Anda di halaman 1dari 14

“LIKUIFAKSI”

OLEH

NURUL AINUN TANGGE


G2S1 18 006

PROGRAM PASCA SARJANA


JURUSAN GEOGRAFI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
tentang pemanfaatan data meterologi dan iklim untuk pengembangan bidang energi
tenaga air.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Kendari, 18 November

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana alam merupakan salah satu musibah yang tidak kita harapkan
kedatangannya, karena kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan sangat besar. Salah
satu bencana alam yang mungkin terjadi adalah gempa bumi. Biasanya gempa bumi
diperhitungkan hanya pada struktur bagian atas saja. Namun pada kenyataannya
gempa juga dapat menyebabkan suatu kegagalan akibat hilangnya kestabilan tanah
(kegagalan struktur bagian bawah). Kegagalan struktur akibat hilangnya kestabilan
tanah pada saat gempa biasanya terjadi pada tanah pasir yang bersifat jenuh dan
memiliki gradasi yang seragam. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan kegagalan
akibat tanah pasir yang mencair saat terjadi gempa atau disebut likuifaksi
Likuifaksi sering terjadi pada tanah berpasir lepas dan jenuh air bila terjadi gempa
bumi. Akibat kehilangan kuat geser akibat gempa dapat menyebabkan terjadinya
tanah longsor, kehilangan kuat dukung pada fondasi, dan penurunan fondasi yang
berlebihan. Dalam konsep manajemen bencana (disaster management), tindakan
pengurangan resiko bencana (disaster risk reduction) harus dijadikan sebagai
pengarusutamanya guna mengurangi dampak dari bencana tersebut. Salah satu cara
untuk mengurangi dampak adalah dengan membuat zonasi wilayah bahaya atau
resiko bencana. Untuk bencana gempa bumi, zonasi wilayah bahaya gempa bumi
biasanya didasarkan pada pekerjaan mikrozonasi (microzonation) terhadap
percepatan seismik permukaan tanah atau lapisan batuan.
Namun demikian, dalam perspektif geoteknik, peristiwa likuifaksi lebih dikenal
luas untuk mengevaluasi potensi kerusakan infrastruktur. Likuifaksi ini akan
menyebabkan terjadi penurunan permukaan tanah yang dapat menyebabkan
kerusakan bangunan di atasnya. Oleh karena itu, untuk keperluan praktis geoteknik
maka evaluasi potensi likuifaksi ini menjadi perlu dilakukan guna memberikan
informasi wilayah bahaya likuifaksi dan memiliki risiko terhadap kerusakan akibat
gempa bumi. Potensi likuifaksi pada tanah berpasir akibat gempa bumi ini
dipengaruhi oleh faktor seismik yaitu magnitudo gempa (Mw), percepatan seismik
permukaan tanah (amax), dan jarak epicenter. Magnitudo gempa berkaitan langsung
dengan energi yang dihasilkan untuk menggerakan lapisan lapisan batuan atau tanah.
Secara teoritik, semakin besar magnitude gempa maka percepatan pergerakan
permukaan tanah akan semakin besar. Namun, percepatan gempa pada permukaan
tanah ini akan sangat bergantung pada sifat-sifat lapisan tanah seperti kekuatan geser
tanah. Kekuatan geser tanah di lapangan ini dapat diketahui dengan melakukan uji
sondir yang akan diperoleh data tahanan ujung (qc) dan tahanan gesek (qf).
B. Rumusan Masalah
1. Penyebab terjadinya likuifaksi?
2. Mekanisme terjadinya likuifaksi?
3. Mitigasi likuifaksi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya likuifaksi
2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya likuifksi
3. Untuk mengetahui mitigasi dari fenomena likuifaksi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Likuifaksi
a. Likuifaksi
Gempa bumi merupakan fenomena alam yang tidak dapat dicegah. Gelombang
gempa menimbulkan guncangan tanah pada suatu kondisi tertentu dan salah satunya
dapat menyebabkan likuifaksi. Likuifaksi terjadi ketika tanah nonkohesif jenuh air
yang kehilangan kuat gesernya diguncang beban siklik (berulang teratur) yang
disebabkan oleh gempa sehingga tekanan air pori akan meningkat mendekati atau
melampaui tegangan vertikal.
Youd (1978) meninjau dari beberapa kerusakan berat atau kerusakan total pada
bangunan karena peretakan tanah akibat proses likuifaksi bahwa kerusakan ringan
terjadi pada pergeseran tanah sejauh 50-100 mm, kerusakan yang memerlukan
perbaikan ringan atau kerusakan sedang terjadi akibat pergeseran tanah sejauh 120-
600 mm, dan kerusakan berat dengan pergeseran tanah sejauh lebih dari 760 mm.
Perubahan sifat tanah dari sifat solid menjadi sifat seperti likuid yang terjadi pada
tanah jenuh air diakibatkan oleh peningkatan tekanan air pori dan pengurangan
tegangan efektif tanah dan segaligus juga mengurangi kekuatan geser tanah yang
bersangkutan. Apabila hal tersebut terjadi dan tanah kehilangan kekuatan gesernya
maka akan terjadi likuifaksi.
b. Teori Dasar Gempa Bumi
Menurut teori lempeng tektonik, permukaan bumi terpecah menjadi beberapa
lempeng tektonik besar. Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak 6 bumi yang
mengapung diatas astenosfer yang cair dan panas. Oleh karena itu, maka lempeng
tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Daerah
perbatasan lempeng-lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang memiliki
kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung berapi dan
pembentukan dataran tinggi. Teori lempeng tektonik merupakan kombinasi dari teori
sebelumnya yaitu: Teori Pergerakan Benua (Continental Drift) dan Pemekaran Dasar
Samudra (Sea Floor Spreading). Lapisan paling atas bumi, yaitu litosfir, merupakan
batuan yang relatif dingin dan bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku.
Di bawah lapisan ini terdapat batuan yang jauh lebih panas yang disebut mantel.
Lapisan ini sedemikian panasnya sehingga senantiasa dalam keadaan tidak kaku,
sehingga dapat bergerak sesuai dengan proses pendistribusian panas yang kita kenal
sebagai aliran konveksi.
Lempeng tektonik yang merupakan bagian dari litosfir padat dan terapung di atas
mantel ikut bergerak satu sama lainnya. Ada tiga kemungkinan pergerakan satu
lempeng tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu apabila kedua lempeng
saling menjauhi (spreading), saling mendekati (collision) dan saling geser
(transform). Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak
saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser. Umumnya, gerakan ini
berlangsung lambat dan tidak dapat dirasakan oleh manusia namun terukur sebesar 0-
15cm pertahun. Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci,
sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai Skema profil
tanah pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan
gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa
bumi.
c. Pengertian Likuifaksi
Pencairan tanah atau likuifaksi tanah (bahasa Inggris: soil liquefaction) adalah
fenomena yang terjadi ketika tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan
dan kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran gempa bumi atau perubahan
ketegangan lain secara mendadak, sehingga tanah yang padat berubah wujud
menjadi cairan atau air berat.
Dalam mekanika tanah, istilah "mencair" pertama kali digunakan oleh Allen
Hazen mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di California tahun 1918. Ia
menjelaskan mekanisme aliran pencairan tanggul sebagai berikut Jika tekanan air
dalam pori-pori cukup besar untuk membawa semua beban, tekanan itu akan berefek
membawa partikel-partikel menjauh dan menghasilkan suatu kondisi yang secara
praktis seperti pasir hisap. Pergerakan awal beberapa bagian material dapat
menghasilkan tekanan yang terus bertambah, mulanya pada satu titik, kemudian pada
titik lainnya, secara berurutan, menjadi titik-titik konsentrasi awal yang mencair.
Fenomena ini paling sering diamati pada tanah berpasir yang jenuh dan longgar
(kepadatan rendah atau tidak padat). Ini karena pasir yang longgar memiliki
kecenderungan untuk memampat ketika diberikan beban; sebaliknya pasir padat
cenderung meluas dalam volume atau melebar. Jika tanah jenuh dengan air, suatu
kondisi yang sering terjadi ketika tanah berada di bawah permukaan air tanah atau
permukaan laut, maka air mengisi kesenjangan di antara butir-butir tanah ("ruang
pori"). Sebagai respon terhadap tanah yang memampat, air ini meningkatkan tekanan
dan mencoba untuk mengalir keluar dari tanah ke zona bertekanan rendah (biasanya
ke atas menuju permukaan tanah). Tapi, jika pembebanan berlangsung cepat dan
cukup besar, atau diulangi berkali-kali (contoh getaran gempa bumi dan gelombang
badai), air tidak mengalir keluar sesuai waktunya sebelum siklus pembebanan
berikutnya terjadi, tekanan air dapat bertambah melebihi tekanan kontak antara butir-
butir tanah yang menjaga mereka tetap saling bersentuhan satu sama lain.
Kontak antara butir-butir ini merupakan media pemindahan berat bangunan dan
lapisan tanah di atas dari permukaan tanah ke lapisan tanah atau batuan pada lapisan
yang lebih dalam. Hilangnya struktur tanah menyebabkan tanah kehilangan semua
kekuatannya (kemampuan untuk memindahkan tegangan geser) dan fenomena ini
terlihat seperti mengalir menyerupai cairan (maka disebut 'pencairan').
B. penyebab Terjadinya Likuifaksi
Lifaksi terjadi seiring terjadinya gempabumi. Secara visual peristiwa likuifaksi ini
ditandai munculnya lumpur pasir di permukaan tanah berupa semburan pasir (sand
boil), rembesan air melalui rekahan tanah, atau bisa juga dalam bentuk tenggelamnya
struktur bangunan di atas permukaan, penurunan muka tanah dan perpindahan lateral.
Pada saat gempa terjadi, gelombang gempa merambat ke segala arah, salah satunya
adalah perambatan gelombang geser yang berasal dari pusat pelepasan energi.
Bila lapisan pasir jenuh air mengalami getaran, maka massa pasir tersebut akan
cenderung untuk memadat atau volumenya akan mengecil, bila dalam proses tersebut
air dalam pori-pori tanah pasir tidak dapat berdrainase, maka kecenderungan pasir
untuk memadat mengakibatkan kenaikan tekanan air pori, dan bila tekanan air pori
meningkat terus hingga menyamai tegangan total dalam elemen tanah, maka tegangan
efektifnya menjadi nol dan pasir akan kehilangan kekuatan gesernya sehingga akan
berperilaku seperti cairan/lumpur.
Secara umum penyebab utama peristiwa pencairan tanah pasir saat gempa adalah
peningkatan tekanan air pori berlebih (excess pore water pressure) akibat tegangan
siklik (tegangan geser bolak-balik) dalam getaran tanah. Akibat struktur tanah pasir
menerima tegangan geser secara berturut-turut, struktur tersebut akan mengecil
volumenya atau dengan kata lain memadat, tetapi karena peristiwa ini terjadi dengan
sangat cepat maka pengecilan volume dicegah karena air tidak sempat keluar dari
pori-pori tanah sehingga terjadi pengalihan tegangan tersebut kepada air pori dan
pengurangan tegangan kontak antara partikel tanah pasir.
Deformasi yang besar mengakibatkan tegangan air pori mendekati tegangan total
elemen tanah pada kedalaman yang ditinjau. Secara teoritis deformasi ini tidak
terbatas (terjadi pengaliran). Pada tanah pasir yang lepas maka kondisi tersebut akan
lebih cepat dicapai. Proses likuifaksi dengan cara di atas dapat terjadi pada lapisan
pasir dengan kombinasi antara kepadatan relatif tanah dan tegangan keliling dan
getaran tertentu. Zona ini dapat terjadi di dekat permukaan maupun pada suatu
kedalaman tergantung kondisi pasir dan tingkat getaran akibat gempa. Pencairan
lapisan atas pasir dapat saja terjadi karena pengaliran air oleh peristiwa pencairan
yang terjadi pada lapisan bawahnya.
Evaluasi potensi likuifaksi pada suatu lapisan tanah dapat ditentukan dari
kombinasi dari sifat-sifat tanah (modulus geser, redaman, berat jenis, gradasi butiran,
kepadatan relatif, struktur tanah), lingkungan geologi (proses pembentukan lapisan
tanah, sejarah kegempaan, kedalaman airtanah) dan karakteristik gempa (intensitas
gempa, durasi getaran, besar dan arah getaran).
C. Mekanisme Likuifaksi
Untuk memahami likuifaksi penting untuk mengenali kondisi yang ada di deposit
tanah sebelum gempa bumi. Deposit tanah terdiri dari satu himpunan partikel tanah
individu. Jika kita melihat secara dekat partikel-partikel ini, kita dapat melihat bahwa
setiap partikel berada dalam kontak dengan sejumlah partikel lainnya. Berat partikel
tanah yang saling melapisi menghasilkan kekuatan kontak antara partikel, kekuatan
ini menahan partikel individu di tempatnya dan merupakan sumber perkuatan dari
tanah.
Panjang panah mewakili ukuran kekuatan kontak antara individu butir tanah.
Kekuatan kontak menjadi besar ketika tekanan air pori rendah.
Likuifaksi terjadi ketika struktur pasir jenuh yang longgar rusak karena pergerakan
tanah. Sebagaimana struktur rusak, individu partikel yang longgar berusaha untuk
pindah ke konfigurasi yang padat. Dalam gempa bumi, bagaimanapun tidak ada
cukup waktu untuk air di pori-pori tanah untuk dapat diperas / dikeluarkan dari tanah.
Sebaliknya air "terjebak" dan mencegah partikel tanah untuk bergerak lebih dekat
satu sama lain. Hal ini disertai dengan peningkatan tekanan air yang mengurangi
kekuatan kontak antara individu partikel tanah, sehingga terjadi pelunakan dan
melemahnya deposit tanah.
Amati betapa kecil kekuatan kontak yang ada karena tekanan air yang tinggi. Dalam
kasus ekstrim tekanan air pori dapat menjadi sangat tinggi sehingga banyak partikel
tanah kehilangan kontak dengan satu sama lain. Dalam kasus tersebut tanah akan
memiliki kekuatan yang sangat sedikit dan akan berperilaku lebih seperti cairan
daripada padat - maka kejadian ini dinamakan "Liquefaction" / "likuifaksi"
(pencairan).
D. Mitigasi Dari Likuifaksi
Sejauh ini, para ahli mengindikasikan akan empat syarat seperti tersebut di atas
untuk dapat terpicunya kejadian likuifaksi. Dalam cakupan yang bersifat regional,
disarankan agar dilakukan identifikasi awal untuk mengenali kawasan-kawasan yang
mempunyai potensi terlikuifaksi.
Langkah-langkah identifikasi awal tersebut meliputi: Pertama, evaluasi kondisi
geologi. Evaluasi ini berguna untuk mengenali sifat fisik dari material pembentuk
lapisan tanah dan juga umurnya. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa lapisan-
lapisan sedimen tidak tersementasi dengan baik yang terbentuk dalam kurun waktu
terakhir ini dan berada dalam keadaan jenuh air akan sangat berpotensi terlikuifaksi.
Model proses pengendapan yang mempengaruhi terbentuknya lapisan sedimen juga
mempengaruhi kerentanannnya.
Kedua, evaluasi kondisi kegempaan. Liquifaksi hanya terjadi ketika energi dan
durasi gempa yang muncul cukup untuk memicunya. Besarnya energi dan durasi ini
menjadi batas ambang dengan kemampuan lapisan tanah untuk meredamnya.
Dan, ketiga, evaluasi kondisi muka air tanah. Kondisi lapisan tanah yang jenuh air
atau akan jenuh air ketika terinduksi gelompang gempa menunjukkan kerentanan
yang sangat tinggi untuk terliquifaksi. Catatan sejarah menunjukkan bahwa 90%
liquifaksi terjadi pada kawasan dengan muka air tanah kurang dari 10 meter.
Upaya konkret dalam bentuk koordinasi dan sinkronisasi data antarlembaga
harus diinisiasi untuk memperoleh gambaran yang akurat akan ketiga kondisi tersebut
di atas, agar keselamatan dan kepentingan masyarakat serta asset pembangunan dapat
terlindungi dari bencana likuifaksi. Pihak yang mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab utama untuk merealisasikan langkah konkret tersebut adalah
pemerintah, melalui lembaga/instansi terkaitnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyebab utama likuifaksi adalah peningkatan tekanan air pori berlebih (excess
pore water pressure) akibat tegangan siklik (tegangan geser bolak-balik) dalam
getaran tanah. Akibat struktur tanah pasir menerima tegangan geser secara
berturut-turut, struktur tersebut akan mengecil volumenya atau dengan kata lain
memadat, tetapi karena peristiwa ini terjadi dengan sangat cepat maka pengecilan
volume dicegah karena air tidak sempat keluar dari pori-pori tanah sehingga
terjadi pengalihan tegangan tersebut kepada air pori dan pengurangan tegangan
kontak antara partikel tanah pasir.
2. Mekanisme terjadinya likuifaksi Likuifaksi terjadi ketika struktur
pasir jenuh yang longgar rusak karena pergerakan tanah. Sebagaimana struktur
rusak, individu partikel yang longgar berusaha untuk pindah ke konfigurasi yang
padat. Dalam gempa bumi, bagaimanapun tidak ada cukup waktu untuk air di pori-
pori tanah untuk dapat diperas / dikeluarkan dari tanah. Sebaliknya air "terjebak"
dan mencegah partikel tanah untuk bergerak lebih dekat satu sama lain. Hal ini
disertai dengan peningkatan tekanan air yang mengurangi kekuatan kontak
antara individu partikel tanah, sehingga terjadi pelunakan dan melemahnya deposit
tanah.
3. Mitigasi yang dapat dilakukan (1) evakuasi kondisi geologi (2) evakuasi kondisi
kegempaan
DAFTAR PUSTAKA
http://aceh.tribunnews.com/2018/10/17/likuifaksi-dan-mitigasinya?page=all
https://media.neliti.com/media/publications/130599-ID-analisis-potensi-likuifaksi-di-
pt-pln-pe.pdf
http://seputarpengertian.blogspot.com/2018/10/pengertian-likuifaksi-serta-faktor-
yang-mempengaruhinya.html
http://jamesthoengsal.blogspot.com/p/tanah-likuifaksi-lequefaction-soil.html

Anda mungkin juga menyukai