Anda di halaman 1dari 1

Izinkan Aku menyuguhkan sebuah kisah tentang hakikat memiliki dan merelakan,

kisah yang hanya diketahui oleh para lakon asmara setelah peristiwa itu terjadi. Kisah ini
berawal dari pemandangan lautan saat fajar menyapa maupun senja berpamitan pulang,
orang-orang di pesisir pantai yang menikmati lembutnya pasir pantai disaat deburan ombak
terus datang. Anak kecil yang polos terkadang menanyakan hal kecil tapi sulit untuk
dijelaskan, misalkan saja, mengapa kepergian diselimuti dengan kesedihan? Jawabannya
ada di kisah ini.
Lautan luas membentang. Selalu setia mendampingi banyak kisah, baik nelayan yang
menerjang badai, bajak laut yang mencari harta karun terkutuk, beruang kutub yang
mengutuk es di kutub mencair, bahkan sampai Santa Klaus saat sedang menyiapkan hadiah
di guanya yang berkilauan entah dimana. Hey, itulah yang hanya terlihat di permukaan
lautan, bagaimana dengan kisah di dasar gelapnya lautan?
Jauh di keheningan alam semesta, sebuah kerang mutiara hidup dan berjuang, apa
yang dia perjuangkan? Mutiara kecil yang berarti besar bukan hanya untuknya, namun
untuk semua orang yang hidup dengan kemegahan duniawi ataupun sekedar hadiah kepada
orang yang terkasih. Dengan lembaran kapur yang melindungi seadanya, kerang itu
berjuang lebih dari siapapun di dunia ini. Melalui rapuhnya waktu yang kian membiru. Biru
yang entah hilang ditelan hitamnya dasar lautan pasifik.
Walau terkadang terang oleh kawanan ubur-ubur bercahaya yang hanya lewat,
meski sementara, formasi mereka sungguh indah. Kadang pula ditemani oleh nyanyian paus
biru yang menggema ke seluruh penghuni lautan. Ah, Aku lupa kalau kadang ikan bercahaya
juga menjadi saksi hidup perjuangan Sang Kerang. Kerang selalu bersyukur. Ia bersyukur
telah memiliki mutiara. Tidak mudah untuknya “menemukan” mutiara.
Pada akhir ceita yang menurut kebanyakan orang sedih, mutiara kan “berpisah”,
pergi untuk dijadikan perhiasan duniawi. Yah, kerang hanya bisa terbisu jika kita melihatnya.
Akan tetapi, kerang juga memiliki perasaan seperti halnya makhluk hidup lainnya. Air
matanya membuat lautan tenang. Ikan pun berhenti berenang. Semesta lautan takzim
memandang kesedihan Sang Kerang. Menunggu. Itulah satu-satunya hal yang bisa
dilakukan. Berharap Yang Maha Kuasa memberikan yang lebih baik pada waktunya.
Berharap mutiara baru kan muncul. Benar kalau perpisahan diselimuti dengan kesedihan,
tetapi tetap berujung pada kebahagiaan.

Anda mungkin juga menyukai