Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku merokok telah menjadi perilaku adiktif yang umum ditemui di

Indonesia. Perilaku merokok merupakan tindakan seseorang melakukan

kegiatan merokok atau tindakan-tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk

merangsang untuk merokok, serta hasil keputusan seseorang setelah

mempertimbangkan buruk baiknya merokok. Informasi mengenai merokok dari

lingkungan merupakan hal penting yang mempengaruhi pertimbangan baik

tidaknya rokok. Oleh karena itu, proses pengambilan keputusan untuk merokok

sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Efendi, 2005 dalan Hamdan, 2014).

Menurut World Health Organization (WHO), tembakau membunuh lebih

dari 5 juta orang per tahun dan diproyeksikan akan membunuh 10 juta orang

sampai tahun 2020, dari jumlah itu 70% korban berasal dari negara

berkembang yang didominasi oleh kaum laki-laki sebesar 700 juta terutama di

Asia. WHO memperkirakan 1,1 miliar perokok dunia berumur 15 tahun ke atas

yaitu sepertiga dari total penduduk dunia (Tarwoto, dkk, 2015).

Perilaku merokok ini mengalami peningkatan prevalensi perokok yang

semakin tinggi tiap tahunnya. Jumlah konsumsi rokok di Indonesia menempati

posisi tertinggi di dunia yaitu sebesar 1.634 triliun batang. Negara-negara maju

memiliki jumlah yang lebih rendah misalnya China sebanyak 451 milyar

batang, Amerika Serikat sebanyak 328 milyar batang dan Rusia sebanyak 215

milyar batang (Amelia, 2009).

1
Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2015, laki-laki

Indonesia menduduki ranking pertama di dunia dengan prevalensi 67%, diikuti

Rusia 61%. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan

bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki persentase perokok aktif

dengan usia penduduk diatas > 15 (usia remaja) tahun sebesar 21,2%.

Di Jawa Tengah, persentase merokok setiap hari bagi penduduk umur

diatas 10 tahun secara nasional sebesar 24,3%. Prevalensi perokok saat ini

30,7% dengan rerata jumlah rokok yang dihisap 8,9 batang perhari. Usia mulai

merokok tiap hari yaitu rentan usia 15-19 tahun. Penduduk yang merokok

83,8% juga merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga

(Riskesdas, 2007). Yayasan Kesehatan Indonesia secara khusus mencatat

bahwa 18% remaja yang duduk dibangku SMP diketahui mulai merokok dan

11% diantaranya mampu menghabiskan 10 batang perhari.

Remaja mulai merokok dikatakan oleh Erikson (1989) berkaitan dengan

adanya krisis aspek psikososial yang dialami dalam masa perkembangannya,

yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Untuk mecari jati diri,

maka Beberapa remaja melakukan perilaku merokok sebagai cara

kompensatoris. Perilaku merokok bagi remaja merupakan salah satu simbol

dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik kepada lawan jenis

(Syair, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Orpan Saman Lebang & Sabarinah

Prasetyo (2013) dengan judul Gambaran perilaku merokok pada remaja di

SMU Wahyu Kota Makassar Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa semua

informan berasal dari keluarga perokok, memiliki teman yang juga perokok,

pernah melihat iklan tentang rokok dan guru yang merokok di sekolah. Selain

2
itu, semua informan mengaku mengetahui adanya tata tertib larangan merokok

bagi siswa. Namun menurut salah satu informan yang pernah ketahuan

merokok ia tidak diberi sanksi atau peringatan dari pihak sekolah pada saat

kejadian. Dilihat dari semua sikap informan mempunya sikap yang pro

terhadap rokok karena mereka mempunyai persepsi bahwa dengan merokok

akan mempunyai banyak teman dan dapat menghilangkan stress.

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Uepai merupakan salah satu

SMA yang berada di wilayah Kabupaten Konawe dengan total jumlah peserta

didik keseluruhan adalah sebanyak 303 orang yang terdiri dari 160 orang laki-

laki dan 143 orang perempuan. Untuk kelas X keseluruhan berjumlah 114

orang yang terdiri dari 55 orang laki-laki dan 59 orang perempuan. Kelas XI

keseluruhan berjumlah 91 orang yang terdiri dari 48 orang laki-laki dan 43

orang perempuan. Kelas XII jumlah keseluruhan adalah 75 orang yang terdiri

dari 43 orang laki-laki dan 32 orang perempuan (Data Kesiswaan SMA N 1

Uepai, 2017).

Data yang diperoleh dari bagian kesiswaan SMA Negeri 1 Uepai

diketahui bahwa pelanggaran-pelanggaran siswa yang tertinggi setiap

tahunnya adalah keterlambatan. Kemudian perilaku merokok siswa di

lingkungan sekolah. Bila keterlambatan siswa jumlahnya berkurang dari tahun

ke tahun namun perilaku merokok jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun.

Tahun 2014, jumlah siswa yang diberikan sanksi karena perbuatan merokok di

lingkungan sekolah sebanyak 14 orang. Tahun 2015, siswa yang dihukum 16

orang karena perilaku merokok mereka di lingkungan sekolah (kantin, parkiran,

dalam kelas saat guru tidak masuk kelas, belakang kelas) dan Tahun 2016,

sebanyak 19 siswa yang diberikan sanksi atas perilaku merokok mereka.

3
Sementara untuk Tahun 2017, sampai bulan Maret siswa yang diberikan

sanksi baru 4 orang karena merokok. Dari siswa yang dihukum tersebut

ternyata kebanyakan adalah siswa kelas 2 jurusan IPS (Data Kesiswaan SMA

N 1 Uepai, 2017).

Informasi yang diperoleh dengan mewawancarai 10 orang siswa kelas 2

yang mengaku merokok diketahui bahwa 7 orang diantaranya perokok aktif

yang berasal keluarga perokok, 3 orang lainnya mengatakan bukan berasal

dari keluarga perokok. Saat ditanya tentang dampak dari merokok, sebanyak 6

orang mengatakan rokok memiliki dampak negative seperti kanker, stroke,

asma dan TBC dan sebanyak 4 orang mengatakan sebanyak kurang

mengetahui apa dampak merokok, mereka mengatakan selama merokok

mereka merasa baik-baik saja. Sementara saat ditanya alasan mereka

merokok yaitu sebanyak 6 orang mengatakan karena merasa gengsi/malu

dengan teman-temannya karena mereka beranggapan bahwa dengan

merokok gampang mendapatkan teman baru. Dengan merokok juga mereka

merasa lebih keren terlihat terutama teman-teman wanita mereka. Sedangkan

4 orang lainnya mengatakan tertarik merokok karena melihat teman-teman

yang merokok, awal mencoba-coba hingga menjadi kebiasaan merokok

karena ketergantungan. Saat ditanya bagaimana cara mereka mendapatkan

rokok tersebut, semuanya mengatakan dapat dibeli dengan mudah di warung-

warung, meskipun saat membeli rokok menggunakan seragam sekolah.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul Faktor-faktor yang berhubungan dengan

Perilaku Merokok pada Remaja SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe

Tahun 2017.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan

Perilaku Merokok pada Remaja SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe

Tahun 2017?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan

Perilaku Merokok pada Remaja Kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten

Konawe Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara faktor kebiasaan merokok teman

dengan perilaku merokok pada remaja kelas 2 SMA Negeri1 Uepai

Kabupaten Konawe Tahun 2017.

b. Untuk mengetahui hubungan antara faktor kebiasaan merokok keluarga

dengan perilaku merokok pada remaja kelas 2 SMA Negeri1 Uepai

Kabupaten Konawe Tahun 2017.

c. Untuk mengetahui hubungan antara faktor sikap tentang rokok dengan

perilaku merokok pada remaja kelas 2 SMA Negeri1 Uepai Kabupaten

Konawe Tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi SMA Negeri 1 Uepai

dalam rangka penyelanggaraan pendidikan yang berkualitas pada

siswa-siswinya

5
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam

rangka perbaikan mutu pendidikan terutama kedisiplinan siswa.

2. Manfaat Teoritis

a. Sebagai sumbangan ilmiah dan dapat memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan

b. Dapat menjadi bahan rujukan dan sumbangan pemikiran bagi para

peneliti selanjutnya.

c. Sebagai tambahan wawasan dan pengetahuan bagi peneliti mengenai

perilaku merokok remaja khususnya lokasi penelitian

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman

serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar

maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan:

berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan)

(Sarwono, 2010).

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia

adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung,

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Skinner (1938), seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo

(2010), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena

perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan

kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut

teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

7
Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010), perubahan

perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang

dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun

ekonomi dimana dia hidup dan beraktifitas.

Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi,

karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to

change), ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau

program-program baru, maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat

mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini

disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang

berbeda-beda.

Perilaku yang optimal akan memberi dampak pada status kesehatan

yang optimal juga. Perilaku yang optimal adalah seluruh pola kekuatan,

kebiasaan pribadi atau masyarakat, baik secara sadar ataupun tidak yang

mengarah kepada upaya pribadi atau masyarakat untuk menolong dirinya

sendiri dari masalah kesehatan. Pola kelakuan/kebiasaan yang

berhubungan dengan tindakan promotif, preventif harus ada pada setiap

pribadi atau masyarakat.

Perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap

dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Untuk memberikan respon terhadap

situasi di luar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa

tindakan).

8
Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3

(tiga) jenis, yaitu:

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga dapat diperoleh

dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, atau

media massa dan elektronik.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera

penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (Ever Behavior). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari

sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat

memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun

melalui pengalaman orang lain. Pengetahaun dapat ditingkatkan melalui

penyuluhan, baik secara individu maupun kelompok, untuk

meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk

tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat

dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan mempunyai 6 (enam)

tingkatan, yaitu:

1) Tahu (Know)

Diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

9
mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh

bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tabu tentang apa yang dipelajari

antara lain : menyebutkan, mendefinisikan dan mengatakan.

2) Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang telah memahami terhadap objek atau

materi atau harus dapat menjelaskan, menyebutkan cotoh,

menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.

Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.

Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam

perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan

prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-

kasus yang diberikan.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti: dapat

10
menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan

dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan

bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada.

Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan,

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-

rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk

melakukan Justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah

ditentkan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

b. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus

atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi

yang bersangkutan.

Sikap (Attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang,

tidak senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang

terhadap sesuatu. “Sesuatu” itu bisa benda, kejadian, situasi, orang-

orang atau kelompok. Kalau yang timbul terhadap sesuatu itu adalah

perasaan senang, maka disebut sikap positif, sedangkan kalau

11
perasaan tidak senang, sikap negative. Kalau tidak timbul perasaan

apa-apa berarti sikap netral (Sarwono, 2010).

Sikap dinyatakan dalam tiga domain ABC, yaitu Affect,

Behaviour, dan Cognition. Affect adalah perasaan yang timbul (senang,

tak senang), Behaviour adalah perilaku yang mengikuti perasaan itu

(mendekat, menghindar) dan Cognition adalah sebuah penilaian

terhadap objek sikap (bagus, tidak bagus) (Sarwono, 1997 dalam

Sarwono, 2010)

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang

masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap tidak dapat

langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam

kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yag bersifat emosional

terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulas atau objek. Manifestasi sikap itu tidak

dapat langsung dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup.

Allport (1954) dalam (Notoatmodjo, 2010), menjelaskan bahwa

sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok, yaitu:

1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3) Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave).

12
Sikap ini terdiri dari 4(empat) tingkatan yaitu (Notoatmodjo,

2010) :

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek). Misalnya : sikap orang terhadap

lingkungandapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu

terhadap ceramah-ceramah tentang lingkungan.

2) Merespon (Responding)

Memberikan jawaban, apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar

atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang

ibu yang mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbangkan

anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu

bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap

gizi anak.

4) Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

13
Ciri-ciri sikap adalah:

1) Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari

sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan

objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif

biogenetis, seperti : lapar, haus atau kebutuhan akan istirahat.

2) Sikap dapat berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari dan

karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang, bila terdapat

keadaan-keadaan dari syarat-syarat tertentu yang mempermudah

sikap pada orang itu.

3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan

tertentu terhadap suatu objek, dengan kata lain sikap itu terbentuk,

dipelajari atau berubah senantiasa.

4) Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5) Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah

yang membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau

pengetahuan- pengetahuan yang dimiliki orang (Notoatmodjo, 2010).

c. Tindakan atau praktek (Practice)

Tindakan ini merujuk pada perilaku yang diekspresikan dalam

bentuk tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan

sikap yang telah dimiliki.

Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah

tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan

bahkan dapat dipelajari (Wawan dan dewi, 2010).

14
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari

manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas

mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi.

Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas organisme, baik yang

dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo,

2010).

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau

tindakan yang dapat di amati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi,

dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku dari pandangan biologis

adalah meruakan suatu kegiatan atau aktivitas organism yang

bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu

aktivitas dari manusia itu sendiri (Wawan dan Dewi 2010).

2. Jenis Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons

organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek

tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam, yakni :

a. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,

misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu

penyakit tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke

puskesmas untuk diimunisasi. Contoh lain seorang yang menganjurkan

orang lain untuk mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri tidak

ikut keluarga berencana. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa ibu

telah tahu gunanya imunisasi dan contoh kedua orang tersebut telah

15
mempunyai sikap yang positif untuk mendukung keluarga berencana

meskipun mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap

kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih

terselubung (covert behaviour).

b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

langsung. Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa

anaknya ke Puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi

dan orang pada kasus kedua sudah ikut keluarga berencana dalam arti

sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena perilaku mereka ini sudah

tampak dalam bentuk tindakan nyata maka disebut overt behaviour. Dari

uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah

merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan

masih bersifat terselubung dan disebut covert behaviour. Sedangkan

tindakan nyata seseorang sebagai respons seseorang terhadap

stimulus (practice) adalah merupakan overt behavior (Wawan & Dewi,

2010).

3. Cara Menilai Perilaku

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat

dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau

kegiatan responden (Notoatmodjo, 2010). Pengukuran perilaku paling baik

adalah secara langsung, yaitu mengamati tindakan dari subjek dalam

rangka memelihara kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).

16
B. Tinjauan Tentang Rokok

1. Pengertian Rokok

Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu

atau bentuk lainnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa

bahan tembakau. Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

digunakan mengakibatkan bahaya kesehatan bagi diri sendiri maupun

masyarakat, oleh karena itu diperlukan berbagai kegiatan pengamanan

rokok bagi kesehatan (Syair, 2009).

2. Kandungan Rokok

Setiap batang rokok yang dinyalakan akan mengeluarkan lebih 4.000

bahan kimia beracun yang membahayakan dan dapat membawa maut.

Dengan ini setiap sedotan itu menyerupai satu sedotan maut. Diantara

kandungan asap rokok yaitu bahan radioaktif (Polonium-201) dan bahan-

bahan yang digunakan di dalam cat (acetone), racun tikus (arsenic), gas

beracun (hydrogen ciyanide) dan banyak lagi. Bagaimanapun, racun paling

penting adalah Tar, nikotin dan karbon mono oksida.

a. Tar adalah kumpulan dari ratusan bahan, bahkan ribun bahan kimia

dalam komponen asap rokok setelah dikuragi nikotin dan air. Tar ini

mengandung bahan-bahan karsinogen yang menyebabkan kanker. Tar

yang dihasilkan dari asap rokok akan terakumulasi dan menempel pada

permukaan alveoli paru-paru. Dapat dibayangkan kalau merokok

dilakukan terus menerus, paru-paru sudah pasti tercemar, bahkan

rusak. Gejala awalnya mungkin Cuma batuk-batuk kecil, selanjutnya

akan berdampak bahaya karena kanker di paru-paru sudah stadium

lanjut. (Badriah, 2010).

17
b. Secara umum, nikotin bersifat depresan, meskipun awalnya bersifat

stimulan. Seseorang yang menghisap rokok, pada mulanya nikotin akan

merangsang saraf otak (pusat saraf). Nikotin ini merangsang adanya

hormon adrenalin dari anak ginjal. Efeknya, ia bisa meningkatkan

tekanan darah dan kadar kolesterol dalam darah. Inilah yang biasa

menyebabkan penyempitan pembuluh darah, membuat denyut jantung

tidak teratur dan berdebar-debar, dapat menyebabkan penyakit

kardiovaskular. Nokotin juga dapat merangsang sistem saraf manusia

(Badriah, 2010).

c. Karbonmonoksida adalah suatu gas yang mudah diserap kedalam

saluran pembuluh darah, yang berakibat pada ketergantungan secara

fisiologis (physiological dependency). Karbon monoksida yang

tersimpan dalam asap rokok dapat menurunkan kapasitas

pengangkutan oksigen yang diperlukan jantung karena gas tersebut

menggantikan sebagian oksigen dalam hemoglobin.

d. Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano yakni

zat yang bisa membentuk plak kuning pada permukaan lidah, serta

menganggu kelenjar makanan dan perasa yang terdapat pada

permukaan lidah

e. Benzene juga dikenal sebagai bensol merupakan senyawa kimia

organik yang mudah terbakar dan cairan tidak berwarna zat ini

menghalangi oksidasi enzim didalam tubuh (zat besi yang berisi

pigmen).

18
f. Cadnium sebuah logam yang sangat beracun dan radioaktif yang

ditemukan pada baterai (digunakan untuk aki mobil) zat ini apabila

masuk didalam tubuh akan menyebabkan kematian.

g. Metanol (alkohol kayu) adalah alkohol yang paling sederhana yang juga

dikenal sebagai metil alkohol. Meminum atau mengisap methanol akan

menyebabkan kebutaan dan kematian.

h. Asetilena (bahan bakar yang digunakan dalam obor las) merupakan

senyawa kimia tak jenuh yang juga merupakan hidrokarbon alkuna yang

paling sederhana. zat ini sangat mengganggu proses pertumbuhan dan

perkembangan.

i. Amonia ditemukan dimana-mana dilingkungan tetapi sangat beracun

dalam kombinasi dengan unsur-unsur tertentu, zat ini sangat tajam

baunya saking kerasnya racun yang terdapat dalam zat ini jika

disuntikkan sedikit saja kedalam tubuh bisa menyebabkan orang

tersebut pinsan.

j. Formaldehida cairan yang sangat beracun yang digunakan untuk

mengawetkan mayat. Zat ini apabila masuk kedalam tubuh akan

merusak semua organ tubuh.

k. Hidrogen sianda adalah racun yang digunakan sebagai fumigan untuk

membunuh semut. Zat ini juga digunakan sebagai zat pembuat pelastik

dan pestisida. Zat ini adalah zat yang paling ringan dan mudah terbakar

sangat efisien untuk menghalangi pernapasan.

l. Arsenik adalah bahan yang terdapat dalam racun tikus. Sejenis unsur-

unsur kimia yang digunakan untuk membunuh serangga yang dapat

19
mengganggu saluran pernapasan, bahkan merangsang terjadinya

kerusakan dan perubahan kulit tubuh.

3. Bahaya Rokok Terhadap Kesehatan

Secara umum, rokok dibuat dari daun tembakau yang dikeringkan

dicampur dengan cengkeh, aroma, pengawet, saus dan bahan lainnya,

kemudian dibungkus dengan daun tembakau itu sendiri atau kertas, lalu

siap untuk dikonsumsi (Badriah, 2010).

Sudah banyak diteliti dan telah terbukti kandungan racun dalam

rokok membahayakan kesehatan seseorang. Baik asap yang dihisap

langsung saat merokok (mainstream smoke) maupun yang keluar dari

ujung rokok (sidestream smoke), sama-sama mengandung bahan kimia

beracun seperti, nikotin, ter, nitrous oxside, formic acid, phenol, karbon

monoksida dan lain-lain (Jaya, 2009).

Bahan-bahan tersebut apabila berinteraksi dan berakumulasi secara

kronis dalam waktu yang lama dapat menimbulkan penyakit kanker (paru,

bibir, mulut, kerongkongan dan usus), penyakit jantung dan paru kronis.

Paling tidak rokok mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia. 59 bahan

kimia diantaranya memiliki racun (toksik), karsinogenik (bersifat memicu

timbulnya kanker, dan bersifat mutagenik (mengubah sifat sel).

Dibawah ini adalah berbagai penyakit dan gangguan kesehatan yang

umumnya terjadi akibat rokok.

a. Serangan Jantung

Nikotin adalah salah satu zat yang beracun bersifat adiktif

(menimbulkan ketergantungan) yang berperan besar dalam

menimbulkan gangguan tubuh. Nikotin dapat meningkatkan asam

20
lemak, mecetuskan aterosklerosis, penyempitan pembulu koroner,

penyempitan alteri koroner dapat menimbulkan serangan jantung.

b. Kanker

Zat-zat yang terkandung dalam rokok dapat dikelompokkan

dalam tiga komponen utama, yaitu nikotin, tar dan kelompok gas. Pada

kelompok nikotin terkandung zat adiktif yang membuat orang menjadi

kecanduan dan sulit menghilangkan kebiasaan merokok. Kelompok tar

terdiri dari banyak zat yang bersifat karsinogenik yang

bertanggungjawab atas tumbuhnya sel-sel kanker dalam tubuh pecandu

rokok. Kelompok gas, antara lain terdiri dari karbon monoksida yang

akan mengikat hemoglobin darah dan membuat oksigen tereliminasi.

Oksigen yang buruk dalam tubuh dapat mengakibatkan serangan

jantung dan lain-lain. Selain itu terdapat juga hidrogen sianida, sehingga

dapat menyebabkan penyakit kanker lainnya seperti kanker kandung

kemih, kanker tenggorok, kanker rahim dan kanker lambung.

c. Impotensi

Rokok juga beresiko menimbulkan impotensi. Rokok juga dapat

menyebaban disfungsi ereksi pada umur 30-40 tahun. Hal ini

disebabkan karena bahan kimia dalam rokok menyebabkan

penyempitan pada pembuluh darah sekitar genitalia. Adanya disfungsi

ereksi dapat merupakan tanda dini gangguan pembuluh darah di tempat

lainnya.

21
d. Mudah Lelah dan Hipertensi

Nikotin yang dihisap seorang perokok mampu mengeluarkan

catecholamines dari tubuh, yakni kumpulan zat kimiawi yang sangat

dibutuhkan tubuh diantaranya adalah hormon adrenalin.

Keluarnya adrenalin dalam jumlah besar ini mampu

mempengaruhi kerja darah diantaranya menyebabkan denyut jantung

berdetak lebih cepat sekitar 15-20 kali lipat per menitnya dan berdampat

pada meningkatnya tekanan darah (hipertensi) sekitar 10-20 jenjang.

Kesemuanya secara tidak langsung bisa membuat seorng

perokok menjadi mudah lelah dikala harus melakukan suatu tugas dan

juga rentan terhadap beragam gejala hipertensi. Hal ini mengindikasikan

adanya kerja rodi organ jantung seorang perokok dalam menyalurkan

darah kesemua organ tubuh lainnya sebagai imbas dari meningkatnya

detakan yang diakibatkan oleh meningkatnya adrenalin yang keluar.

Dengan demikian pula, kadar darah yang dibutuhkan pun meningkat

untuk mengimbangi aktifitas yang besar. Dari sini muncul masalah

lainnya: bila pembuluh darah tidak sepenuhnya prima dan tidak mampu

menyalurkan darah yang cukup ke organ jantung, maka secara tidak

langsung, kerja jantung melemah dan tubuhpun tidak akan mampu

melakukan tugas rutinitasnya dengan baik.

e. ‘Baby blues’ dan kesulitan bernafas

Karbon monoksida adalah gas beracun yang dihasilkan dari

pembakaran rokok, dan termasuk juga bahan yang sangat berbahaya

dan merupkan limbah pabrik. Bila pada masa kini kita memerangi polusi

lingkungan termasuk di dalamnya memerangi peredaran karbon

22
monoksida secara bebas dan sejenisnya, maka secara tidak langsung

seharusnya kitapun memerangi kebiasaan merokok dilingkungan kita.

Suatu penelitian telah membuktikan bahwa gas karbon monoksida yang

dihasilkan dari rokok ini 64 kali lebih banyak dari yang diperolehkan

peredarannya pada suatu pabrik yang mengeluarkan limbah dalam

bentuk asap.

f. Asma

Karbon monooksida adalah suatu gas yang mudah diserap

kedalam saluran pembuluh darah, yang berakibat pada ketergantungan

secara fisiologis (physiological dependency). Karbon monoksida yang

tersimpan dalam asap rokok dapat menurunkan kapasitas

pengangkutan oksigen yang diperlukan jantung karena gas tersebut

menggantikan sebagian oksigen dalam hemoglobin. Pada perokok pasif

terpaksa harus ikut menghirup asap rokok yang dihembuskan dari

perokok aktif dan dalam asap rokok tersebut mengandung karbon

monoksida yang mudah diserap kedalam pembuluh darah, sehingga

dapat mengakibatkan timbulnya asma kepada perokok pasif (Fauzi,

2010)

Rokok merupakan penyebab kematian dini yang sebenarnya

dapat dicegah. Penyebab kematian utama yang disebabkan oleh karena

rokok adalah penyakit jantung (1.69 juta kematian), PPOK (Penyakit

Paru Obstruksi Kronis) (0.97 juta kematian), dan kanker (0.89 juta

kematian). Sekitar 90% kanker paru berhubungan dengan kebiasaan

merokok.

23
Menurut (Jaya, 2009) bahwa ancaman utama rokok terhadap

berbagai organ tubuh adalah :

1) Otak : stroke

2) Mulut dan tenggorokan : kanker bibir , mulut , tenggorokan , dan

laring

3) Jantung : melemahkan arteri , meningkatkan resiko serangan

jantung

4) Dada : kanker sesofagus

5) Paru–paru : kanker, emfisema, asma, penyakit paru obstruktif kronis

6) Hati : kanker

7) Perut : tukak lambung, kanker lambung, pankreas, usus besar,

pelebaran pembuluh nadi perut .

8) Ginjal dan kandung kemih : kanker

9) Reproduksi pria : kerusakan sperma , impoten

10) Reproduksi perempuan : kanker leher rahim , mandul

11) Kaki : gangrene akibat penggumpalan darah

C. Tinjauan Tentang Perilaku Merokok

1. Pengertian Perilaku Merokok

Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang dinilai sangat

merugikan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Meskipun

semua orang mengetahui bahaya yang ditimbulkan aktivitas merokok, hal

itu tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih

dapat ditolerir oleh masyarakat. Fenomena tersebut bisa dirasakan dalam

kehiduan sehari – hari, baik di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum,

24
dan jalanan. Hampir setiap saat dapat disaksikan dan dijumpai orang yang

sedang merokok (Jaya, 2009).

Sebagian pihak berpendapat bahwa perilaku merokok biasa

dilakukan oleh siapa saja, bahkan wanita sekalipun. hal tersebut

mengarahkan perilaku merokok wajar dilakukan oleh wanita, karena hal itu

bukanlah merupakan perilaku yang dimonopoli oleh para lelaki.

Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, pada mulanya, perilaku

merokok kebanyakan terjadi saat individu berusia remaja. Kebiasaan

merokok terus berlanjut sampai ia memasuki masa dewasa, bahkan hingga

usia lanjut. Dan, biasanya orang merokok untuk untuk mengatasi masalah

emosional. Maka, muncul fenomena masyarakat yang sebagian besar

sudah mengetahui dampak negatif perilaku merokok, namun tetap

meneruskan kebiasaan merokok. Sedangkan kategori perokok adalah

sebagai berikut (Jaya, 2009) :

a. Orang dikatakan perokok sangat berat jika mengonsumsi rokok lebih

dari 31 batang per hari dan sedang merokoknya lima menit setelah

bangun pagi. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari

dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit.

b. Perokok sedang menghabiskan rokok 11-21 batang dengan selang

waktu 31-60 menit setelah bangun pagi.

c. Perokok ringan mengahabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang

waktu 60 menit dari bangun pagi.

MenurutSilvan Tomkins dalam Al Bachri, 1991 (dalam Poltekkes

Depkes Jakarta I, 2012), berdasarkan management of affect theory, ada

25
empat tipe perilaku merokok. Empat hal yang dimaksud keempat tersebut

adalah sebagai berikut :

a. Perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.

Mereka berpendapat bahwa dengan merokok seseorang akan

merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Triyanti,

2006) Psychological Factor in Smoking menambahkan 3 subtipe :

1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah

atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya

merokok setelah minumkopi atau makan.

2) Stimulation topick themup, perilaku merokok hanya dilakukan

sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

3) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh

dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa.

Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa

dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya

dibutuhkan waktu beberapa menit saja atau perokok lebih

senang berlama-lama memainkan rokoknya dengan jari-jarinya

lama sebelumdia menyalakan dengan api

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.

Banyak orang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan

negatif, misalnya bila marah, cemas atau gelisah. Rokok dianggap

sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tinak

enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

26
c. Perilaku merokok yang adiktif.

Green menyebutkan sebagai kecanduan secara psikologis

(psychological addiction). Mereka yang sudah kecanduan cenderung

akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek

dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi

keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena

khawatir rokok tidak tersedia saat ia menginginkannya.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.

Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk

mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah

kebiasaan rutin. Pada tipe orang seperti ini merokok merupakan

suatu perilaku yang bersifat otomatis, sering kali tanpa dipikirkan

dan tanpa disadari. Ia menghidupkan lagi api rokoknya bila rokok

yang terdahulu telah benar-benar habis.

2. Tahap – Tahap Perilaku Merokok

Laventhal dan Clearly (Komalasari & Helmi, 2009) mengungkapkan

empat tahap dalam perilaku merokok, yaitu :

a. Tahap Preparatory

Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai

merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasilbacaan,

sehingga menimbulkan niat untuk merokok.

b. Tahap Initiation

Tahap perintisan merokok, yaitu tahap apakah seseorang akan

meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.

27
c. Tahap Becoming A Smoker

Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat

batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

d. Tahap Maintaining Of Smoking

Pada tahap ini merokok sudah menjadisalah satu bagian dari cara

pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk

memperoleh efek yang menyenangkan

3. Aspek – Aspek Perilaku Merokok

Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (dalam Nasution,

2007), yaitu :

a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari

Fungsi merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami si

perokok, seperti perasaan yang positif maupun perasaan negatif.

b. Intensitas merokok

Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan banyaknya

rokok yang dihisap, yaitu :

1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam

sehari.

2) Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam

sehari.

3) Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari

c. Tempat merokok

Tipe perokok berdasarkan tempat ada dua (Mu‟tadin, 2002 dalam

Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012) yaitu :

28
1) Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik

a) Kelompok homogen (sama-sama perokok)

Mereka menikmati kebiasaan merokok secara bergerombol.

Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu

mereka menempatkan diri di area merokok (smoking area).

b) Kelompok yang heterogen

Kelompok ini biasanya merokok di antara orang lain yang

tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dan

lain-lain. Mereka yang berani merokok di tempat tersebut

tergolong sebagai orang yang tidak berperasaan, tidak

mempunyai tata krama, bertindak kurang terpuji dan kurang

sopan, dan secara tidak langsung mereka tega menyebar

“racun” kepada orang lain yang tidak bersalah.

2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi

a) Kantor atau di kamar tidur pribadi.

Mereka yang memilih tempat – tempat seperti ini yang

sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang

kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang

mencekam.

b) Toilet.

Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang

suka berfantasi

d. Waktu merokok

Perilaku merokok dipengaruhi oleh keadaan yang dialaminya pada saat

itu, misalnya ketika sedang berkumpul dengan teman, cuaca yang

29
dingin, setelah dimarahi orang tua, dll. Ada tiga indikator yang biasanya

muncul pada perokok :

1) Aktivitas Fisik, merupakan perilaku yang ditampakkan individu saat

merokok. Perilaku ini berupa keadaan individu berada pada kondisi

memegang rokok, menghisap rokok, dan menghembuskan asap

rokok.

2) Aktivitas Psikologis, merupakan aktivitas yang muncul bersamaan

dengan aktivitas fisik. Aktivitas psikologis berupa asosiasi individu

terhadap rokok yang dihisap yang dianggap mampu meningkatkan :

a) Daya konsentrasi

b) Memperlancar kemampuan pemecahan masalah,

c) Meredakan ketegangan

d) Meningkatkan kepercayaan diri

e) Penghalau kesepian .

3) Intensitas merokok cukup tinggi, yaitu seberapa sering atau

seberapa banyak rokok yang dihisap dalam sehari.

Tiga aktivitas tersebut cenderung muncul secara bersamaan

walaupun hanya satu atau dua aktivitas psikologis yang menyertainya

4. Faktor yang Memengaruhi Perilaku Merokok

a. Kebiasaan Merokok Keluarga

Orang tua menjadi figur contoh didalam keluarga dimana setiap

anggota keluarga akan menjadikan orang tua menjadi model yang akan

membentuk perilaku anggota keluarga kedepannya. Untuk anak-anak

yang berasal dari keluarga yang masih bersifat keluarga konservatif

yang menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan baik dengan

30
tujuan jangka panjang lebih sulit untuk terlibat dengan

rokok/tembakau/obat-obatan dibandingkan dengan anak yang berasal

dari keluarga yang permisif dengan penekanan pada falsafah “kerjakan

urusanmu sendiri-sendiri”. Jika seorang anak-anak memiliki keluarga

yang merokok, maka anak-anaknya akan memiliki kemungkinan besar

untuk mencontohnya dan menjadi perokok ( Firdaus, 2014).

Orang tua yang perokok memberikan pengaruh kepada anak-

anaknya untuk merokok. Leventhal (1988) menyatakan bahwa dalam

suatu studi di amerika serikat ditemukan sekitar 14% anak-anak yang

merokok memiliki orang tua yang juga perokok. Perilaku merokok lebih

banyak didapati pada individu yang tinggal dengan satu orang tua

(Single Parent). Individu berperilaku merokok apabila ibu mereka

merokok dibandingkan ayah mereka yang merokok.

Menurut Komalasari (2009) bahwa keluarga perokok sangat

berperan terhadap perilaku merokok anak-anaknya dibandingkan

keluarga non–perokok. Dalam hal ini menurut pandangan social

cognitive learning theory, merokok bukan sematamata proses belajar

pengamatan anak terhadap orang tua atau saudaranya tetapi adanya

pengukuh positif dari orang tua dan konsekuensi-konsekuensi merokok

dirasakan menyenangkan remaja.

Kejadian merokok ini lebih banyak ditemui pada mereka yang

tinggal dengan satu orang tua (single parent). Pada ayah yang perokok,

justru remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok jika ibu

mereka yang merokok, akan tetapi hal ini lebih terlihat pada remaja

putrid (Al Bachri, 1991 dalam Depkes RI (2010). Hampir tiga

31
perempat dari rumah tangga di Indonesia memiliki anggaran belanja

rokok atau minimal ada satu perokok di dalam rumah, dimana remaja

berusia 13-15 tahun sebesar 64 persen terpapar asap rokok di dalam

rumah (Widyastuti (2004), dalam Jaya (2009). Kebiasaan merokok juga

disebabkan karena faktor sosio-kultural atau pengaruh orang tua yang

perokok sehingga jumlah perokok di kalangan remaja lebih meningkat

(Jaya, 2009).

Faktor-faktor lingkungan seperti orang tua, saudara kandung

yang merokok sangat memegang peranan penting hingga mencapai

75% dari salah satu orang tua yang merokok. Selanjutnya, Subanada

juga mengatakan disebuah studi kohort pada anak-anak SMU

mempunyai prediktor yang bermakna dalam peralihan dari kadang-

kadang merokok menjadi merokok secara teratur adalah karena orang

tua merokok dan konflik keluarga (Subanada, 2010).

Upaya untuk mengatasi kejadian merokok pada keluarga ini cara

yang paling efektif yaitu menggunakan konseling, pendidikan kesehatan,

komunikasi asertif, terapi perubahan perilaku yang dapat menurunkan

konsumsi rokok, menolak ajaran merokok atau narkoba dan

meningkatkan kualitas komunikasi orang tua dan remaja terutama

dalam melakukan komunikasi asertif (Saprudin (2007), dalam Poltekkes

Depkes Jakarta I, (2012)).

Menurut Baer dan Corado (dalam Nasution, 2007) individu

perokok adalah individu yang berasal dari keluarga tidak bahagia, orang

tua tidak memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan individu

yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Perilaku

32
merokok lebih banyak didapati pada individu yang tinggal dengan orang

tua tunggal (Single Parent). Individu wanita yang berperilaku merokok

apabila ibunya merokok dibandingkan ayahnya yang merokok.

b. Perilaku Merokok Guru

Guru merupakan seorang pengajar suatu ilmu. Guru umumnya

merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi

peserta didik. Anak sekolah dasar merupakan anak peserta didik yang

memiliki rasa ingin tahu dan rasa ingin mencoba berbagai hal yang

tinggi sehingga perlunya adanya didikan dan pengajaran yang diberikan

oleh guru sebagai perwakilan orang tua untuk disekolah.

Mubarak (2014) menyatakan bahwa perilaku guru akan menjadi

model tiruan yang akan dilakukan oleh siswa, perilaku guru tentang

rokok akan memberikan sebuah arti penting terhadap pandangan siswa

tentang perilaku merokok karena merekalah model perilaku yang akan

ditiru pada umumnya. Menurut Nasyruddin (2013) bahwa komitmen

guru untuk tetap melarang perilaku merokok di sekolah akan berdampak

kepada implementasi penurunan perilaku merokok sehingga penerapan

kawasan tanpa rokok akan maksimal.

c. Kebiasaan Merokok Teman

Awal perilaku merokok pada umumnya diawali pada saat usia

yang masih muda (Smet, 1994), dan disebabkan adanya model yang

ada di lingkungannya, atau karena adanya tekanan sosial misalnya

dinyatakan bukan sebagai teman atau anggota kelompok jika tidak

merokok, atau di cap tidak keren atau gaul jika tidak merokok.

33
Lingkungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting bagi

remaja. Kebutuhan untuk diterima dan usaha untuk menghindari

penolakan kelompok teman sebaya merupakan kebutuhan yang sangat

penting. Remaja tidak ingin dirinya ditolak dan menghindari sebutan

‘banci’ atau ‘pengecut’. Merokok bagi remaja juga merupakan

simbolisasi, simbol atas kekuasaan, kejantanan, dan kedewasaan

Dalam kehidupan sosial seorang remaja cendrung merokok pada

kelompok yang merokok dibandingkan saat ia berada pada kelompok

yang tidak merokok.

Menurut Berry dalam Rahmadi (2012) bahwa teman sebaya

mempunyai peran yang sangat berarti bagi remaja, karena remaja lebih

sering menghabiskan waktunya bersama teman-teman sebaya. Di

antara remaja yang memiliki kebiasaan merokok, 87% diantaranya

mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang memiliki

kebiasaan merokok begitu pula dengan remaja non perokok.

d. Ketersediaan Rokok

Menurut Nasyruddin (2013) bahwa tidak terdapatnya tempat

untuk merokok yang disebabkan penerapan kawasan tanpa rokok di

sekolah akan membuat sekolah akan terbebas dari perilaku merokok

baik dari siswa maupun dari guru. Hasil penelitian Amaliani (2012)

menunjukkan bahwa 51,4% responden mengatakan pernah membawa

rokok ke sekolah, banyaknya responden yang membawa rokok ke

sekolah menunjukkan bahwa siswa memiliki ketersediaan rokok yang

baik untuk mendukung perilaku merokok ketika di sekolah. Hasil

penelitian Mulya (2013) menunjukkan bahwa untuk membeli rokok tidak

34
membutuhkan pengeluaran yang terlalu besar Sering ditemukan bahwa

penjualan rokok dilakukan secara batangan di lingkungan rumah dan

sekolah.

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa bila semakin banyak

remaja yang merokok, maka semakin besar kemungkinan teman-

temannya adalah perokok dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebuut

ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, remaja tadi terpengaruh

oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut

dipengaruhi oleh remaja tersebut, hingga akhirnya mereka semua

menjadi perokok. Diantara remaja perokok, 87% mempunyai

sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok, begitu

pula dengan remaja bukan perokok (Al Buchori, 1991 dalam

Poltekkes Depkes Jakarta I, 2012).

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa bila semakin banyak

remaja yang merokok, maka semakin besar kemungkinan teman-

temannya adalah perokok dan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut

ada dua kemungkinan yang terjadi, yang pertama remaja tadi

terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja

tersebut dipengaruhi oleh remaja tersebut, hingga akhirnya mereka

semua menjadi perokok, diantaranya remaja perokok 87% memiliki

minimal satu atau lebih sahabat yang perokok begitu juga dengan

remaja bukan perokok (Al Bachri, 1991 dalam Depkes RI, 2010). Sekitar

75% pengalaman mengisap rokok pertama para

remaja biasanya dilakukan bersama teman-temannya. Jika seorang

35
remaja tidak ikutikutan merokok maka ia takut ditolak oleh kelompoknya,

diisolasi atau dikesampingkan (Aditama, 2011).

Berbagai fakta mengungkapkan semakin banyak individu

merokok maka semakin banyak teman-teman individu itu yang merokok,

begitu pula sebaliknya (Nasution, 2007).

Penjualan rokok batangan membuat anak dan remaja mampu

membeli dan memudahkan akses bagi mereka. Hasil penelitian Firdaus

(2014) menunjukkan bahwa ketersediaan rokok yang dimiliki siswa

sekolah dasar memiliki hubungan dengan tindakan merokok. Siswa

sekolah dasar yang memiliki ketersediaan merokok ternyata beresiko

memiliki tindakan merokok sebesar 11,561 kali dibandingkan siswa

sekolah dasar yang tidak memiliki ketersediaan rokok.

e. Pengetahuan Merokok

Salah satu alasan pokok seseorang berperilaku adalah pemikiran

dan perasaan (thoughts and feeling) yang berarti seseorang yang

merokok akan mempertimbangkan untung rugi dan manfaat mereka

merokok. Pengetahuan tentang perilaku merokok didapatkan oleh siswa

dari panca indera baik yang dilihat langsung maupun dari cerita

pengalaman orang disekitar mereka.

Menurut Mubarak (2014) bahwa anak sekolah dasar cenderung

berkeinginan merokok disebabkan mereka melihat teman mereka telah

mengkonsumsi rokok dan tidak mendapatkan bahaya dari tindakan yang

dilakukannya sehingga pengalaman tersebut menjadi suatu

pengetahuan tersendidi dan membuat siswa sekolah dasar memiliki

keinginan untuk melakukan perilaku merokok.

36
Menurut Darmawati ( 2010) bahwa masih banyak anak sekolah

dasar dan sekolah menengah pertama yang belum mengetahui tentang

perilaku merokok yang mereka lakukan khususnya yang berkaitan

dengan bahaya rokok terhadap timbulnya berbagai penyakit seperti

saluran pernafasa, penuaan dini, peningkatan keganasan penyakit,

radikal bebas yang diakibatkan dari perilaku merokok.

f. Sikap terhadap perilaku Merokok

Menurut Mubarak (2014) bahwa sikap atau pandangan tentang

perilaku merokok yaitu penilaian anak bahwa merokok itu baik atau

buruk, bahwa anak suka atau tidak suka untuk mencoba merokok.

Semakin sikap individu menunjukkan penilaian baik/suka maka sikap

individu tersebut positif terhadap rokok, sebaliknya sikap yang

menunjukkan penilaian buruk/tidak suka maka sikap individu tersebut

negatif terhadap rokok. Sikap atau pandangan terhadap perilaku

merokok akan diturunkan dari norma lingkungan yang akan membentuk

pandangan anak dan mempengaruhi motivasi anak untuk merokok

D. Tinjauan Tentang Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dimana perubahan secara fisik

dan psikologis dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003).

Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual,

kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ

seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai

berfungsi dengan baik (Sarwono, 2010).

37
Muagman (1980) dalam Sarwono (2010) mendefinisikan remaja

berdasarkan definisi konseptual World Health Organization (WHO) yang

mendefinisikan remaja berdasarkan 3 (tiga) kriteria, yaitu : biologis,

psikologis, dan sosial ekonomi.

a. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat

pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat

ia mencapai kematangan seksual

b. Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan

psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan

sosialekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan dengan

periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut Sarwono

(2010), antara lain:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan

yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada

individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan

selanjutnya

b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan

masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang

dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya

untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola

perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

38
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi

perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri),

perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja

berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya

dalam masyarakat.

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan

demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik.

Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.

f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung

memandang kehidupan dari kaca mata berwarna merah jambu, melihat

dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan

sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita

g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan

atau kesulitan di dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia

sebelumnya dan di dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir

atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras,

menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka

menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka

inginkan. Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri

remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam

penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja

dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh

tanggung jawab.

39
3. Tahap Perkembangan Masa Remaja

Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global

berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun

adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan,

18-21 tahun adalah masa remaja akhir (Monks, 2009).

Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap

perkembangan yaitu :

a. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain :

1) Lebih dekat dengan teman sebaya

2) Ingin bebas

3) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir

abstrak

b. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain :

1) Mencari identitas diri

2) Timbulnya keinginan untuk kencan

3) Mempunyai rasa cinta yang mendalam

4) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak

5) Berkhayal tentang aktivitas seks

c. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain :

1) Pengungkapan identitas diri

2) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

3) Mempunyai citra jasmani dirinya

4) Dapat mewujudkan rasa cinta

5) Mampu berfikir abstrak

40
4. Perkembangan Fisik

Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat.

Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu

ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian

lebih lanjut mengenai kedua hal tersebut.

a. Ciri-ciri seks primer

Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes, 2002) dalam

Sarwono (2010) disebutkan bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja

adalah :

1) Remaja laki-laki

Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah

mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja

laki-laki usia 10-15 tahun

2) Remaja perempuan

Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi),

menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin

perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang

banyak mengandung darah.

b. Ciri-ciri seks sekunder

Menurut Sarwono (2010), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja

adalah sebagai berikut :

1) Remaja laki-laki

a) Bahu melebar, pinggul menyempit

b) Pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada,tangan,

dan kaki

41
c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal

d) Produksi keringat menjadi lebih banyak

2) Remaja perempuan

a) Pinggul lebar, bulat dan membesar, putting susu membesar dan

menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi

lebih besar dan lebih bulat.

b) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori

bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi

lebih aktif lagi.

c) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada

pertengahan dan menjelang akhir masa

d) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu

42
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran

Meningkatnya angka prevalensi merokok di Indonesia menunjukkan

peningkatan perilaku merokok pada masyarakat Indonesia. Dari berbagai hasil

riset dan penelitian, tren perilaku merokok pada remaja juga mengalami

peningkatan. Bahkan Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki persentase perokok aktif dengan usia

penduduk diatas > 15 (usia remaja) tahun sebesar 21,2%.

Peningkatan tren perilaku merokok pada remaja ini jelas dipengaruhi

berbagai faktor macam faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya kebiasaan

merokok keluarga, perilaku merokok guru, kebiasaan merokok teman,

ketersediaan rokok, pengetahuan merokok, sikap terhadap perilaku merokok.

Pengetahuan tentang rokok bagi remaja SMA sangatlah penting, sebelum

mereka memutuskan untuk merokok, mereka harus mengetahui dan

memahami efek dari rokok tersebut, setelah paham barulah mereka

menentukan sikap seperti apa yang terhadap rokok ini. Pergaulan remaja juga

berperan dalam perilaku merokok, remaja adalah masa dimana seseorang

mencari jati diri, ingin menunjukkan seperti apa diri mereka. Dalam penelitian

ini, peneliti fokus pada faktor kebiasaan merokok keluarga, kebiasaan merokok

teman, dan sikap terhadap merokok pada remaja kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai

Kabupaten Konawe.

43
B. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan penjelasan diatas maka kerangka konsep penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Kebiasaan Merokok Teman

Kebiasaan Merokok Keluarga

Sikap terhadap Rokok


Perilaku
Merokok
Perilaku merokok guru

Ketersediaan rokok

Pengetahuan tentang Rokok

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

Ket :

: Variabel Independent

: Variabel Dependent

: Variabel tidak diteliti

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independen)

a. Kebiasaan merokok teman

b. Kebiasaan merokok keluarga

c. Sikap terhadap rokok

2. Variabel Terikat (Dependen) adalah Perilaku Merokok

44
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Kebiasaan merokok teman yang dimaksud dalam penelitan ini adalah

responden yang memiliki teman yang memiliki kebiasaan merokok dalam

sehari-harinya. Pengukuran kebiasaan responden dengan menggunakan

kuisioner dan kemudian diukur dengan Skala Gutmann dimana skor 1 untuk

jawaban ya dan skor 0 untuk jawaban tidak.

Dimana :

Skor tertinggi : 5 x 1 = 5 (100 %)

Skor terendah : 5 x 0 = 0 ( 0 % )

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus interval :

R
Rumus : i 
K

Dimana :

i = Interval kelas

R = Range atau kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah

= 100% - 0% = 100 %

K = Kategori. Jumlah kategori sebanyak 2 yaitu cukup dan kurang

100%
i = 50 %
2

Dengan demikian kriteria objektifnya adalah :

Ya : Bila responden memperoleh skor > 50% dari total skor

pernyataan yang diberikan

Tidak : Bila responden memperoleh skor ≤ 50% dari total skor

pernyataan yang diberikan

2. Kebiasaan merokok keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

keluarga tempat responden tinggal yang memiliki teman yang memiliki

45
kebiasaan merokok dalam sehari-harinya di lingkungan rumah. Pengukuran

kebiasaan responden dengan menggunakan kuisioner dan kemudian diukur

dengan Skala Gutmann dimana skor 1 untuk jawaban ya dan skor 0 untuk

jawaban tidak.

Dimana :

Skor tertinggi : 5 x 1 = 5 (100 %)

Skor terendah : 5 x 0 = 0 ( 0 % )

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus interval :

R
Rumus : i 
K

Dimana :

i = Interval kelas

R = Range atau kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah

= 100% - 0% = 100 %

K = Kategori. Jumlah kategori sebanyak 2 yaitu cukup dan kurang

100%
i = 50 %
2

Dengan demikian kriteria objektifnya adalah :

Ya : Bila responden memperoleh skor > 50% dari total skor

pernyataan yang diberikan

Tidak : Bila responden memperoleh skor ≤ 50% dari total skor

pernyataan yang diberikan

3. Sikap terhadap rokok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pernyataan sikap responden tentang rokok/merokok yang diisi pada

kuisioner yang memberikan gambaran sikap responden terhadap rokok.

Pengukuran kebiasaan responden dengan menggunakan kuisioner dan

46
kemudian diukur dengan Skala Likert dengan skor SS (5), S (4), KS (3), TS

(2), STS (1), dengan kriteria objektif sebagai berikut :

a. Sangat Setuju (SS)

b. Setuju (S)

c. Ragu-Ragu (RR)

d. Tidak Setuju (TS)

e. Sangat Tidak Setuju (STS)

Dimana :

Skor tertinggi : 10 x 1 = 10 (100 %)

Skor terendah : 10 x 0 = 0 ( 0 % )

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus interval :

R
Rumus : i 
K

Dimana :

i = Interval kelas

R = Range atau kisaran yaitu nilai tertinggi – nilai terendah

= 100% - 0% = 100 %

K = Kategori. Jumlah kategori sebanyak 2 yaitu cukup dan kurang

100%
i = 50 %
2

Dengan demikian kriteria objektifnya adalah :

Cukup : Bila responden memperoleh skor > 50% dari total skor

pernyataan yang diberikan

Kurang : Bila responden memperoleh skor ≤ 50% dari total skor

pernyataan yang diberikan

47
4. Perilaku merokok yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku

merokok remaja dalam fokus penelitian ini adalah remaja kelas 2 SMA

Negeri 1 Uepai yang dilakukan secara terbuka di lingkungan sekolah

maupun di luar sekolah. Kriteria objektif :

Ya : Jika responden menjawab dirinya merupakan perokok aktif

Tidak : Jika responden menjawab tidak merokok

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hipotesis kerja, maka ditetapkan hipotesis statistika

sebagai berikut :

1. Kebiasaan merokok teman

Ho : Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok teman dengan

perilaku merokok remaja kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten

Konawe Tahun 2017.

Ha : Ada hubungan antara kebiasaan merokok teman dengan perilaku

merokok remaja kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe

Tahun 2017.

2. Kebiasaan merokok keluarga

Ho : Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok keluarga dengan

perilaku merokok remaja kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten

Konawe Tahun 2017.

Ha : Ada hubungan antara kebiasaan merokok keluarga dengan perilaku

merokok remaja kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe

Tahun 2017.

48
3. Sikap terhadap rokok

Ho : Tidak ada hubungan antara sikap terhadap rokok dengan perilaku

merokok remaja kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe

Tahun 2017.

Ha : Ada hubungan antara sikap terhadap rokok dengan perilaku

merokok remaja kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe

Tahun 2017.

49
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan “Cross

Sectional Study“ yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja SMA Negeri 1 Uepai

Kabupaten Konawe Tahun 2017.

Dibawah ini adalah deseain cross sectional sebagai berikut :

Populasi/sampel

Hubungan (+) Hubungan (-)

efek (+) efek (-) efek (+) efek (-)

Gambar 2. Desain Cross Sectional

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 Mei sampai 22 Mei 2017.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Uepai Kecamatan Uepai

Kabupaten Konawe.

50
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah seluruh

siswa laki-laki kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai baik kelas IPA maupun IPS

yang berjumlah 48 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih dengan cara

tertentu hingga dianggap mewakili populasinya (Notoatmodjo, 2012).

Sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian jumlah seluruh siswa laki-laki

kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai baik kelas IPA maupun IPS.

a. Jumlah Sampel

Dalam penentuan sampel apabila populasi sudah di ketahui

maka menurut Riduwan (2008) di gunakan rumus sampel sebagai

berikut:

N
𝑛= (Rumus Taro yamane dalam Riduwan, 2008)
N.𝑑 2 +1

Keterangan :

N : Besar populasi

n : Besar sampel

d2 : presisi yang di tetapkan 10% (d=0,1)

Berdasarkan hal tersebut, maka jumlah sampel yaitu :

535
n=
535.(0.1)2 +1

535
n=
6.35

51
n = 84,2519 dibulatkan menjadi 84, berdasarkan hal tersebut maka

diambil sampel sebanyak 84 orang.

Dari 4 kelas untuk kelas II SMA Negeri 1 Uepai, masing-masing

kelas siswa laki-lakinya sebagai berikut.

Kelas II IPA 1 : 9 orang

Kelas II IPA 2 : 11 orang

Kelas II IPS 1 : 13 orang

Kelas II IPS 2 : 14 orang

Untuk jumlah sampel perkelasnya dirincikan sebagai berikut.

9
Kelas II IPA 1 : x 32 = 6,667 dibulatkan menjadi 7
48

11
Kelas II IPA 2 : x 32 = 7,333 dibulatkan menjadi 8
48

13
Kelas II IPS 1 : x 32 = 8,667 dibulatkan menjadi 9
48

14
Kelas II IPS 2 : x 32 = 9,333 dibulatkan menjadi 10
48

Total keseluruhan sampel yakni 34 orang.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Penarikan sampel dilakukan dengan cara Proporsional Random

Sampling yakni pengambilan sampel secara acak dengan

memperhatikan pertimbangan unsur-unsur atau kategori dalam populasi

penelitian (Arikunto, 2006)

c. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi

a) Siswa yang aktif mengikuti proses pembelajaran.

52
b) Bersedia menjadi responden

2) Kriteria Eksklusi

a) Siswa yang sedang sakit atau ijin

b) Tidak bersedia menjadi responden.

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan wawancara

langsung kepada responden yaitu siswa kelas 2 SMA Negeri 1 Uepai

untuk mendapatkan gambaran tentang kejadian merokok di sekolah

tersebut dan menggunakan kuisioner untuk mendaptkan gambaran

tentang perilaku merokok sesuai dengan variabel penelitian yang telah

ditetapkan dalam penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder di peroleh dari bagian-bagian yang berhubungan

dengan obyek penelitian di SMA Negeri 1 Uepai seperti bagian

pencatatan (data siswa, buku pelanggaran siswa dan Profil SMA

Negeri 1 Uepai serta hal yang terkait yang berhubungan dengan data

yang diperlukan).

2. Cara Pengumpulan Data

a. Izin Penelitian

Penelitian dimulai setelah mendapat izin dari institusi tempat penelitian.

b. Pelaksanan Penelitian

Pelaksana penelitian dilakukan oleh peneliti sendiri.

53
c. Informed Concent

Setiap responden diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan dari

penelitian, dan diberikan kesempatan bertanya tentang penelitian ini.

Responden yang setuju diminta untuk menandatangani surat bersedia

menjadi reponden.

d. Prosedur Pelaksanaan

Setelah responden ditetapkan sesuai dengan kriteria sampel, peneliti

melakukan pengumpulan data.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Data primer yang di kumpulkan dalam penelitian di olah adalah

sebagai berikut :

a. Coding

Memberikan kode jawaban dengan angka atau simbol tertentu untuk

memudahkan perhitungan dan menganalisanya.

b. Editing

Editing dilakukan untuk meneliti kembali setiap daftar pertanyaan yang

sudah diisi. Editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan

pengisian dan konsistensi dari setiap jawaban

c. Skoring

Skoring adalah perhitungan secara manual dengan menggunakan

kalkulator untuk mengetahui persentase setiap variabel yang diteliti.

d. Tabulating

Tabulasi data merupakan kelanjutan dari pengkodean pada proses

pengolahan dalam hal ini setelah data tersebut di coding kemudian

54
ditabulasi agar lebih mempermudah penyajian data dalam bentuk

distribusi frekuensi. Pengolahan data dilakukan secara elektronik

dengan menggunakan komputer program SPSS versi 22.0 for

Windows.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Dalam penelitian ini di gunakan untuk mengetahui frekuensi,

distribusi dan proporsi variabel bebas dan variabel terikat dengan

menggunakan nilai mean dan presentase.

𝑭
X= 𝒙𝒌
𝒏

Keterangan :

X = presentase variabel teliti

F =jumlah sampel berdasrkan kriteria penelitian

n = jumlah sampel

k = konstanta (100%) (Chandra, 2008)

b. Analisis Bivariat

Dalam penelitian ini di gunakan untuk mengetahui faktor yang

berhubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan

mengugunakan rumus chis square berdasarkan tabel kontingensi.

Untuk menguji faktor yang berhubungan di lanjutkan dengan

menghitung Chi square. Adapun rumus Chi square adalah sebagai

berikut :

(𝑭𝑶−𝑭𝒉)𝟐
X2 = ∑
𝒇𝒉

55
Dimana : X2 = Tes Chi Square

Fo = frekuensi observasi

Fh = frekuensi harapan

∑ = Jumlah kategori

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑥𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑠


Fh = (Arikunto, 2008)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Kemudian nilai X2 hitung di bandingkan dengan X2 tabel pada

taraf signifikan 95% ( α = 0,05). Pengambilan keputusan di lakukan

sebagai berikut :

a. Jika X2 hitung > X2 tabel,maka Ho di tolak dan Ha di terima

b. Jika X2 hitung < X2 tabel maka Ho di terima dan Ha di tolak

Untuk lebih jelas, dapat diuraikan tabel kontingensi 2x2 di bawah

ini :

Tabel 1. Tabel Kontingensi 2 x 2

Varibel Dependen
Varibel Independen Jumlah
Taraf 1 Taraf 2

Kriteria Objektif 1 a b a+b

Kriteria Objektif 2 c d c+d

Jumlah a+c c+d a+b+c+d

Jika Ha diterima kemudian dilanjutkan uji keeratan hubungan

dilakukan dengan kontingensi phi :

𝑿𝟐
φ=√ 𝒏

56
Syarat penggunaan uji hubungan jika Ha diterima :

0,801 - 1,000 = hubungan sangat kuat

0,601 - 0,800 = hubungan kuat

0,401 - 0,600 = hubungan cukup kuat

0,201 - 0,400 = hubungan lemah

0,001 - 0,200 = hubungan sangat lemah (Sugiyono, 2011)

F. Penyajian Data

Penyajian data di lakukan, setelah data diolah dan disajikan dalam

bentuk tabel distribusi serta tabel analisis pengaruh antara variabel, yang di

sertai dengan narasi.

G. Etika Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin

kepada Kepala SMA Negeri 1 Uepai dengan memperhatikan masalah etika

sebagai berikut:

1. Lembar Persetujuan menjadi responden (Informed consent)

Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti,

agar responden memahami maksud dan tujuan penelitian. Apabila

responden penelitian setuju maka harus menandatangani lembar

persetujuan sebagai responden penelitian.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, maka peneliti

tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data (kuesioner)

yang diisi oleh responden tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.

57
3. Kerahasiaan (Confidientialy)

Kerahasiaan informasi yang diberikan, dijamin oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil

riset.

58
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis

SMA Negeri 1 Uepai, berlokasi ± 5 km dari Unaaha, ibu kota

Kabupaten Konawe, dan ± 1 km dari ibukota Kecamatan Uepai, atau ±

200 m dari Jalan Poros Kendari-Kolaka, tepatnya di Jalan

Perintis,belakang Lapangan Sepak Bola atau Masjid Desa Humboto

Kecamatan Uepai. Adapun batas-batas SMA Negeri 1 Uepai sebagai

berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Perumahan Warga

Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Poros Kendari-Kolaka

Sebelah Selatan berbatasan dengan Perumahan Warga

Sebelah Barat berbatasan dengan Perumahan Warga

b. Jumlah Siswa

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Uepai pada tahun

ajaran 2016/2017 jumlah peserta didik keseluruhan adalah sebanyak

303 orang yang terdiri dari 160 orang laki-laki dan 143 orang

perempuan. Untuk kelas X keseluruhan berjumlah 114 orang yang

terdiri dari 55 orang laki-laki dan 59 orang perempuan. Kelas XI

keseluruhan berjumlah 91 orang yang terdiri dari 48 orang laki-laki dan

43 orang perempuan. Kelas XII jumlah keseluruhan adalah 75 orang

yang terdiri dari 43 orang laki-laki dan 32 orang perempuan.

59
c. Sejarah Singkat

SMA Negeri 1 Uepai merupakan hasil perubahan status dari SMA

Negeri 1 Lambuya kelas jauh di Uepai pada tahun 2007, berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor: 206/2007,

Tanggal 26 Mei 2007. Dan tahun 2012 SMA Negeri 1 Uepai telah

berhasil diakreditasi oleh Kementerian Pendidikan.

SMA Negeri 1 Uepai dalam perjalanannya telah mencatat dan

mengukir sejumlah prestasi baik akademik maupun non-akademik mulai

tingkat kabupaten, provinsi, hingga tingkat nasional dibuktikan dengan

dokumen berupa piala dan piagam penghargaan yang diterima. Semua

itu buah dari didikan dan binaan guru-guru yang berkualifikasi

pendidikan sarjana (S1) dan Magister (S2).

2. Hasil Penelitian

a. Karakteristik Responden

1) Umur Responden

Umur responden pada penelitian ini dapat dililhat pada tabel

berikut.

Tabel 2. Distribusi Karakterisitik Responden Berdasarkan Umur


Responden di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe
Tahun 2017

No Umur (Tahun) n %
1 16 9 28.1
2 17 22 68.8
3 18 1 3.1
Total 32 100
Sumber : Data Primer 2017

60
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 32 reponden, frekuensi

tertinggi adalah responden yang berusia 17 tahun yaitu sebanyak 22

orang (68.8%) dan terendah adalah responden berumur 18 tahun

yakni sebanyak 1 orang (3.1%).

2) Jurusan Responden

Jurusan responden pada penelitian ini dapat dililhat pada

tabel berikut.

Tabel 3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan


Jurusan Responden di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten
Konawe Tahun 2017

No Jurusan n %
1 XI IPA 1 7 21.9
2 XI IPA 2 7 21.9
3 XI IPS 1 9 28.1
4 XI IPS 2 9 28.1
Total 32 100
Sumber : Data Primer 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 32 responden,

jurusannya terbagi menjadi 4 yakni kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2

dengan masing-masing 7 orang responden (21.9%) dan kelas XI IPS

1 dan XI IPS 2 dengan masing 9 orang responden (28.1%).

61
b. Analisis Univariat

1. Perilaku Merokok

Perilaku merokok pada responden dalam penelitian ini dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Perilaku


Merokok di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe
Tahun 2017

No Perilaku Merokok n %
1 Tidak 15 46.9
2 Ya 17 53.1
Total 32 100
Sumber : Data Primer 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 32 reponden, frekuensi

tertinggi adalah responden yang merokok yaitu sebanyak 17 orang

(53.1%) dan terendah adalah responden yang tidak merokok

sebanyak 15 orang (46.9%).

2. Kebiasaan Merokok Teman

Kebiasaan merokok teman responden dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Kebiasaan


Merokok Teman di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten
Konawe Tahun 2017

No Kebiasaan Merokok Teman n %


1 Tidak 14 43.8
2 Ya 18 56.3
Total 32 100
Sumber : Data Primer 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 32 reponden, frekuensi

tertinggi adalah kebiasaan merokok teman responden yaitu

62
sebanyak 18 orang (56.3%) dan terendah adalah kebiasaan tidak

merokok responden yakni sebanyak 14 orang (43.8%).

3. Kebiasaan Merokok Keluarga

Kebiasaan merokok keluarga responden dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Kebiasaan


Merokok Keluarga di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten
Konawe Tahun 2017

No Kebiasaan Merokok Keluarga n %


1 Tidak 15 46.9
2 Ya 17 53.1
Total 32 100
Sumber : Data Primer 2017

Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 32 reponden, frekuensi

tertinggi adalah memiliki kebiasaan merokok keluarga responden

yaitu sebanyak 17 orang (53.1%) dan terendah adalah responden

yang tidak memiliki kebiasaan merokok keluarga yakni sebanyak 15

orang (46.9%).

4. Sikap Tentang Rokok

Kebiasaan merokok keluarga responden dalam penelitian ini

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Sikap


Tentang Rokok di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten
Konawe Tahun 2017

No Sikap Tentang Rokok n %


1 Cukup 13 40.6
2 Kurang 19 59.4
Total 32 100
Sumber : Data Primer 2017

63
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 32 reponden, frekuensi

tertinggi adalah responden dengan sikap yang kurang yaitu

sebanyak 19 orang (59.4%) dan terendah adalah responden yang

memiliki sikap yang cukup tentang rokok yakni sebanyak 13 orang

(40.6%).

c. Analisis Bivariat

1) Hubungan Kebiasaan Merokok Teman dengan Perilaku Merokok

Hubungan Kebiasaan Merokok Teman dengan Perilaku

Merokok pada remaja di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe

disajikan pada tabel berikut :

Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Hubungan Kebiasaan


Merokok Teman dengan Perilaku pada Remaja
Merokok di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe
Tahun 2017

Perilaku Merokok
Kebiasaan Jumlah
No Merokok Tidak Ya Uji Statistik
Teman
n % n % n %

1 Tidak 10 71.4 4 28.6 14 100 X2hit = 6.026

2 Ya 5 27.8 13 72.2 18 100 X2tab = 3.841

Jumlah 15 46.9 17 53.1 32 100 φ = 0.434

Sumber : Data Primer 2017

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 32

responden, terdapat 10 responden (71.4%) yang menjawab tidak

memiliki teman yang biasa merokok dan responden ini tidak

merokok. Sebanyak 4 responden (28.6%) yang menjawab tidak

memiliki teman yang biasa merokok tapi responden ini memiliki

perilaku merokok. Sebanyak 5 responden (27.8%) yang menjawab

64
memiliki teman dengan kebiasaan merokok tetapi responden ini tidak

merokok dan sebanyak 13 responden (72.2%) menjawab memiliki

teman dengan kebiasaan merokok dan menjawab memiliki

kebiasaan merokok.

Hasil uji statistik diperoleh nilai X2hit = 6.026 dan X2tabel =

3,841, dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak dan φ (Phi) =

0.434 yang menunjukkan ada hubungan yang cukup kuat antara

kebiasaan merokok teman dengan perilaku merokok pada remaja

SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe Tahun 2017.

2) Hubungan Kebiasaan Merokok Keluarga dengan Perilaku


Merokok
Hubungan Kebiasaan Merokok Keluarga dengan Perilaku

Merokok Pada Remaja di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe

disajikan pada tabel berikut :

Tabel 9. Distribusi Responden Menurut Hubungan Kebiasaan


Merokok Keluarga dengan Perilaku Merokok pada
Remaja di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe
Tahun 2017

Perilaku Merokok
Kebiasaan Jumlah
No Merokok Tidak Ya Uji Statistik
Keluarga
n % n % n %

1 Tidak 10 66.7 5 33.3 15 100 X2hit = `4.441

2 Ya 5 29.4 12 70.6 17 100 X2tab = 3.841

Jumlah 15 46.9 17 53.1 32 100 φ = 0.373

Sumber : Data Primer 2017

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 32

responden, terdapat 10 responden (66.7%) yang menjawab tidak

65
memiliki keluarga yang biasa merokok dan responden ini tidak

merokok. Sebanyak 5 responden (33.3%) yang menjawab tidak

memiliki keluarga yang biasa merokok tapi responden ini memiliki

perilaku merokok. Sebanyak 5 responden (29.4%) yang menjawab

memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok tetapi responden ini

tidak merokok dan sebanyak 12 responden (70.6%) menjawab

memiliki keluarga dengan kebiasaan merokok dan menjawab

memiliki kebiasaan merokok.

Hasil uji statistik diperoleh nilai X2hit = 4.441 dan X2tabel =

3,841, dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak dan φ (Phi) =

0.373 yang menunjukkan ada hubungan yang lemah antara

kebiasaan merokok keluarga dengan perilaku merokok pada remaja

SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe Tahun 2017.

3) Hubungan Sikap tentang Rokok dengan Perilaku Merokok


Hubungan Sikap tentang Rokok dengan Perilaku Merokok

Pada Remaja di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe disajikan

pada tabel berikut :

Tabel 10. Distribusi Responden Menurut Hubungan Sikap


Tentang Rokok dengan Perilaku Merokok pada Remaja
di SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe Tahun 2017

Perilaku Merokok
Sikap Jumlah
No tentang Tidak Ya Uji Statistik
Rokok
n % n % n %

1 Cukup 9 69.2 4 30.8 13 100 X2hit = `4.394

2 Kurang 6 31.6 13 68.4 19 100 X2tab = 3.841

Jumlah 15 46.9 17 53.1 32 100 φ = 0.371

Sumber : Data Primer 2017


66
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 32

responden, terdapat 9 responden (69.2%) yang memiliki sikap cukup

tentang rokok dan responden ini tidak merokok. Sebanyak 4

responden (30.8%) yang memiliki sikap cukup tentang rokok tapi

responden ini memiliki perilaku merokok. Sebanyak 6 responden

(31.6%) yang memiliki sikap kurang tentang rokok tetapi responden

ini tidak merokok dan sebanyak 13 responden (68.4%) memiliki

sikap yang kurang terhadap rokok dan menjawab memiliki kebiasaan

merokok.

Hasil uji statistik diperoleh nilai X2hit = 4.394 dan X2tabel =

3,841, dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak dan φ (Phi) =

0.371 yang menunjukkan ada hubungan yang lemah antara sikap

tentang rokok dengan perilaku merokok pada remaja SMA Negeri 1

Uepai Kabupaten Konawe Tahun 2017.

B. Pembahasan

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman

serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar

maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan:

berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono,

2010).

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari

67
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah

semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun

yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2010).

Kebiasaan adalah perilaku yang sering kita lakukan berulang-ulang baik

secara sengaja maupun tidak sengaja dan kebiasaan tersebut sudah kita

lakukan sejak lama (Irfan, 2008).

Sementara Perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang

berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang

dapat terisap oleh orang-orang disekitarnya (Leavy dalam Nasution, 2007).

1. Hubungan Kebiasaan Merokok Teman dengan Perilaku Merokok pada


Remaja SMA Negeri 1 Uepai

Masa remaja merupakan masa dimana proses mencari jati diri

terjadi. Mereka ingin menunjukkan diri mereka agar mendapat pengakuan

dari lingkungan sosial mereka. Sehingga mereka mulai berperilaku yang

lebih agar mendapatkan perhatian maupun pengakuan dari teman-teman

mereka. Memiliki teman perokok dapat mempengaruhi individu remaja

tersebut. Mereka akan merasa malu, jika bergaul dengan teman-teman

yang merokok, bahkan terkadang mereka menjadi objek ”bully” karena tidak

merokok.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, sebanyak 10 responden

(71.4%) yang menjawab tidak memiliki teman yang biasa merokok dan

responden ini tidak merokok. Sebanyak 4 responden (28.6%) yang

menjawab tidak memiliki teman yang biasa merokok tapi responden ini

memiliki perilaku merokok. Sebanyak 5 responden (27.8%) yang menjawab

memiliki teman dengan kebiasaan merokok tetapi responden ini tidak

68
merokok dan sebanyak 13 responden (72.2%) menjawab memiliki teman

dengan kebiasaan merokok dan menjawab memiliki kebiasaan merokok.

Hasil uji statistik diperoleh nilai X2hit = 6.026 dan X2tabel = 3,841,

dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak dan φ (Phi) = 0.434 yang

menunjukkan ada hubungan yang cukup kuat antara kebiasaan merokok

teman dengan perilaku merokok pada remaja SMA Negeri 1 Uepai

Kabupaten Konawe Tahun 2017.

Adanya hubungan antara kebiasaan merokok teman dengan perilaku

merokok remaja SMA Negeri 1 Uepai dikarenakan karena remaja tersebut

merasa malu bila menjadi bahan cemohan teman-temannya karena tidak

merokok. Dengan merokok dianggap dirinya dapat diterima dipergaulan

dan memperoleh pengakuan dari teman-temannya sehingga dirinya tidak

lagi merasa malu ataupun menjadi bahan cemohan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (2010) mengutip Smet

(1994) awal perilaku merokok pada umumnya diawali pada saat usia yang

masih muda dan disebabkan adanya model yang ada dilingkungannya,

atau karena adanya tekanan sosial misalnya dinyatakan bukan sebagai

teman atau anggota kelompok jika tidak merokok, atau dicap tidak keren

atau gaul jika tidak merokok. Lingkungan teman sebaya mempunyai arti

yang sangat penting bagi remaja. Kebutuhan untuk diterima dan usaha

untuk menghindari penolakan kelompok teman sebaya merupakan

kebutuhan yang sangat penting. Remaja tidak ingin dirinya ditolak dan

menghindari sebutan ‘banci’ atau ‘pengecut’. Merokok bagi remaja juga

merupakan simbolisasi, simbol atas kekuasaan, kejantanan, dan

kedewasaan Dalam kehidupan sosial seorang remaja cendrung merokok

69
pada kelompok yang merokok dibandingkan saat ia berada pada kelompok

yang tidak merokok.

Menurut Berry dalam Rahmadi (2012) bahwa teman sebaya

mempunyai peran yang sangat berarti bagi remaja, karena remaja lebih

sering menghabiskan waktunya bersama teman-teman sebaya. Di antara

remaja yang memiliki kebiasaan merokok, 87% diantaranya mempunyai

sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang memiliki kebiasaan

merokok begitu pula dengan remaja non perokok.

2. Hubungan Kebiasaan Merokok Keluarga dengan Perilaku Merokok


pada Remaja SMA Negeri 1 Uepai

Orang tua menjadi figur contoh didalam keluarga dimana setiap

anggota keluarga akan menjadikan orang tua menjadi model yang akan

membentuk perilaku anggota keluarga kedepannya. Untuk anak-anak yang

berasal dari keluarga yang masih bersifat keluarga konservatif yang

menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan baik dengan tujuan jangka

panjang lebih sulit untuk terlibat dengan rokok/tembakau/obat-obatan

dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang permisif

dengan penekanan pada falsafah “kerjakan urusanmu sendiri-sendiri”. Jika

seorang anak-anak memiliki keluarga yang merokok, maka anak-anaknya

akan memiliki kemungkinan besar untuk mencontohnya dan menjadi

perokok ( Firdaus, 2014).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 10 responden (66.7%)

yang menjawab tidak memiliki keluarga yang biasa merokok dan responden

ini tidak merokok. Sebanyak 5 responden (33.3%) yang menjawab tidak

memiliki keluarga yang biasa merokok tapi responden ini memiliki perilaku

70
merokok. Sebanyak 5 responden (29.4%) yang menjawab memiliki

keluarga dengan kebiasaan merokok tetapi responden ini tidak merokok

dan sebanyak 12 responden (70.6%) menjawab memiliki keluarga dengan

kebiasaan merokok dan menjawab memiliki kebiasaan merokok.

Hasil uji statistik diperoleh nilai X2hit = 4.441 dan X2tabel = 3,841,

dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak dan φ (Phi) = 0.373 yang

menunjukkan ada hubungan yang lemah antara kebiasaan merokok

keluarga dengan perilaku merokok pada remaja SMA Negeri 1 Uepai

Kabupaten Konawe Tahun 2017.

Adanya hubungan kebiasaan merokok keluarga dengan kebiasaan

merokok remaja SMA Negeri 1 Uepai dikarenakan keluarga memiliki

peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka. Keluarga

perokok secara tidak langsung telah memberikan contoh kepada anak

mereka bahwa merokok merupakan kebiasaan yang dapat diadopsi.

Faktor-faktor lingkungan seperti orang tua, saudara kandung yang merokok

sangat memegang peranan penting hingga mencapai 75% dari salah satu

orang tua yang merokok. Selanjutnya, Subanada juga mengatakan

disebuah studi kohort pada anak-anak SMU mempunyai prediktor yang

bermakna dalam peralihan dari kadang-kadang merokok menjadi merokok

secara teratur adalah karena orang tua merokok dan konflik keluarga

(Subanada, 2010).

Menurut Komalasari (2009) bahwa keluarga perokok sangat

berperan terhadap perilaku merokok anak-anaknya dibandingkan keluarga

non–perokok. Dalam hal ini menurut pandangan social cognitive learning

theory, merokok bukan semata-mata proses belajar pengamatan anak

71
terhadap orang tua atau saudaranya tetapi adanya pengukuh positif dari

orang tua dan konsekuensi-konsekuensi merokok dirasakan

menyenangkan remaja.

Kejadian merokok ini lebih banyak ditemui pada mereka yang tinggal

dengan satu orang tua (single parent). Pada ayah yang perokok, justru

remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok jika ibu mereka yang

merokok, akan tetapi hal ini lebih terlihat pada remaja putrid (Al Bachri,

1991 dalam Depkes RI (2010). Hampir tiga perempat dari rumah tangga di

Indonesia memiliki anggaran belanja rokok atau minimal ada satu perokok

di dalam rumah, dimana remaja berusia 13-15 tahun sebesar 64 persen

terpapar asap rokok di dalam rumah (Widyastuti (2004), dalam Jaya (2009).

Kebiasaan merokok juga disebabkan karena faktor sosio-kultural atau

pengaruh orang tua yang perokok sehingga jumlah perokok di kalangan

remaja lebih meningkat (Jaya, 2009).

3. Hubungan Sikap Tentang Rokok dengan Perilaku Merokok pada


Remaja SMA Negeri 1 Uepai

Sikap (Attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang,

tidak senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang

terhadap sesuatu. “Sesuatu” itu bisa benda, kejadian, situasi, orang-orang

atau kelompok. Kalau yang timbul terhadap sesuatu itu adalah perasaan

senang, maka disebut sikap positif, sedangkan kalau perasaan tidak

senang, sikap negative. Kalau tidak timbul perasaan apa-apa berarti sikap

netral (Sarwono, 2010).

Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 9 responden (69.2%)

yang memiliki sikap cukup tentang rokok dan responden ini tidak merokok.

72
Sebanyak 4 responden (30.8%) yang memiliki sikap cukup tentang rokok

tapi responden ini memiliki perilaku merokok. Sebanyak 6 responden

(31.6%) yang memiliki sikap kurang tentang rokok tetapi responden ini tidak

merokok dan sebanyak 13 responden (68.4%) memiliki sikap yang kurang

terhadap rokok dan menjawab memiliki kebiasaan merokok.

Hasil uji statistik diperoleh nilai X2hit = 4.394 dan X2tabel = 3,841,

dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak dan φ (Phi) = 0.371 yang

menunjukkan ada hubungan yang lemah antara sikap tentang rokok

dengan perilaku merokok pada remaja SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten

Konawe Tahun 2017.

Adanya hubungan antara sikap tentang rokok dengan perilaku

merokok dikarenakan sikap yang terbentuk juga dipengaruhi oleh

lingkungannya baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial.

Meskipun responden memahami efek negative dari rokok dan memiliki

sikap yang positif untuk menghindari rokok akan tetapi tekanan lingkungan

akan mempengaruhi sikap mereka tersebut.

Menurut Mubarak (2014) bahwa sikap atau pandangan tentang

perilaku merokok yaitu penilaian anak bahwa merokok itu baik atau buruk,

bahwa anak suka atau tidak suka untuk mencoba merokok. Semakin sikap

individu menunjukkan penilaian baik/suka maka sikap individu tersebut

positif terhadap rokok, sebaliknya sikap yang menunjukkan penilaian

buruk/tidak suka maka sikap individu tersebut negatif terhadap rokok. Sikap

atau pandangan terhadap perilaku merokok akan diturunkan dari norma

lingkungan yang akan membentuk pandangan anak dan mempengaruhi

motivasi anak untuk merokok.

73
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Aditya (2012) dengan

judul Hubungan Perilaku Merokok dengan Kejadian Merokok Pada Siswa

SMA Negeri 1 Bantul Provinsi Jawa Tengah dengan hasil penelitian

menunjukkan adanya hubungan antara sikap remaja dengan kejadian

merokok siswa SMA Negeri 1 Bantul dengan nilai X2hit =7.086.

74
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diajukan pada

penelitian ini tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok

pada remaja SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe Tahun 2017 maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Ada hubungan cukup kuat antara kebiasaan merokok teman dengan

perilaku merokok pada remaja SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe

Tahun 2017.

2. Ada hubungan lemah antara kebiasaan merokok keluarga dengan perilaku

merokok pada remaja SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe Tahun

2017.

3. Ada hubungan lemah antara sikap tentang rokok dengan perilaku merokok

pada remaja SMA Negeri 1 Uepai Kabupaten Konawe Tahun 2017.

B. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi pihak SMA Negeri 1 Uepai agar aturan dan tata tertib sekolah lebih

digalakkan lagi terhadap siswa yang merokok, lebih disosialisasikan lagi

tentang bahaya merokok bagi siswa dan bekerja sama dengan petugas

kesehatan dalam penyelenggaraan pendidikan kesehatan kepada siswa

tentang bahaya merokok.

75
2. Kepada siswa SMA Negeri 1 Uepai agar meningkatkan pemahaman

tentang rokok dan efek berbahaya yang ditimbulkan rokok sehingga dapat

menghindari rokok dan berhenti merokok.

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan tulisan ini dapat menjadi bahan

sebagai referensi dan agar lebih mengembangkan variabel penelitian

sehingga penelitian ini menjadi lebih variatif dan informatif.

4. Bagi peneliti, untuk lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan

keterampilan sehingga bila terjun di masyarakat dapat memberikan

penyuluhan-penyuluhan serta upaya-upaya dalam mencegah atau

meminimalisir angka perokok remaja di masyarakat.

76

Anda mungkin juga menyukai