Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PNEUMOTHORAKS

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3 - A.2 / SEMESTER VII
1. MITA AYU UTAMI ( 041 STYC 15 )
2. MUH.JEFRI ( 043 STYC 15 )
3. SUCIATI ( 073 STYC 15 )

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan kesempatan sehingga sampai sekarang kita bisa beraktivitas dalam
rangka beribadah kepada-Nya dengan salah satu cara menuntut ilmu. Shalawat serta
salam tidak lupa penulis senandungkan kepada tauladan semua umat Nabi Muhammad
SAW, yang telah menyampaikan ilmu pengetahuan melalui Al-Qur’an dan Sunnah,
serta semoga kesejahteraan tetap tercurahkan kepada keluarga beliau, para sahabat-
sahabatnya dan kaum muslimin yang tetap berpegang teguh kepada agama Islam.
Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Trauma Ibu Hapipah,Ners.M.Kep yang telah memberikan bimbingan dan
masukan sehingga Makalah “Makalah Pneumothoraks” ini dapat tersusun sesuai
dengan waktu yang telah di tentukan. Semoga amal baik yang beliau berikan akan
mendapat balasan yang setimpal dari Allah S.W.T.
Akhir kata semoga Makalah ini senantiasa bermanfaat pada semua pihak untuk
masa sekarang dan masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Mataram, 23 November 2018

Penulis,

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) ii


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................................. 2
BAB 2 KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Anatomi Dan Fisiologi Paru .................................................................. 3
2.2 Definisi .................................................................................................. 7
2.3 Etiologi .................................................................................................. 9
2.4 Manifestasi Klinis ................................................................................ 11
2.5 Patofisilogi ........................................................................................... 11
2.6 Woc...................................................................................................... 13
2.7 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................... 13
2.8 Komplikasi .......................................................................................... 14
2.9 Penatalaksanaan ................................................................................... 14
BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ........................................................................................... 17
3.2 Diagnosa .............................................................................................. 20
3.3 Intervensi ............................................................................................ 20
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 23
4.2 Saran ................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) iii


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura.
Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan
paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir
inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara
luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi
spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena
berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum
ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai
pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga
mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain
prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan
terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula
menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan
masuknya udara ke dalam rongga pleura, yaitu :
1. Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.
2. Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau
abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam
rongga pleura.
3. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas
misalnya pada empisema.
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-
kasus yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab.
Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-
17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain:
laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1); paling sering pada usia 20-30 tahun.
Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering
disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang-
orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang
(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 1
mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan
pada kiri.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah Konsep Dasar Penyakit Pneumothoraks?
1.2.2 Bagaimanakah Model Konsep Asuhan Keperawatan Pneumothoraks?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum :
Agar mahasiswa memahami tentang konsep penyakit dan asuhan
keperawatan dari Pneumothoraks.
1.3.2 Tujuan Khusus :
1. Bagaimanakah Konsep Dasar Penyakit Pneumothoraks.
2. Bagaimanakah Model Konsep Asuhan Keperawatan Pneumothoraks.

1.4 Manfaat Penulisan


Dengan dibuatkannya makalah “Konsep Dasar penyakit dan konsep asuhan
keperawatan Dari Pneumothoraks” ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi para
pembaca khususnya mahasiswa perawat dalam mengetahui dan memahami apa saja
konsep penyakit dan konsep asuhan keperawatan. Dengan makalah ini pula, para
mahasiswa perawat lebih paham agar tidak melakukan kesalahan dalam pemberian
tindakan nantinya serta agar para perawat lebih terampil dalam menangani penyakit
di Keperawatan Trauma tersebut.

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 2


BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru

Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu
diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan
menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk
melalui trakea (inspirasi), karena penurunanan tekanan di dalam, dan
mengembangkan paru. Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya
semula (ekspirasi), paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara
keluar melalui bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya
membutuhkan energi; fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati sepertiga
dari siklus pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya.
1. Pleura. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin,
yaitu pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks
dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan
pleura viseralis melapisi paru-paru. Antar kedua pleura ini terdapat ruang,
yang disebut spasium pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 3


melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas
selama ventilasi.

2. Mediastinum. Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga toraks


menjadi dua bagian membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktuk toraks
kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.
3. Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus
bawah dan atas, sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah, dan
bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua segmen yang
dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasaan pleura.
4. Bronkus dan Bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap
lobus paru. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua
pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada
paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika
memilih posisi drainage postural yang paling efektif untuk pasien tertentu.
Bronkus segmental kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental.
Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik, dan
saraf.
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi
bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi
bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos
sekelilinginya dan pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 4


submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus
juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek
yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan
yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru
menuju laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus
terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi
saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran
gas. Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml
udara dalam percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam
pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus
respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar
kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam
alveoli.
5. Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam
kluster anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga
jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70
meter persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar.
Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alaveolar.
Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi
surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah
alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (mis.,
lender, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting.
Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea,
bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani
rute yang sama dengan arah yang berlawanan.
Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru
secara bersamaan disebut sebagai mekanisme ventilasi dan mencakup
varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan kompliens paru.

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 5


Varians tekanan udara, udara mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke
region dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi, gerakan diafragma
dan otot-otot pernapasan lain memperbesar rongga toraks dan dengan
demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di bawah
atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam
alveoli. Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis,
mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian
melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam
atmosfir.
Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran
saluran udara tempat udara mengalir. Karenanya setiap proses yang
mengubah diameter atau kelebaran bronkial akan mempengaruhi resistensi
jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara sampai gradient tekanan
tertentu selama respirasi. Factor-faktor umum yang dapat mengubah
diameter bronkial termasuk kontraksi otot polos bronkial, seperti pada asma ;
penebalan mukosa bronkus, seperti pada bronchitis kronis ; atau obstruksi
jalan udara akibat lender, tumor, atau benda asing. Kehilangan elastisitas
paru seperti yang tampak pada emfisema, juga dapat mengubah diameter
bronkial karena jaringan ikat paru mengelilingi jalan udara dan
membantunya tetap terbuka selama inspirasi dan ekspirasi. Dengan
meningkatnya resistensi, dibutuhkan upaya pernapasan yang lebih besar dari
normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.
Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir
menyebabkan udara untuk mengalir masuk dan keluar paru-paru. Jika
perubahan tekanan diterapkan dalam paru normal, maka terjadi perubahan
yang porposional dalam volume paru. Ukuran elastisita, ekspandibilitas, dan
distensibilitas paru-paru dan strukur torakas disebut kompliens. Factor yang
menentukan kompliens paru adalah tahanan permukaan alveoli (normalnya
rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat, (mis., kolagen dan
elastin) paru-paru.
Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan
dalam paru-paru dan toraks. Dalam kompliens normal, paru-paru dan toraks

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 6


dapat meregang dan membesar dengan mudah ketika diberi tekanan.
Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika diberi tekanan.
Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan
daya elastisitasnya dan toraks terlalu tertekan (mis., emfisema). Saat paru-
paru dan toraks dalam keadaan “kaku”, terjadi kompliens yang rendah atau
turun. Kondisi yang berkaitan dengan hal ini termasuk pneumotorak,
hemotorak, efusi pleura, edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal.
Paru-paru dengan penurunan kompliens membutuhkan penggunaan energi
lebih banyak dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

2.2 Definisi Pneumothoraks


Pneumothoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi udara
ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antara plura visceral dan parinteral yang dapat
menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada keadaan normal rongga pleura tidak
berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada (
Rahajoe, 2008).
Pneumotorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga
pleura.(Arif Muttaqin,2008)
Pneumotarks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu
udara atau gas lain masuk ke keruangan pleura yang mengelilingi paru. ( Elizabeth,
Patofisiologi EGC, 2009)
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga
pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat
mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga
pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm
H2O.
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura
(DR. Dr. Aru W. Sudoyo,Sp.PD, KHOM, 2006). Pneumotoraks merupakan suatu
keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura. Pneumotoraks terbagi menjadi
beberapa jenis, yaitu pneumotoraks spontan dan traumatic. Pneumothoraks dibagai
menjadi beberapa jenis, yaitu :

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 7


1. Pneumothoraks terbuka
Pneumothoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga
pleura dan bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan
intrapleura dama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intrapleura di
sekitar nol (o) sesuai dengan gerakan pernafasan. Pada waktu inspirasi
tekanannya negative pada waktu ekspirasi tekanannya positif.
2. Pneumothoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar.
Udara yang dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorspi
dan tidak ada hubungan lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di
rongga pleura menjadi negative. Tetapi paru belum bisa berkembang penuh.
Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekananya sudah
normal.
3. Pneumothoraks ventil
Ini merupakan pneumothoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung
adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus
terus ke percabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka. Pada
waktu inspirasi, udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya
masih negative.

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 8


Gambar 1.1 Pneumothoraks

2.3 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya pneumothorak dapat dibagi atas (Silvia. A Price, 1999):
1. Pneumothoraks Traumatik
Pneumothoraks traumatik yaitu pneumothorak yang terjadi akibat penetrasi
kedalam rongga pleura karena luka tembus, luka tusuk, luka tembak atau
tusukan jarum. Pneumothoraks traumatik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
- Pneumothorak traumatik bukan latrogenik

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 9


Pneumothorak traumatik bukan latorgenik adalah pneumothorak yang
terjadi karena jejas kecelakaan misalnya : jejas dada terbuka/tertutup,
barottraum.
- Pneumothorak traumatik latorgenik
Pneumothorak yang terjadi akibat tindakan oleh tenaga medis.
2. Neumothoraks traumatik latorgenik aksidrntal
Pneumothorak yang terjadi pada tindakan medis karena kesalahan/komplikasi
tindakan tersebut, misalnya pada tindakan biopsi pleura, biopsitansbronkial
biopsi/aspirasi paru perkutaneus, barotrauma.
3. Pneumothoraks traumatik latorgenik artifisial (deciberate)
Pneumothoraks yang sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara kedalam
pleura melalui jarum dengan suatu alat maxuell box biasanya untuk terapi
tuberkolosis (sebelum era antibiotik) atau untuk menilai permukaan paru.
4. Pneumothorak spontan
Pneumothorak sepontan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
suatu pneumothorak yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga atau tanpa
penyakit paru-paru yang mendasarinya, pneumothorak spontan ini dapat
menjadi 2 yaitu :
- Pneumothorak spontan perimer
Pneumotorak spontan primer adalah suatu pneumothorak yang terjadi
adanya penyakit paru yang mendasari sebelumnya umumnya pada individu
sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas belum diketahui
penyebabnya.
- Pneumothorak spontan sekunder
Pneumothorak spontan sekunder adalah suatu pneumothorak yang terjadi
adanya riwayat penyakit paru yang mendasari (pneumothorak, asma
bronkial, TB paru, tumor dll). Pada klien pneumothorak spontan sekunder
bilateral, dengan resetasi torakoskopi dijumpai metastasis paru yang
primernya berasal dari sarkoma jaringan lunak di luar paru.

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 10


2.4 Manifestasi Klinis
1. Sesak napas berat
2. Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan
3. Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk
4. Pengembangan dada tidak simetris
5. Takikardia
6. Sianosis
7. Pergerakan ada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
8. Perkusi hipersonor di atas pneumothorak
9. Perkusi merdeup di atas paru-paru yang kollaps
10. Suara napas berkurang pada sisi yang terkena
11. Premitus vocal dan raba berkurang

2.5 Patofisiologi
Pleura secara anaomis merupakan satu lapis mesoteral, ditunjung oleh jarinan
ikat, pembuluh-pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening, rongga pleura
dibatasi leh 2 lapisan tipis sel mesotelia, terdiri atas pleura parietals yang melapisi
otot-otot dindng dada, tulang dan kartilago, diapragma dan menyusup kedalam
pleura dan tidak sensitif teradap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan(10-
20ml) dan berfungsi seagai pelumas diantara kedua lapisan pleura. Paogeness
pneumothoraks spontan sampai sekaran belum jelas.
1. Pneumothoraks spontan primer
Pneumothoraks spontan primer terjadi karena robeknyakantong udara
dekat pleura viseralis. Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien
pneumothorak spontan yang parunya dipesersi tampak adanya satu atau dua
ruang berisi udara dalam bentuk blab dab bulla.
Bulla merupakan suatu kantong yang dbatasi sebagaian oleh pleura
fibrotik yang menebal sebagaian oleh jaringan fibrosa paru sendiri dan sebagaian
lagi oleh jaringa paru emfisematus. Blab terbentuk dari suatu alveoli yang pecah
melalui suatu jaringan intertisial kedalam lapisan fibrosa tipis pleura yang
kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme pembentukan bulla/blab
belum jelas, banyak pendapat mengatakan terjadinya kerusakan bagian apeks

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 11


paru akibat tekanan pleura yang lebih negatif. Pada pneumothorak spontan
terdiri apa bila dilihat secara patologis dan radiologis terdapat bulla di apeks
paru. Observasi klinik yang dilakukan pada pasien pneumothorak spontan
primer ternyata mendapatkan pneumothorak lebih banyak dijumpai pada pasien
pria berbedaan kurus dan tinggi. Kelainan intrinsik jaringan konektif
mempunyai kecenderungan terbentuknya blab atau bulla yang meningkat.
Bleb atau bulla yang pecah masih belum jelas hubungan dengan aktivitas
yang berlebihan, karena pada orang-orang yang tanpa aktivitas (istirahat) juga
dapat terjadi pnumothorak. Pecahnya alveoli juga dikatakan berhubungan
dengan obstruksi check-valve pada saluran napas dapat diakibatkan oleh
beberapa sebab antara lain : infeksi atau infeksi tidak nyata yang menimbulkan
suatu penumpukan mukus dalam bronkial.
2. Pneumothorak spontan sekunder
Disebutkan bahwa terjadinya pneumothorak ini adalah pecahnya bleb viseralis
atau bulla pneumothorak dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang
mendasarinya. Patogenesis pneumothorak ini umumnya terjadi akibat
komplikasi asma, fibrosis kistik, TB paru, penyakit-penyakit paru infiltra
lainnya (misalnya pneumothorak supuratif, pneumonia carinic).
Pneumothorak spontan sekunder lebih serius keadaanya karena adanya penyakit
yang mendasarinya.

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 12


2.6 Woc

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
AGD Arteri amemberikand gambaran Hipoksemia meskipun kebanyakan
pasien sering tidak diperiksa keberadaannya.
2. Pemeriksaan EKG
Pneumothorax primer paru kiri sering menimbulkan perubahan sksis QRS dan
gelombang T Prekordial pada rekaman EKG ditafsirkan sebagai IMA.
3. Pemeriksaan Radiologi
Tampak gambaran sulkus Kostrofenikus radidusen, sedang Pneumothorax
tersier pada gambaran foto dadanya tampak jumlah udara termitoraks yang
cukup besar dan susunan mediastinum kontralateral bergeser.

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 13


2.8 Komplikasi
Tension pneumotoraks dapat disebabkan oleh pernapasan mekanis dan hal ini
mungkin mengancam jiwa. Pneumo - mediastinum dan emfisema subkutan dapat
terjadi sebagai komplikasi dari pneumotoraks spontan. Jika pneumo - mediastinum
terdeteksi maka harus dianggap terdapat ruptur esophagus / bronkus.

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang dialami,
derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi saat
pelaksanaan pengobatan yang meliputi :
1. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:
1) Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah
menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui jarum
tersebut. Cara lainnya adalah melakukan penusukkan jarum ke rongga pleura
melaluitranfusion set.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
a. Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD). Pipa khusus (kateter
thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan perantara trokar
atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa plastic (kateter
thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan
bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis axial tengah atau garis
axial belakang. Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis
klavikula tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik di dada dan pipa kaca
WSD dihubungkan melelui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca
yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air
supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan
tekanan tersebut.
b. Pengisapan kontinu (continous suction).
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 14


sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang
dan segera terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
c. Pencabutan drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura sudah
negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup
dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap
mengembang penuh, drain dapat dicabut.
d. Tindakan bedah
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari
lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang
tersebut dijahit. Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan
pleura yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat
dilakukan pengelupasan atau dekortikasi. Pembedahan paru kembali bila
ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada fistel dari paru
yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali.
2. Penatalaksanaan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya, yaitu:
a. Terhadap proses TB paru, diberi OAT
b. Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi, penderita dibei
obat laksatif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak
perlu mengejan terlalu keras.
c. Istirahat total
Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk, bersin
terlalu keras dan mengejan.
3. Penatalaksanaan Medis
1) Farmakologi
- Terapi oksigen dapat meningkatkan reabsorpsi udara dari ruang pleura.
- Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura menggunakan kateter
berdiameter kecil (seperti 16 gauge angio-chateter / kateter drainase yang
lebih besar)

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 15


- Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada katup helmic untuk
memberikan perlindungan terhadap serangan tension pneumotoraks
- Obat simptomatis untuk keluhan batuk dan nyeri dada
- Pemeriksaan radiologi
Peranan pemeriksaan radiologi antara lain:
1. Kunci diagnosis.
2. Penilaian luasnya pneumotoraks.
3. Evaluasi penyakit-penyakit yang menjadi dasar.

Pada pneumotoraks yang sedang sampai berat foto konvensional (dalam


keadaan inspirasi) dapat menunjukkan adanya daerah yang hiperlusen
dengan pleural line di sisi medialnya; tetapi pada pneumotonaks yang
minimal, foto konvensional kadang-kadang tidak dapat menunjukkan adanya
udara dalam rongga pleura; untuk itu diperlukan foto ekspirasi maksimal,
kadang-kadang foto lateral dekubitus. Hinshaw merekomendasikan membuat
foto pada 2 fase inspirasi dan ekspirasi, karena akan memberikan informasi
yang lebih lengkap tentang:

1. Derajat/luasnya pneumotoraks.
2. Ada/tidaknya pergeseran mediastinum.
3. Menunjukkan adanya kista dan perlekatan pleura lebih jelas dari pada
foto konvensional.
2) Diit
Tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 16


BAB 3
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian Primer:
Data Subyektif :
1. Identitas
Nama pasien, umur, jenis kelamin, tempat/tanggal lahir, suku, agama, nama
orang tua, alamat rumah, nomor telepon.
2. Keluhan utama
Meliputi sesak napas, benapas terasa berat pada dada, dan keluhan susah untuk
melakukan pernapsan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin
berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa
lebih nyeri pada gerakan pernapasan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyak apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru dimana
sering terjadi pada pneumothoraks spontan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang mungkin menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru, asma,
TB paru, dan lain-lain.
6. Pengkajian psikososial
meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya,
serta bagaimana perilakuklien pada tindakan yang dilakukanterhadap dirinya.
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat
menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
b. GDA : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 17


d. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
Data Obyektif
1. (A) Airway
a. Assessment
- Perhatikan patensi airway
- Dengar suara napas.
- Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
b. Management
- Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan
jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
- Re-posisi kepala, pasang collar-neck
- Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal.
2. (B) Breathing
a. Assesment
- Periksa frekwensi napas
- Perhatikan gerakan respirasi
- Palpasi toraks
- Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
b. Management
- Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
- Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks
3. (C) Circulation
a. Assesment
- Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
- Periksa tekanan darah
- Pemeriksaan pulse oxymetri
- Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
b. Management
- Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
- Torakotomi emergency bila diperlukan
- Operasi Eksplorasi vaskular emergency
- Pemasangan WSD

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 18


4. (D) Disability (kesadaran)
Pada pasien pneumotoraks memang mungkin akan mengalami penurunan
kesadaran tapi GCS nya sekitar 12-14.
5. (E) Exposure
Adanya luka tembus menyebabkan luka terbuka dan bunyi aliran udara
terdengar pada area luka tembus. Yang selanjutnya disebut “ sucking” chest
wound (luka dada menghisap).
Pengkajian Sekunder:
1. B1 (Breathing)
- Inspeksi : Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan
otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada
asimetris (lebih cembung disisi yang sakit). Pengkajian batuk yang
produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke
sisi yang sehat.
- Palpasi : Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar –iga bisa saja normal atau
melebar.
- Perkusi : Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas
jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura
tinggi.
- Auskultasi : Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
2. B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular
yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan
pengisian kapiler/CRT.
3. B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
4. B4 (Bladder)

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 19


Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat
perlu memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.
6. B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan
jaringan lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering
dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas b/d Ekspansi paru, akumulasi udara dalam pleura.
2. Nyeri akut b/d injury fisik (luka insisi post pemasangan WSD)
3. Resiko infeksi b/d diskontinuitas jaringan

3.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi faktor
keperawatan diharapkan pola
pola nafas b/d penyebab kolaps :
nafas pasien kembali efektif
Ekspansi paru, dengan criteria hasil: trauma, infeksi
1. Keluhan sesak napas
akumulasi udara komplikasi mekanik
berkurang.
dalam pleura. 2. Menunjukkan jalan pernapasan.
napas yang paten
2. Observasi TTV
3. Napas ringan, tidak
nyeri saat melakukan 3. Kaji kualitas, frekuensi
4. Pernapasan, bebas
dan kedalaman napas,
dari tanda sianosis.
dan vocal fermitus
laporan setiap perubahan
yang terjadi.
4. Asukultasi bunyi napas
5. Baringkan klien dalam
posisi yang nyaman, atau

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 20


dalam posisi duduk
bantu pasien untuk
control diri dengan
menggunakan
pernapasan lembih
lambat atau dalam.
6. Pertahankan posisi
nyaman, biasanya
dengan peninggian
kepala tempat tidur, baik
ke sisi yang sakit untuk
control pasien untuk
sebanyak mungkin
7. Kolaborasi untuk
tindakan dekompresi
dengan pemasangan
selang WSD.
8. Catat karakter/jumlah
drainase, selang dada.
2 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri secara
injury fisik (luka keperawatan nyeri berkurang komrehensif
insisi post dengan criteria hasil : 2. Monitor TTV
pemasangan 1. Mampu mengontrol 3. Observasi reaksi non
WSD) nyeri verbal dari
2. Melaporkan bahwa ketidaknyamanan.
nyeri berkurang 4. Gunakan teknik
3. Mampu mengenali komunikasi trapeutik
nyeri untuk mengetahui
4. Mengatakan rasa pengalaman nyeri
nyaman setelah nyeri 5. Kurang faktor presipitasi
berkurang. nyeri
6. Ajarkan tentang teknik

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 21


non farmakologi untuk
mengurangi nyeri
(relaksasi nafas dalam)
7. Kolaborasi medis dalam
pemberian analgetik
(injeksi ketorolac 30
mg).
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda dan gejala
b/d keperawatan diharapkan tidak infeksi sistemik dan
diskontinuitas ada tanda-tanda infeksi local
jaringan dengan criteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda
1. Pasien bebas dari vital
tanda dan gejala 3. Bersihkan lingkungan
infeksi pasien
2. Menunjukkan 4. Cuci tangan setiap
kemampuan untuk sebelum dan sesudah
mencegah timbulnya tindakan keperawatan
infeksi. 5. Anjurkan untuk masukan
nutrisi yang cukup
6. Anjurkan pasien untuk
istirahat yang cukup
7. Kolaborasi medis dalam
pemberian antibiotic (
injeksi ceftriaxon 1 gr ).

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 22


BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pneumotorak merupakan suatu keadaan dimana terdapat akumulasi udara
ekstrapulmoner dalam rongga pleura, antara pleura visceral dan pariental, yang
dapat menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada keadaan normal rongga pleura
tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang, terhadap rongga dada.
Pneumotorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga
pleura. (Arif Muttaqin,2008)
Pneumothoraks dibagai menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Pneumothoraks terbuka
2. Pneumothoraks tertutup
3. Pneumothoraks ventil
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya :
1. Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder)
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang
mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan
komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.
2. Tension Pneumotoraks
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.

4.2 Saran
Adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi khususnya
bagi mahasiswa keperawatan, serta dapat memberikan masukan bagi tenaga medis
khususnya kepada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komperhensif pada pasien dengan Pneumothoraks.

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 23


DAFTAR PUSTAKA

1. Muttaqin,Arif. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan system


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
2. Nurarif,Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction
3. Kristanty, Paula, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta :
TIM
4. Rahajoe,Nastiti N. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi 1. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI.
5. Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
6. Wijaya, A. S Dan Yessie Mariza Putri. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal
Bedah ( Keperawatan Medikal Bedah). Yogyakarta : Nuha Medika

(Makalah Pneumothoraks Klp.4) 24

Anda mungkin juga menyukai