Anda di halaman 1dari 24

PEMBERIAN PUPUK KOMPOS DAN PUPUK NPK 16-16-16

TERHADAP PERTUMBUHAN SERTA PRODUKSI KACANG HIJAU


(VIGNA RADIATA L.)

Oleh

Laporan praktikum Ini Dibuat Sebagai Syarat Mendapatkan Nilai

Mata Kuliah Teknologi Kesuburan Tanah

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan tanaman berbentuk semak yang

tumbuh tegak. Tanaman kacang hijau berasal dari India, menyebar ke berbagai Negara Asia

Tropis, termasuk ke Indonesia di awal abad ke-17 (Purwono dan Purnawati, 2007). Tanaman

kacang hijau merupakan salah satu tanaman Leguminosae yang cukup penting dan populer di

Indonesia. Posisinya menduduki tempat ketiga setelah kedelai dan kacang tanah.

Namun menurut data BPS tahun 2014 produktivitas dan produksi kacang hijau kurun

waktu 2011-2013 mengalami tren penurunan. Produktivitas kacang hijau nasional pada tahun

2013 mencapai 11,24 kuintal/Ha sedangkan produksi kacang hijau mencapai 20.467 ton.

Sesuai data tersebut dapat diketahui terdapat permasalahan yang menyebabkann rendahnya

tingkat produksi kacang hijau secara kuantitas maupun kualitas.

Data produksi kacang hijau di Riau menurut Badan Pusat statistik (BPS) yaitu untuk

produksi kacang hijau di provinsi Riau sebesar 645 ton pada tahun 2014 dan pada tahun 2015

sebesar 598 ton. Produksi tersebut mengalami penurunan, bila dibandingkan dengan tahun

2014. Hal ini dipengaruhi oleh kurang nya peminat atas kacang hijau tersebut bila

dibandingkan tanaman palawija lainnya (Badan Pusat Statistik, 2017).

Permasalahan umum pada tanah marginal lahan kering dari batuan sedimen masam

adalah reaksi tanah masam, kandungan bahan organik rendah, ketersediaan dan cadangan hara
rendah, serta kejenuhan Al tinggi. Tindakan praktis untuk mem-perbaiki sifat kimia tanah

tersebut meliputi: 1) pengapuran untuk mening-katkan pH tanah dan mengurangi reaktivitas

Al, 2) pemberian pupuk makro maupun mikro untuk memperbaiki kesuburan tanah, serta 3)

penambahan bahan organik yang berfungsi sebagai bufer terhadap pH rendah dan toksisitas Al

melalui pembentukan khelat (Brown et al. 2008). Penambahan bahan organik juga dapat

meningkatkan stabilitas tanah dan mendukung pengelolaan lahan sistem konservasi (Erfandi et

al. 1999).

Tekstur yang kasar memberikan pengaruh negatif terhadap kemampuan tanah

meretensi air dan hara yang rendah, serta tanah rawan kekeringan dan peka erosi. Tekstur yang

kasar juga mening-katkan laju infiltrasi serta pencucian hara dan basa-basa di dalam tanah.

Yang et al. (2008) mengemukakan bahwa tanah yang bertekstur kasar dicirikan oleh kandung-

an oksida Fe/Al, bahan organik, dan kandungan liat yang rendah. Oleh karena itu, pupuk P

yang diberikan ke dalam ta-nah akan mudah hilang tercuci bersama air perkolasi karena

kemampuan tanah meretensi hara rendah. Penggunaan biosolid, yaitu pupuk organik yang

diperkaya dengan Fe dan Al, dapat mengurangi kehilangan P hingga < 1%. Fe dan Al oksida

dari biosolid berperan aktif dalam mengurangi pencucian P melalui pengikatan dalam bentuk

organik-Al(OH)2+ atau organik-Fe(OH)2+.

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang

kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa dipelihara oleh

masyarakat, seperti kotoran sapi, kambing, dan ayam.


Sapi memiliki kandungan Nitrogen sebesar 0,4%, Phospor 0,2%, dan Kalium 0,1%.

Sedangkan kambing memiliki kandungan Nitrogen sebesar 0,6%, Phospor 0,3%, dan Kalium

0,17%, serta ayam memiliki kandungan Nitrogen sebesar 1%, Phospor 0,8%, dan Kalium

0,4%. Perbedaan kandungan unsur hara ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni jenis

hewan, jenis makanan yang diberikan serta umur dari ternak itu sendiri (Tohari, 2009).

Beberapa alasan dari penggunaan pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi,

kambing dan ayam sebagai pengganti pupuk kimia dikarenakan bahannya mudah diperoleh,

mempunyai kandungan unsur hara Nitrogen yang tinggi, dan merupakan jenis pupuk panas

yang artinya adalah pupuk yang penguraiannya dilakukan oleh jasad renik tanah berjalan

dengan cepat, sehingga unsur hara yang terkandung di dalam pupuk kandang tersebut dapat

dengan cepat di-manfaatkan oleh tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

A. .Tujuan

Tujuan dari praktikum

1. Mengetahui pemberian pupuk Kandang dan NPK 16-16-16 terhadap Pertumbuhan

dan Hasil Kacang Hijau Di Lahan Marjinal.

2. Mengetahui Tentang Produksi Dan Produktivitas Tanamana Kacang Hijau ditanah

Marjinal.

B. Manfaat

Dengan melakukan praktikum ini diharapkan menjadi bahan informasi tentang kepada

kami dan kepada masyarakat tentang pemberian pupuk kompos dan NPK 16-16-16

terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau dilahan marjinal.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman kacang hijau sudah lama dikenal dan ditanam oleh masyarakat tani di

Indonesia. Asal usul tanaman kacang hijau diduga dari kawasan India. Nikolai Ivanovich

Vavilov, seorang ahli botani Soviet, menyebutkan bahwa India merupakan daerah asal

sejumlah besar suku Leguminosae. Salah satu bukti yang mendukung pendapat Vavilov

adalah ditemukannya plasma nutfah kacang hijau jenis Phaseolus mungo di India atau disebut

kacang hijau India (Rukmana, 1997: 15).

Penyebaran kacang hijau meluas ke berbagai daerah beriklim tropis di Asia seperti:

Taiwan, Thailand, dan Filipina. Data AVRDC menunjukkan bahwa produksi kacang hijau di

beberapa negara Asia pada tahun 1972-1973 amat bervariasi. India mencapai 392.000 ton,

Thailand hanya 191.000 ton, Filipina 19.000 ton, dan Taiwan 3.000 ton (Rukmana, 1997).

Kacang hijau (Vigna radiata L.) dibawa masuk ke wilayah Indonesia pada awal abad ke-

17 oleh pedagang Cina dan Portugis. Pusat penyebaran kacang hijau pada mulanya di Pulau

Jawa dan Bali, tetapi pada tahun 1920-an mulai berkembang ke Sulawesi, Sumatera,

Kalimantan, dan Indonesia bagian Timur. Daerah sentrum produksi kacang hijau adalah

provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa

Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta (Rukmana, 1997).

Keadaan agroekologi Indonesia amat cocok untuk pengembangan budidaya kacang

hijau. Pada masa mendatang dimungkinkan penyebaran kacang hijau meluas ke semua

provinsi di wilayah Nusantara. Peningkatan produksi kacang hijau nasional diramalkan


sebesar 7,6% per tahun dari tahun 1987 hingga tahun 2000 sehingga pada akhir abad ini

produksi kacang hijau di Indonesia diharapkan mencapai 623.000 ton (Rukmana, 1997).

Kacang hijau merupakan salah satu kacangan yang berbentuk butiran kecil dengan

warna kulit hijau. Kacang hijau termasuk tanaman berbentuk semak yang tumbuh

tegak. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini memiliki banyak

manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi.

Kacang hijau di Indonesia menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan legum,

setelah kedelai dan kacang tanah.

Dalam taksonomi atau sistematika tumbuh-tumbuhan, kacang hijau dapat

diklasifikasikan ke dalam : Kingdom : Plantae (Tumbuhan), Subkingdom : Tracheobionta

(Tumbuhan berpembuluh), Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi :

Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub

Kelas : Rosidae, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae (suku polong-polongan), Genus : Phaseolus

dan Spesies : Phaseolus radiatus L.

Morfologi tanaman kacang hijau yaitu, tanaman kacang hijau termasuk famili

Leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kacang hijau terdiri atas akar,

batang, daun, bunga, dan biji. Perakaran tanaman kacang hijau bercabang banyak dan

membentuk bintil-bintil (nodula) akar. Makin banyak nodula akar, makin tinggi kandungan

nitrogen (N) sehingga menyuburkan tanah ( Rukmana, 1997).

Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan cabang menyamping pada batang utama,

berbentuk bulat dan berbulu warna batang dan cabangnya ada yang hijau dan ada yang ungu

(Adrianto dan Indarto, 2004). Batang tanaman kacang hijau berbentuk bulat dan berbuku-
buku. Ukuran batangnya kecil, berbulu, bewarna hijau kecoklatan atau kemerahan. Setiap

buku batang menghasilkan satu tangkai daun, kecuali pada daun pertama berupa sepasang

daun yang berhadap-hadapan dan masing-masing daun berupa daun tunggal. Batang kacang

hijau tumbuh tegak dengan ketinggian mencapai 30 cm-110 cm dan cabangya menyebar

kesegala arah (Rukmana, 1997).

Daunya terdiri dari tiga helaian trifolia dan letaknya berseling-seling. Tangkai daunya

lebih panjang dari daunya dengan warna hijau muda sampai hijau tua (Andrianto dan Indarto,

2004). Kacang hijau merupakan tanaman berumur pendek biasanya berbunga antara 30-70

hari. Bunganya besar berdiameter 1-2 cm, kehijau-hijauan sampai kuning cerah, steril sendiri,

terletak pada tandan ketiak yang tersusun atas 5-25 kuntum bunga panjang tandan bunga 2-20

cm (Somaatmadja, 1993).

Bunga kacang hijau berbentuk seperti kupu-kupu dan berwarna kuning kehijauan atau

kucing pucat. Bunganya termasuk jenis hermaprodit atau berkelamin sempurna. Proses

penyerbukan terjadi pada malam hari sehingga pada pagi harinya bunga akan mekar dan pada

sore hari sudah layu (Purwono dan Hartono, 2005).

Polongnya menyebar dan menggantung berbentuk silinder panjangya mencapai 15 cm,

sering kali lurus, berbulu atau tanpa bulu berwarna hitam atau coklat soga (tawny brown)

berisi sampai 20 butir biji yang bundar sampai lonjong. Polong menjadi tua sampai 60-120

hari setelah tanam. Perontokan bunga banyak terjadi dan mencapai angka 90% (Somaatmadja,

1993).

Buah kacang hijau berbentuk polong. Panjang polong sekitar 5-16 cm. Setiap polong

berisi 10-15 biji. Polong kacang hijau berbentuk bulat silindris atau pipih dengan ujung agak
runcing atau tumpul. Polong muda berwarna hijau, setelah tua berubah menjadi kecoklatan

atau kehitaman. Polongnya mempunyai rambut-rambut pendek/berbulu (Purwono dan

Hartono,2005).

Biji bewarna hijau atau kuning, seringkali coklat atau kehitam-hitaman, memiliki kilap

(lustre) yang kusam atau berkilat (diasosiasikan dengan sisa-sisa dinding polong) hilumnya

pipih dan putih. Perkecambahanya epigeal (Somaatmadja, 1993).

Pupuk adalah material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk

mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan

baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Pupuk

berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan

perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran

proses metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat

ditambahkan sejumlah material suplemen. Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan

kebutuhan tumbuhan tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan.

Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan. Pupuk dapat

diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun.

Berdasarkan sumber bahan yang digunakan, pupuk dapat dibedakan menjadi

pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik adalah pupuk yang berasal dari bahan

mineral dan telah diubah melalui proses produksi dipabrik sehingga menjadi senyawa

kimia yang mudah diserap tanaman. Sementara itu, pupuk organik adalah pupuk yang

terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini
akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda

dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur

haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro.

Dilihat dari sumber pembuatannya, terdapat dua kelompok besar pupuk: pupuk

organik atau pupuk alami (misal pupuk kandang dan kompos) dan pupuk kimia atau pupuk

buatan. Pupuk organik mencakup semua bahan yang dihasilkan dari makhluk hidup dan bisa

digunakan untuk menyuburkan tanaman, seperti kotoran hewan, kotoran cacing, kompos,

rumput laut, guano, dan bubuk tulang. Kotoran hewan merupakan limbah yang seringkali

menjadi masalah lingkungan, sehingga penggunaan kotoran hewan sebagai pupuk dapat

menguntungkan secara lingkungan dan pertanian. Tulang hewan sisa penyembelihan hewan

bisa dijadikan bubuk tulang yang kaya kandungan fosfat. Pupuk organik diketahui mampu

meningkatkan keanekaragaman hayati pertanian dan produktivitas tanah secara jangka

panjang. Pupuk organik juga dapat menjadi sarana sekuestrasi karbon ke tanah. Nutrisi

organik meningkatkan keanekaragaman hayati tanah dengan menyediakan bahan organik dan

nutrisi mikro bagi organisme penghuni tanah seperti jamur mikoriza yang membantu tanaman

menyerap nutrisi, dan dapat mengurangi input pupuk. Pupuk organik merupakan pupuk yang

bersifat kompleks karena ketersediaan senyawa yang ada pada pupuk tidak berupa unsur

ataupun molekul sederhana yang dapat diserap oleh tanah secara langsung. Kadar nutrisi yang

tersedia sangat bervariasi dan tidak dalam bentuk yang tersedia secara angsung bagi tanaman

sehingga membutuhkan waktu lama untuk diserap oleh tanaman. Beberapa limbah yang
dikomposkan, jika tidak diolah secara tepat, dapat menjadi sarana pertumbuhan patogen yang

merugikan tanaman.

Beberapa kendala penggunaan pupuk organik apabila dibandingkan dengan pupuk

anorganik, antara lain Kadar nutrisi, tingkat kelarutan, dan laju pelepasan nutrisi pupuk

organik umumnya lebih rendah dibandingkan pupuk anorganik. Secara umum, keberadaan

nutrisi pada pupuk organik lebih terlarut ke antara molekul tanah, namun juga tidak lebih

tersedia dalam wujud yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman. Berdasarkan

studi dari Universitas California, semua pupuk organik diklasifikasikan sebagai pupuk dengan

laju pelepasan yang lambat (slow release fertliizer) sehingga tidak menyebabkan memar

(burn) pada tanaman meski kadar nitrogen pada pupuk organik berlebih. Gejala burn

merupakan gejala umum yang ditemukan pada tanaman ketika pemberian pupuk kimia

dilakukan secara berlebihan. Kualitas pupuk organik dari kompos dan sumber lainnya dapat

bervariasi dari satu proses produksi ke proses produksi berikutnya. Tanpa pengujian secara

sampling terlebih dahulu, tingkat nutrisi yang akan diterima tanaman tidak bisa diketahui

secara pasti.

Pupuk anorganik merupakan pupuk yang sengaja dibuat melalui proses pabrikasi

dengan kandungan dan unsur tertentu yang ditentukan oleh manusia. Secara umum, tumbuhan

hanya menyerap nutrisi yang diperlukan jika terdapat dalam bentuk senyawa kimia yang

mudah terlarut. Nutrisi dari pupuk organik hanya dilepaskan ke tanah melalui pelapukan yang

dapat memakan waktu lama. Pupuk anorganik memberikan nutrisi yang langsung terlarut ke

tanah dan siap diserap tumbuhan tanpa memerlukan proses pelapukan. Tiga senyawa utama
dalam pupuk anorganik yaitu nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Kandungan NPK

dihitung dengan pemeringkatan NPK yang memberikan label keterangan jumlah nutrisi pada

suatu produk pupuk anorganik. Nutrisi NPK yang siap diserap oleh tanaman pada pupuk

anorganik mencapai 64%, jauh lebih tinggi dibandingkan pupuk organik yang hanya

menyediakan di bawah 1% dari berat pupuk yang diberikan. Inilah yang menyebabkan

mengapa pupuk organik harus diberikan dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan

pupuk anorganik.

Pupuk anorganik digunakan di semua jenis tanaman pertanian dengan jumlah

pemberian bergantung pada jenis tanaman dan tingkat kesuburan tanah saat ini. Misal tanaman

pertanian jenis legum (seperti kedelai) tidak membutuhkan pupuk nitrogen anorganik

sebanyak tanaman lain karena mampu mengikat nitrogen. Namun penerapan pupuk anorganik

berlebih mampu menyebabkan peningkatan keasaman tanah karena mineral yang tidak

dimanfaatkan mampu bereaksi dengan air yang ada di tanah membentuk senyawa asam. Untuk

mencegah hal ini, status nutrisi dari tanaman dan tanah perlu dinilai sebelum penerapan pupuk

anorganik.

Bahaya penggunaan pupuk anorganik, antara lain Pembilasan pupuk nitrogen dari

kawasan pertanian mampu mencemari air tanah. Penggunaan amonium nitrat anorganik secara

umum bersifat membahayakan air tanah karena tanaman lebih mudah menyerap ion amonium

dibandingkan ion nitrat untuk mendapatkan nitrogen, sehingga ion nitrat yang berlebih

tersebut akan terbilas dan mencemari air tanah. Kadar nitrat di atas 10 miligram per liter (10

ppm) pada air tanah mampu menyebabkan sindrom bayi biru. Petani secara tidak sadar
menjadi "kecanduan" pupuk anorganik karena penggunaan pupuk anorganik secara jangka

panjang mematikan organisme tanah yang bermanfaat sehingga penyediaan nutrisi secara

organik tidak akan secepat tanah biasa. Organisme tanah seperti mikoriza, fungi, dan berbagai

bakteri mampu menguraikan senyawa organik. Ketidakseimbangan nutrisi tanah akibat pupuk

anorganik mematikan sebagian besar organisme tanah dan menyebabkan peningkatan

keasaman tanah. Berbagai pupuk anorganik tidak mengandung unsur hara mikro karena dibuat

dalam bentuk murni. Unsur hara mikro ini dapat secara bertahap menghilang dari tanah karena

diserap oleh tumbuhan. Hilangnya unsur mikro telah dikaitkan dengan studi turunnya

kandungan mineral pada buah dan sayur yang dihasilkan suatu usaha tani.Di Australia,

defisiensi seng, tembaga, mangan, besi, dan molibden menjadi pembatas jumlah hasil

pertanian dan peternakan yang dihasilkan pada tahun 1940 sampai 1950an. Sejak kejadian ini,

nutrisi hara mikro mulai ditambahkan pada produksi pupuk anorganik. Berbagai tanah di

seluruh dunia yang kekurangan nutrisi seng terkait pula dengan defisiensi seng pada asupan

nutrisi manusia yang hidup di sekitarnya.

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang

kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa dipelihara oleh

masyarakat, seperti kotoran sapi, kambing, dan ayam. Kan-dungan unsur hara dari ketiga jenis

hewan ini pun berbeda-beda, sapi memiliki kandungan Nitrogen sebesar 0,4%, Phospor 0,2%,

dan Kalium 0,1%. Sedangkan kambing memiliki kandungan Nitrogen sebesar 0,6%, Phospor

0,3%, dan Kalium 0,17%, serta ayam memiliki kandungan Nitrogen sebesar 1%, Phospor

0,8%, dan Kalium 0,4%. Perbedaan kandungan unsur hara ini disebabkan oleh beberapa faktor
yakni jenis hewan, jenis makanan yang diberikan serta umur dari ternak itu sendiri (Tohari,

2009).

Beberapa alasan dari penggunaan pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi,

kambing dan ayam sebagai pengganti pupuk kimia dikare-nakan bahannya mudah diperoleh,

mempunyai kandungan unsur hara Nitrogen yang tinggi, dan merupakan jenis pupuk panas

yang artinya adalah pupuk yang penguraiannya dilakukan oleh jasad renik tanah berjalan

dengan cepat, sehingga unsur hara yang terkandung di dalam pupuk kandang tersebut dapat

dengan cepat di-manfaatkan oleh tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

Selain manfaat dari pupuk kandang, ket-ersedian bahan baku pupuk kandang (kotoran

ternak) yang terus ada sangat memudahkan para petani untuk mendapatkannya. Menurut Dedi

(2011), dalam sehari seekor sapi bisa menghasil-kan kotoran sebanyak 5,5 kg dan dalam

sebulan akan menghasilkan 165 kg. Sugiharto (2008) menyebutkan bahwa seekor kambing

bisa meng-hasilkan 0,25 kg/hari atau 7,5 kg/bulan, sedan-gkan seekor ayam dalam sehari

dapat menghasil-kan 1,48 gr atau 0,45 kg/bulan. Selain bahan baku yang mudah didapat, harga

dari pupuk kandang relative lebih murah dan terjangkau bagi kalangan petani.

Menurut Mariono, dkk (2012), penggunaan pupuk kandang ayam 14 ton/hektar bisa

me-ningkatkan berat segar brangkasan tanaman cabai merah mencapai 389,20 g dan berat

kering brangkasan mencapai 108,57 g.Dalam praktikum kali ini, pupuk yang digunakan

adalah, NPK Mutiara 16 : 16 :16. Pupuk urea adalah pupuk kimiawi yang mengandung unsur

nitrogen dengan kadar 46 %. Artinya setiap 100 kilogram pupuk urea, mengandung 46

kilogram nitrogen di dalamnya (Suhartono, 2012). Keunggulannya mudah larut dalam air. Hal

ini mempermudah para petani untuk menggunakan pupuk urea bersamaan dengan penyiraman
tanaman. Meski demikian, pupuk urea termasuk jenis pupuk yang bisa dengan mudah

berikatan dengan air (higroskopis). Sebaiknya, pupuk urea disimpan di tempat kering dan juga

tertutup dengan rapat. Fungsinya membuat daun tanaman lebih hijau, segar dan rimbun,

mempercepat pertumbuhan dan menambah tinggi tanaman (Anonim, 2011).

NPK Mutiara merupakan pupuk majemuk yang sangat baik untuk pertumbuhan,

produksi tanaman serta meningkatkan panen dan memberikan keseimbangan unsur nitrogen,

phosphor dan kalium. Pupuk ini mudah diaplikasikan serta mudah diserap oleh tanaman. NPK

mutiara merupakan salah satu pupuk majemuk yang mengandung N, P, K dengan kandungan

yang sama 16:16:16 (Shinta, dkk 2012).

Pupuk NPK adalah merupakan pupuk majemuk yang sangat berguna untuk

pertumbuhan dan produksi tanaman. Pupuk npk mengandung hara utama dan hara sekunder

(Anonim, 2012). Pupuk npk terdapat unsur utama yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalsium

(Ca), adapun komposisi kandungan unsur hara dalam pupuk NPK adalah 16% N, 16% P, 16%

K, 0,5% Mg, dan 65% Ca (Suptayino, 1996).Keunggulan pupuk npk yaitu bisa diaplikasikan

pada semua jenis tanaman, bersifat higroskopis mudah larut sehingga mudah di serap oleh

tanaman, bisa diaplikasikan pada berbagai jenis tanah (bersifat netral) (Anonim, 2009). Fungsi

pupuk npk yaitu memacu perkembangan dan pertumbuhan akar dan batang, memacu

pembungaan dan pembuahan, membuat batang tanaman menjadi kokoh (kuat) (Anonim,

2016).

Menurut penelitian Cut Salmiah (2013) jarak tanam berpengaruh sangat nyata

terhadap produksi per hektar. Berpengaruh nyata terhadap diameter pangkal batang umur

45 HST, jumlah cabang produktif dan berat biji kering per plot. Namun berpengaruh tidak
nyata tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45 HST, diameter pangkal batang umur 15 dan 30 HST

dan bobot 1000 biji kering. Pertumbuhan dan produksi terbaik dijumpai pada jarak tanam

40 cm x 10 cm.

Menurut penelitian Cut Salmiah (2013) dosis pupuk NPK berpengaruh sangat nyata

terhadap bobot 1000 biji kering. Berpengaruh nyata terhadap diameter pangkal batang umur

30 HST. Namun berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15, 30 dan 45 HST,

diameter pangkal batang umur 15 dan 45 HST, jumlah cabang produktif, berat biji kering per

plot dan produksi per hektar. Pertumbuhan dan produksi terbaik dijumpai pada dosis pupuk

NPK 150 kg ha-1.

Menurut penelitian Mustaqim dkk, 2016 menyatakan bahwa pemberian pupuk NPK

120 kg ha-1, 80 kg ha-1 200 kg ha- 1


merupakan dosis yang terbaik mampu menghasilkan

pertumbuhan maupun produksi tanaman


III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat Dan Waktu

Praktikum ini telah dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian, Universitas

Islam Riau jalan Kaharuddin Nasution KM 11, Kelurahan Air Dingin, Kecamatan Bukit Raya

Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Waktu yang digunakan dalam praktikum ini adalah 4 (empat)

bulan terhitung dari bulan September sampai dengan Desember 2019 pada setiap hari Sabtu

sore pukul 16.00 WIB (Lampiran 1).

B. Bahan Dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu benih kacang hijau, pupuk kandang

pupuk NPK 16:16:16. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alatnya cangkul,

garu, angkong, gembor, dan penggaris

C. Pelaksanaan Praktikum

1. Persiapan Dan Penggolahan Lahan

Pertama membersihkan lahan dari gulma menggunakan alat cangkul setelah itu

menggumpulkan gulma menggunakan alat garu dan membuang rumput ke tempat

pembuangan menggunakan angkong.


2. Pembuatan Plot

Setelah lahan bersih selanjutnya pembuatan plot langkah pertama ukur luas lahan,

setelah itu pancang menggunakan tali raffia yang ujungnya diikat kayu setelah

dipancang barulah pembuatan plot menggunakan alat cangkul dengan ukuran plot

panjang 1 m dan lebar 1 m dan ketinggian tanah berkisar antara 20-30 cm dan bedengan

berbentuk persegi empat.

3. Pemupukan dasar

Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang dengan dosis 2 kg/plot yang

bertujuan agar lubang tanam pada plot menjadi subur yang akan banyak mengandung

unsur hara untuk tanaman yang nantinya akan ditanami.

4. Penanaman

Pertama buat lubang tanam sebanyak 12 lubang dengan kedalam lubang 2 cm,

jarak tanam 20x30 cm, untuk satu lubang ditanami 2 benih kacang hijau kemudian

lubang tanam lainnya di tanami dengan benih yang sama satu lubang 2 benih,

selanjutnya ditutup dengan tanah (ditimbun) jangan terlalu padat kemudian siram plot

yang telah ditanami benih kacang hijau dengan air sebanyak satu gembor atau sampai

plot menjadi basah.

5. Pemupukan susulan

a. NPK Mutiara 16 : 16 : 16

Pupuk NPK Mutiara 16 : 16 :16 dengan dosis sebanyak 5 gr/tanaman, caranya

pemberian pupuk dengan sistem tugal, membuat lubang tugal sedalam 10 cm, jarak
lubang tugal dari tanaman 5 cm, kemudian pupuk dimasukkan kedalam lubang tersebut

lalu tutup dengan tanah.

6. Pengamatan

a. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga ujung tanaman. Pengukuran

tinggi tanaman menggunakan penggaris/mistar pada tanaman umur 15 HST, 30

HST, dan 45 HST

b. Jumlah daun

Jumlah daun yang tumbuh dihitung pada tanaman umur 15 dan 30 HST. Daun yang

dihitung adalah yang telah membentuk daun sempurna atau hampir sempurna

(bukan tunas daun).

c. Umur bunga

Umur bunga dihitung pada bunga yang menempel di ketiak daun sampai batang

maupun cabang dengan menghitung bunga yang telah membuka, pada umur 45

HST.

d. Umur berbuah

Umur buah dihitung saat buah mulai muncul 45 dan 60 HST

e. Jumlah Polong Pertanaman

Pengamatan jumlah polong per tanaman ini dilakukan pada akhir praktikum yaitu

dengan menghitung jumlah polong pada tanaman sampel, dari keseluruhan panen

baik polong yang bernas maupun polong yang hampa.Selajutnya, data yang

diperoleh dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.


f. Jumlah polong perplot

Pengamatan jumlah polong per plot ini dilakukan pada akhir praktikum yaitu

dengan menghitung jumlah polong pada tanaman sampel, dari keseluruhan panen

baik polong yang bernas maupun polong yang hampa.Selajutnya, data yang

diperoleh dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.

g. Berat biji pertanaman

Pengamatan berat polong dilakukan pada akhir praktikum yaitu dengan

menghitung berat polong pada tanaman tanaman dari seluruh panen baik polong

yang bernas maupun polong yang hampa.Selajutnya, data yang diperoleh dianalisis

secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.

h. Berat biji perplot

Pengamatan berat polong polong dilakukan pada akhir praktikum yaitu dengan

menghitung berat polong pada tanaman perplot, dari seluruh panen baik polong

yang bernas maupun polong yang hampa.Selajutnya, data yang diperoleh dianalisis

secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.

i. Jumlah bintil akar

Pengamatan bintil akar dilakukan diakhir praktikum yaitu saat pemanenan

7. Perawatan

Tahap Perawatan Perawatan yang diberikan pada tanaman kacang hijau terdiri dari:

a. Penyiraman

Penyiraman secara teratur dilakukan setiap 3 hari sekali dengan kuantitas

penyiraman 100 % KL (kapasitas lapang) pada fase penanaman benih hingga


menjadi bibit. Setelah 7 HST volume penyiraman diubah berdasarkan perlakuan

100% KL, 75% KL dan 50% KL.

b. Penyulaman

Penyulaman tanaman yang mati atau terserang hama dan penyakit dilakukan

dengan cara mengganti tanaman yang mati dengan yang baru sebelum 7 HST.

c. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh pada media tanam

secara hati hati agar tidak merusak tanaman.

d. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan insektisida ripcord dengan

dosis 2-3 ml/liter air dan volume semprot 500-600 liter/ha.

Perhitungan luas area daun dengan menggunakan metode Gravimetri pada umur 45

HST \dengan cara perhitungan sebagai berikut (Sitompul dan Guritno, 1995):LD =

Wr x Lk/Wt Dimana:LD = Luas daun (cm2)Wr = Bobot kertas replika daun (gram)

LK = Luas kertas (gram) Wt = Bobot seluruh kertas (gram)

8. Panen

Kacang hijau dapat mulai dipanen pada usia 60 hari sampai 80 hari setelah tanam.

Penen kacang hijau dilakukan setiap hari, buah yang dipanen adalah buah yang sudah

menguning. Jangan menunggu kulit buah berwarna hitam karena mudah pecah dan biji

terlepas saat matahari terik. Masukkan buah kacang hijau kedalam karung goni

kemudian dijemur hingga kering. Jika buah sudah benar-benar kering, pukul-pukul

karung goni menggunakan kayu agar biji terlepas.


D. Paramer pengamatan

a. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga ujung tanaman. Pengukuran

tinggi tanaman menggunakan penggaris/mistar pada tanaman umur 15 HST, 30

HST, dan 45 HST

b. Jumlah daun

Jumlah daun yang tumbuh dihitung pada tanaman umur 15 dan 30 HST. Daun yang

dihitung adalah yang telah membentuk daun sempurna atau hampir sempurna

(bukan tunas daun).

c. Umur bunga

Umur bunga dihitung pada bunga yang menempel di ketiak daun sampai batang

maupun cabang dengan menghitung bunga yang telah membuka, pada umur 45

HST.

d. Umur berbuah

Umur buah dihitung saat buah mulai muncul 45 dan 60 HST

e. Jumlah Polong Pertanaman

Pengamatan jumlah polong per tanaman ini dilakukan pada akhir praktikum yaitu

dengan menghitung jumlah polong pada tanaman sampel, dari keseluruhan panen

baik polong yang bernas maupun polong yang hampa.Selajutnya, data yang

diperoleh dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.


f. Jumlah polong perplot

Pengamatan jumlah polong per plot ini dilakukan pada akhir praktikum yaitu

dengan menghitung jumlah polong pada tanaman sampel, dari keseluruhan panen

baik polong yang bernas maupun polong yang hampa.Selajutnya, data yang

diperoleh dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.

g. Berat biji pertanaman

Pengamatan berat polong dilakukan pada akhir praktikum yaitu dengan

menghitung berat polong pada tanaman tanaman dari seluruh panen baik polong

yang bernas maupun polong yang hampa.Selajutnya, data yang diperoleh dianalisis

secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.

h. Berat biji perplot

Pengamatan berat polong polong dilakukan pada akhir praktikum yaitu dengan

menghitung berat polong pada tanaman perplot, dari seluruh panen baik polong

yang bernas maupun polong yang hampa.Selajutnya, data yang diperoleh dianalisis

secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.

i. Jumlah bintil akar

Pengamatan bintil akar dilakukan diakhir praktikum yaitu saat pemanenan


DAFTAR PUSTAKA

Kementrian pertanian republik Indonesia. 2018. Sub-sektor Tanaman Pangan (Food Crops

Sub-sector).https://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=61.iakses

pada tanggal 11 November 2019

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2018. Statistik Produksi

Tanaman pangan. http://hortikultura.pertanian.go.id/wpcontent/uploads/

2018/02/Statistik-Produksi-2018.pdf. Diakses pada tanggal 11 November 2019

Tjitrosoepomo. (2007). Klasifikasi tanaman kacang hijau. Jurnal bahan kajian teori

pertumbuhan tanaman kacang hijau.

Suharta.N. 2010. Karakteristik Dan Permasalahan Tanah Marginal Dari Batuan Sedimen

Masam Di Kalimantan. Jurnal Litbang Pertanian, 29(4), 2010

Taufik Afif1, Kastono.D, Prapto.Y. (2013). Pengaruh Macam Pupuk Kandang Terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Tiga Kultivar Kacang Hijau (Vigna radiata L. Wilczek) di

Lahan Pasir Pantai Bugel, Kulon Progo. Jurnal:egetalika Vol.3 No.3, 2014 : 78 - 88

Hasibuan, B.E. 2006. Pupuk dan Pemupukan. Universitas Sumatera Utara.Medan.

Kadekoh, I dan Amirudin, .2007. Pertumbuhan dan Hasil Jagung Pulut (Zea mays certain)

Pada Bebagai Dosis Bokasi Gamal dan Pupuk NPK dalam System Alley Cropping.

Jurnal Agrisain 8(1):10-17.


Koswara, J. 1992. Pengaruh Dosis dan Waktu Pemberian Pupuk N dan K Terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis Seleksi Dermaga 2 (SD2). J.II. Pertanian

Indonesia. 2(1): 1-6.

Sekar L.P. 2016. Pengaruh pemberian dosis pupuk npk dan pupuk hayati Terhadap

pertumbuhan dan produksi Tanaman sedap malam (polianthes tuberosa l.). Skripsi.

Universitas lampung Bandar lampung.

AgroMedia, Redaksi. 2007. Petunjuk Pemupukan. Jakarta : PT. AgroMedia Pustaka

Chusnia, Wilda. 2012. Kajian Aplikasi Pupuk Hayati dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan

Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.) dalam Polybag. Skripsi.

Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Airlangga. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai