DISUSUN OLEH:
Wildan Satrio Wemindra G99181065
PEMBIMBING :
dr. Trilastiti Widowati M., Sp, KFR., M.Kes
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 55 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Tasikmadu, Karanganyar
Tanggal Masuk : 3 November 2019
Tanggal Periksa : 20 November 2019
No RM : 0148****
B. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dirujuk dari RS PKU Muhammadiyah Karanganyar dengan
penurunan kesadaran, pasien ditemukan tidak sadar 20 Jam SMRS dan
akhirnya dibawa ke RS PKU, sebelumnya pasien mengeluhkan muntah
tanpa didahului mual, muntah didapatkan sebanyak 2x dan tanpa didahului
dengan mual dan menyemprot, muntah mereda ketika dibuat istirahat,
namun tiba-tiba muntah dirasakan kembali seperti yang sebelumnya, setelah
itu pasien ditemukan tergeletak tak sadarkan diri. Beberapa hari sebelum
masuk rumah sakit pasien ditemukan kejang setelah beraktifitas oleh
keluarga, namun setelah kejang pasien bisa beraktifitas kembali. Keluhan
nyeri kepala sebelumnya disangkal oleh keluarga.
Pasien 1 Tahun yang lalu pernah mengalami keluhan kelemahan
anggota gerak kanan dan susah diajak berkomunikasi serta didapatkan
hemipharesis dextra namun sudah membaik. Keluhan pada BAB dan BAK
sebelumnya disangkal.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : 1 Tahun yang lalu
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat Hipertensi : (+) tidak terkontrol
Riwayat Penyakit Jantung : (+) tidak terkontrol
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat mondok : 1 Tahun yang lalu dengan keluhan
yang serupa
b. Vital Sign
c. Status gizi
1) Berat badan : 64 kg
2. General Survey
3. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
a. Penampilan : Seorang laki-laki tampak sesuai usia, berpakaian rapi,
perawatan diri cukup
b. Kesadaran : Delirium.
c. Perilaku : Pasien tidak kooperatif dan hanya meracau
d. Pembicaraan : meracau dan artikulasi tidak jelas
Afek dan Mood
a. Afek : Menyempit
b. Mood : Sedih
c. Keserasian : Serasi
Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : Tidak ada
b. Ilusi : Tidak ada
Proses Pikir
a. Bentuk : Realistis
b. Isi : Waham (-)
c. Arus : Koheren
Sensorium, kognitif
a. Daya konsentrasi : sde
b. Orientasi : Orang, waktu, tempat sde
c. Daya ingat : Jangka pendek sde
Jangka panjang sde
Daya nilai : Daya nilai realitas dan sosial sdel
Insight : Sulit dievaluasi
4. Status Neurologis
NECK
ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0-700 sde
Ekstensi 0-400 sde
Lateral bending kanan 0-600 sde
Lateral bending kiri 0-600 sde
Rotasi kanan 0-900 sde
Rotasi kiri 0-900 sde
Kesimpulan :
1. ICH di thalamus dextra dan IVH di dalam ventrikel lateralis billateral,
II dan IV midline deviasi ke sinistra
C. Foto Thorax (Tanggal 18 November 2019)
Cor : ukuran dan bentuk membesar dengan ukuran CTR 65%, batas kanan
jantg lebih dari 1/3 hemitoraks kanan. Apeks grounded
Pulmo : dbn
Hemidiaprhagma kanan kiri normal
Trakea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan :
Cardiomegaly dengan konvigurasi LVH.
Interpretasi:
0-20 ; Ketergantungan penuh
21-61 : Ketergantungan berat/sangat ketergantungan
62-90 : Ketergantungan moderate
91-99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri
IV. ASSESSMENT
Klinis : Iateralisasi Sinistra
Topis : Cortex dextra
Etiologis : Stroke Hemorrhagic (Intracerebral Hemorrhage)
V. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa :
1.O2 2 lpm NC
2.Head up 30˚
3.Infus NaCl 0.9% 20 tpm
4.Injeksi metoclopramid 10 mg K/P
5.Injeksi citicolin 250 mg/12 jam
6. PO PCT 1 gr/12 jam
7. PO Ramipril 1 x 5mg
VI. PENATALAKSANAAN
Rehabilitasi Medik:
- Edukasi pasien dan keluarganya tentang penyakit pasien
- Fisioterapi :
Positioning dan turning setiap 2 jam
Latihan ROM aktif sisi sehat
Latihan ROM pasif sisi sakit
Latihan mobilisasi bertahap
Strengthening exercise otot yang lemah
Stretching exercise sendi yang kaku
Alih baring
- Terapi okupasi :
Latihan ROM jari tangan
- Terapi wicara :
stimulasi dengan rangsang getar atau nyeri
- Sosiomedik :
motivasi dan konseling keluarga pasien untuk selalu berusaha
menjalankan home program maupun program di RS.
- Orthesa protesa: diberikan alat bantu jalan (Wheel Chair)
- Psikologi : memberikan motivasi kepada keluarga pasien agar selalu
melaksanakan program rehabilitasi.
-
VII. IMPAIRMENT, DISSABILITY DAN HANDICAP
- Impairment : lateralisasi Sinistra.
- Disability : penurunan fungsi tungkai dan lengan kiri, Bicara
masih meracau
- Handicap : keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari,
keterbatasan melakukan komunikasi dan sosialisasi.
VIII. PLANNING
Planning Diagnostik : -
Planning Terapi : Fisiterapi, terapi okupasi.
Planning Edukasi : - Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa
terjadi
- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan
yang dilakukan
- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan
untuk melakukan terapi
Planning Monitoring : - Evaluasi hasil fisioterapi, terapi okupasi,
wicara dan ROM
- Monitoring tekanan darah dan jantung
IX. TUJUAN
1. Membantu mempertahankan fungsi sensorik yang ada untuk
mempertahankan kemampuan komunikasi dengan lingkungan.
2. Mengurangi atau menghilangkan rasa lemah pada separuh badan
sebelah kanan.
3. Mengembalikan penderita pada tingkat aktivitas normalnya.
4. Membantu pemulihan penderita sehingga mampu mandiri dalam
menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Stroke adalah defisit neurologis yang umum dan timbul secara
mendadak sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan
tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu.
Stroke adalah deficit neurologis fokal maupun global yang timbul
secara mendadak dan tidak menghilang dalam waktu 24 jam yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak.
B. Klasifikasi
Sistem klasifikasi lama membagi stroke berdasarkan penyebabnya menjadi 3,
yaitu sebagai berikut:
1. Trombotik
2. Embolik
3. Hemoragik
C. Patofisiologi umum
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di berbagai arteri
dalam sirkulus Willisi: arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau
semuacabang-cabangnya.
Gambar C.1. Vaskularisasi otak
D. Etiologi
Sekitar 80-85% insidensi stroke merupakan stroke iskemik, yang terjadi
akibat obstruksi atau thrombus di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
cerebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh emboli yang terbentuk di dalam
suatu pembuluh darah otak atau pembuluh darah organ lain. Pada thrombus
vascular distal, trombus dapat terlepas atau mungkin terbentuk di dalam suatu
organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak
sebagai suatu embolus. Terdapat beberapa penyebab stroke trombotik dan
embolik primer, termasuk:
1. Atherosclerosis
2. Arteritis
3. Keadaan hiperkoagulasi
4. Penyakit jantung structural
Atherosclerosis merupakan penyebab pada sebagian besar kasus stroke
trombotik dan embolus dari pembuluh besar atau jantung. Sumbatan aliran
darah di pangkal arteria karotis interna sering menjadi penyebab stroke pada
orang berusia lanjut sebagai lokasi yang sering mengalami pembentukan plak
aterosklerosis sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Arteria serebri
media atau anterior lebih jarang menjadi tempat pembentukan aterosklerosis.
Sebagian besar stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena
jaringan otak tidak peka terhadap nyeri. Namun pembuluh darah besar di leher
batang otak memiliki banyak reseptor nyeri sehingga cedera pada pembuluh
darah tersebut saat serangan stroke iskemik dapat menimbulkan nyeri kepala.
E. Klasifikasi Stroke Hemoragik
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases
and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab
lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti
hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena
pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%),
berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan
sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
A. Patogenesis Stroke Hemoragik
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah
tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek.
Penggunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan
perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah
protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat
menyebabkan perdarahan.
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah
saat lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan
perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi.
Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko
kematian dari perdarahan intraserebral.
2. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan
tidak dianggap sebagai stroke.
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara
spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan
eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan
biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak,
yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari
dinding arteri itu.
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat
muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian,
yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan
dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari
aneurisma kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid
dari pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri)
di dalam atau di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada
saat kelahiran, tetapi biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang.
Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi,
perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah
dan pecah.
1. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Gejala yang
sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepala berat,
mual, muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid pada pemeriksaan
pungsi lumbal merupakan gejala penyerta yang khas. Serangan sering kali
di siang hari, waktu beraktivitas dan saat emosi/marah. Kesadaran biasanya
menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam,
23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).
2. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala
kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya
sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan
tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-
kadang disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya
aneurisma. Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-
tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti
dengan kehilangan kesadaran singkat.
Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak
responsif dan sulit untuk dibangunkan. Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan
serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak
(meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering dengan
muntah, pusing, dan nyeri pinggang.
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan kaku kuduk,
Lasegue dan Kernig untuk mengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika
terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan
fungsi saraf otonom terjadi demam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus
pepticum karena pemberian obat antimuntah disertai peningkatan kadar gula
darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat
rupturnya aneurisma.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan
darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak
adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis
kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan,
serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular,
edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak
merupakan pilihan yang dapat digunakan.
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari
patologi intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara
virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat
mengidentifikasi malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang
menyebabkan perdarahan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.
F. Rehabilitasi
Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke,
staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan
fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area
khusus di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas
perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan
tangan
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam
merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan
mereka hadapi.
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah, seorang
perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu sampai
keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan
bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau
lebih orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat
berubah. Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau sangat tidak
mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus
ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang
sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga bermaksud baik
untuk merawatnya. Program Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke
Fase awal/akut:
Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan
melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin
setelah keadaan umum memungkinkan dimulainya rehabilitasi. Hal-hal
yang dapat dikerjakan adalah proper bed positioning, latihan luas gerak
sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai
penanganan masalah emosional.
Fase lanjutan:
Tujuannya adalah unyuk mencapai kemandirian fungsional dalam
mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai
pada waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita
dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai
pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid
mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program pada fase ini
meliputi :
1. Fisioterapi
a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot
(kekuatan 2 kebawah)
b. Diberikan terapi panas superficial (infrared) untuk melemaskan
otot.
c. Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif
tergantung dari kekuatan otot.
d. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
e. Latihan fasilitasi / redukasi otot
f. Latihan mobilisasi.
2. Okupasi Terapi
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai
kemandirian dalam AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis
pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat Bantu
yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara
mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan
pemakaian alat-alat yang disesuaikan.
3. Terapi Wicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan
komunikasi. Ini dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas,
menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat
ganti dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat
yang sering digunakan antara lain : arm sling, hand sling, walker,
wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up, ankle foot
orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut
akan melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase shok, fase
penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian
penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan
sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu
fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus
berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima
rehabilitasi.
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan
wawancara keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran,
sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta keadaan rumah
penderita.
E. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri
sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma
tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam
pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami
penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat
muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah
penyebab utama dari disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih
tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari
volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat
mortilitas yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang, M, Suhartik, K.S., 2003. Pencegahan Stroke Dan Jantung Pada Usia
Muda. Balai Pustaka FKUI, Jakarta.
Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline
Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia:
Jakarta, 2007.
Lumbantobing, S.M, 2003. Neurogeriatri. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological
Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in
Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.
Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB
4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease.
McGraw Hill: New York, 2005.
Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. EGC, Jakarta.
Feigin, V, 2006. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan Pemulihan
Stroke. PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.
MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html
Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007.
Diunduh dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQ
oKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.
doc?nmid=88307927
Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh
dari:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDar
ahOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [
Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC,
Jakarta. 2006.