Anda di halaman 1dari 15

BAB II

DASAR TEORI

1. Pengertian Bridge dan Karakteristik Kemampuannya


1. Wheatstone Bridge
Jembatan Wheatstone (Wheatstone Bridge) merupakan suatu metode yang
digunakan dalam bidang pengukuran tahanan (instrumentasi). Ditemukan oleh
Samuel Hunter Christie tahun 1833 dan kemudian dipopulerkan oleh Sir Charles
Wheatstone pada tahun 1843. Jembatan wheatstone pada dasarnya menggunakan
prinsip keseimbangan dalam rangkaian. Dalam rangkaiannya terdapat 4 buah
tahanan dimana 4 tahanan tersebut adalah tahanan yang variabel, tahanan yang
ingin diukur, dan 2 buah tahanan tetap.
Jembatan Wheatstone merupakan suatu susunan rangkaian listrik untuk
mengukur suatu tahanan yang tidak diketahui harganya (besarannya). Perhitungan
nilai hambatan menggunakan jembatan wheatstone adalah dengan kondisi arus
yang mengalir pada galvanometer sama dengan nol (karena potensial ujung-
ujungnya sama besar). Sehingga dapat dirumuskan dengan perkalian silang
(Pratama, 2010).

Gambar 2.1 Rangkaian wheatstone bridge


Sumber : Arsip pribadi, 2017

Jika pada galvanometer menunjukkan angka nol, maka berlaku persamaan


sebagai berikut.
𝑅₂
𝑅𝑥 = 𝑅₃
𝑅₁
2. Wien Bridge
Maxwell-Wien Bridge atau L/C Bridge adalah modifikasi dari wheatstone
bridge yang digunakan untuk mengukur induktansi yang tidak diketahui (umumnya
nilai Q yang kecil) pada kondisi resistansi dan kapasitansi yang dikalibrasi.
Sistem ini menggunakan prinsip bahwa sudut fasa positif dari induktif
impedansi dapat dikompensasikan oleh sudut fasa negatif dari kapasitif impedansi
ketika diletakkan pada posisi yang berlawanan dan rangkaian pada kondisi resonansi.
Sebagai contoh, tidak ada perbedaan tegangan pada detektor maka tidak ada arus
yang mengalir, pada kondisi ini nilai induktansi dapat diketahui. Dijelaskan pada
gambar berikut.
Gambar 2.2 Rangkaian wien bridge
Sumber : Arsip pribadi, 2017
Rangkaian ini tidak membutuhkan nilai R atau C yang sama. Pada frekuensi
tertentu, reaktansi dari seri-R2-C2 akan menjadi kelipatan dari paralel-RX-CX.
Jika R3 dan R4 disesuaikan pada rasio yang sama, maka jembatan itu seimbang.
Rangkaian seimbang ketika :
1 𝐶𝑥 𝑅4 𝑅2
𝜔2 = 𝑑𝑎𝑛 = −
𝑅𝑥 𝑅2 𝐶𝑥 𝐶2 𝐶2 𝑅3 𝑅𝑥

3. Schering Bridge
Schering bridge atau jembatan Schering adalah rangkaian listrik yang
digunakan untuk mengukur nilai isolasi dari kabel dan komponen-komponen
lainnya, contohnya adalah kapasitansi, faktor dissipasi, dan permitivitas relatif.
Schering bridge merupakan rangkaian AC, yang dikembangkan oleh Harald
Schering. Keuntungannya adalah persamaan keseimbangannya tidak bergantung
dari frekuensi.

Gambar 2.3 Schering bridge


Sumber : Arsip pribadi, 2017
Dimana,
C1 = kapasitor, yang nilainya akan ditentukan
R1 = resistor seri, yang mewakilkan loss pada C1
C2 = kapasitor standar
R3 = resistor non-induktif
C4 = kapasitor variabel
R4 = resistor variabel non-induktif (paralel dengan C4)
Pada kondisi seimbang berlaku persamaan berikut :
𝑟3 𝑐4
𝑟1 =
𝐶2
𝑟4
𝑐1 = 𝑐2
𝑟3

4. Maxwell Inductance Bridge


Maxwell Inductance Bridge adalah, rangkaian jembatan yang digunakan
untuk mengukur nilai induktansi yang diberikan oleh perbandingan dengan
variabel self-inductance standar. Berikut adalah gambar dari rangkaian jembatan
induktansi Maxwell.

Gambar 2.4 Maxwell inductance bridge


Sumber : Arsip pribadi, 2017

Pada kondisi seimbang berlaku persamaan berikut.


𝑅₃
𝐿₁ = 𝐿₂
𝑅₄
𝑅₃
𝑅₁ = (𝑅₂ + 𝑟₂)
𝑅₄
Dimana,
L1 = induktansi tidak diketahui dari R1
L2 = variabel induktansi dari resistansi tetap (r2)
R2 = variabel resistor, seri dengan L2
R3, R4 = non-induktif resistor dengan nilai tertentu.

5. Maxwell Wien atau L/C Bridge


Maxwell-Wien Bridge atau L/C Bridge adalah modifikasi dari wheatstone
bridge yang digunakan untuk mengukur induktansi yang tidak diketahui
(umumnya nilai Q yang kecil) pada kondisi resistansi dan kapasitansi yang
dikalibrasi.
Sistem ini menggunakan prinsip bahwa sudut fasa positif dari induktif
impedansi dapat dikompensasikan oleh sudut fasa negatif dari kapasitif impedansi
ketika diletakkan pada posisi yang berlawanan dan rangkaian pada kondisi
resonansi. Sebagai contoh, tidak ada perbedaan tegangan pada detektor maka tidak
ada arus yang mengalir, pada kondisi ini nilai induktansi dapat diketahui.
Dijelaskan pada gambar berikut.

Gambar 2.5 Maxwell-Wien Bridge


Sumber : Arsip pribadi, 2017

Pada kondisi tersebut, nilai L3 dan R3 dapat ditentukan dengan persamaan :


𝑅₁. 𝑅₄
𝑅₃ =
𝑅₂
𝐿₃ = 𝑅₁. 𝑅₄. 𝐶₂

6. Anderson Bridge
Anderson Bridge atau jembatan Anderson, adalah rangkaian jembatan yang
digunakan untuk menentukan self-inductance (L), dan reaktansi induktif (XL) pada
frekuensi tertentu. Rangkaian ini merupakan pengembangan dari Wheatstone
Bridge. Rangkaian ini membuat kita dapat mengukur induktansi menggunakan
kapasitor dan resistor, dan tidak membutuhkan pengulangan penyeimbangan dari
jembatannya.

Gambar 2.6 Anderson Bridge


Sumber : Arsip pribadi, 2017

Pada kondisi seimbang berlaku persamaan berikut :


𝑟2 𝑟3
𝑟1 = − 𝑅1 𝑟2
𝑟4
𝐶. 𝑟3
𝑙1 = [𝑟(𝑟4 + 𝑟2 ) + 𝑟2 𝑟4 ]𝑟2
𝑟4
7. Hay’s Bridge
Hay’s Bridge atau Jembatan Hay, merupakan modifikasi dari Maxwell
Bridge. Rangkaian ini dapat membantu kita untuk mengatasi batasan dari Maxwell
Bridge, yaitu hanya cocok untuk mengukur medium quality factor dari kumparan,
namun tidak cocok untuk mengukur high quality factor (Q > 10).

Gambar 2.7 Hay’s Bridge


Sumber : Arsip pribadi, 2017

Pada kondisi seimbang, Z1 . Z4 = Z2 . Z3 , berlaku persamaan berikut :


𝑟₂. 𝑟₃. 𝐶₄
𝑙₁ =
1 + 𝜔 2 . 𝐶₄². 𝑟₄²
𝜔2 . 𝐶₄2 . 𝑟₂. 𝑟₃. 𝑟₄
𝑟₁ =
1 + 𝜔 2 . 𝐶₄2 . 𝑟₄²

8. The Owen Bridge


Owen Bridge atau Jembatan Owen mempunyai kelebihan jika dibandingkan
dengan jembatan-jembatan lainnya, yaitu jembatan ini dapat mengukur induktansi
dalam jarak yang luas. Rangkaian ini merupakan jembatan AC seperti Hay’s
Bridge dan Maxwell Bridge yang menggunakan kapasitor standar, induktor, dan
variabel resistor yang terhubung dengan sumber AC untuk eksitasi.

Gambar 2.8 Owen Bridge


Sumber : Arsip pribadi, 2017
Pada kondisi seimbang , Z1 . Z4 = Z2 . Z3 , berlaku persamaan berikut :
𝑟₃. 𝑐₄
𝑙₁ = 𝑟₂. 𝑟₃. 𝑐₄ dan 𝑟₁ =
𝑐₂
9. De Sauty Bridge
De Sauty Bridge, atau Jembatan De Sauty, digunakan untuk mengukur
kapasitansi yang tidak diketahui. Rangkaian ini merupakan metode rangkaian yang
paling cocok untuk membandingkan dua nilai kapasitor jika dielectric-losses pada
rangkaian jembatan tersebut diabaikan.

Gambar 2.9 De Sauty Bridge


Sumber : Arsip pribadi, 2017

Pada kondisi seimbang, berlaku persamaan berikut :


𝑟₃
𝑐₁ = 𝑐₂ ×
𝑟₄

2. Bagian-Bagian Rangkaian Bridge


1. Instrumentation Module
Sebagai pengubah bentuk sinyal input menjadi sinyal output dalam bentuk lain.

Gambar 2.10 Instrumentation Module


Sumber : https://tecnoedu.com/Feedback/img/TK2941M.jpg)

2. Power Amplifier
Sebagai pengubah sinyal input dengan amplitudo rendah menjadi sinyal output dengan
amplitudo tinggi pada frekuensi tetap.

Gambar 2.11 Power amplifier


Sumber : (Sumber: https://tecnoedu.com/Feedback/img/TK2941M.jpg)

3. Resistor
Resistor merupakan suatu komponen elektronika yang berperan sebagai penghambat
aliran listrik pada suatu rangkaian elektronika. Resistor terbagi atas fixed resistor,
variable resistor, thermistor, dan light dependent resistor. Variable resistor adalah
resistor yang nilai resistansinya dapat diubah-ubah (contohnya : potensiometer, dibahas
pada sub bab 2.3). Thermistor adalah resistor yang nilai resistansinya dipengaruhi oleh
suhu. Sedangkan LDR (light dependent resistance) adalah resistor yang nilai
resistansinya dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Untuk fixed resistor sendiri nilai
resistansinya sudah tetap, biasanya nilainya dapat ditentukan oleh garis-garis warna
pada badan resistor. Untuk nilai dari warna-warna tersebut terdapat berikut ini.

Gambar 2.12 Tabel ukuran fixed resistor

• Resistor Dengan 4 Cincin Kode Warna


Cincin ke 1 dan ke 2 merupakan digit angka, dan cincin kode warna ke 3 merupakan
faktor pengali
kemudian cincin kode warnake 4 menunjukan nilai toleransi resistor.
• Resistor Dengan 5 Cincin Kode Warna
Maka cincin ke 1, ke 2 dan ke 3 merupakan digit angka, dan cincin kode warna ke 4
merupakan faktor
pengali kemudian cincin kode warna ke 5 menunjukan nilai toleransi resistor.
• Resistor Dengan 6 Cincin Warna
Resistor dengan 6 cicin warna pada prinsipnya sama dengan resistor dengan 5 cincin
warna dalam
menentukan nilai resistansinya. Cincin ke 6 menentukan koefisien temperatur yaitu
temperatur
maksimum yang diijinkan untuk resistor tersebut.

Gambar 2.13 Resistor

1. Alat Pendukung Dalam Proses Pengukuran


1. Power Supply
Power Supply adalah alat yang mampu menyuplai tenaga atau tegangan
listrik secara langsung dari sumber tegangan listrik ke tegangan listrik yang
lainnya. Power supply biasanya digunakan untuk komputer dan perangkat listrik
sebagai penghantar tegangan listrik secara langsung kepada perangkat keras
lainnya yang ada pada perangkat listrik tersebut.
Power supply memiliki input dari tegangan yang berarus alternating current
(AC) dan mengubahnya menjadi arus direct current (DC) lalu menyalurkannya ke
berbagai perangkat keras pada rangkaian. Karena memang arus direct current
(DC)-lah yang dibutuhkan untuk perangkat keras agar dapat beroperasi.
Gambar 2.14 Power supply
Sumber : (http://www.elexp.biz/test/ps_r3010.jpg)
2. Function Generator
Function Generator adalah alat ukur elektronik yang menghasilkan, atau
membangkitkan gelombang berbentuk sinus, segitiga, ramp, segi empat, dan
bentuk gelombang pulsa. Function generator terdiri dari generator utama dan
generator modulasi. Generator Utama menyediakan gelombang output sinus,
kotak, atau gelombang segitiga dengan rangkuman frekwensi 0,01 Hz sampai 13
MHz. Generator modulasi menghasilkan bentuk gelombang sinus, kotak, dan
segitiga dengan rangkuman frekwensi 0,01 Hz sampai 10 kHz. Generator sinyal
input dapat digunakan sebagai Amplitudo Modulation (AM) atau Frequency
Modulation (FM). Selubung (envelope) AM dapat diatur dari 0% sampai 100%;
FM dapat diatur frekwensi pembawanya hingga ±5%.

Gambar 2.15 Function Generator


Sumber :
(https://bkpmedia.s3.amazonaws.com/photos/4011A_front_lrg.jpg)

3. Multimeter
Multimeter adalah alat ukur yang dipakai untuk mengukur tegangan listrik,
arus listrik, dan tahanan (resistansi). Itu adalah pengertian multimeter secara
umum, sedangkan pada perkembangannya multimeter masih bisa digunakan untuk
beberapa fungsi seperti mengukur temperatur, induktansi, frekuensi, dan
sebagainya. Ada juga yang menyebut multimeter dengan sebutan AVO meter,
maksudnya A (ampere), V(volt), dan O(ohm).

Gambar 2.16 Multimeter

4. Voltmeter
Voltmeter adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur besarnya
tegangan atau beda potensial listrik antara dua titik pada suatu rangkaian listrik
yang dialiri arus listrik. Pada alat ukur voltmeter ini biasanya ditemukan tulisan
volt (V), milivolt (mV), mikrovolt, dan kilovolt (kV). Sekarang ini, voltmeter
ditemukan dalam dua jenis yaitu voltmeter analog (dengan jarum penunjuk) dan
voltmeter digital. Voltmeter memiliki batas ukur tertentu, yakni nilai tegangan
maksimum yang dapat diukur oleh voltmeter tersebut. Jika tegangan yang diukur
oleh voltmeter melebihi batas ukurnya, voltmeter akan rusak.

Gambar 2.17 Voltmeter


Sumber : https://www.google.com/url? FVolmate-Digital-Voltmeter-Ohmmeter-
Multimeter%2Fdp%2FB01N2V5JCS&psig

5. Potensiometer
Potensiometer (POT) adalah salah satu jenis Resistor yang Nilai
Resistansinya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan Rangkaian Elektronika
ataupun kebutuhan pemakainya. Potensiometer merupakan Keluarga Resistor yang
tergolong dalam Kategori Variable Resistor. Secara struktur, Potensiometer terdiri
dari 3 kaki Terminal dengan sebuah shaft atau tuas yang berfungsi sebagai
pengaturnya.
Potensiometer dibagi menjadi dua, yaitu potensiometer putar (wiper bergerak
dengan jalan melingkar), dan potensiometer linier (wiper bergerak sepanjang jalur
linier). Potensiometer dikenal juga sebagai slider, pot slide atau fader. Sedangkan
yang paling umum digunakan adalah potensiometer putar

Gambar 2.18 Potensiometer


Sumber : https://www.google.com/url?
Ftelekomunikasipolines.blogspot.com%2F2017%2F04%2Fpotensiometer.html&psig=A
OvVaw0ZM7orVF2rmM956sfwmqx0&ust=1571373070498594

2. Pengaruh RLC Pada Masing-Masing Bridge

1. Arus AC Pada Rangkaian


Pada dasarnya input W. Bridge merupakan arus DC, akan tetapi tidak ada
alasan tidak bisa menggunakan arus AC sebagai inputnya. W. Bridge itu sendiri
akan bekerja dengan cara yang serupa. Menerapkan arus AC pada rangkaian
jembatan memberikan kita fleksibilitas tambahan seperti kita tidak lagi terbatas
pada hambatan/resistor sebagai komponen. Kita dapat memasukkan kapasitor dan
induktor. Hal ini memungkinkan kita untuk membuat keseimbangan jembatan
tergantung kepada frekuensi dan/atau impedansi. Persamaan dasarnya serupa
dengan ketika menggunakan arus DC, yaitu: Z1/Z2 = Z3/Z4.

Gambar 2.20 Wheatstone Bridge menggunakan arus AC


(Sumber: http://www.play-hookey.com/ac_theory/randr/wheatstone_ac_apps.html)

2. Aplikasi Penerapan Bridge

Aplikasi Gambar Penjelasan


di Mempercepat proses penghitungan kapal di
bidang pelabuhan dengan sensor yang terhubung pada
Marine komponen counter (penghitung). Sensor bekerja
dengan sonar yang bila ada benda yang lewat maka
hambatan akan berubah sehingga arus mengalir ke
alarm
Mendeteksi gas dengan
Sensor gas TGS 2611 ini akan memberikan perubahan
resistansi apabila mendeteksi adanya gas methane
disekitar sensor.

Mengukur resistansi motor 1 fase.


Untuk mengetahui resistansi dari sebuah motor 1 fase,
dapat menggunakan wheatstone bridge. Sambungkan
motor 1 fase tersebut pada rangkaian wheatstone
bridge. Lalu atur variabel resistor (Rx), gunakan rumus
bridge dan bisa didapat resistansi motor 1 fase

Aplikasi Mengukur reganggan pada benda uji seperti beto


di dan baja (strain gauge)
bidang Dalam percobaan kita gunakan strain gauge, yaitu
darat semacam pita yang terdiri dari rangkaian listrik untuk
mengukur dilatasi benda uji berdasarkan perubahan
hambatan penghantar di dalam strain gauge.

Mengukur Resistansi Lampu Pijar


Lampu pijar bersifat resistif. Untuk pengukurannya,
dibutuhkan 2 buah resistor tetap, dan 1 resistor
variabel. Resistor dihubungkan menjadi rangkaian w
bridge. Nilai resistor variabel diatur sedemikian rupa
hingga jembatan dalam kondisi seimbang.

Untuk mengetahui sebuah resistor yang rusak atau


tidak, dapat menggunakan wheatstone bridge. Sebuah
resistor dipasang pada rangkaian w-bridge . Bila sudah
terpasang demikian namun ada arus yang mengalir di
galvanometer, berarti resistor tersebut (Rs) sudah rusak
BAB IV
ANALISIS DATA

4.1 Perhitungan Dan Pembahasan

4.1.1 Rangkaian Dasar Wheatstone Bridge

Nilai Rs dapat dihitiung dengan persamaan :


Rs = (R₁ . Rx)/R₂
Contoh perhitungan menggunakan hasil data percobaan :
Rs = (10k Ω . 10k Ω)/ 10k Ω = 10k Ω.
Sedangkan pada percobaan didapat hasil Rs = 9860.5 Ω, maka terdapat
|9860.5Ω−10000 Ω|
error sebesar = × 100 % = 1.4%.
10000 Ω
Dengan cara yang sama, didapatkan data-data sebagai berikut.
Rs
Δ Rs
No R1 (Ω) R2 (Ω) Rx (Ω) Rs (Ω) Rumus Error
(Ω)
(Ω)
1 10k Ω 10k Ω 10k Ω 9860.5 10000 139.5 1,4 %
1k Ω 986.6 1000 13.4 1,34 %
2 10k Ω 1k Ω 10k
1k
100ΩΩΩ 9860.5
9840
985 1000 15 1,5%
10k
1k ΩΩ 98760
9840 10000 160 1,6 %
10k
1k
Tabel 4.1 Perhitungan error Ω Ω rangkaian
pada 98760
986.6 dasar wheatstone bridge
10k Ω 9860.5
Dapat dilihat bahwa error pengukuran sangat besar. Hal ini
kemungkinan terjadi akibat arus yang kurang stabil dan pembacaan
multimeter yang kurang tepat, karena nilai yang diukur sangat kecil
ataupun juga dapat disebabkan oleh multimeter yang digunakan untuk
mengukur nilai dari tahanan Rs yang disebabkan oleh potensiometer.
Selain itu bila hambatan semakin besar maka arus listrik yang mengalir
akan semakin kecil sehingga bila arus semakin kecil maka error yang terjadi
juga akan semakin kecil yang bisa dianalogikan bila semakin besar arus
maka semakin besar pula arus yang mungkin terbuang.
Faktor penyebab yang mungkin terjadi adalah karena arus yang tidak stabil
atau karena multimeter yang tidak benar dalam melakukan penghitungan.

4.1.2 Rangkaian Pengujian Sensitivitas Wheatstone Bridge

Besaran dari nilai resistansi RX=RS

Arus
Rs Kondisi Rs
R1=R2 kondisi
Setimbang Rumus Error
(Ω) setimbang
(Ω) (Ω)
(μA)
100 991 0.15 1000 0,9 %
1000 987 0.15 1000 1,3 %
10000 979 0.15 1000 2,1 %
100000 967 0.15 1000 3,3 %

Tabel 4.2 Penghitungan error bedasarkan uji sensitivitas pada wheatstone bridge

Nilai RS menurut rumus memiliki besaran yang sama karena R1=R2 tetapi
pada kenyataan dalam percobaanya nilai dari RS tidak sama tetapi paling tidak
mendekati.
Untuk nilai error yang semakin besar sudah sesuai seperti pada Kesimpulan 4.1.2

4.1.3 Rangkaian Pengujian Sensitivitas Wheatstone Bridge dengan nilai R1 dan


R2 yang berbeda

Rs Arus Rs
R1 (Ω) R2 (Ω) Rasio setimbang setimbang Rumus Error
(Ω) (μA) (Ω)
100 1k Ω 1:10 98.65 0.15 100 1,35 %
1k Ω 10k Ω 1:10 98.7 0.15 100 1,3 %
100 10k Ω 1:100 9.85
9.79 0.02 10 1,5 %
1k Ω 100k Ω 1:100 9.75
9.79 0.02
0 10 2,5 %
1k Ω 100 10:1 9875.6
98588 0 10000 1,2 %
10k Ω 1k Ω 10:1 9920.6
98.7 0
0.15 10000 0,8 %
10k Ω 100 100:1 98856 0
0.02 100000 1,1 %
100k Ω 1k Ω 100:1 98588
9920.5 0 100000 1,4 %
Tabel 4.3 Perhitungan rangkaian pengujian
98588 sensitivitas
0 wheatstone bridge dengan
hambatan R1 dan R2 yang berbeda

Bila R2 semakin besar maka nilai RX semakin besar, dan bila R1 semakin
kecil maka nilai dari RX juga akan semakin kecil, dan sudah sesuai dengan
rumus yang ada. Selain itu nilai dari error menunjukkan penurunan akibat
nilai hambatan yang semakin besar.
BAB V
KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, diambil kesimpulan sebagai berikut.


1. Perhitungan yang akan didapat adalah R1.Rx = R2.Rs, apabila harga R1 dan R2
konstan dan nilai Rx semakin besar maka Rs semakin besar pula.
2. Nilai arus pada rangkaian harus lah 0 (seimbang) dengan tingkat ketelitian kurang
lebih plus minus 0,01 mili Ampere. Untuk mendapatkan nilai arus 0 digunakan
potensiometer untuk mengatur besar hambatan yang terpasang.
3. Pada percobaan rangkaian dasar wheatstone bridge, semakin besar nilai Rx semakin
besar pula nilai Rs. Mengikuti rasio dari R1/R2, sesuai dengan persamaan R1.Rx =
R2.Rs.

Anda mungkin juga menyukai