Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Farmakokinetik
Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh
atau efek tubuh terhadap obat (Setiawati, 2008). Dalam arti sempit
farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan
konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan
sebagai fungsi dari waktu (Tjay dan Rahardja, 2015). Farmakokinetik
mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Metabolisme atau biotransformasi, dan ekskresi bentuk utuh
atau bentuk aktif, merupakan proses eliminasi obat (Setiawati, 2008).
Kerja suatu obat merupakan hasil dari banyak sekali proses dan
kebanyakan prosesnya sangat rumit. Umumnya ini didasari oleh suatu
rangkaian rekasi yang dibagi dalam 3 fase: fase farmasetik, fase
farmakokinetik dan fase farmakodinamik (Mutshler, 1986). Farmakokinetik
mempunyai tujuan utama yaitu untuk mengukur absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi obat pada hewan atau manusia (Kwan, 2014).
II.1.2 Absorbsi
Absorbsi adalah proses senyawa obat dipindahkan dari tempat
absorbsinya kedalam sirkulasi sistemik. Proses ini tergantung pada
karakteristik tempat absorbsi, aliran darah di tempat absorbsi, sifat fisiko
kimia obat dan karakteristik produk (bentuk sediaan). Berbagai bentuk
sediaan obat dengan cara pemberiannya menentukan tempat absorbsi
obat. Terdapat tujuh macam mekanisme absrobsi obat tetapi pada
umumnya dikelompokkan menjadi dua yaitu mekanisme difusi pasif dan
transfor aktif atau transfor dengan fasilitas (Aslam, dkk., 2003).
Absorbsi secara klasik didefinisikan sebagai suatu fenomena yang
memungkinkan suatu zat aktif melalui jalur pemberian obat melalui
sistem peredaran darah, dan penyerapan obat terjadi secara langsung
dengan mekanisme perlintasan membran. Fenomena ini bukan satu-
satunya faktor penentu masuknya zat aktif kedalam tubuh, pentingnya
juga memperhatikan bentuk sediaan, perlunya zat aktif yang berada
dalam bentuk yang sesuai agar dapat menembus membran
dan pentingnya kelarutan atau keterlarutan zat aktif padat. Jadi kelarutan
merupakan faktor yang dapat mengubah pH ditempat penyerapan serta
konsentrasi zat aktif juga merupakan faktor penentu laju penyerapan (
Leon Sharger dan Andew B, 2012)
Absorbsi obat kebanyakan terjadi secara difusi pasif. Usus halus
merupakan tempat utama terjadinya absorbsi, maka efektifitas
absorbsinya sangat dipengaruhi oleh kecepatan pengosongan lambung.
Adanya makanan dapat mengubah 3 ubahan fisiologis seperti kecepatan
pengosongan lambung, motilitas saluran cerna dan kecepatan aliran
darah ditempat absorbsi akan mempengaruhi kecepatan absorbsi
(Katzung, 2014).
Mekanisme absorbsi obat melalui difusi pasif dipengaruhi oleh pKa
obat, pH tempat absorbsi dan fraksi obat yang tidak terionkan. Hal-hal
yang dapat mempercepat atau memperlambat perpindahan obat dari
tempat absorbsi kedalam sirkulasi sistemik juga akan mempengaruhi laju
absorbsi obat, misalnya kecepatan pengosongan lambung (apabla tempat
absorbsinya pada saluran cerna), peningkatan aliran darah yang
disebabkan oleh pemijatan atau panas (meningkatkan laju absorbsi)
sebaliknya penurunan aliran darah, misalnya disebabkan oleh obat-obat
yang mempunyai efek vasokonstriksi, syok, atau penyakit lain dapat
memperlambat absorbsi (Aslam, dkk., 2003).
Laju dan jumlah absorbsi obat dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu luas permukaan dinding usus, kecepatan
pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna dan aliran darah
ketempat absorbsi. Laju absorbsi obat ini dapat digambarkan secara
matematik sebagai suatu proses orde satu dan orde nol. Dalam model
farmakokinetik ini sebagian besar menganggap bahwa absorbsi obat
mengikuti orde kesatu kecuali apabila anggapan absorbsi orde nol
memperbaiki model secara bermakna atau telah teruji dengan percobaan
(Shargel, dkk., 2012).
1. Rute pemberian obat
Terdapat 2 rute pemberian obat yang utama, enteral dan
parenteral. Beberapa rute pemberian obat lain selain parenteral dan ebtal
ialah inhalasi, transdermal (perkutan) atau intranasal untuk absorbsi
sistemik. Ketersediaan sistemik dan mula kerja obat dipengaruhi oleh
aliran dara site pemakaian, karakteristik fisika kimia obat dan produk oba,
dan kondisi patofisiologi pada site absorbsi. Rute pemberian obat
ditentukan oleh sifat dan tujuan dari penggunaan obat sehingga dapat
memberikan efek terapi yang tepat. Beberapa obat tidak diberikan secara
oral karena ketidakstabilan obat dalam saluran cerna atau peruraian obat
oleh enzim pencernaan dalam usus. Absorbsi obat setelah injeksi
subkutan lebih lambat dibanding injeksi intravena. Apabila suatu obat
diberikan melalui rute pemberian ekstravaskuler seperti oral, topikal,
intranasal, inhalasi dan rektal, maka obat pertama harus diabsorbsi ke
dalam sirkulasi sistemik dan kemudian berdifusi atau diabsorbsi ke site
aksii sebelum menghasilkan aktivitas biologis atau tteurapetik. Prinsip
umum dan kinetika absorbsi dari site ekstravaskuler tersebut mengikuti
prinsip yang sama seperti dosis oral, walau fisiologis site pemakaian
berbeda (Shargel, 2012)
2. Sifat membran sel
Untuk absorbsi obat sistemik, obat harus melintasi epitel entestinal
melalui atau antar sel epitel untuk mencapai sirkulasi sistemik
permeabilitas suatu obat pada site absorbsi kedalam sirkulasi sistemik
berkait dengan struktur molekul obat dan sifat fisik dan biokimia membran
sel. Sesekali obat dalam plasma, obat harus melintasi membran biologis
untuk mencapai site aksi. Oleh karena itu, membran biologis bertindak
sebagai sawar untuk pelepasan obat (Shargel, 2012)
Absorbsi transeluler merupakan suatu pergerakan obat melintasi
suatu sel. Beberapa molekul obat yang tidak mampu melintasi membran
sel, tetapi bisa melewati celah antarsel dikenal dengan absorbsi obat
paraseluler. Beberapa obat kemungkinan diabsorbsi melalui mekanisme
campuran yang melibatkan suatu atau lebih proses (Shargel, 2012)
Membran merupakan struktur utama dalam sel, mengelilingi
keseluruhan sel dan bertindak pembatas antara sel dan cairan interstisial.
Secara fungsional, membran sel merupakan partisi semipermeable yang
bertindak sebagai sawar selektif untuk lintasan molekul pergerakan
transmembran obat dipengaruhi oleh komposisi dan struktur membran
plasma. Membran sel terutama tersusun dari fosfolipid dalam bentuk dua
lapis yang terpisahkan dengan gugus karbohidrat dan protein. Ada teori
yang menjelaskan bahwa obat larut lemak cenderung lebih mudah untuk
penetrasi ke membran dari pada molekul polar (Shargel, 2012)
A. Perjalanan obat melintasi membran sel
Perjalanan obat dalam melewati membran sel memiliki beberapa cara
diantaranya ada difusi pasif, transport yang dipelantarai pembawa yang
terdiri dari transport aktif, difusi yang terfasilitasi dan transpor intestinal
yang diperantarai pembawa yang diuraikan dalam tahapan berikut.
1. Difusi pasif
Secara teoritis, obat lipofilikdapat melintasi sel atau sel
mengelilinginya. Jika obat memiliki berat molekul rendah dan lipofilik,
lipid membran sel buka difusi pasif merupakan proses dimana molekul
berdifusi secara spontan dari suatu daerah konsentrasi tinggi kesuatu
daerah konsentrasi rendah. Disebut pasif karena tidak ada energi
eksternal yang dikeluarkan (Shargel,2012)
Difusi pastif merupakan proses absorbsi utama untuk sebagian obat
tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah konsenrrasi obat yang
lebih tinggi pada sisi mukosa dibandingkan dalam darah. Menurut hukum
fick, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju difusi pasif
obat seperti derajat kelarutan obat dalam lemak, koefisien partisi, K,
dimana obat yang lebih larut lemak akan memiliki nilaiK yang lebih besar.
Luas permukaan membran juga mempengaruhi laju absorbsi laju
absorbsi obat (Shargel, 2012)
Disamping berdifusi kedalam sel, obat ini juga berdifusi kedalam tuang
sekitar sel sebagai suatu mekanisme absorbsi. Pada difusi paraseluler
molekulobat dengan BM lebih kecil dari 500 berdifusi kedalam
penghubung yang ketat atau ruang antar sel epitel usus (Shargel, 2012)
2. Transport yang diperantarai pembawa
Suatu obat lipofilik dapat melintasi sel dan ke sekitarnya. Jika obat
mempunyai berat molekul rendah dan lipofilik, membran sel lipid bukan
merupakan penghalang difusi danabsorbsi. Dalam usus oba dan molekul
lain dapat melintasi sel apitel usus dengan menaknisme difusi stay
diperntarai pembawa (Shargel, 2012)
3. Transpor aktif
Transpor aktif merupakan proses transmembran yang diperantarai
oleh pembawa yang memainkan peran penting dalam sekresi ginjal dan
bilier dari berbagai obat dan metabolit. Beberapa obat yang tidak larut
lemak yang menyerupai metabolit fisiologi alami diabsorbsi dari saluran
cerna dari proses ini transpor aktif ditandai transpor obat melawan
perbedaan konsentrasi dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi.
Oleh karena itu, sistem ini merupakan suatu sistem yang memerlukan
energi. Transpor aktif merupakan proses khusus yang memerlukan
pembawa yang mengikat obat membentuk kompleks obat pembawa
yang membawa obat lewat membran dan kemudian melepaskan obat
disisi lain dari membran. Obat yang diabsorbsi yang diperantarai
pembawa, laju absorbsi obat meningkat dengan konsentrasi obat sampai
molekul pembawa menjadi jenuh sempurna. Pada konsentrasi obat yang
lebih tinggi, laju absorbsi obat konstan atau orde nol (Shargel, 2012)
4. Difusi yang terfasilitasi
Merupakan sistem tranpor yang diperantarai pembawa, berbeda
dengan transpor aktif, obat bergerak oleh karena perbedaan konsentrasi
yaitu bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Sistem ini
tidak memerlukan energi namun karena diperantarai pembawa, maka
sistem dapat jenuh dan secara struktur selektif bagi obat tertentu dan
memperlihatkan kinetika persaingan bagi obat-obat dengan struktur
serupa (Shargel,2012)
5. Transpor intestinal yang diperantarai pembawa
Beberapa obat diabsorbsi melalui pembawa ini karena kesamaan
struktur dengan substrat alami : (Shargel,2012)
a. Transpor vesikuler
Merupakan proses pencaplokan partike atau bahan terlarut oleh sel,
pinositosis dan fagositosis merupakan bentuk tranpor vesikuler yang
berbeda dari tipe materi yang dicerna. Transpor vesikuler ini merupakan
proses yang diusulkan untuk absorbsi dari vaksin yang diberikan secara
peroral dan berbagai molekul protein yang besar
b. Transpor lewat pori
Molekul yang sangat kecil dapat melintasi membran secara cepat, jika
membran mempunyai celah atau pori. Walau pori tersebut tidak teramati
secara langsung dengan mikroskop, model permeasi obat melalui pori
yang bersifat aqueous digunakan untuk menjelaskan eksresi obat lewat
ginjal dan pengambilan obat kedalam hati. Molekul-molekul kecil bergerak
melewati kanal dengan difusi yang lebih cepat dibandingkan pada bagian
membran.
c. Pembentukan pasangan ion
Obat elektrolit kuat merupakan molekul teriom dan bermuatan. obat
elektrolit kuat mempertahankan muatannya pada semua nilai pH
fisiologisnya dan penembusan membran rendah. Bila obat terion
dihubungkan dengan suatu ion dengan muatan berlawanan, terbentuk
pasangan ion dengan keseluruhannya muatan pasangan adalah netral.
Kompleks netral ini berdifusi dengan lebih mudah lewat membran.
B. Absorbsi obat oral
Rute absorbsi obat secara oral merupakan rute paling lazim dan
populer dari pendosisan obat. Karena obat dapat absorbsi dengan mudah
bila dilakukan secra oral. Ada beberapa faktor penunjang pada bentuk
pembuatan obat oral salah satunya. Bentuk sediaan obat harus dirancang
untuk mempertimbangkan rentang pH yang ekstrem, ada atau tidak
adanya makanan, degradasi enzim, perbedaan permeable obat dalam
darah yang berbeda dalam usus, dari mobilitas saluran cerna.
C. Pengaruh penyakit pada absorbsi obat
Absorbsi obat dapat dipengaruhi oleh beberapa penyakit yang
menyebabkan perubahan pada aliran darah intestinal, wajtu pengosongan
lambung, motilitas salura cerna dan perubahan pada hal lainnya.
Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi absorbsi yaitu : (Shargel,
2012).
1. Pasien akhloridia tidak mempunyai produksi asam lambung yang
memadai. Kekurangan produksi asam lambung menyebabkan obat
bersifat basah lemah tidak dapat membentuk garam larut dan tetap
didalam lambung dan tidak diabsorbsi
2. Pasien dengan penykit parkinson mengalami kesulitan menelan dan
sangat menurunkan mobilitas pencernaan
3. Pasien dengan antidepresan trisiklik dan obat antipsikotik mengalami
penurunan motilitas saluran cerna atau bahkan obrtuksi intestinal.
Penundaan absorbsi obat terjadi terutama pada produk lepas lambat.
4. Pasien dengan gagal jantung kongestif mengalami penurunan aliran
darah dan mengalami edema pada dinding perut. Selain itu, motilitas
intestinal lambat. Penurunan aliran darah ke usus dan penurunan motilitas
intestinal mengakibatkan penurunan absorbsi obat.
II.2 Metode Absorbsi
1. Transport pasif, merupakan metode absorbsi yang tidak menggunakan
energi misalnya perjalanan molekul obat melintasi dinding pembuluh ke
ruang antar jaringan (intestinum) yang dapat terjadi melalui dua cara
yaitu : (1) filtrasi melalui pori-pori kecil dari membran, zat-zat yang
difiltrasi adalah air dan zat-zat hidrofil yang molekulnya lebih kecil dari
pori seperti alkohol, urea (BM <200), (2) difusi zat terlarut dalam lapisan
lemak dari membran sel, zat lipofil lebih lancar penerusannya
dibandingkan zat hidrofil (Nila, dkk., 2013).
2. Transport aktif, merupakan metode absorbsi yang memerlukan energi.
Pengankutan dilakukan dengan mengikat zat hidrofil (makromolekul)
pada protein pengangkut spesifik yang umumnya berada dimembran
sel (carrier). Setelah membran dilintasi obat dilepaskan kembali.
Glukosa, asam amino, asam lemak dan zat gizi lain di absorbsi dengan
cara transport aktif. Berbeda dengan difusi, cepatnya penerusan pada
transport aktif tidak tergantung dari konsentrasi obat (Nila, dkk., 2013).
3. Endositosis (Pinositosis dan fagositosis), pada pinositosis tetesan-
tetesan cairan kecil diserap dari saluran cerna sedangkan pada
fagositosis yang diserap adalah zat padat, membran permukaan
tertutup keatas dan bahan ekstrasel ditutup secara vesikular (Nila, dkk.,
2013).
II.3 Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obat
Faktor – faktor yang mempengaruhi absorbsi obat yaitu aliran darah
ketempat absorbsi, luas permukaan absorpsi, dan waktu kontak pada
permukaan absorpsi (Evi dan Eusi, 2019).
Faktor- faktor yang mempengaruhi absorbsi obat (Nugroho,2012):
a. Kecepatan disolusi obat
Kecepatan disolusi obat ini berbanding lurus oleh luas permukaan. Jadi
setelah obat itu pecah menjadi graul-granul dalam saluran perncernaan
atau organ pencernaan maka luas permukaannya juga akan semakin
besar, maka disolusi obat juga semakin besar.
b. Ukuran partikel
Semakin kecil ukuran partikel obat, maka obat tersebut juga semaki
larut dalam cairan dari pada obat dengan ukuran partikel yang besar.
c. Kelarutan dalam lipid atau air
Kelarutan obat dipengaruhi oleh koefisien partisi obat. Koefisien partisi
merupakan perbandingan obat dalam fase air (polar) dan fase minyak
(nonpolar).
d. Ionisasi
Sebagian obat merupakan elektrolit lemah sehingga ionisasinya
dipengaruhi oleh pH medium. Dalam hal ini terdapat dua bentuk obat
yaitu, obat yang terion dan obat yang tidak terion.
e. Aliran darah pada tempat absorbsi
Aliran darah akan membantu proses apsorbsi obat, yaitu
mempengaruhi obat menuju sirkulasi sistemik. Semakin besar aliran
darah maka akan besar pula obat untuk diabsorbsi.
f. Kecepatan pengosongan lambung
Obat yang diabsorbsi diusus akan meningkat proses absorbsinya, jika
kecepatan pengosongan lambung besar dan sebaliknya.
g. Motilitas usus
Motilitas dapat diartikan sebagai pergerakan. Jika kecepatan motilitas
usus ini besar maka akan mengurangi absorbsi obat, karena kontak
antara obat dengan absorbsiya pendek. Motilitas usus ini besar
contohnya adalah pada saat diare.
h. Pengaruh makanan atau obat lain
i. Cara pemberian
Pada cara pemberian ini dibedakan menjadi dua, yaitu obat yang
diberikan secara internal dan secara parenteral.
II.4 Uraian Bahan
1. Aluminium Hydroxide (FI Edisi III : Hal.457)
Nama resmi : ALUMINIUM HYDROKSIDA
Nama lain : Aluminium Hidroksida
RM/BM : Al (OH)3 / 78,0
Pemerian : Serbuk putih; tidak berbau; hampir tidak
berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan garam;
etanol(95%)P
Ph : 5,5 - 8,0
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, panas suhu tidak
lebih dari 25˚C
Kegunaan : Sampel
2. Magnesium hydrokside (FI Edisi III : Hal.354 )
Nama resmi : MAGNESII HYDROXIDE
Nama lain : Magnesium hidroksida
RM : C10H15N3O3S
Pemerian : Serbuk; putih; ruah
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan garam;
etanol(95%)P; larut dalam asam encer
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sampel
3. Asam Asetilsalisilat (Dirjen POM Edisi V, 2014):
Nama resmi : ACIDUM ACETYLICYLICUM
Nama lain : Asetosal, aspirin, asam asetilsalisilat
Rumus molekul : C9H8O4
Berat molekul : 180,16
Pemerian : Tidak berwarna atau serbuk hablur atau putih,
tidak berbau atau hampir tidak berbau, rasa
asam
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut
dalam etanol 95%, larut dalam kloroform dan
eter
penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
4. Aquadest (Dirjen POM Edisi V, 2014):
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
Rumus molekul : H2O
Berat molekul : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Bercampur dengan kebanyakan pelarut polar
penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
4. Natrium sitrat (Dirjen POM Edisi V, 2014):
Nama resmi : NATRII CITRAS
Nama lain : Natrium sitrat
RM/BM :
Pemerian : Hablur tidak bewarna; atau serbuk hablur
putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air; sangat mudah larut
dalam air mendidih; praktis tidak larut dalam
etanol (95%)p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Antikoagulan/pembekuan darah
5. Raksa (II) Klorida (Dirjen POM Edisi V, 2015):
Nama resmi : HYDRAGYRI BICHLORIDUM
Nama lain : Raksa (II) Klorida
RM/BM : HgCl2 / 271,52

Pemerian : Hablur; tidak bewarna; serbuk hablur putih;


tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam 125 bagian airdan dalam 2
bagian air mendidih dan dalam 3 bagian
etanol 95% P mendidih dalam 20 bagian
eter P dan 15 bagian gliserol P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Pereaksi tinder
6. Besi (III) Nitrat (Dirjen POM Edisi V, 2014):
Nama resmi : FERRI NITRAT
Nama lain : Besi (III) nitrat
Rumus molekul : Fe(NO3)3
Berat molekul : 404,0
Pemerian : Bentuk kristal tak bewarna hingga ungu pucat
Kelarutan : Larut dalam air
penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
7. Asam Klorida (Dirjen POM Edisi V, 2014):
Nama resmi : ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain : Asam klorida
Rumus molekul : HCl
Berat mPolekul : 36,45
Pemerian : Cairan, tidak berwarna, berasap, bau
merangsang. Jika diencerkan dengan dua
bagian air asap dan bau hilang
Kelarutan : Mudah larut dalam air
penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
II.5 Hewan coba kelinci (Sarwono, 2010).
Kingdom : Animal
Phylum : Chordata
Sub Phylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Legomorpha
Family : Leporidae
Genus : Oryctogalus
Species Oryctogalus cuniculus
DAFTAR PUSTAKA
Anief M. 2012. Ilmu Meracik Obat Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Dirjen POM. 2015. Farmakope Indonsia Edisi V. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Gibson. G.G., dan Sket, P. 2011. Pengantar Metabolisme Obat,
Terjemahan Aisyah, B.I. Jakarta: UI Press
Lakhsita, V.P., Islamudin, A., dan Rolan R. 2012. Profil Farmakokinetika
Aspirin Pada Plasma Tikus Putih Jantan
Miladiyah, Isnanti. 2012. Therapeutic Drug Monitoring (TDM) Pada
Penggunaan Aspirin Sebagai Antireumatik. Vol (4) No (2).
Yogyakarta: Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia (FK UII).
Mutschler, E. 2009. Dinamika Obat Edisi 5, Terjemahan Widinato,
Mathilda, B., dan Ranti. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Mycek, M. J, Harvey, R.A. dan Champe, P.C. 2013. Farmakologi Ulasan
Bergambar. Jakarta: Widya Medika
Setiawati, S. 2015. Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan.
Jakarta: Trans Info Media
Shargel, L., Yu, A., and Wu, S. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan, Edisi kedua. Surabaya: Airlangga Univeristy Press.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Raharja. 2015. Obat-obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo

Anda mungkin juga menyukai