Anda di halaman 1dari 6

Definsi

Asam urat adalah asam berbentuk kristal yang merupakan produk


akhir dari metabolisme atau pemecahan purin (bentuk turunan
nukleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat
pada inti sel-sel tubuh. secara alamiah purin terdapat dalam tubuh dan
dijumpai pada makanan sel hidup, yaitu makanan dari tanaman (sayur,
buah, kacang-kacangan) maupun dari hewan (daging, jeroan, ikan
sarden). Setiap orang memiliki asam urat di dalam tubuh, karena pada
setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat (Dhalimarta S, 2008).

Etilogi

Dalam kondisi normal, mayoritas asam urat diekskresikan melalui


ginjal, kira-kira 10% dari asam urat yang difiltrasi oleh glomerolus
dikeluarkan melalui urin sebagai asam urat. Asam urat juga dapat
dikeluarkan lewat intestinal, hal ini terjadi karena penurunan jumlah
bakteri, dalam hal ini disebut urikolisis namun hanya dikeluarkan dalam
jumlah yang sangat sedikit (Gaw, 2005).

Nilai asam urat dalam darah yang dianggap normal bagi pria
adalah 0,20 -0,45 mMol/l dan wanita mempunyai kadar asam urat 10%
lebih rendah daripada pria yaitu 0,15 – 0,38 mMol/L. Titik jenuh teoritis
urat dalam plasma pada 37o C adalah 0,42 mMol/L (7 mg/100 ml) (Tjay
dan Raharja, 2002).

Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat serum di atas


nilai normal. Asam urat dibentuk oleh metabolisme purin pada pKa 5,35
dengan reaksi : asam urat - urat – + H+ . Bentuk ion dari asam urat
banyak terdapat dalam plasma, cairan ekstraseluler dan cairan sinovial.
Kurang lebih 98% urat terdapat dalam bentuk monosodium urat pada pH
7,4. Monosodium urat mudah disaring secara ultrafilter dan dianalisis dari
plasma. Plasma penuh dengan monosodium urat pada konsentrasi 415
Pmol/L (6,8 mg/dl) pada suhu 37 o C. Pada konsentrasi yang lebih tinggi,
plasma yang penuh monosodium urat berpotensi membentuk endapan
kristal urat. Asam urat lebih larut dalam urin daripada dalam air karena
adanya urea, protein dan mukopolisakarida (Wortmann, 1998).

Hiperurisemia terjadi jika kadar urat dalam darah lebih dari 0,55
mMol/L (9,0 mg/100 ml). Oleh karena itu, hiperurisemia diatas 0,55 mMol/l
cukup serius untuk diobati. Konsentrasi urat yang tinggi dalam urin mudah
menyebabkan kristal urat yang dapat membentuk batu ginjal urat.
Demikian juga, kadar asam urat darah yang tinggi sering menyebabkan
pengendapan kristal urat di jaringan lunak, terutama sendi. Sindrom klinis
ini disebut gout (Sacher dan McPherson, 2004). Ada beberapa hal yang
dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan merupakan faktor
resiko terjadinya hiperurisemia

Faktor resiko

a. Jenis kelamin dan usia

Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi daripada wanita,
yang meningkatkan resiko mereka terserang artritis gout. Perkembangan
artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis gout menjadi sama
antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun. Prevalensi artritis gout
pada pria meningkat dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak
antara usia 75 dan 84 tahun (Weaver, 2008).

Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah


menopause, kemudian resiko mulai meningkat pada usia 45 tahun dengan
penurunan level estrogen karena estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini
menyebabkan artritis gout jarang pada wanita muda (Roddy dan Doherty,
2010).Pertambahan usia merupakan faktor resiko penting pada pria dan
wanita. Hal ini kemungkinan disebabkan banyak faktor, seperti
peningkatan kadar asam urat serum (penyebab yang paling sering adalah
karena adanya penurunan fungsi ginjal), peningkatan pemakaian obat
diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat serum
(Doherty, 2009).
Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan untuk
perkembangan artritis gout

b. Obesitas

Obesitas dan indeks massa tubuh berkontribusi secara signifikan


dengan resiko artritis gout. Resiko artritis gout sangat rendah untuk pria
dengan indeks massa tubuh antara 21 dan 22 tetapi meningkat tiga kali
lipat untuk pria yang indeks massa tubuh 35 atau lebih besar (Weaver,
2008).

c. Konsumsi alkohol

Konsumsi tinggi alkohol dan diet kaya daging serta makanan laut
(terutama kerang dan beberapa ikan laut lain) meningkatkan resiko artritis
gout.

d. Aktivitas fisik

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar asam urat


adalah aktivitas fisik. Aktivitas yang dilakukan seseorang berkaitan
dengan kadar asam urat yang terdapat dalam darah. Aktifitas fisik seperti
olahraga atau gerakan fisik akan menurunkan ekskresi asam urat dan
meningkatkan produksi asam laktat dalam tubuh. Semakin berat aktivitas
fisik yang dilakukan dan berlangsung jangka panjang maka semakin
banyak asam laktat yang diproduksi (Rodwell, 2003).

e. Makan-makanan mengandung purin

Kebiasaan makan-makanan yang mengandung purin dapat


meningkatkan asam urat dalam darah sehingga dapat menimbulkan gout
arthritis. Terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan
nukleotida purinnya seperti sarden, kangkung, jeroan, dan bayam akan
meningkatkan produksi asam urat. Sebaliknya, mengurangi konsumsi
makanan dengan kandungan nukleotida purin tinggi dan memperbanyak
konsumsi makanan dengan kandungan nukleotida purin rendah akan
dapat mengurangi risiko hiperurisemia atau gout arthritis. Salah satu
upaya untuk mengurangi penumpukan protein adalah terapi diet asam
urat yang baik dan 6 benar (Krisnatuti, 2006).

Pentalaksanaan

1. Pengobatan Medis
Yaitu pengobatan menggunakan obat-obat kimia, cara ini dapat
dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Pengobatan jangka pendek adalah dengan pemberian obat anti
nyeri yang bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan
menghilangkan bengkak. Sedangkan pengobatan jangka panjang
dilakukan dengan pemberian obat yang berfungsi menghambat
xanthine oxidase.
2. Pengobatan non medis
Yaitu menjalankan pola hidup sehat yang bertujuan untuk
mencegah dan mengobati penyakit asam urat. Cara ini dapat
dilakukan melalui: diet makanan, yaitu dengan cara mengurangi
konsumsi makanan tinggi purin dan disertai dengan pola hidup
sehat dengan cara melakukan olahraga secara teratur.
3. Pengobatan herbal
Yaitu pengobatan dengan memanfaatkan tanaman obat yang
mempunyai khasiat anti inflamasi seperti: kunyit, sambiloto, dan
daun sendok atau tanaman obat yang mempunyai khasiat
penghilang rasa sakit (analgesik) seperti: sandiguri dan biji adas.

Pencegahan

1. Minum yang cukup untuk membantu memperlancar pembuangan


asam urat oleh tubuh.
2. Mengurangi berat badan bagi yang kegemukan dengan melakukan
olah raga yang juga bermanfaat untuk mencegah kerusakan sendi.
3. Mengurangi keletihan atau aktifitas berlebihan.
4. Menghindari stress yang dapat memicu kemarahan
5. Menghindari minuman yang mengandung alkohol.
6. Menggunakan air hangat untuk mandi karena air hangat dapat
memperlancar pergerakan sendi.
7. Istirahat yang cukup di malam hari 8 hingga 9 jam per hari.
8. Rendah Protein: Penderita gout diberikan diet rendah protein
karena protein dapat meningkatkan produksi asam urat, terutama
protein yang berasal dari bahan makanan hewani. Sumber
makanan yang mengandung protein tinggi misalnya hati, ginjal,
otak, paru dan limpa.
9. Rendah Lemak: Lemak dapat menghambat eksresi asam urat
melalui urin. Oleh karena itu, penderita gout sebaiknya diberi diet
rendah lemak. Penderita harus membatasi makanan yang digoreng
dan bersantan serta menghindari penggunaan margarin (berasal
dari produk nabati) atau mentega (berasal dari produk hewani).
Lemak yang dapat dikonsumsi sebaiknya 15% dari total kalori.
10. Tinggi Cairan: Konsumsi cairan yang tinggi, terutama dari
minuman, dapat membantu pengeluaran asam urat melalui urin.
Usahakan dapat menghabiskan minuman sebanyak 2,5 liter atau
sekitar 10 gelas sehari. Pemberian air hangat pada penderita di
pagi hari atau ketika bangun tidur sangat baik. Selain dari
minuman, konsumsi cairan bisa juga diperoleh dari kuah sayuran,
jus buah, maupun buah-buahan segar yang banyak mengandung
air.
Daftar Pustaka

Doherty, M 2009, New Insights Into The Epidemiology of Gout, Oxford


Journals, pp. ii2-ii8

Weaver, AL 2008, Epidemiology of Gout, Cleveland Clinic Journal of


Medicine, Vol. 75, No. 5, pp. S9-S10

http://repository.usu.ac.id

Anda mungkin juga menyukai