Anda di halaman 1dari 5

Lika-liku Setya Novanto dan Kasus-kasus Korupsi yang Diusut KPK

Kompas.com - 17/07/2017, 20:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Dewan


Perwakilan Rakyat Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus pengadaan KTP elektronik.

Sebelum kasus e-KTP mencuat, Novanto sudah beberapa kali dikaitkan dengan kasus hukum di
KPK. Namanya tercatat beberakali diperiksa sebagai saksi dalam kasus-kasus korupsi.

Setidaknya, ada tiga kasus yang membuat Novanto kerap diperiksa sebagai saksi oleh lembaga
anti-rasuah itu. Novanto sempat dikaitkan dengan kasus suap PON Riau, kasus suap Akil
Mochtar, hingga korupsi e-KTP.

Berikut rincian perkara kasus korupsi itu dan dugaan keterlibatan Novanto di dalamnya:

1. Kasus PON Riau

Di dalam kasus suap PON Riau, KPK mendalami keterlibatan Novanto dengan menggeledah
ruangan Setya di lantai 12 Gedung DPR. Penggeledahan itu adalah upaya mengembangkan kasus
yang sudah menjerat mantan Gubernur Riau Rusli Zainal, yang juga politikus Partai Golkar.

Terkait kasus ini, Setya membantah keterlibatannya. Dia juga membantah pernah menerima
proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON Riau atau memerintahkan pihak Dinas
Pemuda dan Olahraga Riau (Dispora Riau) untuk menyerahkan uang suap agar anggaran turun.

2. Kasus suap di MK

Pada kasus Akil Mochtar, Novanto pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap,
gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah yang bergulir di
Mahkamah Konstitusi. Kasus ini menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar yang juga mantan
politikus Partai Golkar.

Nama Novanto sempat disebut dalam rekaman pembicaraan antara Akil Mochtar dan Ketua
Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa
Zainuddin Amali. Pesan BBM tersebut berisi permintaan uang Rp 10 miliar dari Akil kepada
Zainuddin.

"Ya cepatlah, pusing saya menghadapi sekjenmu itu, kita dikibulin melulu aja. Katanya yang
biayai Nov sama Nirwan B? menurut sekjenmu, krna (karena) ada kepentingan bisnis disana. Jd
(jadi) sama aku kecil2 aja, wah.. gak mau saya saya bilang besok atw (atau) lusa saya batalin tuh
hasil pilkada Jatim. Emangnya aku anggota fpg (Fraksi Golkar di DPR)?" demikian bunyi pesan
BBM yang dikirimkan Akil.

Saat dikonfirmasi mengenai pesan BBM ini, Novanto membantah adanya permintaan uang dari
Akil. Dia mengaku telah melarang Zainuddin mengurus masalah Pilkada Jatim. Dia juga
mengakui bahwa hubungan Akil dengan Golkar tidak baik karena banyak perkara sengketa
pilkada di MK yang tidak dimenangi Golkar.

3. Kasus korupsi e-KTP

Sementara itu, dalam kasus terakhir, Novanto disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi
proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian
Dalam Negeri.

Terkait proyek e-KTP, Novanto membantah terlibat, apalagi membagi-bagikan fee. Dia mengaku
tidak tahu-menahu soal proyek e-KTP.

Namun, menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran
proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

"SN melalui AA diduga memiliki peran mengatur perencanaan dan pembahasan anggaran DPR,
dan pengadaan barang dan jasa," ujar Agus dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Senin
(17/7/2017).

Tak hanya itu, menurut Agus, Novanto melalui pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong
juga ikut mengondisikan perusahaan yang menjadi pemenang lelang proyek e-KTP.
Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan oleh konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara
Republik Indonesia (Perum PNRI).

Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo
persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.

Adapun proses penentuan pemenang lelang itu dikoordinasikan oleh Andi Narogong.
Analisis berita :

Berdasarkan berita tentang kasus E-KTP dan beberapa kasus oleh Setya Novanto bahwa
Setyo Novanto diduga melakukan beberapa kasus korupsi yang telah diusut oleh KPK. Kasus
pertama yaitu Kasus PON Riau. Namun, Terkait kasus ini, Setya membantah keterlibatannya.
Dia juga membantah pernah menerima proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON Riau
atau memerintahkan pihak Dinas Pemuda dan Olahraga Riau (Dispora Riau) untuk menyerahkan
uang suap agar anggaran turun. Kasus kedua yaitu kasus suap MK dimana nama Novanto sempat
disebut dalam rekaman pembicaraan antara Akil Mochtar dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah
Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Zainuddin Amali. Pesan
BBM tersebut berisi permintaan uang Rp 10 miliar dari Akil kepada Zainuddin. Namun sama
seperti kasus sebelumya dimana Novanto membantah bahwa tidak terlibat. Sedangkan untuk
kasus ketiga yang baru saja terungkap yaitu kasus korupsi e-KTP, Novanto diduga ikut mengatur
agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR. Terkait proyek e-
KTP, Novanto membantah terlibat, apalagi membagi-bagikan fee. Dia mengaku tidak tahu-
menahu soal proyek e-KTP.

Dari kasus korupsi pada E-KTP, memberikan dampak buruk bagi negara, salah satunya
pada perekonomian negara, sehingga membuat negara mengalami kerugian. KPK baru
mengumumkan total kerugian negara dalam kasus ini pada 2016, yakni sebesar Rp 2,3 triliun.
Dari angka tersebut, sebanyak Rp 250 miliar dikembalikan kepada negara oleh 5 korporasi, 1
konsorsium, dan 14 orang. Nilai kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Angkanya pun sangat fantastis yang lebih dari Rp 2 triliun. Dampak
lainnya, kasus mega korupsi e-KTP, pembuatan ktp di seluruh Indonesia jadi terhambat bahkan
sampai berbulan-bulan e-KTP belom selesai. Pada tahun 2017 ini yang sedang dilaksanakan
pilkada serentak, banyak warga yang kehilangan hak suara memilih pemimpin daerah karena
tidak adanya e-KTP.

Kasus korupsi pada E-KTP ini, masuk dalam beberapa Undang – Undang yang telah
ditetapkan. Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka
tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, kasus
E-KTP yang masuk ke dalam Korupsi Aktif yaitu :
 Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999)
 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau
perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
 Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi
(Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu orang yang


belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi dalam segala bentknya
dirasakan masih tetap mengganas. Istilah korupsi sebagai istilah hokum dan member batsan
pengertian korupsi adalah perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian
Negara atau daerah atau badan hokum lain yang mempergunakan modal dan/atau kelonggaran
yang lain dari masyarakat, sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena itu,
Negara memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk dan menjadi suatu
perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan
keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak social
dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai
kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.

Anda mungkin juga menyukai