Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH MATERNITAS

PERTIMBANGAN ETIK DAN HUKUM DALAM TINDAKAN ABORSI

Dosen Pembimbing : Ns. HenyEkawati, S,Kep., M.Kes

Kelas : 3C Keperawatan
Kelompok : 3
Nama anggota :
1. AinuniaLuthfieSaputri 10. Mahfudho Indah Yusriana
2. Aizatunnisa 11. Nana AnggiFebianti
3. Amanda defina 12. NidyaApriliani
4. Ayudwilestari 13. NurulFaizah
5. Deva agustiya 14. PutriDwiAnjani
6. Devi sriwahyuni 15. QofsaRohmatun
7. Ella Rahmadani .P.P 16. RiyanTeguh
8. IrfanulMaarif 17. Wahyupurnomoaji
9. LailatulMukharomah

Progam Studi S1 Keperawatan


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
Tahun 2018
Sumber :
http://beritajatim.com/hukum_kriminal/336528/tersangka_membeli_pil_penggugu
r_kandungan_seharga_rp500_ribu.html
diakses pada 03 Desember 2018 pukul 19.45
ANALISA KASUS

1. Pertimbangan Etik
Dalam memberikan asuhan keperawatan, seorang perawat perlu
memperhatikan 8 prinsip etika keperawatan antara lain (Koenigh
Kathleen,2007):
- Autonomi (berfikir logis dan dapat mengambil keputusan)
- Beneficience (bersikap baik)
- Justice (adil)
- Nonmalficience (tidak merugikan)
- Veracity (kejujuran)
- Fidelity (menepati janji)
- Confidentiality (kerahasiaan)
- Accountability (tanggung jawab)
Pada kasus diatas perawat telah melanggar prinsip etika profesi keperawatan.
Adapun prinsip etika yang dilanggar adalah sebagai berikut :
1.1 Prinsip Autonomi
Prinsip autonomi didasarkan pada keyanikan bahwa individu
mampu berfikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya (Koenigh Kathleen,2007)
Pada kasus di atas perawat tidak mematuhi prinsip ini sebab
perawat tidak menjelaskan mengenai dampak aborsi kepada klien hal ini
menyebabkan klien mengambil keputusan tanpa pertimbangan yang
matang.
1.2 Beneficience
Prinsip beneficience atau berbuat baik. Tindakan yang dilakukan oleh
perawat dalam kasus di atas bertentangan dengan prinsip etik
keperawatan. Abortus dapat dikatakan tindakan ilegal apabila dilakukan
tanpa ada indikasi penyakit atau keadaan janin yang tidak baik. Namun
pada kasus tersebut, klien meminta aborsi pada janin yang sehat dan
tidak ada indikasi penyakit.

1.3 Prinsip Nonmalfience


Yang dimaksud dengan prinsip nonmalfienci ialah proses pelayanan
asuhan keperawatan tidak merugikan (Koenigh Kathleen,2007).
Berdasarkan prinsip nonmalfience, Perawat melakukan tindakan aborsi
melalui penyalagunaan obat yang mengakibatkan bayi dalam kandungan
klien kehilangan nyawa.

1.4 Prinsip Accountability


Prinsip Accountability atau tanggung jawab menggambarkan sikap
perilaku seorang perawat bertanggung jawab terhadap diri sendiri ,
profesi, klien, teman sejawat dan masyarakat (Koenigh Kathleen,2007).
Perawat tidak dapat bertanggung jawab kepada profesi dengan
melakukan pemberian obat untuk tindakan aborsi kepada korban tanpa
mempertimbangkan nilai etik dan hukum yang berlaku. Tindakan
perawat tersebut dapat mencemarkan nama baik profesi keperawatan
sehingga kepercayaan masyarakat kepada profesi keperawatan menurun.
Hal ini pula mempengaruhi tanggung jawab perawat terhadap
masyarakat. Perawat dalam kasus di atas dinilai tidak mampu
menjalankan amanah dengan baik dan melakukan tindakan kriminal.
2. Pertimbangan Hukum
Pada kasus diatas, Perawat memberikan obat aborsi tanpa
mempertimbangkan kondisi klien (Korban) sehingga mengakibatkan tindakan
kriminal aborsi ilegal terjadi. Tindakan perawat dikenakan sanksi hukum
berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2009 pasal 194 yang berisi :
1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana termasuk dalam pasal 75 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling
banyak 1 milyar rupiah.
Adapaun pasal 75 ayat (2) berisi larangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan :
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan atau janin , yang
menderita penyakit genetik berat dan atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
Pasal 348 KUHP yang berbunyi :
2. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana paling lama 5 tahun 6 bulan.
3. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Sebagaimana penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Perawat NU
melakukan tindakan kriminal dengan melakukan pelayanan aborsi yang
tidak sesuai dengan ketentuan hukum. (Ta’adi,2013)
3. Pertimbangan Agama
Dalam Al-Qur’an Surah Al Isra ayat 33 disebutkan :
َ‫ل‬ ََ ‫للاُ َح َّر ََم الَّتِي النَّ ْف‬
َ ‫س ت َ ْقتُلُوَاْ َو‬ َّ َّ‫ل‬ َِّ ‫بِال َح‬
َ ‫ق ِإ‬
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan
dengan alasan yang benar “ (Qs Al Isra : 33 )
Berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas tentu sudah menggambarkan bahwa
tindakan yang dilakukan oleh perawat tersebut tidak sesuai dengan ketentuan
agama. Dalam kasus di atas, perawat memberikan obat untuk menggugurkan
kandungan tanpa mempertimbangkan kondisi kesehatan klien, sama saja
oknum perawat tersebut secara tidak langsung mendukung adanya aborsi
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Indriyani,Diyan.2013.Keperawatan Maternitas. Yogyakarta.GRAHA ILMU


Ta’adi. 2013.Sanksi, Norma, dan Etika Perawat. Yogyakarta. PELITA
ABORSI

Aborsi adalah isu yang sangat banyak dipublikasikan dan banyak orang termasuk ,
perawat , merasa pengaruh isu ini sangat kuat . perdebatan terus berlanjut ,
memicu konflik antara prinsip bahwa kehidupan adalah hal yang suci melawan
prinsip otonomi dan hak wanita untuk mengontrol tubuh mereka sendiri .
Ini adalah isu yang mudah berubah karena belum tercapainya consensus publik .
Sebagian besar Hukum Negara bagian dan provinsi memiliki ketepatan yang
dikenal sebagai conscience clauses yang mengizinkan dokter dan perawat secara
individu , serta institusi , untuk menolak membantu aborsi jika melanggar prinsip
agama atau moral mereka . Namun , perawat tidak memiliki hak untuk
memaksakan nilai mereka pada klien , dan kode etik keperawatan mendukung
hak klien untuk mendapatkan informasi dan konseling terkait aborsi.

Anda mungkin juga menyukai