat kuman pathogen aerob dan
anaerob, peradangan ini terjadi karena luka bekas persalinan yang tidak di
rawat serta infeksi karena hubungan seksual. Proses peradangan melibatkan

30
epitel serviks dan stoma yang mendasarinya. Inflamasi serviks ini bisa menjadi
akut atau kronik. Masuknya infeksi dapat terjadi melalui perlukaan yang
menjadi pintu masuk saluran genetalia, yng terjadi pada waktu persalinan atau
tindakan medis yang menimbulkan perlukaan, atau terjadi karena hubungan
seksual. Selama perkembanganya, epitel silindris penghasil mucus di
endoserviks bertemu dengan epitel gepeng yang melapisi ektoserviks os
eksternal, oleh karena itu keseluruhan serviks yang terpajan dilapisi oleh epitel
gepeng.
Epitel silindris tidak tampak dengan mata telanjang atau secara
koloposkopis. Seiring dengan waktu, pada sebagian besar wanita terjadi
pertumbuhan ke bawah, epitel silindris mengalami ektropion, sehingga tautan
skuamokolumnar menjadi terletak dibawah eksoserviks dan mungkin epitel
yang terpajan ini mengalami “Erosi” meskipun pada kenyataannya hal ini bias
terjadi secara normal pada wanita dewasa.
6. MANIFESTASI KLINIS16
a. Keluarnya bercak darah/ perdarahan, perdarahan pascakoitus.
b. Leukorea (keputihan)
c. Serviks kemerahan.(pemeriksaan lebih lanjut)
d. Sakit pinggang bagian sacral.
e. Nyeri abdomen bawah.
f. Gatal pada area kemaluan.
g. Sering terjadi pada usia muda dan seseorang yang aktif dalam berhubungan
seksual.
h. Gangguan perkemihan (disuria) dan gangguan menstruasi.
i. Pada servisitis kronik biasanya akan terjadi erosi, suatu keadaan yang
ditandai oleh hilangnya lapisan superficial epitel skuamosa dan pertumbuhan
berlebihan jaringan endoserviks.

31
7. DIAGNOSIS
Diagnosis servisitis dapat ditegakkan dengan beberapa pemeriksaan, yaitu
a. Pemeriksaan dengan speculum
1). Pada pemeriksaan inspekulo kadang-kadang dapat dilihat keputihan
yang purulen keluar dari kanalis servikalis. Kalau portio normal tidak
ada ektropion, maka harus diingat kemungkinan gonorroe.
2). Sering menimbulkan erusio (Erythroplaki) pada portio yang tampak
seperti daerah merah menyala.
3). Pada servisitis kronik kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah
selaput lender yang merah karena infeksi. Bintik-bintik ini disebabkan
oleh ovulonobothi dan akibat retensi kelenjar-kelenjar serviks karena
saluran keluarga tertutup oleh pengisutan dari luka serviks atau kerena
peradangan.
b. Sediaan hapus untuk biakan dan tes kepekaan.
c. Pap smear
d. Biakan clamydia
e. Biopsy
Beberapa gambaran patologi dapat ditemukan :
a. Serviks kelihatan normal, hanya pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan
infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Servisitis ini menimbulkan
gejala, kecuali pengeluaran secret yang agak putihkuning.
b. Porsio uteri disekitar ostium uteri eksternum, tampak daerah kemerah-
merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel porsio disekitarnya,
secret yang dikeluarkan terdiri atas mucus bercampur nanah.
c. Sobeknya serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endosrviks lebih
kelihatan dari luar (ektropion), dalam keadaan demikian mukosa mudah
terkena infeksi dari vagina. Serviks bisa menjadi hipertropis dan mengeras,
secret mukopurulenbertambah banyak, bila terjadi radang menahun
8. PENATALAKSANAAN
Pengobatan cervicitis kronis terdiri dari dua tahap. Tahap pertama terdiri
dari pengobatan medis sesuai etiologinya, yang bertujuan untuk membasmi

32
infeksi. Langkah selanjutnya adalah menggunakan prosedur pembedahan,
diantaranya: electrocauterization, cryotherapy, terapi laser, loop eksisi
(electrorezection), conization, dan amputasi serviks.18
1. Medika mentosa
Pengobatan medika mentosa bertujuan untuk membasmi infeksi,
tergantung pada agen etiologi dan kepekaan agen etiologi yang ditemukan,
dengan memberikan antibiotik spesifik dan jika perlu diberikan
pengobatan dengan antibiotik atau anti jamur oral. Untuk servisitis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri (Chlamydia, Gonorrhoea) diberikan
antibiotika.Pada infeksi herpes dapat diberikan antiviral. Terapi hormonal
(dengan estrogen atau progesterone) dapat diberikan pada pasien
menopause.
Jika servisitisnya tidak spesifik dapat diobati dengan rendaman
dalam AgNO3 10% dan irigasi.Erosi akibat servisitis dapat disembuhkan
dengan obat keras seperti, AgNO3 10 % atau Albothyl yang menyebabkan
nekrosis pada epitel silindris, dengan harapan bahwa kemudian diganti
dengan oleh banyak epitel gepeng berlapis.Berikutnya dianjurkan untuk
memberikan pengobatan untuk penyembuhan mukosa, tetapi dalam
banyak kasus gagal untuk mencapai remisi lengkap dari lesi, sehingga
pasien akan memerlukan tindakan bedah. Hanya setelah sekitar 2 bulan
setelah pemberantasan infeksi dengan medikamentosa tidak menampakkan
perubahan dan jika perubahan serviks terus berlangsung, diindikasikan
untuk dilakukan tindakan pembedahan (operasi).16,17

2. Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada hari-hari pertama setelah menstruasi,
agar dapat memberikan waktu penyembuhan untuk bekas luka setelah
pembedahan sampai haid berikutnya sehingga dapat mencegah
infeksi. Sebelum melakukan pembedahan terlebih dahulu dibutuhkan
pemeriksaan ginekologi. Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada keadaan

33
peradangan akut serviks, pada keadaan ini prosedur pembedahan harus
ditunda, karena beresiko memperparah peradangan.8
Metode pembedahan yang dilakukan tergantung pada usia,
kedalaman dan keadaan permukaan lesi, munculnya perubahan kolposkopi
dan sitologi, pembedahan dapat dilakukan dengan salah satu prosedur
berikut:5,8
 Electrocauterization
 Cryotherapy adalah metode yang dilakukan dengan menghancurkan
jaringan patologis sampai kedalaman 3-4 mm, dengan pembekuan,
dengan menggunakan karbon dioksida, nitrogen cair dan freon.
 Terapi laser: metode modern dengan menguapkan sel-sel, tanpa
menyebabkan nekrosis jaringan, tidak ada luka dan karena itu tidak ada
sekresi berikutnya seperti dalam kasus electrocauterization
 Loop eksisi menggunakan arus eletric, daerah lesi dipotong untuk
dilakukan biopsi.
 Conization: sebagian mukosa serviks dipotong. Metode ini digunakan
untuk luka infeksi yang lama, luka berulang dan displastik.
 Pemotongan serviks: operasi pengangkatan leher rahim, dalam kasus
displasia serviks yang terkait dengan hipertrofi.

Pembedahan dengan metode loop eksisi (electrorezection)18


Diantara semua prosedur tindakan bedah diatas,
electrocauterization adalah prosedur yang paling sering digunakan dan

34
merupakan prosedur dimana jaringan yang digumpalkan (dibakar) di
bawah pengaruh kalori dari sebuah arus alternatif. Hal ini dilakukan dalam
beberapa hari pertama setelah menstruasi. Anestesi lokal tidak diperlukan
karena hanyasedikit sekali ujung saraf yang terdapat di serviks. Sebelum
melakukan electrocauterization terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
panggul untuk mengetahui ada tidaknya kontraindikasidalam prosedur
penbedahan ini seperti kehamilan, peradangan akut atau sub-akut dan
febris. Pembedahan dianjurkan dalam 48 jam pertama setelah istirahat, dan
pada hari ke-5 pemberian antibiotik oral untuk menghindari reaktivasi dari
infeksi laten.18
Pada serviks, tempat dilakukannya electrocauterization akan
membentuk kerak yang akan hilang dalam waktu 3-4 minggu, di mana
cairan vagina yang kotor akan tertahan yang dapat keluar saat keluarnya
darah, tidak begitu banyak, yang mungkin memakan waktu 10-15 hari.
Penyembuhan penuh dicapai dalam waktu sekitar 6 minggu, selama masa
penyembuhan dimana sisa pembedahan keluar melalui vagina pasien
dianjurkan untuk tidak dulu melakukan hubungan seksual.18

Pembedahan dengan metode electrocauterization18

9. KOMPLIKASI
Peradangan kronis leher rahim dapat menyebabkan stenosis serviks yang
dapat diikuti oleh infertilitas. Juga iritasi kronis memiliki berkontribusi dalam
menyebabkan kanker serviks.Oleh karena itu, pengobatan servisitis kronis
35
dapat dianggap sebagai tindakan pencegahan dalam memerangi kanker
serviks.Servisitis dapat berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahun-
tahun.

36
BAB IV
PEMBAHASAN
Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan
(epitel) dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel – sel permukaan (epitel)
tersebut mengalami penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang
normal.
Pasien datang ke poli kandungan RSUD Tugurejo Semarang dengan
keluhan keputihan. Keluhan dirasakan sejak 3 bulan SMRS. Keputihan keluar
terus-menerus, berwarna kuning kecoklatan, berbau, keluar darah saat
berhubungan kurang lebih 1 bulan terakhir, dan nyeri saat haid. Pasien sudah
berobat ke klinik namun dari klinik tersebut menyarankan pasien untuk
melakukan pemeriksaan lebih lanjut berupa pengambilan jaringan atau biopsi.
Pasien tidak mengeluh gatal pada daerah kemaluan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran
compos mentis, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan dalam
didapatkan fluxus dan fluor, portio berbenjol dan mudah berdarah, corpus uteri
sebesar telur ayam.
Pada hasil histopatologi didapatkan kelenjar endoserviks berdilatasi
dilapisi epitel torak, Servisitis kronis non spesifik.
Pada karsinoma servix dan servisitis ditemukan beberapa hal yang sama
dalam tanda dan gejala seperti keluar bercak darah pasca coitus atau setelah
berhubungan, keputihan pada pasien. Untuk membedakannya dapat dilakukan
pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan histopatologi. Salah satu komplikasi
dari servisitis dapat juga terjadi karsinoma servix.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba IBG. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta:


Penerbit: EGC; 2009.

2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi 7nd ed , Vol. 1. Jakarta

: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007.

3. American Cancer Society. Cervical Cancer. Atlanta. American Cancer

Society. 2012.

4. Sogukopinar, N., et all. Cervical Cancer Prevention and Early Detection,

Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. 2005. Vol 4;15-21.

5. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker

Serviks. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.2015

6. Martaadisoebrata, D. Carcinoma cervix. Ginekologi. Bandung : “Elstar

Offset”. 2010.

7. FIGO Committee on Gynecologic Oncology: FIGO staging for carcinoma

ofthe vulva, cervix, and corpus uteri. Int J Gynaecol Obstet 125 (2): 97-8,

2014.

8. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi

Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009 ;380-387.

9. Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi

21. Vol 2. Jakarta. EGC. 2007 ;1622-1625.

10. Norwitz, E., Schorge, J. Kanker Serviks. At a Glance Obstetri & Ginekologi.

Edisi kedua. Jakarta : Erlangga 2008 ; 62-63.

38
11. Olivera J, et all. Human Papiloma Virus, The New England Journal of

Medicine. 2010.

12. Heffner, LJ. Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi.Edisi

Kedua. Jakarta : Erlangga 2011 ; 94-95.

13. Rasad S. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua, editor: ekayuda I. Jakarta: FKUI.
2006.

14. Manuba. Definisi servisitis, Jakarta : penerbit cv Infomedika, 2010.

15. Prawirohardjo. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.


16. Sastrawinata, sulaiman. 1981. Ginekologi. Bandung: Elstar offset.
17. Biggs WS, Williams RM. Common gynecologic infections. Prim Care. 2009;36:33-
51. [PubMed]
18. Diseases characterized by urethritis and cervicitis. Sexually transmitted diseases
treatment guidelines 2006. Update to CDC's sexually transmitted diseases treatment
guidelines. 2006: fluoroquinolones no longer recommended for treatment of
gonococcal infections. Available at www.guidelines.gov. Accessed October 25, 2019.

39

Anda mungkin juga menyukai