Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini masih belum memadai. “Mutu merupakan
gambaran total sifat dari suatu jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk
memberikan kebutuhan kepuasan. Mutu dalam pelayanan di rumah sakit berguna untuk
mengurangi tingkat kecacatan atau kesalahan” (Wijono, 1999).
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit dan hal itu
terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900 Institusi rumah sakit selalu
meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses, dan outcome dengan berbagai
macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain penerapan Standar Pelayanan
Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain sebagainya. Namun harus diakui, pada pelayanan
yang berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak Diduga (KTD) (Dep Kes R.I 2006).
Keselamatan pasien adalah “suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Sistem tersebut meliputi assament risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan pasien koma, pelaporan dan analisis accident, kemampuan belajar dari
accident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko”
(Dep Kes R.I, 2006).

B. Tujuan:
1. Tujuan Umum:
mengetahui gambaran upaya peningkatan mutu pelayanan dalam penangananan

2. Tujuan Khusus:
a. Mengidentifikasi indikator mutu pelayanan di ruang stroke RS. P.
b. Mengidentifikasi indikator keselamatan pasien

C. Manfaat:
1. Bagi Akademik :
Makalah tentang upaya mutu pelayanan dalam penanganan patient safety diharapkan
dapat menambah informasi bagi akademik bahwa patient safety masih banyak terjadi di
rumah sakit dan perlu menjadi perhatian bagi mahasiswa dalam penanganan patient
safety.
2. Bagi Penulis:
Makalah ini diharapkan dapat menambah informasi bagi penulis sendiri dan dapat
menjadi tanggung jawab bersama sebagai mahasiswa keperawatan dalam meningkatkan
mutu pelayanan dengan patient safety baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta.
BAB II

PEMBHASAN

A. KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN (KTD) (Adverse Event)

2.1 Pengertian
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (commision) atau karena tidak bertindak (ommision), dan bukan
karena ”underlying disease” atau kondisi pasien (KKP-RS).
KTD yang tidak dapat dicegah (unpreventable adverse event): - suatu KTD akibat
komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan yang mutakhir (KKP-RS).
Masalah KTD bisa terjadi dikarenakan (AHRQ Publication No.04-RG005, Agency for
Healthcare Research and Quality December 2003):

2.2 Penyebab kejadian tidak diharapkan

a. Masalah komunikasi.
Penyebab yang paling umum terjadi medical errors. Kegagalan komunikasi:
verbal/tertulis, miskomunikasi antar staf, antar shif, informasi tidak
didokumentasikan dengan baik / hilang, masalah-masalah komunikasi: tim layanan
kesehatan di 1 lokasi, antar berbagai lokasi, antar tim layanan dengan pekerja non
klinis, dan antar staf dengan pasien.
b. Arus informasi yang tidak adekuat.
Ketersediaan informasi yang kritis saat akan merumuskan keputusan penting,
komunikasi tepat waktu dan dapat diandalkan saat pemberian hasil pemeriksaan yang
kritis, koordinasi instruksi obat saat transfer antara unit, informasi penting tidak
disertakan saat pasien ditransfer ke unit lain / dirujuk ke RS lain.
c. Masalah SDM.
Gagal mengikuti kebijakan, SOP dan proses-proses, dokumentasi suboptimal
dan labeling spesimen yang buruk, kesalahan berbasis pengetahuan, staf tidak punya
pengetahuan yang adekuat, untuk setiap pasien pada saat diperlukan
d. Hal-hal yang berhubungan dengan pasien.
Idenifikasi pasien yang tidak tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap,
kegagalan memperoleh consent, pendidikan pasien yang tidak adekuat
e. Transfer pengetahuan di rumah sakit.
Kekurangan pada orientasi atau training, tingkat pengetahuan staf untuk
jalankan tugasnya, transfer pengetahuan di RS pendidikan
f. Pola SDM / alur kerja.
Para dokter, perawat,, dan staf lain sibuk karena SDM tidak memadai,
pengawasan / Supervisi yang tidak adekuat
g. Kegagalan-kegagalan teknis.
Kegagalan alat / perlengkapan: pompa infus, monitor. Komplikasi /
kegagalan implants atau grafts. Instruksi tidak adekuat, peralatan dirancang secara
buruk bisa sebabkan pasien cidera. Kegagalan alat tidak teridentifikasi secara tepat
sebagai dasar cideranya pasien, dan diasumsikan staf yang buat salah. RCA yang
lengkap, sering tampilkan kegagalan teknis, yang mula-mula tidak tampak, terjadi
pada suatu KTD
h. Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat.
Pedoman cara pelayanan dapat merupakan faktor penentu terjadinya banyak
medical errors. Kegagalan dalam proses layanan dapat ditelusuri sebabnya pada
buruknya dokumentasi, bahkan tidak ada pencatatan, atau SOP klinis yang adekuat

2.3 PASIENT SAFETY


Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
(Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)
Setiap tahun menetapkan “National Patient Safety Goals” (sejak 2002), Juli 2003:
Menerbitkan Pedoman “The Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery”, Maret 2005 mendirikan International Center for
Patient Safety.
(JCAHO (Joint Comm. On Accreditation for Healthcare organization – USA)
WHO Health Assembly ke 55 Mei 2002 menetapkan resolusi yang mendorong
(urge) Negara untuk memberikan perhatian kepada problem Patient Safety meningkatkan
keselamatan dan system monitoring. Oktober 2004 WHO dan berbagai lembaga
mendirikan “World Alliance for Patient Safety” dengan tujuan mengangkat Patient Safety
Goal “First do no harm” dan menurunkan morbiditas, cidera dan kematian yang diderita
pasien.
(WHO: World Alliance for Patient Safety, Forward Programme, 2004)

2.4 Enam tujuan penanganan patient safety menurut (Joint Commission International):
mengidentifikasi pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi secara efektif,
meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan benar tempat, benar
prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi resiko infeksi dari pekerja
kesehatan, mengurangi resiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien
Salah satu penyebab utama kesalahan yang tidak dapat dihindarkan oleh pasien
dalam organisasi perawatan kesehatan adalah kesalahan pengobatan. Pengobatan dengan
risiko yang paling tinggi yang menyebakan luka melalui pnyalahgunaan (meliputi
kemoterapi, konsentrasi cairan elektrolit, heparin, IV digoxin, dan adrenergic agonists)
adalah dkenal sebagai “high-alert drugs”. Namun mungkin kesalahan atau mungkin tidak
menjadi lebih banyak dengan obat-obatan tersebut dibandingkan obat yang lainnya,
mungkin berhubungan dapat juga lebih menghancurkan atau memperburuk.
Tindakan Enam Tepat Dalam Pemberian Obat
1. Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya
alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat,
mengecek label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya
memberikan obat yang didiapkan diri sendiri.
2. Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil hitungan
dosis dengan dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat.
3. Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek tanggal
kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.
4. Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien
yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur
pasien
5. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek cara
pemberian pada label/kemasan obat.
6. Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mencatat nama
pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat (Kozier, B. Erb, G. & Blais, K.
(1997).

2.5 Penanganan Pasien Cidera


a. Definisi Jatuh
Jatuh merupakan pengalaman pasien yang tidak direncanakan untuk terjadinya jatuh,
suatu kejadian yang tidak disengaja pada seseorang pada saat istirahat yan gdapat
dilihat/dirasakan atau kejadian jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi
adanya penyakit seperti stroke, pingsan, dan lainnya.
b. Beberapa hal untuk mencegah terjadinya jatuh
- Obat-obatan: perawat melihat efek samping obat yang memungkinkan terjadinya
jatuh
- Penglihatan menurun: perawat dapat tetap menjaga daerah yang dapat
menyebabkan jatuh, menggunakan kaca mata, sehingga pasien dapat berjalan
sendiri misalnya pada malam hari.
- Perubahan status mental: perawat tanggap terhadap perubahan perilaku pasien
- Meletakkan sepatu dan tali sepatu pada tempatnya: perawat mengecek seluruh
daerah yang dapat menyebabkan jatuh (misal sepatu atau tali sepatu yang tidak pada
tempatnya).
- Jatuh di lantai: perawat mengecek penyebab sering terjadinya jatuh.
- Terlalu banyak furniture, daerah yang gelap, dan sedikit hidarasi (perawat
menganjurkan untuk minum 6-8 gelas per hari). (Joint Commission International,
2007)
c. Mengidentifikasi resiko jatuh
Di Joseph’s hospital dan medical center sejak tahun 2001 sudah mengidentifikasi resiko
terjadinya jatuh (misalnya pada pasien acute). Manajer mengidentifikasi kondisi medis,
oabt-obatan, status mental, lingkungan, kemampuan beraktivitas, dan pola tidur pasien.
Mengkaji kemungkinan terjadinya resiko jatuh adalah dengan cara meletakkan stiker
berupa simbol senyuman (green smiling-face sticke)r yang ditempelkan di pintu pasien
sebagai tanda/sinyal untuk kemungkinan terjadinya jatuh sehingga perawat dapat
memonitor pasien dengan lebih dekat. Keluarga juga ikut dilibatkan dalam program ini.
d. Mengklasifikasi resiko jatuh dengan cara: jatuh yang tidak disengaja, jatuh secara fisik
yang tidak diantisipasi (misalnya, pingsan, serangan mendadak, dan lain-lain), jatuh
yang diantisipasi dapat diukur dengan menggunakan Morse Fall Scale (karakteristik
pasien yang mesti diketahui seperti jatuh, lemah atau gangguan pada cara berjalan,
menggunakan alat bantu berjalan, mengkaji intravena, atau gangguan status mental).
e. Jatuh dapat dikarenakan faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik (jatuh yang
pernah terjadi sebelumnya, menurunnya pandangan, sistem muskuloskeletal, status
mental, penyakit akute. Faktor ekstrinsik (obat-obatan, bathtubs dan toilet, desain alat-
alat furniture, tidak adekuatnya perlengkapan).
Keamanan fisik (Biologic safety) merupakan keadaan fisik yang aman terbebas
dari ancaman kecelakaan dan cidera (injury) baik secara mekanis, thermis, elektris
maupun bakteriologis. Kebutuhan keamanan fisik merupakan kebutuhan untuk
melindungi diri dari bahaya yang mengancam kesehatan fisik
Mencegah terjadinya jatuh pada klien :orientasikan klien pada saat masuk rumah
sakit dan jelaskan sistem komunikasi yang ada, hati-hati saat mengkaji klien dengan
keterbatasan gerak, supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari,
anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan, berikan alas kaki yang tidak
licin, berikan pencahayaan yang adekuat, pasang pengaman tempat tidur terutama pada
klien dengan penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas, jaga lantai kamar mandi agar
tidak licin (Potter and Perry, 1997).
Penggunaan alat seperti restrains merupakan salah satu alat untuk immobilisasi
pasien. Alat restrain dapat manual ataupun mekanik, alat ini berguna untuk memberikan
batasan pada klien untuk bergerak secara bebas. Untuk menghindari jatuh dapat
dimodifikasi dengan memodofikasi lingkungan yang dapat mengurangi cidera seperti
memberi keamanan pada tempat tidur, toilet, dan bel. Jeruji (side rails) pada sisi tempat
tidur juga dapat mencegah terjadi cidera pada klien. Said rails dapat meningkatkan
mobilisasi klien dan stabilitas di tempat tidur pada saat klien akan bergerak dari tempat
tidur ke kursi (Potter dan Perry, 1997).
Tujuan sistem keselamatan pasien RS
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas RS terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak trjadi pengulangan KTD
(Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)
2.6 7. Standar Keselamatan Pasien RS (KARS – DepKes)
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi dan
meningkatkan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
(Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006)

2.8 Indikator Patient Safety


Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui
tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan
bersama dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah
sakit. Indikator patient safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang
dialami pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai
tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan
pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah
timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto, 2008).
 Penerapan Pedoman Penting International Patient Safety Goals (Ipsg)
Ada 6 sasaran penting dengan total 8 syarat (berdasarkan syarat yang ditetapkan):
Target 1; Syarat 1 :Identifikasi Pasien secara Tepat.
Target 2; Syarat 2 : Meningkatkan Komunikasi yang Efektif.
Target 3;Syarat 3:Meningkatkan Keamanan Penggunaan Obat yang, Membutuhkan
Perhatian.
Target 4; Syarat 4, 5, & 6 : Mengurangi Salah Lokasi, Salah Pasien dan Salah, Tindakan
Operasi.
Target 5; Syarat 7 : Mengurangi Risiko Infeksi.
Target 6; Syarat 8 : Mengurangi risiko pasien cidera karena jatuh.

TARGET 1; SYARAT 1
Identifikasi Pasien secara Tepat: Tujuan dari sasaran ini adalah untuk mendapatkan identitifikasi
yang setepatnya dari individu yang menerima
perawatan tersebut.
A: Menggunakan paling sedikit dua (2) cara untuk menilai pasien ketika memberikan obat, darah
atau produk dari darah; mengambil contoh darah dan spesimen-spesimen lain untuk pengujian
secara klinis. Nomor ruangan pasien tidak diperbolehkan untuk digunakan sebagai pengenalan
pasien, pengenal yang digunakan untuk semua , pemeriksaan prosedur, pengantaran obat,
pengambilan
sampel dan spesimen, yaitu:
a) Nomor catatan medis pasien harus diperiksa
b) Tanggal lahirnya pasien harus diperiksa – ini harus dilakukan secara lisan atau mengenai
pasien yang tidak sadar, harus ditunjukkan pada gelang nama pasien.

B: Semua pasien yang diprosedur/dioperasi, akan diharuskan unutk memiliki 2 Gelang Nama
pada salah satu diantara pergelangan tangan atau pergelangan kaki.
TARGET 2; SYARAT 2
Meningkatkan komunikasi yang efektif: Komunikasi yg tidak efektif adalah hal yang paling
sering disebutkan sebagai penyebab dalam kasus-kasus Sentinel. Komunikasi harus tepat pada
waktunya, akurat, komplit, tidak rancu dan dimengerti oleh sang penerima. Penelitian juga
menunjukan bahwa penundaan dalam menanggapi hasil yang penting dapat mempengaruhi
secara negatif hasil akhir pasien.
• Menerapkan sebuah proses/prosedur untuk perintah yang disampaikan melalui telepon (lisan),
atau penyampaian hasil uji klinis penting, yang harus diverifikasi dengan “mengulang”
selengkapnya perintah atau pun hasil uji klinis yang diterima, yang harus dilakukan oleh orang
yang menerima informasi tersebut.
• RS J harus mengembangkan dan mensosialisasikan sebuah sistem dimana semua perintah
maupun hasil uji yang diterima harus diverifikasi atau ‘dibacakan ulang’ kepada pihak yang
memberi perintah atau hasil uji klinis tersebut. Termasuk pula proses dokumentasi dam penanda-
tanganan sebagai bentuk konfirmasi atas perintah/hasil uji yang diterima.
TARGET 3; SYARAT 3
Meningkatkan Keamanan Penggunaan Obat yang, membutuhkan perhatian: manajamen
obatobatan yang tepat merupakan faktor penting dalam menjamin keselamatan pasien:
• Memindahkan semua konsentrat elektrolit (termasuk potasium klorida, potasium fosfat, sodium
korida > 0.9%, dan tidak terbatas hanya itu semua) dari semua ruang perawatan pasien.
• Di RS J, potasium banyak disimpan di berbagai area klinik. Penelitian di seluruh dunia telah
menunjukkan bahwa tindakan ini menempatkan pasien dalam bahaya.

Dengan adanya departemen obat-obatan yang buka 24 jam pada semua RS J pemindahan obat-
obatan tersebut tidak akan mempengaruhi jalannya penanganan pasien.

TARGET 4; SYARAT 4, 5 & 6


Mengurangi Salah lokasi, Salah Pasien dan Salah Tindakan Operasi: Tujuan dari target ini adalah
untuk SELALU mengenali Tepat lokasi, Tepat pasien dan Tepat tindakan.

Syarat 4
• Melakukan “time out” tepat sebelum memulai sebuah operasi, untuk memastikan pasien,
prosedur dan bagian tubuh yang akan dioperasi adalah tepat.
• Pada setiap RS J pengecekan langkah- langkah pada setiap operasi atau tindakan sudah
digunakan. Tetapi konsep “time out” akan menjadi hal baru bagi banyak staf medis di
organisasi ini. “Time out” ini harus berupa pengecekan aktif (secara lisan), dilakukan di tempat
dimana tindakan itu akan dilakukan dan melibatkan semua anggota tim dari operasi/ prosedur,
termasuk pula dari pasien, bila memungkinkan.
• RS J menerapkan proses ini dalam rangka memperoleh akreditasi dari JCI. Bukan, merupakan
hal mudah untuk dijalankan, dan tentunya akan dibutuhkan revisi dokumen implementasi
proses dan pendidikan untuk para staf, serta tak lupa, dukungan dari semua staf.
• Diharapkan, dengan berjalannya waktu, proses “time out” akan menjadi tindakan rutin di RS J.

Syarat 5
• Membuat suatu proses atau checklist untuk memeriksa semua dokumen dan peralatan yang
diperlukan untuk operasi siap digunakan dan berfungsi dengan baik sebelum operasi dimulai.
• Di setiap Siloam Hospitals, penggunaan checklist sebelum operasi atau tindakan telah
dilakukan. Untuk memenuhi kualifikasi di atas, bisa saja dibutuhkan revisi untuk memasukkan
aspek-aspek penting dalam checklist.

Syarat 6
• Berikan tanda pada bagian yang tepat dimana operasi akan dilakukan. Gunakan tanda yang
dapat dipahami dengan jelas dan libatkan pasien dalam melakukan hal ini.
• Ini adalah konsep baru di RS J. Pemberian tanda diharuskan untuk semua prosedur yang
meliputi:
- Perbedaan kanan dan kiri
- Struktur Multipel (contoh: jari-jari tangan & kaki)
- Tingkat-tingkat (contoh: tulang belakang)
• Pemberiaan tanda tidak diperlukan bila ada luka/lesi yang jelas dimana, luka/lesi tersebut
menjadi bagian yang akan ditindak.
• Prosedur dental dikecualikan dari proses iniwalaupun dental x-ray harus diberi penandaan.
• Tanda harus jelas dan dimengerti oleh semua. Proses pemberian tanda harus terjadi sebelum
memindahkan pasien ke lokasi dimana tindakan operasi akan dilakukan.
• Proses pemberian tanda adalah tanggung jawab dari dokter bedah atau asistennya.

TARGET 5; SYARAT 7
Mengurangi Risiko Infeksi: Penelitian telah membuktikan bahwa melakukan petunjuk cuci
tangan akan mengurangi transmisi infeksi dari staf ke pasien. Hal ini akan mengurangi insiden
kesehatan yang berhubungan dengan infeksi.
• Mengikuti sesuai dengan petunjuk cuci tangan yang telah dipublikasikan dan diterima secara
umum.
• Di RS J memiliki komitmen sepenuhnya untuk menyajikan praktek terbaik dalam Pedoman
Infection Control. Untuk mendukung kegiatan mencuci tangan di wastafel dan penenempatan
sabun cuci tangan, telah dan akan terus ditinjau ulang di seluruh
rumah sakit.
• Edukasi dan auditing adalah bagian yang penting dalam menjaga tingkat kesadaran. Pedoman
Infection Control akan terus ditinjau-ulang dan diperbaharui sesuai kebutuhan, dan pedoman
manual akan tersedia di seluruh area klinik untuk mencapai hasil terbaik.

TARGET 6; SYARAT 8
Mengurangi risiko pasien cidera karena jatuh: Jatuh menjadi salah satu bagian besar dari
penyebab cideranya pasien yang sedang dirawat di rumah sakit.
• Di RS J akan menerapkan sistem dan proses yang menghasilkan pengkajian yang akurat dan
berulang secara berkala pada setiap risiko jatuhnya pasien. Hal ini juga berhubungan dengan
pengkajian ulang pola pemberian obat untuk pasien, dimana nomor dan tipe obat dapat menjadi
penyebab langsung meningkatnya risiko pasien jatuh. Di RS J juga akan menerapkan tindakan-
tindakan preventif untuk mengurangi dan/ menghilangkan segala risiko yang telah
teridentifikasi.

• Mengedukasi pasien, keluarga dan staf menjadi bagian yang penting dalam upaya menjaga
tingkat kesadaran dan mengurangi risiko pasien. Pedoman IPSG sedang berlangsung di RS J.
Terimakasih kepada setiap dan semua orang yang sedang dan akan terus mendukung, serta
terlibat di dalam semua proses perubahan dan penerapan. Keselamatan pasien dan hasil yang
lebih baik adalah goal kita yang utama.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Upaya peningkatan mutu pelayanan berdasarkan dimensi mutu berupa kompetensi
tekhnis dimana perawat memiliki kemampuan, ketrampilan, dan penampilan perawat.
Kompetensi tehnis yang tidak sesuai stándar akan merugikan pasien. Dapat disimpulkan bahwa
upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di RS.P masih belum maksimal dalam
penanganan pasien safety khususnya dalam pemberian obat-obatan dan penanganan pasien
cidera. Disisi lain RS.J sudah menerapkan penanganan pasien safety dengan standar
international.
Dalam hal ini hendaknya perawat memberi pelayanan secara efektif dan efisien, menjalin
hubungan antar manusia, dan memberi kenyamanan dalam memberikan perawatan kepada
pasien.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesment risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sehingga peningkatan asuhan keperawatan yang meliputi aspek
bio, psiko, sosio, spiritual dapat terwujud dengan adanya penanganan pada pasien safety.

B. SARAN

Rumah Sakit diharapkan dapat menetapkan suatu unit kerja keselamatan pasien rumah
sakit dengan fungsi unit kerja mengelola program keselamatan pasien dan pusat informasi
keselamatan pasien. Dalam hal ini RS menetapkan program dan kerangka acuannya, menetapkan
alur dan tatalaksana pencatatan dan pelaporan KTD, melakukan analisis tentang masalah cidera
dan kesalahan dalam pemebrian obat.

Selain itu RS dapat menyelenggarakan pelatihan KPRS yang merata untuk seluruh
karyawan sehingga dapat mengatasi cara penanganan patient safety dalam unit kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I(2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit. utamakan
keselamatan pasien. Bakit Husada
Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. (konsep
dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khusus
dan Swasta.
PERSI – KARS, KKP-RS. (2006). Membangun budaya keselamatan pasien rumah sakit.
Lokakarya program KP-RS. 17 Nopember 2006

Anda mungkin juga menyukai